Anda di halaman 1dari 73

17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Studi Literatur.

Novri Rezky Alfino, Aswardi (2020) pada hasil perancangan yang berjudul

“RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG KENTANG BERBENTUK STIK

BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 328” alat ini dibuat dengan

meneliti waktu yang dibutuhkan alat untuk memotong 0,25 Kg kentang. Dalam

penelitian ini menggunakan sensor VL53L0X sebagai pendekteksi kentang,

pneumatik untuk mendorong kentang ke arah mata pisau yang digerakkan oleh

kompresor dengan mengatur tekanan udara menggunakan selenoid valve dan

ATMega 328 sebagai pusat kontrol pada sistem kerja alat secara keseluruhan. [1]

Ageng Aldrianto dan Arya Mahendra Sakti (2015) pada hasil perancangan

perancangan yang berjudul “MESIN PENGUPAS DAN PEMOTONG

KENTANG SEMI OTOMATIS” berdasarkan perhitungan mesin yang didapat

sebagai berikut : mesin menggunakan motor listrik 1 pk dengan merk pedrolo

dengan kecepatan putar 2900 rpm, daya yang dihasilkan motor listrik sebesar 0,89

kw, sistem transmisi memutar dengan kecepatan 302 rpm. Mesin menggunakan

sabuk V dengan tipe B dengan ukuran diameter puli sebesar 304,8 mm, dan

diameter puli kecil 31,75 mm, panjang keliling sabuk1055,6 mm. poros dengan

menggunakan bahan ST-42 dengan diameter 25 mm. bantalan dengan

menggunakan JED F205 dengan diameter dalam 25 mm. [2]


18

Muhammad Sayyid Sufyan dan Arya Mahendra Sakti (2014) spesifikasi dari

mesin pengiris kentang spiral otomatis ini adalah dengan spesifikasi puli diameter

45 mm dan 300 mm, V-belt jenis FM 5D, daya motor 220 volt, 120 Watt, 1/12

HP, 6/10 Ampere, 50/60 Hz, kecepatan 7000 rpm, berat 0,75 kg, kecepatan putar

mesin 1050 rpm, tegangan yang diijinkan 9,25 kg/mm2, daya rencana mesin

0,144 Kw, momen puntir 133,5 kg.mm, tegangan geser yang diijinkan 22,4

kg.mm diameter poros pejal 20 mm, pasak 5 mm x 15 mm, kecepatan sabuk

16,48 m/s, panjang keliling sabuk 1330,79 mm, besar sudut kontak 149,4 o, ukuran

rangka mesin 600 mm x 400 mm, rangka menggunakan profil siku 30 x 30 x 3

mm.[3]

2.2 Landasan Teori.

2.2.1 Motor Listrik.

Motor listrik adalah suatu perangkat elektromagnetik yang digunakan

untuk mengkonversi atau mengubah energi listrik menjadi energi mekanik.

Seperti terlihat pada gambar 2.1. Berdasarkan jenis dan karakteristiknya arus

listrik yang masuk dan mekanisme operasinya motor listrik dibedakan menjadi 2,

yaitu motor AC dan motor DC.


19

Gambar 2.1 Motor Listrik.

1. Ada 2 jenis motor pada motor AC, yaitu :

a. Motor sinkron, yaitu motor AC (arus bolak - balik) yang bekerja pada

kecepatan tetap atau konstan pada frekuensi tertentu. Kecepatan putaran motor

sinkron tidak akan berkurang (tidak slip) meskipun beban bertambah, namun

kekurangan motor ini adalah tidak dapat menstart sendiri.

Motor ini membutuhkan arus searah (DC) yang dihubungkan ke rotor

untuk menghasilkan medan magnet rotor. Motor ini disebut motor sinkron karena

kutup medan rotor mendapat tarikan dari kutup medan putar stator sehingga turut

berputar dengan kecepatan yang sama.

b. Motor Asinkron atau dikenal sebagai motor induksi, yaitu motor AC yang

paling umum digunakan atau diaplikasikan pada mesin – mesin indsutri, motor

induksi sangat berbeda dengan motor DC, jika pada motor DC arus listrik

dihubungkan secara langsung ke rotor melalui sikat – sikat (brushes) dan

komutator (commutator). Jika kita bisa mengatakan motor DC adalah motor

konduksi karena menggunakan sikat – sikat sebagai konduktornya. Sedangkan

pada motor AC, rotor tidak menerima sumber listrik secara konduksi tapi dengan

induksi. Oleh karena itu motor AC jenis ini disebut juga sebagai motor induksi.

2. Ada 2 jenis motor pada motor DC, yaitu :

a. Motor DC sumber daya terpisah (separately excited), jika arus medan

dipasok dari sumber terpisah maka disebut motor DC sumber daya terpisah.
20

b. Motor DC sumber daya sendiri (self excited), pada motor DC sumber

daya sendiri ini terbagi menajdi 3 tipe, yaitu motor seri, motor shunt, dan motor

kompon/gabungan. [4]

3. Adapun untuk perhitungan harga torsi, daya, daya design, dan berat motor

listrik adalah sebagai berikut :[5]

a. Mencari torsi.

T = F×L...................................................................................................(2.1)

T : torsi (N.m)

F : beban (kg)

L : jari – jari terbesar (mm)

b. Mencari harga daya.

Adapun rumus untuk perhitungan harga daya sebagai berikut :

n(rpm)× T (lb . ft )
P(hp )= ..........................................................................(2.2)
5252

Dimana :

P : daya (hp)

N : putaran motor (rpm)

T : torsi (N.m)

c. Mencari daya design motor.

Pd=Fc × P..........................................................................................(2.3)

Dimana :
21

Pd : daya rencana motor (kw)

Fc : faktor koreksi.

P : daya motor listrik (kw)

2.2.2 Poros.

Poros merupakan salah satu komponen terpenting dari suatu mesin yang

membutuhkan putaran dalam pengoperasiannya. Seacara umum poros digunakan

untuk meneruskan daya dan putaran. Poros dapat diklasifikasikan atas beberapa

tinjauan berdasarkan jenis pembebanan.

2.2.2.1 Jenis poros.

1. Poros dukung (poros gandar)

Poros yang berputar atau diam, yang memikul satu beban tertentu atau

berubah. Misalnya poros gerbong kereta api, poros tokal, poros gerobak, dan lain

lain dimana tidak mendapatkan beban puntir, bahkan kadang – kadang tidak

boleh berputar, disebut gardar. Gardar ini hanya mendapatkan pembebanan lentur

kecuali digerakan oleh penggerak mula, dimana akan mengalami beban puntir

juga. Seperti terlihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2 Poros Gerbang Kereta Api.


22

2. Poros Transmisi.

jenis ini berfungsi meneruskan daya yang diberikan oleh sumber daya.

Poros ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Seperti terlihat pada

gambar 2.3. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli

sabuk atau sproket rantai. Seperti poros mesin perkakas, poros transmisi roda gigi,

poros engkol mesin – mesin torak.

Gambar 2.3 Poros Transmisi.

3. Poros Dukung Transmisi (spindel).

Poros jenis ini mendapat pembebanan gabungan karena berfungsi sebagai

penerus daya dan juga memikul satu beban tertentu. Seperti terlihat pada gambar

2.4. Poros transmisi relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana

beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel, syarat yang harus dipenuhi

poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk ukurannya harus teliti.

Misalnya poros generator listrik, poros turbin dll.

Gambar 2.4 Poros Spindel.


23

2.2.2.2 Berdasarkan arah gaya yang bekerja pada poros :

1. Poros Radial.

Poros yang arah kerja gayanya tegak lurus dengan sumbu poros. Misalnya

poros gerbong kereta api.

2. Poros Aksial.

Arah gaya yang bekerja menurut arah sumbu poros, misalnya poros baling

– baling kapal, poros ulir, dan poros yang lainnya.

3. Poros Aksial – Radial.

Arah gaya yang bekerja adalah aksial – radial. Misalnya poros transmisi,

roda gigi tirus, roda gigi cacing.

2.2.2.3 Berdasarkan penampang melintang bahan :

1. Poros Berlubang (poros bolong).

Misalnya poros – poros kilang, poros transmisi beban dan lain – lain.

2. Poros pejal.

Umumnya poros ukuran kecil dan sedang.

2.2.2.4 Hal – hal yang penting dalam perencanaan poros.

1. Kekuatan Poros.

Suatu proses transmisi dapat mengalami beban puntir atau entur atau gabungan.

Juga ada poros yang dapat beban tarik atau tekan seperti poros baling – baling

kapal atau turbin dan lain – lain.


24

2. Putaran kritis.

Bila putaran suatu mesin dinaikan pada suatu harga putaran tertentu dapat

terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini

dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dan lain – lain. Dan dapat

mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian – bagian lainnya. Jika mungkin

poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah

dari putaran kritisnya.

3. Kekakuan poros.

Meskipun poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika lenturan

atau refleksinya puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian (pada

mesin perkakas) atau getaran dan suara (pada turbin dan kotak roda gigi). Karena

itu disamping kekuatan poros, kekakuan juga harus diperhatikan dan disesuaikan

dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.

4. Korosi.

Bahan – bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros

propeler dan pompa. Bila terjadi kontak dengan fluida yang koresif. Demikian

pula poros – poros yang terancam kavitas, dan poros – poros mesin yang sering

berhenti lama, sampai batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap

korosi.

