Anda di halaman 1dari 28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI MEDIS

1. Balita

a. Pengertian

Balita mempunyai rentang usia antara 1-4 tahun. Pada masa

ini, pertumbuhan fisik anak relatif lebih lambat dibandingkan dengan

masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat.

Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa,

kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelejensia berjalan

sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan selanjutnya

(Nursalam, 2005).

b. Penyakit infeksi pada balita

Berdasarkan hasil pertemuan International Pediatric

Association (2010), WHO merumuskan bahwa penyakit infeksi berat

utama pada anak meliputi pneumonia, diare, malaria, infeksi

neonatal, HIV, dan TB.

2. Pneumonia

a. Pengertian

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru

yang disebabkan oleh infeksi (Francis, 2012). Menurut Subanada

(2010) Pneumonia yaitu inflamasi parenkim paru yang dihubungkan

dengan konsolidasi ruang alveoli. Somantri (2008) memaknai


commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

pneumonia sebagai suatu proses peradangan yang ditandai dengan

adanya konsolidasi karena pengisian rongga alveoli oleh eksudat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pneumonia

adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang ditandai

dengan adanya konsolidasi karena pengisian rongga alveoli oleh

eksudat.

b. Etiologi

Said (2010) menyebutkan bahwa penyebab utama

bakteriologik pneumonia anak-balita adalah Streptococcus

pneumoniae/pneumococcus (30-50% kasus) dan Hemophilus

influenzae type b/Hib (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus

aureus dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain

seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp,

Escherichia coli juga menyebabkan pneumonia. Sedangkan

penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV)

yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B,

parainfluenza, Human metapneumovirus dan Adenovirus.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

c. Klasifikasi

Pneumonia berdasarkan etiologi dapat di klasifikasikan sebagai

berikut :

Tabel 1. Tipe, etiologi dan tanda gejala Pneumonia

Tipe Etiologi Tanda dan Gejala


Sindrom Streptococcus Onset mendadak dingin, menggigil,
tipikal pneumoniae demam (39-40oc), nyeri dada
dengan atau tanpa pleuritis, batuk produktif, sputum
penyulit hijau dan purulen, dan mungkin
mengandung bercak darah, hidung
kemerahan, retraksi interkostal,
penggunaan otot bantu nafas, dan
timbul sianosis.

Sindrom Haemophilus Onset bertahap dalam 3-5 hari,


atipikal influenzae, malaise, nyeri kepala, nyeri
S. aureus, tenggorokan, batuk kering dan nyeri
Mycoplasma dada akibat batuk
pneumoniae,
Virus patogen

Sindrom Aspirasi basil Anaerob campuran : mulanya onset


aspirasi gram negatif, perlahan, demam rendah, batuk dan
Klebsiela sputum produksi/bau busuk
pseudomonas, Rontgen : jaringan interstitial yang
Serratia, terkena tergantung dari bagian paru
Enterobacter, Infeksi gram positif/negatif
Escherichia Gamabaran klinis mungkin sama
proteus, bakteri dengan pneumonia klinik, distres
gram positif, respirasi mendadak, dispnea berat,
Staphlococcus, sianosis, batuk, hipoksemia, dan
dan aspirasi diikuti tanda-tanda infeksi sekunder
asam lambung

Hematogen Aspirasi zat Gejala pulmonal timbul minimal


inert: air,barium, jika dibandingkan gejala septikemia.
bahan makanan, Batuk non produktif dan nyeri
e.coli. dan pleuritik sama seperti pada emboli
bakteri anaerob paru merupakan keluhan tersering.
enterik
Sumber : Muttaqin (2008)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

d. Patofisiologi dan Patogenesis

Dalam keadaan normal, paru-paru dilindungi terhadap infeksi

oleh berbagai mekanisme. Infeksi paru-paru dapat terjadi apabila

satu atau lebih dari mekanisme pertahanan terganggu oleh organisme

secara aspirasi atau melalui penyebaran hematogen. Aspirasi adalah

cara yang sering terjadi (Nursalam, 2005).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Patofisiologi dari pneumonia adalah sebagai berikut :

