Cetakan : I, 1983
Pertapa
gua, atau sebutir telur, atau sepatah kata — ah, apa pula
“Tapi,
Tuan
Telinga
Gila:
ia digoda masuk ke telinganya sendiri
“Masuklah,” bujuknya.
Tajam Hujanmu
tajam hujanmu
arloji yang buram berair kacanya, dua-tiga patah kata yang meng-
ganjal di tenggorokan
deras dinginmu
sembilu hujanmu
Di Tangan Anak-anak
Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad
Akulah Si Telaga
bunga-bunga padma;
Sihir Hujan
Seruling
nya ….
nganga.
Perahu Kertas
mu itu.
ingin sendirian
soalnya ia baka
Gonggong Anjing
untuk Rizki
kepada GM
di rumah sakit.
itu.
Di Atas Batu
ke mari
Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, 20 Maret 1940. Lulus fakultas Sastra UGM tahun 1964. Semasa
mahasiswa telah pula sibuk dengan kegiatan seni: mengasuh acara sastra RRI Yogyakarta,
menyelenggarakan diskusi dan lomba kesenian, menerjemahkan, main dan menyutradarai sandiwara,
dll. Aktivitasnya kemudian menjadi tenaga pengajar di beberapa perguruan tinggi, hingga guru besar.
(Tertulis di biodata al. begini: DukaMu Abadi pertama kali diterbitkan tahun 1969 oleh pelukis Jeihan.
Dua buku Sapardi yang lain yang sudah terbit adalah Mata Pisau dan Akuarium, keduanya terbit tahun
1974). Saat ini, kumpulan puisi beliau tentu telah bertambah.
Catatan Lain
Di dalam kata Pengantar Perahu Kertas, penerbit mengutip Sapardi Djoko Damono dalam sebuah
ceramah tentang Puisi Indonesia Mutakhir (Jakarta, 6 November 1969). Ia mengatakan: “Kata-kata
adalah segala-galanya dalam puisi. Kata-kata tidak sekedar berperan sebagai alat yang menghubungkan
pembaca dengan ide penyair, seperti peran kata-kata dalam bahasa sehari-hari dan prosa umumnya,
tetapi sekaligus sebagai pendukung imaji dan penghubung pembaca dengan dunia intuisi penyair,
namun yang utama adalah sebagai objek yang mendukung imaji. Hal inilah yang membedakannya dari
kata-kata dalam puisi.”
Barangkali kutipan yang sengaja diangkat penerbit bisa menjadi semacam kredo bagi SDD dalam
membikin puisi.
Berbagi
3 komentar:
Terbaik
Balas
Balas
Balas
Beranda