5. Bahan poros.

Poros untuk mesin umumnya biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik

dingin dan difinis. Baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang

dihasilkan dari ingot yang di “Kill (baja yang dideoksidasikan dengan ferosilikon
25

dan cor kadar karbon terjamin (jis 63123) tabel 2.1 poros – poros yang dipakai

untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari bahan

baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap keausan. Seperti

baja khrom nikel dan lain – lain.

Berikut tabel yang sangat penting sehubungan dengan bahan poros. Pada

umumnya baja diklasikfikan atas baja lunak, baja liat, dan baja agak keras.

Diantaranya baja liat dan baja agak keras banyak dipilih untuk poros.

Berikut tabel yang berhubungan dengan kandungan karbonnya dan elastisitasnya

dari beberapa logam.

Tabel 2.1 kandungan karbon.


Golongan Kadar C (%)
Baja lunak 0,15
Baja liat 0,2 - 0,3
Baja agak keras 0,3 – 0,5
Baja keras 0,5 – 0,8

Baja sangat keras 0,8 – 1,2

6. Standar diameter poros transmisi.[6]

a. 25 s/d 60 mm dengan kenaikan 5 mm.

b. 60 s/d 110 mm dengan kenaikan 10 mm.

c. 110 s/d 140 mm dengan kenaikan 15 mm.

d. 140 s/d 500 mm dengan kenaikan 20 mm.


26

7. Untuk dapat menentukan dimensional dari poros yang kita perlukan dapat

mengacu pada beberapa rumus berdasarkan jenis pembebanannya.[7]

1. Poros dengan beban torsi murni.

a. Poros Bulat Pejal.

Rumus diameter poros beban torsi murni.

T τ
= ....................................................................................................(2.4)
J r

T : torsi (N-m)

J : momen inesia polar (m4)

τ : tegangan geser ijin torsional (N/m2)

r : jari-jari poros (m) = d/2

2. Poros beban lentur murni.

a. Poros pejal.

M σb
= .....................................................................................(2.5)
1 y

M : Momen lentur (N-m).

I : Momen inersia (M4).

σ b : Tegangan lentur (N/m2).

b. Poros berlubang.

π d
I= ( d o4 −d i4 ) . K= i .......................................................................(2.6)
64 do

π 4
I= d o ( 1−k 4 )
64
27

M σb
=
π d
. d o4 ( 1−k 4 )
64 2

π
M= . σ b . d o3 ( 1−k 4 )
32

3. Poros dengan beban fluktuasi.

a. Poros pejal.

Menghitung torsi untuk perencanaan poros.

P ×60
T= .........................................................................................(2.7)
2× π × n

Dimana :

T : torsi (N.m)

P : daya (kw)

n : putaran motor (rpm)

Momen lentur.

M =F × L.............................................................................................(2.8)

F : beban (N)

L : panjang poros (mm)

Km : faktor momen lentur akibat kombinasi beban shock dan fatigue.

Kt : faktor torsi/puntiran akibat kombinasi beban shock dan fatigue

Maka :
2 2

T e = ( K t .T ) + ( K m . M ) ................................................................(2.9)
28

1
M e= [
2 m √ ]
K . M + ( K t .T )2 + ( K m . M 2 ) .................................................(2.10)

Tabel 2.2 harga Km dan Kt untuk beberapa beban.


Beban Km Kt
1. Poros Statis :
a. Gradually apllied load (perlahan). 1,0 1,0
b. Suddenly apllied load (tiba – tiba). 1,5 – 2,0 1,5 – 2,0
2. Poros Berputar :
c. Gradually applied load 1,5 1,0
d. Suddenly applied load with minor 1,5 – 2,0 1,5 – 2,0
with shock
e. Suddenly applied load with major 2,0 – 3,0 1,5 – 3,0

with shock

4. Poros dengan beban aksial dan kombinasi torsi lentur.

Contoh : poros baling-baling, poros worm gear.

M σ
= ..................................................................................(2.11)
I y

d
M.
M.y 32 M2
σ= = =
I π 2 π d2
d
64

5. Tegangan akibat gaya aksial :

a. Poros solid.
29

F F 4F
σ= = = 2
A π 2 π d .............................................................................(2.12)
d
4

b. Poros berlubang.

F 4F
σ= =
π 2 2 2 ................................................(2.13)
( d o −d i2 ) π ( d o −d i )
4

4F di
σ= untuk k =
2 2
π d o ( 1−k ) do

6. Total tegangan (tarik atau tekan).

a. Poros pejal.

32 M 4 F
σ1= + .....................................................................(2.14)
π d 3 πd2

32 F .d
=
πd 3
M+( 8 )
32 M1 F .d
= π d jika M 1=M + 8
3

b. Poros berlubang.

4F
σ1= .........................................................(2.15)
3 3 2
πd o ( π d o ( 1−K ) )

F . d o ( 1+ K 2 )
¿ 3
32
4
πd o ( 1−K )
M+ [ 8 ]
32 M 1 Fd o ( 1+ K 2 )
= jika M i=M +
πd o3 ( 1−k 4 ) 8
30

Pada kasus poros yang panjang (slender shaft) perlu diperhitungkan adanya

column

factor (α ¿.

7. Tegangan akibat beban tekan :

a. Poros pejal.

α .4 F
σ c= . ........................................................................................(2.16)
πd 2

8. Poros berlubang.

α.F
σ c= .................................................................................(2.17)
πd o ( 1−K 2 )
3

Harga column factor (α ¿ :

1 L
α= jika < 115
K
1−0,0044 ( KL )
σy 2
α= 2
L
C.π . E K ( ) jika KL > 115
Keterangan :

L : panjang poros antar bantalan.

K : jari – jari.

σy : tegangan luluh bahan.

C : koefisien euler (tumpuan).

: 1 (engsel).

: 2,25 (jepit).

:1,6 (bantalan).
31

√[
T e = km M +
α . F . do (k2 )
8 ] π
+ ( k t T 2 ) = τ . d o3 ( 1−k 2) .......................(2.18)
16

2
α . F . d o ( 1+k 2 )
1
[
M e = km M +
2 8 ] √{ 8
( 2)
+ km M + α . F . d o k + ( k t T )2......(2.19)
}
π 2
= d ( 1−k 2)
32 o

Catatan :

K : 0 dan do : di untuk poros pejal.

F : 0 jika tidak ada gaya aksial.

α : 1 jika aksial merupakan gaya tarik.

Adapun untuk diameter standar poros dapat kita pada tabel 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3 standar poros.

4 10 *22,4 40 100 *224 400

24 (105) 240

11 25 42 110 250 420

260 440

4,5 *11,2 28 45 *112 280 450

12 30 120 300 460

*31,5 48 *315 480

5 *12,5 32 50 125 320 500

130 340 530

35 55

*5, 14
14 *35,5 56 140 *355 560
32

6 (15) 150 360

16 38 60 160 380 600

6 (17) 170

18 63 180 630

*6, 19 190

3 20 200

22 65 220

70

71

7 75

*7, 80

1 85

90

2.2.3 Bantalan (bearing).

Bantalan merupakan komponen mesin yang berfungsi menumpu poros

yang mempunyai beban tertentu, sehingga gerak putar atau gerakan bolak – balik

dapat berlangsung dengan halus, aman dan komponen tersebut dapat tahan lama.

Seperti terlihat pada gambar 2.5. Bantalan harus cukup kuat dan kokoh agar

komponen mesin lain dapat bekerja dengan baik.


33

Gambar 2.5. Bantalan.

2.2.3.1 Klasifikasi Bantalan.

Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros.

1. Bantalan luncur, bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan

bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan

perantaraan lapisan pelumas.

2. Bantalan gelinding, pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara

bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola

(peluru), rol atau rol jarum dan rol bulat.

b. Atas dasar arah beban dan poros.

1. Bantalan radial, arah bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.

2. Bantalan aksial, bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.

3. Bantalan gelinding khusus, bantalan ini dapat menumpu beban yang

arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.


34

2.2.3.2 Bahan Bantalan.

a. Bantalan luncur.

Bahan bantalan luncur harus memenuhi persyaratan berikut :

1. Mempunyai kekuatan cukup (tahan terhadap beban dan kekerasan).

2. Dapat menyesuaikan diri terhadap lenturan poros yang tidak terlalu besar

atau terhadap perubahan bentuk yang kecil.

3. Mempunyai sifat anti las (tidak menempel) terhadap poros jika terjadi

kontak atau gesekan antara logam dan logam.

4. Sangat tahan karat.

5. Cukup tahan aus.

6. Dapat membenamkan kotoran atau debu kecil yang terkurung dalam

bantalan.

7. Murah harganya.

8. Tidak terlalu terpengaruh oleh temperatur.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.4. sifat – sifat bantalan

peluncur dibawah ini.

Tabel 2.4 sifat -sifat bahan bantalan peluncur.


Bahan Bantalan Kekerasan HB Tekanan maksimum Tekanan
yang diperbolehkan maksimal yang
(kg/mm2) diperbolehkan
(oC)
Besi cor 160 – 180 0,3 – 0,6 150
Perunggu 50 – 100 0,7 – 2,0 200
35

Kuningan 80 – 150 0,7 – 2,0 200


Perunggu Fosfor. 100 – 200 1,5 – 6,0 250
Logam putih 20 – 30 0,6 – 1,0 150
berdasar Sn.
Logam putih 15 – 20 0,6 – 0,8 150
berdasar Pb.
Paduan Cadmiun. 30 – 40 1,0 – 1,4 250
Kelmet. 20 – 30 1,0 – 1,8 170
Paduan 45 – 50 2,8 100 – 150
Alumunnium.
Perunggu timah 40 – 80 2,0 – 3,2 220 – 250
hitam.

b. Bantalan Gelinding.