Inhalasi mikroba dengan jalan :


Melalui udara, aspirasi
organisme,hematogen

Reaksi inflamasi hebat

Membran paru-paru meradang dan berlubang

Red Blood Count (RBC), White blood Count


(WBC), dan cairan keluar masuk ke alveoli

Sekresi edema, dan


prochospasme

Parcial oclusi

Daerah paru menjadi padat (konsolidasi)

Luas permukaan membran respirasi Penurunan ratio ventilasi perfusi

Kapasitas difusi menurun

hipoksemia

Bagan 1. Patofisiologi Pneumonia

Sumber : Somantri (2007)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Patogenesis dari Pneumonia menurut Hasan (2007) dan

Mansjoer (2009), Secara umum berlangsung dalam 4 stadium :

1) Stadium kongesti

Pada stadium ini, kapiler melebar dan kongesti serta di dalam

alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak,

beberapa neutrofil dan makrofag.

2) Stadium hepatisasi merah

Stadium ini terjadi sewaktu bagian paru yang terkena mengalami

konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN

(polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan edema, dan

ditemukannya kuman di alveoli.

3) Stadium hepatisasi kelabu

Pada stadium ini adalah kelanjutan proses infeksi berupa

deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit

PMN (polimorfonuklear) di alveoli tejadi proses fagositosis

yang cepat.

4) Stadium resolusi

Pada stadium ini, jumlah makrofag meningkat di alveoli. Sel

akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris

menghilang.

e. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi untuk terjadinya pneumonia adalah

kelainan anatomi kongenital seperti fistula trakeaesofagus, penyakit


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

jantung bawaan, gangguan fungsi imun (penggunaan sitostatika dan

steroid jangka panjang, gangguan sistem imun berkaitan penyakit

tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuromuskular,

kontaminasi perinatal, dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti

pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing atau disfungsi silier

(Setyoningrum, 2006).

f. Faktor risiko

Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian

pneumonia yaitu malnutrisi, tidak diberikan ASI secara eksklusif,

defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc, usia muda, BBLR, kepadatan

hunian, pemberian imunisasi yang tidak lengkap, polusi udara yang

berasal dari asap rokok, pembakaran di dapur dan polusi udara di

lingkungan (Kartasasmita, 2010).

g. Keluhan subyektif

Rahajoe (2008) menyebutkan bahwa keluhan balita yang

mengalami pneumonia meliputi demam, menggigil, batuk, sakit

kepala, anoreksia, dan keluhan gastrointestinal seperti muntah dan

diare. Menurut Muttaqin (2008) demam, anoreksia, dan keluhan

gastrointestinal terjadi sebagai akibat dari reaksi inflamasi yang

hebat. Sedangkan batuk terjadi sebagai akibat dari sekresi edema dan

prochospasma.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

h. Manifestasi klinis

Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung

kuman penyebab, usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya

penyakit.

Menurut Setyoningrum (2006) Gejala dan tanda pneumonia dapat

dibedakan menjadi :

1) Gejala umum infeksi yaitu demam, menggigil, sefalgia, dan

gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan

gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut.

Hal ini terjadi sebagai akibat dari reaksi inflamasi yang terjadi.

2) Gejala pulmonal timbul setelah gejala awal yaitu batuk pilek,

gejala nafas cuping hidung, takipnea, dispnea dan apnea.

Wheezing akan ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral

atau mikoplasma, sedangkan pada pneumonia bakterial akan

didapatkan suara ronkhi basah.

3) Gejala pleura terjadi peradangan pada pleura, ditemukan pada

pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae

dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada

pada daerah yang terkena infeksi bakteri tersebut. Hal ini terjadi

karena pneumonia bakteri akan menyebabkan deposisi fibrin

pada pleura yang pada akhirnya akan menyebabkan peradangan.

