06 September 2020- Hari Minggu Biasa XXIII (Hari Minggu Kitab Suci Nasional)
Ulasan:
"Dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka" – itulah dasar liturgi,
yakni kebersamaan dalam doa dengan Tuhan sebagai "Imanuel" / Allah beserta kita. Untuk itu sebagai orang beriman kita
perlu bersatu. Bila ada suatu masalah maka hendaknya diselesaikan dengan tuntas; agar dapat disingkirkan diperlukan doa
bersama
Ulasan:
Saling mengampuni termasuk syarat mutlak untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Memaafkan tanpa batas – seperti
Allah berbelas kasih tanpa batas. Karena belas kasih Allah itulah dasar bagi kita untuk mengampuni sesama, sebagaimana
kita diajak berdoa dalam Bapa kami: "Ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada
kami." Perumpamaan dalam Injil di satu pihak memperlihatkan belas kasih Allah, namun di lain pihak dibahas juga
keadilan Allah. Ini bukan suatu kontradiksi, mengingat sabda St. Yakobus: "Belaskasihan akan menang atas
penghakiman" (Yak 2:13).
Ulasan:
Sebenarnya provokasi yang termuat dalam perumpamaan tentang orang-orang upahan adalah jawaban Yesus atas kritik
orang Farisi: Mereka (yang bekerja sepanjang hari) menyalahkan Yesus bahwa Ia menyamakan mereka dengan orang
pendosa (yang bekerja hanya satu jam). Jawaban Yesus: Apakah Allah tidak boleh berbuat baik sebagaimana Ia
kehendaki? Dalam karya Yesus karya Allah dihadirkan. Suatu pertanyaan pada kita: Apakah kita rela menerima kebaikan
Allah seadanya? Apakah kita sadar bahwa Allah berkarya dimana dibutuhkan oleh manusia? Apakah kita rela seperti
Yesus melampaui batas-batas antara manusia dan menghadirkan kebaikan Allah dimana pun juga?
Ulasan:
Orang dapat melaksanakan kehendak Allah dengan menjaga larangan dan melaksanakan tuntutan-tuntuan yang termuat
dalam Taurat / adat. Di sini "hukum" menggantikan kemauan pribadi dari seseorang. Yang tidak taat pada hukum dalam
pandangan ini tidak akan masuk surga.- Namun dalam perumpamaan orang yang menolak kehendak Allah merubah
sikapnya dan kemudian melaksanakan kehendak Allah.- Seperti para Farisi dan Ahli Taurat, kita pun ditanya untuk
menilai: siapa yang lebih disukai oleh Bapa di surga? Apakah kita melaksanakan "hukum" atau kehendak Allah? Apakah
kita bicara saja ataukah (seperti Yesus) mengerjakan yang baik bagi sesama?
29 September 2020 - Pesta St. Mikael, St. Gabriel, St. Rafael – Malaekat Agung
Tema: Engkau akan melihat malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.
Bacaan I: Seribu kali beribu-ribu orang melayani Dia (Dan 7:9-10, 13-14) / Mikael dan malaikat-malaikatnya berperang
melawan naga (Why 12:7-12a)
Mazmur Tanggapan: Di hadapan para dewata aku hendak bermazmur bagi-Mu, ya Tuhan (Mzm 138:1-2a, 2b-3, 4-5).
Injil: Engkau akan melihat malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia (Yoh 1:47-51).
Lagu Pembuka. : MB 551 / MB 552
Maz. Tgp. : MB 582
Alleluya / A.P.I. : MB 637
Persiap. Persemb. : MB 247 / MB 231
Lagu Komuni. : MB 285 / MB 689
Madah Pujian. : MB 309 / MB 827
Ulasan:
Konteks dari perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur adalah orang Yahudi / orde lama dalam kontras
dengan Gereja sebagai "orde baru". Mirip dengan pertentangan antara hukum adat sebagaimana masih berlaku di
Indonesia dan hukum Injil. Namun ini bukan alasan untuk membanggakan diri bahwa kita lebih baik daripada "nenek
moyang" atau orde lama / baru. Yang penting: menghasilkan buah. Itulah ukurannya yang diterapkan oleh Tuhan sebagai
pengurus kebun anggur.