Cincin dan elemen bantalan gelinding pada umumnya dibuat dari baja

bantalan khrom karbon tinggi. Baja bantalan dapat memberikan efek stabil pada

perlakuan panas. Baja ini dapat memberikan umur panjang dengan keausan sangat

kecil. Untuk baja yang memerlukan ketahanan khusus terhadap kejutan, dipakai

baja paduan karbon rendah yang kemudian diberi perlakuan panas dengan

sementasi. Baja semen yang kedalaman sementasinya dan kekerasan dari inti dan

permukaannya adalah sedang, dapat menahan tumbukan yang besarnya beberapa

kali kemampuan baja bantalan.

2.2.3.3 Perbedaan Bantalan Luncur dan Bantalan Gelinding.

a. Bantalan luncur.
36

Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena

permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisan

pelumas. Bantalan luncur mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan

beban yang besar. Seperti terlihat pada gambar 2.7. Dengan konstruksi yang

sederhana maka bantalan ini mudah untuk dibongkar pasang. Akibat adanya

gesekan pada bantalan dengan poros maka akan memerlukan momen awal yang

besar untuk memutar poros. Pada bantalan luncur terdapat pelumas yang

berfungsi sebagai peredam tumbukan dan getaran sehingga akan meminimalisasi

suara yang ditimbulkan.

Gambar 2.6. Bantalan Luncur

1. Kelebihan Bantalan Luncur :

1) Mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban besar.

2) Konsttruksinya sederhana dan dapat dibuat serta dipasang dengan mudah.

3) Dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara.

4) Tidak memerlukan ketelitian tinggi sehingga harganya lebih murah

2. Kekurangan Bantalan Luncur :

1) Gesekan besar pada awal putaran.

2) Memerlukan momen awal yang besar.

3) Pelumasannya tidak begitu sederhana.

4) Panas yang timbul dari gesekan besar sehingga memerlukan pendinginan

khusus.
37

b. Hal penting dalam desain bantalan luncur.

1. Kekuatan bantalan.

2. Pemilihan perbandingan panjang dan diameter bantalan (L/d).

3. Tekanan pada bantalan.

4. Harga tekanan dan kecepatan (pv).

5. Tebal minimun selaput minyak pelumas.

6. Kenaikan temperatur.

c. Prosedur Desain Bantalan Luncur.

1. Hitung panjang bantalan dengan memilih L/d dari tabel bantalan luncur

2.4.

2. Hitung tekanan bantalan :

F
p= ............................................................................................(2.20)
L ×d

3. Tentukan viskositas pelumas (Z) yang diperlukan.

4. Hitung modulus bantalan (perbandingan)

Z ×n
..................................................................................................(2.21)
p

dengan n : putaran poros.

5. Hitung rasio clearence :

c
.........................................................................................................(2.22)
d

6. Hitung koefisien gesekan :


38

33 Z . n
( μ ¿=
108 p( )( dc )+k .......................................................................(2.23)
K : faktor koreksi = 0,002 untuk L/d dengan nilai (0,75 – 2,8)

7. Hitung panas yang timbul :

HG = μ F v...........................................................................................(2.24)

8. Hitung panas yang dapat dipindahkan :

HD = C.A.(tb - ta)..................................................................................(2.25)

C : koefisien perpindahan panas.

A : luas proyeksi = d x L.

tb : temperatur bantalan.

ta : temperatur udara.

9. Catatan dalam desain :

1) Modulus bantalan :

Z .n
=k ............................................................................................... (2.26)
P

Z .n
normal=3 K .
P

Z .n
beban berat=15 K .
P

10. Pemilihan L/d :

1) Makin kecil L/d, maka makin rendah pula kemampuan bantalan menahan

beban.

2) Makin besar, makin besar pula panas yang timbul.

3) Makin besar, kebocoran pelumas diujung bantalan dapat diperkecil.


39

4) Makin besar, menyebabkan tekanan tidak merata.

5) Jika pelumas tidak merata, maka L/d diperkecil.

6) Makin besar, temperatur makin tinggi.

7) L/d harus ditentukan berdasarkan lokasi yang tersedia.

8) L/d tergantung dari jenis bahan bantalan, makin lunak maka L/d makin

besar.

11. Harga koefisien perpanjangan panas (C) :

1) Bantalan dengan ventilasi : 0,0007 – 0,0020.

2) Bantalan tanpa ventilasi : 0,0002 – 0,0006, satuan kkl/min.cm2/oC.

12. Temperature bantalan : (tb – ta) = 0,5 (to – ta).

tb : temperatur bantalan.

ta : temperatur udara.

to : temperatur lapisan pelumas, tidak boleh lebih dari 60o

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.5. Besaran desain bantalan peluncur

dibawah ini.

Tabel 2.5 Besaran Dalam Desain Bantalan Luncur.


No Jenis Mesin Tipe Pmaks Z Z .n c L
P d d
Bantalan N/mm2 kg/m-
s
40

1 Automobile Main 5,6 – 12 0,007 2,10 - 0,18 -1,8


and craft crank pin, 10,5 – 24,5 0,008 1,40 0,7 – 1,4
engines wrist pin 16 – 35 0,008 1,12 1,5 – 2,2
2 Four stroke Main 5 – 8,5 0,02 2,80 0,001 0,6 – 2
gas and oil crank pin, 9,8 – 12,6 0,04 1,40 0,6 – 1,5
engines wrist pin 12,6 – 15,4 0,065 0,70 1,5 – 2
3 Two stroke Main 3,5 – 5,6 0,02 3,50 0,001 0,6 – 2
gas and oil crank pin, 7 – 10,5 0,04 1,80 0,6 – 1,5
engine wrist pin 8,4 – 12,6 0,065 1,40 1,5 – 2
4 Marine Main 3,5 0,03 2,80 0,001 0,7 – 1,5
steam crank pin, 4,2 0,04 2,10 0,7 – 1,2
engines wrist pin 10,5 0,05 1,40 1,2 – 1,7
5 Stationery, Main 2,8 0,06 2,80 0,001 1–2
slow speed crank pin, 10,5 0,08 0,84 0,9 – 1,3
steam wrist pin 12,6 0,06 0,70 1,2 – 1,5
engines
6 Stationary, Main 1,75 0,015 3,50 0,001 1,5 – 3
high speed crank pin, 4,2 0,030 0,84 0,9 – 1,5
steam
engines wrist pin 12,6 0,025 0,70 1,3 – 1,7

7 Reciprocati Main 1,75 0,03 4,20 0,001 1 – 2,2


ng pumps crank pin, 4,2 0,05 2,80 0,9 – 1,7
and wrist pin 7,0 0,08 1,40 1,5 – 2,0
compressor
s
8 Steam Driving 3,85 0,10 4,20 0,001 1,6 – 1,8
locomotive axle, 0,7 – 1,1
Crank pin, 14 0,04 0,70 0,8 – 1,3
Wrist pin 28 0,03 0,70
9 Railways Axle 3,5 0,1 7 0,001 1,8 – 2
cars
10 Steam Main 0,7 - 2 0,002 14 0,001 1–2
41

turbines –
0,016
11 Generators, Rotor 0,7 – 1,4 0,025 28 0,001 1–2
motors, 3
centrifugal
pumps
12 Transmissi Light 0,175 0,025 7 0,001 2–3
on shaft Fixed, –
Self 1,05 0,060 2,1 2,5 – 4
aligning
Heavy 1.05 2,1 2–3
13 Machine Main 2,1 0,040 0,14 0,001 1–4
tools
14 Punching Main 28 0,10 - 0,001 1–2
and
shearing crank pin 56
machine.
15 Rolling Main 21 0,050 1,40 0,0015 1 – 1,5
mills

Tabel 2.6 Sifat Material Bantalan.


Bearing Fatigue Comfor- Embed- Anti- Corrossio Thermal
Material Strength mability dability scoring n Conductivity

Resistanse
Tin base Poor Good Excellent Excellent Excellent Poor
babbit
Lead Poor to Good Good Good to Fair to Poor
base fair excellent good
babbit
Lead Fair Poor Poor Poor Good Fair
bronze
42

Copper Fair Poor Poor to Poor to Poor to Fair to good


lead fair fair fair
Allu Good Poor to Poor Good Excellent Fair
fair
Silver Excellent Almost Poor Poor Excellent Excellent
none
Silver Excellent Excellent Poor Fair to Excellent Excellent
lead good
deposite
d

d. Bantalan Gelinding.

Pada bantalan gelinding terjadi gesekan gelinding antara bagian yang

berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol

atau rol jarum atau rol bulat. Seperti terlihat pada gambar 2.7. Bantalan gelinding

lebih cocok untuk beban kecil. Putaran pada bantalan gelinding dibatasi oleh gaya

sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Apabila ditinjau dari segi

biaya, bantalan gelinding lebih mahal dari bantalan luncur.

Gambar 2.7. Bantalan Gelinding.

1. Kelebihan Bantalan Gelinding :

1) Keausan dan panas yang ditimbulkan berkurang.

2) Gesekan yang terjadi relatif konstan.


43

3) Pemakaian pelumas minimum.

4) Mudah penggantiannya.

5) Ukurannya sudah distandarisasikan sehingga mudah mendapatkan dimana

saja.

6) Tidak memerlukan ketelitian yang tinggi sehingga harganya cukup murah.

2. Kekurangan Bantalan Gelinding :

1) Gesekan sangat besar pada start sehingga memerluka torsi yang besar.

2) Lebih sensitif terhadap debu dan kelembaban.

3) Lebih mahal.