4) Gejala ekstra pulmonal dapat ditemukan pada beberapa kasus.

Abses pada kulit atau jaringan lunak didapatkan pada kasus


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

pneumonia karena Staphylococcus aureus. Otitis media,

konjungtivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi

karena Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenza.

Sedangkan epiglotitis dan meningitis khususnya dikaitkan

dengan pneumonia karena Haemophillus influenza.

i. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan

pemeriksaan fisis yang sesuai dengan tanda gejala pneumonia,

disertai dengan pemeriksaan penunjang (Mansjoer, 2009)

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis

dan atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi,

penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan

laboratorium penunjang yang memadai (Rahajoe, 2008).

Pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah untuk dilakukan,

dan kuman penyebab terjadinya pneumonia tidak selalu dapat

ditemukan. Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas

pneumonia pada balita, maka dalam upaya penanggulangannya,

WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang

sederhana.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas:

1) Pneumonia berat

a) bila ada sesak nafas disertai nafas cuping hidung dan/atau

retraksi dada.

b) harus dirawat dan diberikan antibiotik.

2) Pneumonia

a) Bila tidak ada sesak nafas

b) Ada nafas cepat dengan laju nafas :

(1) Lebih dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan-1

tahun

(2) Lebih dari 40 kali/menit untuk anak usia lebih dari 1-5

tahun

(3) Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

3) Bukan pneumonia

a) Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas

b) Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hana

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

(Rahajoe, 2008).

Diagnosis penyakit pneumonia dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

a) Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya ditemukan

leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar

antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN (Rahajoe,

2008).

b) Pemeriksaan Rontgen Toraks

Foto rontgen toraks hanya direkomendasikan pada

pneumonia berat yang dirawat. Pada pasien dengan pneumonia

tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan.

Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis

menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

1) infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

2) infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus

disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi

tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,

berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor

paru, dikenal sebagai round pneumonia.

3) bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata

pada kedua paru, disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Gambar 1 : A. Temuan gambaran foto toraks pada RSV pneumonia,

bayi usia 6 bulan dengan takipneu dan demam. B. 1 hari kemudian,

radigraf anteroposterior (AP) pada dada menunjukkan kenaikan

pneumonia bilateral.

Sumber : Nelson, 2007

c) Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosa pneumonia

anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang

dirawat di Rumah sakit. Untuk pemeriksaan mikrobiologik

spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring,

bilasan bronkus, darah pungsi pleura, atau aspirasi paru

(Rahajoe, 2008).

j. Prognosis

Pada sebagian besar kasus, terapi yang tepat akan

menghasilkan kesembuhan total tanpa gejala sisa panjang namun

angka morbiditas dan mortalitas bertambah bersamaan dengan

pertambahan usia (Tao, 2013).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat,

mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dengan

malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan

mortalitas yang lebih tinggi (Hassan, 2007).

k. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis,

perikarditis, purulenta, atau infeksi ekstrapulmoner seperti

meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi

tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri (Rahajoe, 2008).

l. Penatalaksanaan

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat

inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya

penyakit, misal toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum,

atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama

mempertimbangkan usia pasien (Rahajoe, 2008).

1) Rawat Inap

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan

kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan yang supotif.

Pada balita antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik

beta-laktam dengan atau/tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih

berat diberi beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan

makrolid baru intravena atau sefalosporin generasi ketiga. Pada

pneumonia atipik yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

makrolid merupakan antibiotik pilihan pertama (Rahajoe, 2008).

Pada pasien yang dicurigai pneumonia virus, pada mulanya

diberikan terapi antibiotik. Kegagalan berespons terhadap

antibiotik merupakan dasar tambahan untuk menegakkan

diagnosa pneumonia virus (Nelson, 2007).