Ulasan:
Lagi suatu perumpamaan dalam konteks pertentangan yang dialami Gereja perdana terhadap umat Allah dari Perjanjian
Lama.- Konteks ini menjadi konkrit untuk zaman sekarang bila diperhatikan akhir perumpamaan: Semua(!) dipanggil
untuk mengikuti perjamuan Tuhan, termasuk juga orang jahat. Namun syaratnya, ia harus memakai busana pesta, artinya
hidup pantas / peka terhadap suara hati nurani. Allah akan menilai siapa yang pantas untuk masuk dan siapa yang dibuang
– ini bukan urusan manusia. Tetapi tetap berlaku: "Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih".
Ulasan:
Injil ini tidak hanya bicara mengenai wajarnya membayar pajak. Yesus mengakui adanya wewenang pemerintah, namun
sekaligus Ia mengingat adanya keterbatasan wewenang tsb. Manusia / kita bertanggung jawab untuk memperjuangkan
kepentingan Allah dimana kurang diperhatikan seperti dalam korupsi, ketidakadilan, kerusakan alam lingkungan dsb.
Sebagai kesimpulan: orang Kristen tidak boleh absen dalam politik dan urusan masyarakat tetapi harus ikut membangun
dunia yang makin adil dan damai.
25 Oktober 2020 - Hari Minggu Biasa XXX (Hari Minggu Misi Sedunia)
Tema: Kasihilah Tuhan Allahmu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Bacaan I: Jika kamu menindas seorang janda atau anak yatim, maka murka-Ku akan bangkit, dan Aku akan membunuh
kamu (Kel 22:21-27).
Mazmur Tanggapan: Aku mengasihi Tuhan, Dia sumber kekuatan (Mzm 18:2-3a, 3bc-4, 47+51ab)
Bacaan II: Kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk mengabdi kepada Allah dan menantikan kedatangan
Anak-Nya (1 Tes 1:5c-10).
Injil: Kasihilah Tuhan Allahmu, dan kasihilah sesama- mu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22:34-40).
Lagu Pembuka. : MB 174 / MB 775
Maz. Tgp. : no. 839 / MB 290
Alleluya / A.P.I. : no. 962 / MB 642
Persiap. Persemb. : MB 457 / MB 788
Lagu Komuni. : MB 290 / MB 697
Madah Pujian. : MB 511 / MB 785
Ulasan
Arti "hukum" dalam Kitab Suci lebih luas daripada peraturan pajak atau hukum negara. Mirip dengan keinginan seorang
ayah terhadap anak dan isterinya: bila dikabulkan akan timbul rasa bahagia dalam hati semua yang bersangkutan. Artinya
jauh berbeda dengan "perintah". Injil menegaskan bahwa kasih merupakan dasar dari "seluruh Kitab Suci" / ungkapan
kehendak Allah terhadap manusia, termasuk teguran sebagaimana diwartakan oleh para nabi. Janganlah dipandang
sebagai ungkapan kemarahan Allah, tetapi sebagai keinginan Bapa di surga untuk membuat para anak di dunia menjadi
bahagia. Maka "hukum" pertama ini dikaitkan dengan "hukum" kedua yakni kasih pada sesama sebagai dasar agar hidup
bersama menjadi nyaman.
Ulasan:
Tidak sulit untuk menemukan "Ahli-ahli Taurat" dan orang "Farisi" di antara para pejabat pemerintah maupun Gereja
yang mencari nama dan hormat, yang memanfaatkan statusnya untuk menjadi kaya, yang memikirkan kepentingannya
sendiri. Namun bukan maksud Injil untuk bicara mengenai "mereka", tetapi untuk mengajak kita bersikap dan bertindak
secara berbeda: tidak mencari nama tetapi bersikap rendah hati; meski sebagai pemimpin tidak menuntut dilayani tetapi
melayani, karena "barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan
ditinggikan."