3. Beban statis bantalan gelinding.

Beban yang dapat ditahan oleh bantalan tidak berputar disebut adalah

beban statis. Beban statis dasar didefinisikan sebagai beban radial atau beban axial

pada deformasi permanen pada bola, beban terbesar mencapai 0,00001 kali

diameter. Pada bantalan bola satu alur, beban statis dasar berhubungan pada

komponen radial pada beban yang terjadi karena perpindahan letak radial ring

bantalan satu dengan yang lainnya.

Pada beberapa aplikasi dimana rotasi berikutnya pada bantalan lebih

lambat dan kehalusan pada gesekan tidak terlalu diperhatikan, deformasi

permanen lebih besar dapat diijinkan. Dengan kata lain dimana kehalusan

diperlukan atau gesekan sangat diperlukan, deformasi permanen total yang kecil

dapat diijinkan.
44

Berdasarkan IS : 3823-1984, beban dasar (Co) dalam N bantalan gelinding

sebagai berikut :

1) Untuk bantalan bola radial, beban dasar statis radial (Co) dapat diperoleh

dengan :

Co = fo . i . z . D2 . cos α....................................................................(2.27)

Dimana :

i : banyaknya alur pada bantalan bola.

z : banyaknya bola pada tiap alur.

D : diameter bola (mm).

α: sudut kontak, nilai sudut antara garis aksi pada beban bola dengan

bidak tegak lurus axis dari bantalan.

fo : faktor bantalan (tergantung tipe), nilai faktor bantalan (fo) untuk

bantalan yang terbuat dari baja yang dikeraskan dapat menggunakan :

fo : 0,34 bantalan bola dengan pengaturan sendiri.

: 1,25 untuk kontak radial dan bantalan alur sudut.

2) Untuk bantalan roller radial, beban statis dasar radial dapat diperoleh

dengan :

Co = fo . i . Z. Le . D . cos α..............................................................(2.28)

Dimana :

i : banyaknya alur pada bantalan bola.

Z : banyaknya roller per alur.

D : diameter roller (mm). jika pada tapered roller digunakan diameter

utamanya.
45

α : sudut kontak. Sudut antara garis aksi pada beban resultan roller dan

bidang tegak lurus axis pada bantalan.

fo : 21,6 untuk bantalan yang terbuat dari baja yang dikeraskan.

3) Bantalan bola aksial beban aksial dasar dihitung dengan :

Co = fo . Z . D2 sin α..........................................................................(2.29)

Dimana :

Z : banyaknya bola pada tiap alur.

fo : 49 bantalan terbuat dari baja yang dikeraskan.

4) Untuk bantalan roller axial beban statis dasar radial dapat diperoleh

dengan

Co = fo . i . Z . Le . D . sin α..............................................................(2.30)

Dimana :

Z : banyaknya bola pada tiap alur.

fo : 98,1 bantalan tersebuat terbuat dari baja yang dikeraskan.

4. Beban statis ekuivalen untuk bantalan rol.

Beban ekuivalen statis dapat didefinisikan sebagai beban radial statis atau

beban aksial dimana jika ditambahkan pada persamaan, maka persamaan menjadi

sama seperti deformasi permanen total yang terjadi pada bola yang menerima

beban terbesar.

Beban ekuivalen radial statis untuk bantalan radial atau bantalan rol dalam

kondisi menerima kombinasi antara beban radial dan beban aksial atau beban

tekan yang diberikan dengan pembesaran yang didapatkan persamaan dibawah ini

:
46

Fro = (X0 Fr + Y0 Fa) Ks.......................................................................................................................... (2.31)

Dimana :

Fro : beban ekuivalen radial statis (N).

Fr : beban radial (N).

Fa : beban aksial (N).

X0 : faktor beban radial.

Y0 : faktor beban aksial

Ks : faktor service.

Ks : 1 untuk uniform and steady load.

: 1,5 untuk light shock load.

: 2 untuk moderate shock load.

: 2,5 untuk heavy shock load.

Tabel 2.7 Harga X0 dan Y0


N Type of bearing Single row bearing Double row bearing
o X0 Y0 X0 Y0
1 Radial contact groove 0,60 0,50 0,60 0,50
ball bearing
2 Self aligning ball bearing 0,50 0,22 cot θ 1 0,44 cot θ
and tapered roller bearing
3 Angular contact groove
bearing :
θ : 15o 0,50 0,46 1 0,92
θ : 20o 0,50 0,42 1 0,84
θ : 25o 0,50 0,38 1 0,76
θ : 30o 0,50 0,33 1 0,66
θ : 35o 0,50 0,29 1 0,58
θ : 40o 0,50 0,26 1 0,52
47

θ : 45o 0,50 0,22 1 0,44

5. Bantalan dinamis ekuivalen bantalan gelinding.

Pembebanan dinamis ekuivalen dapat didefinisikan sebagaiharga konstan

dari pembebanan radial bergerak dimana jika diberikan kepada sebuah bantalan

dengan cincin dalam yang berputar dan cincin luar yang diam akan memberikan

umur kerja yang sama dan mencapai harga kondisi sebenarnya pada pembebanan

dan rotasinya.

Fe = (Xr . V . Fr + Ya . Fa) Ks...............................................................(2.32)

Dimana :

V : faktor rotasi.

: 1 untuk semua tipe bantalan ketika cincin dalam yang berputar.

: 1 untuk tipe bantalan self aligning ketika cincin dalam diam.

: 1,2 untuk semua bantalan kecuali self aligning ketika cincin dalam diam.

Ks : faktor service.

6. Umur Bantalan.

Umur pakai bantalan berdasarkan putaran dapat dihitung dengan persamaan :

Dalam putaran.

C k
L= ( )
Fe
×106.....................................................................................(2.33)

7. Beban Dinamik Bantalan.

L 1k
C=F e
106( ).......................................................................................(2.34)

Keterangan :
48

L : umur pakai dalam putaran.

C : beban dinamis ijin (N).

Fe : beban dinamis ekuivalen (N).

k : faktor dinamis tambalan.

: 3 untuk bantalan bola.

: 10/3 untuk bantalan roller.

n : putaran (r/min).

hubungan pendekatan antara umur pakai dalam putaran dengan jam kerja bantalan

(LH) sebagai berikut :

dalam putaran.

L=60 × n × LH .....................................................................................(2.35)

Tabel 2.8 harga faktor service (Ks)


No Type of service Service faktor (Ks) for radial ball
bearing
1 Uniform and steady load 1,0
2 Light shock load 1,5
3 Moderate shock load 2,0
4 Heavy shock load 2,5
5 Extreme shock load 3,0

Tabel 2.9 harga Xr dan Ya untuk beban dinamis ekuivalen.


Type of bearing Specifiacations Fa Fa e
≤e >e
Fr Fr
Xr Ya Xr Ya
49

Deep groove Fa 2,0 0,22


=0,025
ball bearing Co 1,8 0,24
= 0,04 1,6 0,27
= 0,07 1,4 0,31
= 0,13 1 0 0,56 1,2 0,37
= 0,25 1,0 0,44
= 0,50
Angular contact Single row 0 0,35 0,57 1,14
ball bearing Two rows in tandem. 0 0,35 0,57 1,14
Two rows back to 1 0,55 0,57 0,93 1,14
back.
Double row. 0,73 0,62 1,17 0,86
Self aligning Light series, for
bearing. bores : 1,3 2,0 0,50
10 – 20 mm 1,7 2,6 0,37
25 – 35 mm 2,0 3,1 0,31
40 – 45 mm 1 2,3 3,5 0,28
50 – 65 mm 2,4 0,65 3,8 0,26
70 – 100 mm 2,3 3,5 0,28
105 – 110 mm
Medium series : 1,0 0,65 1,6 0,63
12 mm 1,2 1,9 0,52
15 – 20 mm 1,5 2,3 0,43
25 – 50 mm 1,6 2,5 0,39
55 – 90 mm
Spherical roller For bores :
bearing 25 – 35 mm 2,1 3,1 0,32
40 – 45 mm 1 2,5 0,67 3,7 0,27
50 – 100 mm 2,9 4,4 0,23
100 – 200 mm 2,6 3,9 0,26
50

Taper roller For bores : 1,60 0,37


bearings 20 – 40 mm 1,45 0,44
45 – 110 mm 1 0 0,14 1,35 0,41
120 – 150 mm

Tabel 2.10 nomor bantalan standar.


No bearing Diameter dalam (mm) Diameter luar (mm) Lebar (mm)
200 10 30 9

300 35 11
201 12 32 10

301 37 12
203 17 35 11

302 42 13

402 62 17
204 20 47 14

304 52 15

404 72 19
205 25 52 15

305 62 17

405 80 21
206 30 62 16

306 72 19

406 90 23
207 35 72 17

307 80 21

407 100 25
208 40 80 18

308 90 23
51

408 110 27
209 45 85 19

309 100 25

409 120 29
210 50 90 20

310 110 27

410 130 31
211 55 100 21

311 120 29

411 140 33
212 60 110 22

312 130 31

412 150 35
213 65 120 23

313 140 33

413 160 37
214 70 125 24

314 150 35

414 180 42
215 75 130 25

315 160 37

415 190 45
216 80 140 26

316 170 39

416 200 48
217 85 150 28

317 180 41

417 210 52
218 90 160 30

318 190 43
52

418 225 54

Tabel 2.11 beban statik dan dinamik bantalan.