Tabel 2. Pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi

Mikroorganisme Antibiotik

Streptokokus dan stafilokokus Penisilin G 50.000 unit/hari iv


atau
Penisilin Prokain 600.000
U/kali/hari im atau
Ampisilin 100mg/kgBB/hari
atau
Seftriakson75-200mg/
kgBB/hari
M.pneumoniae Eritromisin15mg/kgBB/hari
atau derivatnya
H.influenza Kloramfenikol
100mg/kgBB/hari
Klebsiela Sefalosporin
P. aeruginosa

Sumber : Mansjoer, 2009


2) Rawat Jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan

antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau

kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan dapat

diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektivitas yang

mencapai 90 %. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25

mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB (Rahajoe,

2008). Selain itu diberikan pelega tenggorokan berupa obat-

commit
obatan dekongestan oral toatau
usernasal dan diberikan pereda batuk
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

yang aman yaitu obat batuk yang megandung atropin, codein, dan

derivatnya atau alkohol (MTBS, 2008).

m. Pencegahan

Menurut Kartasasmita (2010) Pencegahan pneumonia

selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko

dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan

pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan

petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis

dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan

efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi

kasus pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI

eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan

pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula

mengurangi faktor risiko.

Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu:

1) Pencegahan Non spesifik, yaitu:

a) Meningkatkan derajat sosio-ekonomi

b) Lingkungan yang bersih, bebas polusi

2) Pencegahan Spesifik

a) Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang

b) Berikan imunisasi

Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara

langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan

Pneumococcus (PCV).

B. Teori Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan menurut Hallen Varney terdiri dari 7 (tujuh)

langkah, yaitu :

1. Langkah I : Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

Untuk memperoleh data dasar secara lengkap pada kasus

Pneumonia dapat diperoleh melalui :

a. Identitas

1) Identitas atau biodata

a) Nama

Digunakan untuk mengetahui identitas pasien, nama balita dan

nama orang tua pasien.

b) Umur

Untuk mengetahui faktor risiko pneumonia dilihat dari umur

pasien. Pneumonia lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak

dibandingkan usia lain. Insidens pneumonia berbanding terbalik

dengan umur (Divisi Pediatri Gawat Darurat RSCM, 2004).

c) Alamat rumah

Untuk mengetahui tempat tinggal pasien. Pasien dengan

pneumonia sering dijumpai apabila bertempat tinggal di

lingkungan dengan sanitasi buruk (Muttaqin, 2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

b. Anamnesa ( Data Subyektif)

1) Alasan datang

Disebabkan oleh adanya keluhan yaitu keluhan utama

berupa sesak nafas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh/demam

(Muttaqin, 2008).

2) Riwayat kesehatan, meliputi :

a) Imunisasi

Imunisasi yang tersedia untuk mencegah secara

langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam

DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan

Pneumococcus (PCV) (Kartasasmita, 2010).

b) Riwayat penyakit yang lalu

Pada klien dengan pneumonia mempunyai riwayat

sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas

dan riwayat penyakit campak/pertusis (Nursalam, 2005).

c) Riwayat penyakit sekarang

Pada balita dengan pneumonia didapatkan batuk,

sesak napas, takipnea, dan penurunan nafsu makan

(Rahajoe, 2008).

d) Riwayat penyakit keluarga

Dalam hal ini ditanyakan apakah dalam keluarga ada

riwayat penyakit infeksi misalnya tuberkulosis dan penyakit

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

keturunan misalnya asma serta alergi saluran respiratori

lainnya (Rahajoe, 2008).

3) Riwayat Sosial

a) Lingkungan rumah

kepadatan hunian, paparan asap rokok secara pasif, dan

faktor lingkungan (faktor udara) merupakan faktor resiko

untuk terjadinya pneumonia (Setyaningrum dkk, 2006).

4) Pola Kebiasaan Sehari-hari

(a) Nutrisi

Pada penderita pneumonia biasanya disertai dengan

penurunan nafsu makan (Raharjoe, 2008). Defisiensi

vitamin A dan Zn merupakan faktor resiko terjadinya

pneumonia (Setyoningrum, 2006).