Basic capacities in kN
No.
Bearing Single row deep Single row angular Double row angular Self-aglining ball

grove ball bearing contact ball contact ball bearing Bearing


bearing

Static Dynamic Static Dynamic Static Dynamic Static Dynamic

(𝐶𝑜) (𝐶) (𝐶𝑜) (𝐶) (𝐶𝑜) (𝐶) (𝐶𝑜) (𝐶)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


200 2.40 4.0 - - 4.55 7.35 1.80 5.70

300 2.60 6.3 - - - - - -

201 3.0 5.4 - - 5.6 8.3 2.0 5.85

301 4.3 7.65 - - - - 3.0 9.15

202 3.55 6.10 3.75 6.30 5.6 8.3 2.16 6

302 5.20 8.80 - - 9.3 14 3.35 9.3

203 4.4 7.5 4.75 7.80 8.15 11.6 2.8 7.65

303 6.3 10.6 7.20 11.6 12.9 19.3 4.15 11.2

403 11.0 18.0 - - - - - -

204 6.55 10 6.55 10.4 11 16 3.9 9.8

304 7.65 12.5 8.30 13.7 14 19.3 5.5 14

404 15.6 24.0 - - - - - -

205 1.1 11.0 7.8 11.6 13.7 17.3 4.25 9.8

305 10.4 16.6 12.5 19.3 20 26.5 7.65 14

405 19.0 28.0 - - - - - -

2.2.3.4 Sistem pelumasan.


53

Pelumas memiliki beberapa fungsi utama yaitu menurunkan gesekan,

mengurangi keausan, melindungi permukaan dari korosi atau oksidasi, meredam

beban kejut, menghindari kontaminasi, dan mendinginkan kontak. Seperti terlihat

pada gambar 2.8. menunjukan bagaimana pelumas bekerja diantara dua

permukaan. Untuk mengetahui perilaku pelumas dalam mengurangi efek gesekan

diperlukan teori pelumasan yang melibatkan persamaan matematik yang sangat

komplek. Sampai saat ini solusi persamaan diferensial yang mengatur mekanisme

pelumasan didasarkan oleh berbagai idealisasi dan penyederhanaa sehingga solusi

yang ada adalah masih pendekatan. Tipe pelumasan dapat berbentuk gas, cair,

mapun padat. Sedangkan jenis pelumasan dibedakan menjadi boundary, mixed

boundary dan full film lubrication. Hal ini didasarkan pada karakteristik gesekan

dari lapisan pelumas antara permukaan yang bergesekan. Aplikasi pelumas pada

suatu peralatan dapat dilakukan secara manual maupun automatis dengan

menggunakan pompa. [8]

Gambar 2.8 lapisan pelumas diantara permukaan yang berkontak.

1. Jenis Pelumas.

Pelumas adalah substansi atau material yang dapat menurunkan gesekan

dan keausan serta memberikan smooth running dan umur yang memuaskan untuk

suatu elemen mesin. Pelumas dapat berwujud gas, cair maupun padat. Semua jenis

pelumas ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelumas alami dan pelumas

buatan (sintetic). Dalam aplikasinya, pelumas cair adalah pelumas yang paling
54

banyak digunakan. Pelumas cair memiliki kelebihan yaitu kekuatan geser yang

rendah dan kekuatan tekan yang tinggi. Pelumas padat biasanya digunakan pada

kondisi dimana pelumas cair tidak dapat bertahan pada permukaan atau pada

situasi khusus seperti pada temperatur yang sangat rendah atau tinggi. Sedangkan

pelumas terwujud gas atau udara digunakan pada kondisi yang sangat khusus

dimana dibutuhkan koefisien gesekan yang sangat rendah. Tabel 2.12

menunjukan jenis pelumas cair dan tabel 2.13 jenis pelumas padat, termasuk sifat

– sifat dan penggunaannya

a. Pelumas cair (liquid lubrcants).

Umumnya adalah minyak oli mineal (alam), minyak oli dari tumbuhan

atau binatang, dan oli sintetis. Kadang – kadang air juga digunakan pada peralatan

dalam lingkungan air. Pelumas memerlukan additive untuk meningkatkan kualitas

pelumas untuk keperluan tertentu. Misalnya additive untuk “extreme pressure”

diperlukan pada pelumas untuk roda gigi dimana pelumas akan mengalami beban

tekanan yang tinggi, aditif anti oksidasi dan tahan temperatut tinggi diperlukan

untuk oli pelumas engine. Oli pelumas diklasifikasikan berdasarkan viskositas dan

kandungan aditifnya.

Tabel 2.12 jenis – jenis pelumas cair.


Type Properties Typical Uses
Petroleum oils Basic lubrication ability Very wide and general
(mineral oils) fair, but additive produce
great improvement, poor
lubrication action at high
temperatures.
55

Ployglycols Quite good lubricants, do Brake fluid.


not form sludge on
oxiding.
Silicones Poor lubricantion ability, Rubber seals. Mechanical
especially againts steel, dampers.
good thermal stability.
Chlorofluorocarbon Good lubricants, good Oxygen compressors.
s thermal stability. Chemical processing
equipment.
Polypheny ethers Very wide liquid range. High – temperature sliding
Excellent thermal stability. systems.
Fair lubricating ability.
Phosphate esters Good lubricants – EP Hydraulic fluid +
action lubricants
Dibasic esters. Good lubricants jet engines.
properties. Can stand
higher temperatures than
mineral oils.

b. Pelumas lapisan padat (solid-film lubricants).

Ada dua jenis yaitu :

1) material yang memiliki kekuatan geser yang sangat rendah seperti

graphite dan molybdenum disulfida (MoS2) yang dapat ditambahkan pada

permukaan.

2) Coating seperti misalnya phosfat, oksida atau sulfida yang dapat terbentuk

pada suatu permukaan. Garfit dan MoS2 biasanya tersedia dalam bentuk bubuk
56

dan dapat dibawa ke permukaan dengan “binder” seperti misalnnya grease atau

material lain. Pelumas padat ini memiliki kelebihan dalam hal koefisien gesek

yang rendah dan tahan temperature tinggi.

Pelumas padat dalam bentuk coating dapat dibentuk pada permukaan

dengan reaksi kimia atau elektrokimia. Coating ini biasanya sangat tipis dan akan

mengalami keausan dalam jangka waktu tertentu. Beberapa aditif pada oli dapat

membentuk coating sulfida pada permukaan secara terus menerus melalui reaksi

kimia.

Tabel 2.13 menunjukan beberapa tipe pelumas padat termasuk sifat – sifat

dan penggunaannya.

Tabel 2.13 jenis – jenis pelumas padat.

Type Properties Typical Uses


Graphite/ MoS2 + Best general purpose lubricants. Locks and another

binder Low frictions (0.12 – 0,06) intermittent mechanisms.

reasonably long life (104 – 106

cycles)
Teflon + binder Life not as long as previous As above

type, but resitance to some

liquids better.
Rubbed graphite or Friction very low (0,10 – 0,04), Deep drawing ang other

MoS2 film but life quite short (102 – 104 metalworking.

cycles)
Soft metal (lead, Friction higher (0,30 – 0,15) and Running-in protection

indium, cadmium) life not as long as resin-bonded (temporary).

types.
Phosphate, Fricton (0,20) galling Undercoating for resin-
57

anodized film, preventatives leave “spongy” bonded film.

other chemical surface layer.

coating

2.2.4 Pasak.

Pasak atau keys merupakan elemen mesin yang digunakan untuk

menetapkan atau mengunci bagian – bagian mesin seperti : roda gigi, puli,

kopling, dan sprocket pada poros, sehingga bagian – bagian tersebut ikut berputar

dengan poros.

2.2.4.1 Prinsip kerja.

Prinsip kerja dari pasak adalah pengunci yang disisipkan diantara poros

dan hub sebuah roda puli atau roda gigi agar keduanya tersambung dengan pasti,

sehingga mampu meneruskan momen putar/torsi. Pemasangan pasak antara poros

dan hub dilakukan dengan membenamkan pasak pada alur yang terdapat antara

poros dan hub sebagai tempat dudukan pasak dengan posisi memanjang sejajar

sumbu poros.

2.2.4.2 Macam Pasak.

Beberapa tipe yang digunakan pada elemen mesin adalah :

a. Pasak Benam.
58

Pasak jenis ini dipasang terbenam setengah pada bagian poros dan

setengah pada bagian hub. Terdapat beberapa jenis pasak yang digolongkan

kedalam jenis pasak benam (sunk key) yaitu :

1. Pasak benam persegi panjang (rectagular sunk key) pada pasak benam

persegi panjang memiliki penampang persegi panjang dengan dimensi w : lebar

dan h : tinggi. Ukuran pasak akan disesuaikan dengan diameter poros (d) atau

diameter pada lubang hub. Seperti terlihat pada gambar 2.9 dibawah ini.

Gambar 2.9 rectangular sunk key

2. Pasak benam persegi (square sunk key).

Pasak benam persegi memiliki penampang berbentuk persegi atau square. Seperti

terlihat pada gambar 2.10 dibawah ini.


59

Gambar 2.10 square sunk key

3. Pasak benam paralel (paralel sunk key).

Pasak benam paralel adalah pasak benam persegi atau persegi panjang yang

memiliki bentuk penampang seragam tanpa adanya sudut atau bagian meruncing.

Berbeda dengan pasak benam persegi atau persegi panjang yang memiliki bentuk

menyudut atau runcing disepanjang pasak. Seperti terlihat pada gambar 2.11

dibawah ini.

Gambar 2.11 paralel sunk key.

4. Gib Head Key.

Adalah jenis pasak persegi dengan tambahan kepala atau bagian yang menonjol

pada ujungnya yang digunakan untuk memudahkan dalam melakukan bongkar

pasang pada pasak. Seperti terlihat pada gambar 2.12 dibawah ini.

Gambar 2.12 Gib Head Key.


60

5. Feather Sunk Key.

Adalah jenis pasak paralel yang diikat pada satu bagian hub atau poros

dengan bantuan skrup. Pada pasak jenis ini dapat mentransmisikan gerakan

memutar, selain itu dapat juga memungkinkan terjadinya gerakan aksial. Seperti

terlihat pada gambar 2.13 dibawah ini.

Gambar 2.13 feather Sunk Key.

6. Pasak Woodruff (woodruff key).

Woodruff key terdiri dari sepotong cakram silindris dan keungulan

utamanya adalah dapat disesuaikan, dimiringkan di alur pasak atau dudukan

pasak. Pasak benam jenis ini umumnya digunakan pada kontruksi otomotif

beberapa peralatan mesin tertentu. Seperti terlihat pada gambar 2.14 dibawah ini.
61

Gambar 2.14 woodruff key.

b. Pasak Pelana (saddle key).

Saddle key jarang digunakan pada komponen mesin dengan beban yang

berat karena ini tidak dapat digunakan untuk mentransmisikan torsi tinggi. Saddle

key tidak akan memiliki pengikat yang kuat pada poros, karena permukaan pasak

pelana hanya memegang poros dengan gesekan.[9]

Terdapat dua jenis pasak pelana yaitu :

1. Pasak pelana datar (flat saddle key).

Pasak pelana datar adalah pasak terkunci pada hub saja dan akan melayang

diatas poros dan memegang poros melalui gesekan yang terjadi. Jenis pasak ini

umumnya digunakan untuk beban ringan dan sebagai pengikat yang bersifat

sementara (temporary). Seperti terlihat pada gambar 2.15 dibawah ini.

Gambar 2.15 fast saddle key.


62

2. Pasak Pelana Hallow (Hallow Saddle Key).

Pasak pelana hallow adalah pasa terkunci pada hub saja dan akan

melayang diatas poros dan memegang poros melalui gesekan yang terjadi, tetapi

terdapat perbedaan dengan pasak pelana datar yaitu pada bagian kontak antara

permukaan pasak dan poros yang dibentuk menjadi lengkungan untuk

mendapatkan pegangan penuh sehingga menghasilkan gesekan yang lebih baik.

Seperti terlihat pada gambar 2.16 dibawah ini.

Gambar 2.16 Hallow Saddle Key

c. Pasak Tangen (Tangen Key).

Pasak tangen adalah pasak yang digunakan pada aplikasi dengan siklus

kerja dan tugas yang berat. Pasak tangen terdiri dari sepasang kunci yang

ditempatkan saling siku – siku satu sama lain dan bersinggungan dengan

permukaan poros atau arah tangensial. Setiap pasak tangen yang terpasang akan

menahan torsi hanya dalam satu arah saja. Seperti terlihat pada gambar 2.17

dibawah ini.
63

Gambar 2.17 Tangen Key.

d. Pasak Bulat (Round Key).

Pasak bulat adalah pasak yang berbentuk bulat memanjang dengan ukuran

yang sesuai dengan lubang. Pasak bulat ditempatkan setengah bagian lubang

diporos dan setengah bagian lubang lainnya di hub. Jenis pasak ini biasanya

digunakan untuk drive berdaya rendah. Seperti terlihat pada gambar 2.18 dibawah

ini.

Gambar 2.18 Round Key.

e. Pasak Alur (Splines).

Pasak alur adalah bagian dari integral dari pasak atau hub yang terpasang

secara bersamaan. Pasak alur digunakan dalam aplikasi khusus seperti dimana
64

membutuhkan torsi lebih besar dalam porsi dari pada ukuran poros. Pasak alur ini

umumnya digunakan dalam transmisi gigi geser pada mobil. Seperti terlihat pada

gambar 2.19 dibawah ini.

Gambar 2.19 splines.

2.2.4.3 Desain Pasak.

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam desain sebuah pasak sebagai

berikut :[10]

a. Bahan pasak yang dipilih lebih lemah daripada bahan poros atau bahan

elemen mesin yang harus ditahan oleh pasak.

b. Gaya tangensial yang bekerja :

d
T =F t . .............................................................................................(2.36)
2

Dimana :

T : torsi (N/mm)

Ft : gaya tangensial (N)

d : diameter poros (mm)

c. Tegangan geser yang timbul :


65

Fs
τ= ................................................................................................. (2.37)
As

Dimana :

Fs : gaya geser.

As : luas bidang geser yang tergantung pada jenis pasak.

Misalnya untuk pasak benam segi empat berikut :

b : lebar (mm).

L : panjang (mm).

Fs Fs
Maka : τ = =
As b . L

d. Panjang pasak.

Untuk menghitung panjang pada pasak perlu kita perhatikan seperti kita lihat pada

gambar 2.20 dibawah ini.

Gambar 2.20 dimensi pasak.

π × d2
L= ............................................................................................(2.38)
8× b

Dimana :
66

t : tebal 2/3 b

b : lebar = d/4

L : panjang (mm)

d : diameter poros.

1. Gaya tangensial (Ft) = gaya geser (Fs)

F t=L . b . τ .......................................................................................... (2.39)

2. Torsi yang ditransmisikan oleh poros :

d d
T =F t . =L .b . τ . ...........................................................................(2.40)
2 2

3. Gaya tangensial akibat crushing (terjadi kerusakan) σ c =¿ tegangan

crushing

1
F t=L . . σ c........................................................................................(2.41)
2

d 1 d
T =F t . =L . σ c .
2 2 2

4. Torsi akibat gaya geser = torsi akibat crushing.

d 1 d
L .b . τ . =L . σ c . ..........................................................................(2.42)
2 2 2

b σc
=
τ 2τ
67

5. Torsi vs tegangan geser pada pasak.

d
T =L .b . τ c . .....................................................................................(2.43)
2

τ c : tegangan geser bahan pasak.

6. Torsi vs torsional shear strength pada pasak.

π
T= τ s .d 3 ........................................................................................(2.44)
16

τ s : tegangan geser bahan poros.

Maka :

d π
L .b . τ k . = . τ . d3
2 16 s
3
π τs . d
L= .
8 b . τk

π .d τs
¿ .
2 τk

d
jika b=
4

τs
1) Panjang pasak. L=1,571 d .
τk

τ s: bahan poros.

τ k: bahan pasak.

π . d2
Jika bahan poros = bahan pasak atau τ s=τ k =τ maka L= =1,57 d
8. b

2) Jika pasak hasil perhitungan terlalu kecil dan tidak ada ditabel pasak, maka

lebar pasak dihitung dengan menggunakan hubungan :


68

d
b= mm .
4

Dimana :

d : diameter poros dalam (mm).

3) Pengeceka kekuatan geser dan kekuatan normal.

L. b τ d
k
kekuatan geser 2
= dengan τ k =τ s ........................................(2.45)
kekuatannormal π 3
τ .d
16 s

8. L . b
¿
π . d2

σc
Syarat keamanan =2 , maka desain pasak aman.
τ

dalam desain pasak harus dicari panjang pasak berdasarkan tegangan geser

yang terjadi (shearing stress) dan tegangan crushing (crushing stress) kemudian

diambil panjang terbesarnya.

Panjang pasak yang direkomendasikan dalam satuan mm adalah 6, 8, 10, 14,

16,20, 22, 25, 28, 32, 36, 40, 45, 50, 56, 63, 70, 80, 90, 100, 110, 125, 140, 160,

180, 200, 220, 250, 280, 320, 360, 400.


69

Tabel 2.14 Standar Pasak.

Shaft diameter Key cross section Shaft diameter Key cross section
(mm) upto and Width Thickness (mm) upto and Width Thickness
including (mm) (mm) including (mm) (mm)
6 2 2 85 25 14
8 3 3 95 28 16
10 4 4 110 32 18
12 5 5 130 36 20
17 6 6 150 40 22
22 8 7 170 45 25
30 10 8 200 50 28
38 12 8 230 56 32
44 14 9 260 63 32
50 16 10 290 70 36
58 18 11 330 80 40
65 20 12 380 90 45
75 22 14 440 100 50

2.2.5 Sabuk (belt).

Sabuk adalah bahan fleksibel yang melingkar tanpa ujung, yang digunakan

untuk menghubungkan secara mekanis dua poros yang berputar. Seperti terlihat

pada gambar 2.21. Sabuk digunakan sebagai sumber penggerak, penyalur daya

yang efisien atau untuk memantau pergerakan relatif.[11]


70

Gambar 2.21 Sabuk.


2.2.5.1 Macam – Macam Sabuk.

a. Sabuk Rata.

Sabuk rata terbuat dari kulit kain, plastik, atau campuran sintetik. Sabuk

ini dipasang pada silinder rata dan meneruskan pada poros yang berjarak kurang

dari 10 meter perbandingan transmisi dari 1 : 1 sampai 1 : 6.

b. Sabuk Penampang Bulat.

Sabuk ini dipergunakan untuk alat – alat kecil, alat laboratorium yang

digerakkan oleh motor kecil jarak antara kedua poros pendek 30 cm maksimum.

c. Sabuk V.

Sabuk ini mempunyai penampang trapesium sama kaki, bahan terbuat dari

karet permukaan diperkuat dengan pintalan lain. Bagian dalam sabuk diberi serat

polister jarak antara kedua poros dapat mencapai 5 meter dengan perbandingan

putaran 1 : 1 sampai 7 : 1. Kecepatan putar antara 10 sampai 20 m/s daya yang

ditansmisikan dapat mencapai 100 hp.

d. Sabuk Gilir.