(b) Eliminasi

Rahajoe (2008) menyebutkan bahwa keluhan balita yang

mengalami pneumonia salah satunya adalah keluahan

gastrointestinal seperti muntah dan diare.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Status Generalis

a) Keadaan umum dan kesadaran

Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan

kesadaran (Muttaqin,2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

b) Tanda-tanda vital : Meliputi Suhu, nadi dan Respirasi.

Pasien dengan pneumonia biasanya didapatkan peningkatan

suhu, frekuensi nafas meningkat dari frekuensi normal,

denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan

peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan

(Muttaqin, 2008).

2) Pemeriksaan sistematis

Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada

pneumonia akan ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut

a) Muka

Pada pneumonia berat terdapat sianosis sentral. Muka

klien tampak menangis dan merintih.

b) Hidung

Nafas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama

oleh anak-anak.

c) Dada :

(1) Inspeksi didapatkan gerakan pernafasan simetris,

peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta

danya retraksi sternum dan intercostal space (ICS).

(2) Palpasi didapatkan gerakan dada saat bernafas

biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan

dan kiri.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

(3) Perkusi pada klien dengan pneumonia tanpa disertai

komplikasi biasanya didapatkan bunyi sonor atau

redup pada seluruh lapang paru.

(4) Auskultasi pada klien dengan pneumonia

didapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi nafas

tambahan ronkhi basah atau wheezing pada sisi yang

sakit. Auskultasi dilakukan di seluruh dada dan

punggung, mulai dari daerah supraklavikular,

kemudian ke bawah setiap kali satu sela iga, dan

dibandingkan sisi kanan dan kiri (Matondang, 2005).

3) Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan darah menunjukan peningkatan jumlah

leukosit dan foto thorak terlihat adanya konsolidasi pada

paru (Mansjoer, 2009).

2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar

Interpretasi data dari data-data yang telah dikumpulkan pada langkah

pengkajian data mengacu pada :

a. Diagnosa kebidanan

Diagnosa pada studi kasus ini adalah “An. X Umur X Tahun

dengan Pneumonia”.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Adapun dasar dari pengambilan diagnosa dibagi menjadi:

1) Dasar subjektif

Diperoleh dari hasil wawancara pada orang tua pasien. Keluhan

pasien dengan pneumonia antara lain adalah sesak nafas, batuk

dan demam.

2) Data objektif, diperoleh dari :

a) Hasil pemeriksaan fisik :

Tanda-tanda vital (nadi, respirasi, dan suhu) akan

menunjukkan peningkatan frekuensi nafas dan peningkatan

suhu tubuh.

b) Hasil pemeriksan sistematis :

Muka : pada kasus yang berat ditemukan sianosis

Hidung : adanya nafas cuping hidung pada keadaan sesak

berat

Dada : adanya retraksi dada dan bunyi ronkhi basah atau

wheezing pada pemeriksaaan

c) Hasil pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan laboratorium : Didapatkan leukositosis yang

Berkisar antara 15.000 -

40.000/mm3

Pemeriksaan radiologis : Pada hasil foto thorax

ditemukan adanya konsolidasi

paru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

b. Masalah

Hidayat (2006) menyebutkan bahwa masalah yang dapat

muncul akibat pneumonia meliputi:

1) Pola nafas tidak efektif

2) Takut atau cemas

3) Bersihan jalan nafas tidak efektif

4) Risiko infeksi

5) Nyeri

c. Kebutuhan

Pada kasus pneumonia, kebutuhan anak yang dapat dilakukan

bidan menurut Hidayat (2006) adalah :

1) Mengatur posisi dengan memungkinkan ekspansi paru

maksimum dengan posisi semi fowler atau kepala agak tinggi

kurang lebih 30 derajat dan berikan oksigenasi sesuai kebutuhan

anak.