Merupakan penemuan baru dalam hal transmisi sabuk. Sabuk ini dapat

meniadakan kekurangan pada transmisi sabuk yaitu ketepatan perbandingan

putaran seperti pada roda gigi. Penggunaan pada mesin jahit, foto copy, computer.

2.2.5.2 Pemilihan Sabuk V.


71

a. Jenis sabuk V.

1. Tipe standar : ditandai huruf A, B, C, D, E.

2. Tipe sempit : ditandai simbol 3V, 5V, 8V.

3. Tipe untuk beban ringan : ditandai dengan 3L, 4L, 5L.

Agar lebih jelas bisa kita lihat pada gambar 2.22 sabuk tipe standar dibawah ini.

Gambar 2.22 Sabuk Tipe Standar.

Tipe ini hanya berbeda dimensi penampangnya saja.

b. pemilihan sabuk ini berdasarkan atas :

1. daya yang dipindahkan.

2. Putaran motor penggerak.

3. Putaran motor yang digerakkan.

4. Jarak poros.

5. Pemakaian sabuk.

Sabuk V hanya bisa digunakan untuk poros yang sejajar dengan arah putar

yang sama. Transmisi sabuk lebih halus suaranya bila dibandingkan dengan
72

transmisi roda gigi atau rantai. Ukuran diameter puli harus tepat, karena kalau

terlalu besar akan terjadi slip karena bidang kontaknya lebih besar/banyak. Kalau

terlalu kecil sabuk akan terpelintir atau menderita tekukan tajam waktu sabuk

bekerja. Kalau sabuk sudah terpasang maka akan terjadi difleksi bagian atas

(bagian menarik) difleksi ini ada harga batasnya. Besar kecilnya tergantung juga

oleh tegangan pada sabuk tersebut difleksi dianggap normal kalau besarnya 1,6

mm pada setiap 100 mm panjang.

c. Kecepatan linear sabuk V.

Kecepatan linear sabuk dapat dihitung dengan persamaan :

π .d. N
V= ........................................................................................(2.46)
60

Dimana :

V : kecepatan linear (m/s).

d : diameter puli yang digerakkan (m).

N : putaran puli yang digerakkan (rpm)

d. Panjang sabuk V.

Sabuk adalah bahan fleksibel yang melingkar tanpa ujung, secara

sistematis panjang sabuk yang melingkar dapat dihitung dengan persamaan :


2
π ( D2−D1 ) ......................................................... (2.47)
L= ( D1 + D2 ) +2 C+
2 4C

Dimana :

L : panjang (mm).

r1 : jari – jari puli penggerak 1 (mm).


73

r2 : jari – jari puli penggerak 2 (mm).

x : jarak antar pusan puli (mm).

Karena terdapat perbadaan antara perhitungan pemakaian sabuk, maka

jarak antara sabuk sumbu dapat dikoreksi dengan cara :


2
b+ b2−8 ( D 2−D 1 )

C= ……….…………………………………….(2.48)
8

b=2 L−π ( D 1+ D2 )……………………………………………(2.49)

e. Tegangan sisi kencang dan sisi kendor sabuk V.

Sabuk V terbuat dari dari karet dan mempunyai penampang trapesium.

Sabuk V dibelitkan dikeliling alur puli yang berbentuk V pula. Gaya gesekan juga

akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi

daya besar pada tegangan yang relatif rendah. Maka persamaan tegangan sisi

kencang dan sisi kendor sabuk V secara sistematis dapat ditunjukan pada

persamaan :

T 1 μθ
2 .3 log = ..............................................................................(2.50)
T 2 sinβ

Dimana :

T1 : tegangan sisi kencang (N).

T2 : tegangan sisi kendor (N).

μ : koefisien gesek.

θ : sudut kontak (rad).

β : sudut alur.
74

f. Sudut kontak sabuk V.

Sudut kontak adalah sudut antar muka V yang berbentuk trapesium, untuk

mencari sudut kontak pada sabuk dapat dihitung melalui persamaan :

sin α = ( ( r 1+rx 2) )................................................................................(2.51)


π
θ=(180−2. α) ............................................................................(2.52)
180

Dimana :

α : sudut kerja.

r1 : jari – jari puli penggerak (mm).

r2 : jari – jari puli digerakkan (mm).

x : jarak sumbu poros (mm).

θ : sudut kontak (rad).

g. Daya yang ditransmisikan oleh sabuk V.

Berdasarkan tegangan – tegangan dan kecepatan yang terjadi maka daya

yang ditransmisikan oleh sabuk V dapat dihitung dengan persamaan.

P= (T 1−T 2 ) ×V ................................................................................(2.53)

Dimana :

P : daya (watt).

T1 : tegangan sisi kencang (N).

T2 : tegangan sisi kendor (N).

V : kecepatan linear (m/s).


75

Tabel 2.15 panjang standar sabuk V.

Nomor nominal Nomor nominal Nomor nominal Nomor nominal


(inchi (mm) (inchi (mm) (inchi) (mm) (inchi) (mm)

) )
10 254 45 1143 80 2032 115 2921

11 279 46 1168 81 2057 116 2946

12 305 47 1194 82 2083 117 2972

13 330 48 1219 83 2108 118 2997

14 356 49 1245 84 2134 119 3023

15 381 50 1270 85 2159 120 3048

16 406 51 1295 86 2184 121 3073

17 432 52 1321 87 2210 122 3099

18 457 53 1346 88 2235 123 3124

19 483 54 1372 89 2261 124 3150

20 508 55 1397 90 2286 125 3175

21 533 56 1422 91 2311 126 3200

22 559 57 1448 92 2337 127 3226

23 584 58 1473 93 2362 128 3251

24 610 59 1499 04 2388 129 3277

25 635 60 1524 95 2413 130 3302

26 660 61 1549 96 2438 131 3327

27 686 62 1575 97 2464 132 3353

28 711 63 1600 98 2489 133 3378

29 737 64 1626 99 2515 134 3404


76

30 762 65 1651 100 2540 135 3429

31 787 66 1676 101 2565 136 3454

32 813 67 1702 102 2591 137 3480

33 838 68 1727 103 2616 138 3505

34 864 69 1753 104 2642 139 3531

35 889 70 1778 105 2667 140 3556

36 914 71 1803 106 2692 141 3581

37 940 72 1829 107 2718 142 3607

38 965 73 1854 108 2743 143 3632

39 991 74 1880 109 2769 144 3658

40 1016 75 1905 110 2794 145 3683

41 1041 76 1930 111 2819 146 3708

42 1067 77 1956 112 2845 147 3734

43 1092 78 1981 113 2870 148 3759

44 1118 79 2007 114 2896 149 3785

2.2.6 Pulley.

pulley adalah elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya dari

satu poros ke poros yang lain dengan menggunakan sabuk. Seperti terlihat pada

gambar 2.23. Pulley bekerja dengan mengubah arah gaya yang diberikan,

mengirim gerak dan mengubah arah rotasi.


77

Gambar 2.23 Pulley dan Belt.

Berdasarkan diameter pulley yang digerakkan maka dapat dinyatakan

persamaan berikut :

N 1. d 1
d 2= ......................................................................................(2.54)
N2

Dimana :

d2 : diameter pulley yang digerakkan (mm).

d1 : diameter pulley penggerak (mm).

N2 : putaran pulley yang digerakkan (rpm).

N1 : putaran pulley penggerak (rpm).

2.2.7 Rangka.

Perancangan rangka ini dirancang seringkas mungkin untuk mengurangi

beban yang berlebih pada rangka. Tapi dalam perancangan tetap

memperhitungkan segala aspek yang diperlukan.

Adapun untuk menghitung tebal rangka sebagai berikut :

F
τs= ................................................................................(2.55)
2.t . w

dimana :
78

τs = tegangan gaya geser (psi)

F = gaya normal (lb)

t = tebal (in)

w = lebar (in)

2.2.8 Sambungan Las.

Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dimana logam

menjadi satu akibat panas atau tanpa pengaruh tekanan (S.Djaprie,1995:162).

Pengelasan adalah metode penyambungan logam dengan cara tarik menarik atom

(H. Sunaryo,2008:127).

Mengelas secara umum adalah suatu cara menyambung logam dengan

menggunakan energi panas baik menggunakan bahan pengisi atau tidak

menggunakan bahan pengisi.

2.2.8.1 Macam – macam sambungan las dan perhitungan sambungan las untuk

beban statis.

Agar sambungan las cukup kuat, sambungan tersebut harus dirancang

sesuai dengan cara penggunaannya nanti. Beberapa jenis sambungan terlihat

dibawah ini.

1. Sambungan las temu (butt jointed).


79

Sambungan butt jointed adalah jenis sambungan tumpul, gambar 2.24

memperlihatkan sebuah alur las bentuk V tunggal yang dibebani oleh gaya tarik F

untuk pembebanan tarik ataupun tekan, tegangan normal rata – rata adalah :

Gambar 2.24 Sambungan temu.

F (lb )
¿ σ t ∨≥ .....................................................................(2.56)
h ( ¿ ) . I (¿)

Dimana :

¿ σ t ∨¿ : tegangan tarik yang diijinkan (psi)

F : gaya normal (lb)

h : tebal plat (in)

I : panjang lasan (in)

2. Sambungan tumpang (lap jointed).

Tipe sambungan las yang sering digunakan untuk pengelasan spot atau

seam. Karena materialnya ini ditumpuk atau disusun sehingga sering digunakan

untuk aplikasi pada bagian body kereta dan cenderung untuk plat – plat tipis.

Seperti pada gambar 2.25 dibawah ini.


80

Gambar 2.25 sambungan tumpang.

τ s ≤∨τ s∨¿

F
≤∨τ s ∨¿..............................................................................(2.57)
A

Dimana :

A : luas penampang geser (in)

F : gaya normal (lb)

3. Sambungan T (tee jointed).

Sambungan T adalah jenis sambungan yang berbentuk seperti huruf T, tipe

sambungan ini banyak diaplikasikan untuk pembuatan konstruksi atap, konveyor

dan jenis konstruksi lainnya. Untuk tipe groove juga terkadang digunakan untuk

sambungan fillet adalah double level, namun hal tersebut sangat jarang kecuali

plat atau materialnya sangat tebal. Seperti dapat dilihat pada gambar 2.26, 2.27,

2.28 dibawah ini.


81

Gambar 2.26 sambungan T dengan beban F.

F
Teganan geser τ 1 = dimana A = 2.α . l
0,7 A

Tegangan bending akibat momen bending.

σ 2=
P.H 2. a. l 2 l
dimana W = =A
0,7 W 6 6

Sehingga tegangan total.

F 6H 2
2 2
τ =√ τ 1 +τ 2 =
0,7 A √
1+
l( )≤∨τ∨¿ .................................(2.58)

Bila pada sambungan tersebut bekerja gaya F dan momen seperti gambar

2.27 maka menimbulkan tegangan pada logam adalah :


82

Gambar 2.27 sambungan T dengan beban F dan momen.

M F
τ= + ≤∨τ ∨¿....................................................................(2.59)
0,7 W 0,7 A

Untuk sambungan T dengan elemen yang berbentuk silinder dan momen


puntir yang bekerja pada silinder tersebut adalah Mt, sehingga menimbulkan
tegangan geser seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.28.

Gambar 2.28 sambungan T silinder.

2 Mt
τs= ≤∨τs∨¿...........................................................................(2.60)
0,7 ad 2

2.2.8.2 Jenis – jenis las.

1. Las busur listrik / SMAW.

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat

pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan

benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang

đigunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung atau fluks. Elektroda ini

selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama logam induk dan

membeku menjadi bagian kampuh las.


83

Proses pemindahan elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair

dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila

digunakan arus listrik yang besar maka butiran logam Cair yang terbawa menjadi

halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butiranya menjadi besar. Seperti terlihat

pada gambar 2.29 dibawah ini.

Gambar 2.29 Las SMAW.

2. SAW (Submerged Arc Welding).

Submerged Arc Welding adalah proses pengelasan busur dimana logam

cair dilindungi oleh fluks selama pengelasan. Busur listrik yang digunakan untuk

mencairkan logam tertutup oleh serbuk fluks yang diberikan disepanjang alur las

dan proses pengelasan berlangsung didalam fluks tersebut. Seperti terlihat pada

gambar 2.30 dibawah ini.


84

Gambar 2.30 Las SAW.

3. PAW (Plasma Arc Welding).

Plasma adalah gas yang terionisasi dengan jumlah ion sama dengan jumlah

elektron. Menggunakan elektroda tungsten, filler metal ditambahkan seperti pada

proses GTAW. Menggunakan gas pelindung He, Ar atau campuran keduanya.

Arus listrik yang digunakan mencapai 100 ampere dengan suhu plasma hingga

30000°C, dengan temperatur setinggi ini, material apapun dapat dicairkan.

Metode ini menghasilkan penetrasi yang sangat baik. Biasanya digunakan untuk

mengelas paduan alumunium dan titanium dan sering digunakan sebagai

pemotong (plasma cutting). Seperti terlihat pada gambar 2.31 dibawah ini.
85

Gambar 2.31 Las PAW.

4. TIG (Tungsten Inert Gas)

Metode pengelasan ini sebelumnya dikenal dengan nama Tungsten Inert

Gas (TIG). Gas Inert yang biasa digunakan adalah wolfram untuk pelindung yang

bagus sehingga atmosfir udara tidak masuk ke daerah lasan. Namun sekarang

digunakan Co2 (tidak inert) karena lebih murah dan stabil. Elektroda tungsten

bukan sebagai filler metal, sehingga perlu filler metal dari luar untuk mengisi gap

sambungan. Filler metal bersama logam induk akan dicairkan oleh busur listrik

yang terjadi antara elektroda dengan logam induk.

Metode ini biasanya digunakan untuk mengelas logam yang reaktif

terhadap oksigen seperti paduan alumunium, magnesium dan titanium. Metode ini

juga cocok untuk pelat tipis sampai dengan 5mm. Straight polarity (dengan arus

hingga 500 ampere, Voltase 20-40 volt) lebih sering digunakan daripada reverse

polarity, karena reverse polarity cenderung mencairkan clektroda. Metode ini

sangat cocok digunakan untuk spot welding. Seperti terlihat pada gambar 2.32

dibawah ini.
86

Gambar 2.32 Las TIG.

5. MIG (Metal Inert Gas)

Sebelumnya dikenal dengan nama Metal Inert Gas (MIG). Pada metode

pengelasan ini, gas pelindung juga berfungsi sebagai filler metal. Gas yang

digunakan sebagai pelindung sama dengan gas yang digunakan pada GTAW,

yaitu Ar, He, dan CO2, dialirkan selama proses pengelasan. Elektroda kontinyu.

Metal transfer berupa spray, globular dan short-circuit. Biasanya menggunakan

sumber arus DC dengan reverse polarity untuk menaikkan penetrasi lasan. Seperti

terlihat pada gambar dibawah 2.33 dibawah ini.

Gambar 2.33 Las MIG.


87

2.2.8.3 Kekuatan sambungan las.

Pemilihan sifat elektroda dengan sifat logam yan dilas biasanya tidaklah

begitu penting dibandingkan kecepatan, pertimbangan operator dan bentuk

sambungan yang dihasilkan. Sifat – sifat elektroda dpat dilihat pada tabel 2.16

dibawah ini.

Tabel 2.16 sifat minimum logam las.

Nomor elektroda Kekuatan Kekuatan lulus Presentase


tarik (Ksi) (Ksi) pemanjangan
AWS

E60XX 62 56 17 – 25

E70XX 70 57 12

E80XX 80 67 19

E90XX 90 77 14 – 17

E100XX 100 87 13 – 16

E120XX 120 107 14

Perencana dapat memiliki faktor keamanan atau tegangan yang diijinkan

secara mantap. Bila perencana tersebut mengetahui standar – standar yang

ditentukan di dalam perencanaan. Salah satu standar yang terbaik untuk dipakai

kode AISC (American Institute of Steel Construction) untuk konstruksi bangunan.

Dann kode tersebut mengizinkan pemakaian beberapa baja konstruksi ASTM

(American Society of Testing and Material) yang mempunyai kekuatan luluh

berkisar antara 33 sampai 50 Ksi. Asal saja pembebanannya sama, kose tersebut
88

memungkinkan tegangan yang sama pada logam las maupun pada logam yang

dilaskan.

Tabel 2.17 berisi rumus yang ditetapkan oleh kode tersebut untuk

menghitung tegangan yang diijinkan pada kondisi pembebanan.

Tabel 2.17 tegangan yang diijinkan oleh kode AISC untuk logam las.

Jenis beban Jenis sambungan Tegangan yang Faktor keamanan


las diijinkan
Tarik Las temu 0,6 σ y 1,67
Bantalan Las temu 0,9 σ y 1,11
Lenturan Las temu 0,6 – 0,66 σ y 1,52 – 1,67
Tekan Las temu 0,6 σ y 1,67
Geser Las temu 0,4 σ y 1,44

N = faktor keamanan berdasarkan analisis teori energi distorsi.

Faktor konsentrasi tegangan lelah terdapat pada tabel 2.18 sebagaimana

yang diusulkan oleh jenning. Disarankan untuk dipakai. Faktor – faktor ini harus

dipakai untuk logam yang dilas maupun untuk logam lasnya.[12]

Tabel 2.18 faktor konsentrasi tegangan lelah.

Jenis sambungan Kf

Sambungan temu yang diperkuat. 1,2


Ujung dari las sudut yang melintang. 1,5
Ujung dari las sudutyang sejajar 2,7
Las temu bentuk T dengan sudut tajam 2,0
2.2.9 Kapastias Rancangan.
89

Merancang suatu kapasitas adalah tahapan pertama yang harus dilakukan

sebelum perusahaan memutuskan suatu produk baru atau perubahan jumlah

volume produk. Adapun pengertian kapsitas adalah tingkat kemampuan

berproduksi secara optimum dari sebuah fasilitas biasanya dinyatakan sebagai

jumlah output pada satu periode waktu tertentu. Kapasitas juga mempengaruhi

efisiensi biaya operasi, kapasitas juga sangat bermanfaat untuk mengetahui

perencanaan output, dan sangat menetukan dalam analisis kebutuhan investasi.

[13]

2.2.10 Estimasi biaya.

Estimasi biaya adalah perhitungan kebutuhan biaya yang diperlukan untuk

meyelesaikan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan persyaratan atau kontrak.

Dalam melakukan estimasi (perhitungan) biaya diperlukan pengetahuan

dan keterampilan teknis estimator, seperti membaca gambar melakukan estimasi

dan juga personal judgment berdasarkan pengalaman estimator.

Adapun estimasi biaya dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Estimasi biaya konseptual.

Estimasi biaya berdasarkan konsep bangunan atau mesin yang akan

dibangun. Estimasi biaya konseptual juga dapat dilakukan dengan menggunakan

data masalalu yang diperbaharui dengan menggunakan indeks biaya (harga).

2. Estimasi biaya detail.

Perhitungan secara keseluruhan baik dalam komponen atau bangunan

dengan menggunakan data real.

Anda mungkin juga menyukai