2) Melibatkan orang tua dalam memberikan perawatan sehingga

anak merasakan ketenangan serta menjelaskan pada orang tua

tentang kondisi anak.

3) Lakukan penghisapan sekresi jalan nafas.

4) Kompres dingin/panas pada daerah yang sakit.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

3. Langkah III : Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensaial dan

Antisipasi Penanganannya

Pada kasus balita sakit dengan pneumonia diagnosa potensial

yang mungkin terjadi adalah hipoksia, hiperkapne dan pada keadaan

berat dapat terjadi gagal napas (Nursalam, 2005).

Adapun antisipasi tindakan yang dapat dilakukan bidan adalah

memantau pernapasan, irama, kedalaman atau menggunakan oksimetri

nadi untuk memantau saturasi oksigen (Hidayat, 2006).

4. Langkah IV : Kebutuhan terhadap Tindakan Segera

Dari data yang dikumpulkan menunjukkan perlunya kolaborasi

dengan dokter Spesialis Anak untuk pemberian terapi. Pada pasien

dengan pneumonia terapi yang sering diberikan adalah terapi antibiotik,

antipiretik dan pemberian bronkhodilator atau ekspektoran sesuai dengan

kebutuhan anak. Tindakan lain yang dilakukan yaitu perlunya

berkolaborasi dengan tim laboratorium diperlukan dalam menegakkan

diagnosis yang tepat.

5. Langkah V : Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh

Berdasarkan Buku Bagan MTBS (2008) pada kasus balita sakit

dengan pneumonia, maka rencana tindakan yang perlu dilakukan adalah :

a. Beri antibiotik yang sesuai

b. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman.

c. Jika batuk lebih dari 3 minggu, rujuk untuk pemeriksan lanjutan.

d. Nasihati kapan harus segera kembali.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

e. Melakukan kunjungan ulang setelah 2 hari

Tabel 3. Daftar antibiotik awal bagi penderita pneumonia

Pilihan pertama Pilihan kedua


Kotrimoksazol, 2x Amoxicillin 2x
sehari selama 5 hari sehari selama 5hari

Tablet Tablet Sirup Tablet Sirup


Usia atau BB dewasa Anak (ml) (500mg) (125m)
2-<4bln (4- <6kg) 1⁄4 1 2,5 1/4 5 ml
4-12bln (6- <10kg) 1⁄2 2 5,0 1/2 10 ml
1
12bln-5th (10<19kg) 3⁄4 22 7,5 2/3 12,5 ml
3- <5th (16-<19kg) 1 3 10 ¾ 15 ml

Sumber : Buku Bagan MTBS, 2008

Keterangan :

a. Tablet kotrimoksazol untuk dewasa terdiri dari 80 mg

trimetoprim + 400 mg sulfametoksazol.

b. Tablet kotrimoksazol untuk anak terdiridari 20 mg trimetoprim

+ 200 mg sulfametoksazol.

c. Sirup per 5 ml mengandung 40 mg trimetoprim + 200 mg

sulfametoksazol.

Sedangkan penatalaksanaan anak dengan pneumonia yang

dirawat di rumah sakit, yaitu :

a. Bersihkan jalan nafas dengan mengeluarkan lendir dan kotoran

dari hidung dan mulut (Suriadi, 2010).

b. Atur posisi semi fowler yaitu kepala lebih tinggi 30 derajat agar

membantu memperlancar pernafasan (Hidayat, 2006).

c. Melakukan observasi batuk dan sesak nafas untuk memantau

commit(Suriadi,
efektivitas pernafasan to user 2010).
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

d. Pemberian cairan intra vena dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk

mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum

(Muttaqin, 2008).

e. Observasi tanda-tanda vital meliputi suhu tubuh, nadi, dan

respirasi (Muttaqin, 2008).

f. Berikan penjelasan kepada orang tua tentang penyakit yang

diderita anaknya sehingga dapat menurunkan rasa takut atau

cemas pada orang tua (Hidayat, 2006).

g. Berikan kenyamanan pada lingkungan anak dan libatkan orang

tua dalam memberikan perawatan sehingga anak merasakan

ketenangan (Hidayat, 2006).

h. Kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk pemberian terapi

berupa :

1) Berikan oksigen sesuai kebutuhan anak untuk memperbaiki

pola nafas, berikan ekspektoran yang sesuai untuk

memudahkan pengeluaran sputum, dan berikan nebulasi

dengan larutan dan alat yang sesuai (Hidayat, 2006).

2) Berikan antibiotik beta-laktam misalnya golongan penisilin

dengan/atau tanpa klavulanat dikombinasikan dengan

makrolid baru intravena seperti eritromisin, azitromisin,

klaritomisin dan golongannya atau sefalosporin generasi

ketiga seperti seftriakson, seftazidim, sefotaksim dan

golongannya. (Rahajoe, 2008).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

3) Berikan terapi suportif dan simptomatik sesuai dengan

indikasi gejala yang terjadi (Widagdo, 2012).

i. Penuhi kebutuhan nutrisi dengan mengonsumsi makanan tinggi

kalori tinggi protein (Muttaqin, 2008).

6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan

Aman

Pada langkah keenam ini, rencana asuhan yang menyeluruh

seperti yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien

dan aman. Perencanaan ini bisa seluruhnya dilakukan oleh bidan atau

sebagian oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim

kesehatan lainnya. Rencana dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau

sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Apabila

tidak dapat melakukannya sendiri bidan bertanggung jawab untuk

memastikan bahwa implementasi benar-benar dilakukan. Dalam situasi

dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam

manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga

bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang

menyeluruh tersebut (Nurhayati, 2012).

7. Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan

balita sakit dengan pneumonia adalah :

a. Pola napas anak telah membaik, frekuensi napas kurang dari 40x/

menit pada anak usia 12 bulan-5 tahun (Nursalam, 2005).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

b. Gejala klinik dari pneumonia yang meliputi demam, nyeri dada,

dispnea, dan takipnea telah teratasi.

C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien

7 langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP

(Subjektif, Objektif, Assessment, dan Plan). SOAP disarikan dari proses

penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan

klien.

S : Subjektif

Data subjektif pada kasus balita dengan pneumonia didapatkan dari

hasil wawancara langsung dengan orang tua pasien. Orang tua pasien akan

mengatakan bahwa anaknya mengeluh sesak nafas, batuk dan demam.

O : Objektif

Data objektif pada kasus pneumonia adalah hasil pemeriksaan

umum didapatkan kesadaran menurun pada kasus yang berat dan pada

pemeriksaan fisik didapatkan adanya sianosis, nafas cuping hidung,

retraksi dada, bunyi nafas melemah dan bunyi nafas ronkhi basah atau

wheezing pada beberapa kasus. Serta hasil pemeriksaan laboratorium dan

radiologi apabila dilakukan pemeriksaan ulang.

A : Assesment

Assesment pada balita sakit dengan pneumonia adalah An. X

umur X tahun dengan pneumonia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

P : Plan

Perencanaan pada kasus balita dengan Pneumonia adalah berikan

oksigen sesuai kebutuhan anak, observasi keadaan umum dan tanda-tanda

vital, berikan antibiotik dan antipiretik sesuai advice dokter dan ciptakan

situasi yang nyaman.

Pelaksanaan merupakan implementasi secara efisien dan aman dari

rencana tindakan yang telah diuraikan. Bidan bertanggung jawab untuk

memastikan bahwa semua perencanaan telah dilaksanakan.

Evaluasi yang diharapkan dari perencanaan dan pelaksanaan

asuhan kebidanan pada Balita X umur X tahun dengan pneumonia adalah

pola napas anak telah membaik dan gejala klinik dari pneumonia telah

teratasi.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai