Anda di halaman 1dari 46

Tugas

HORMON TUMBUHAN

(disusun dan didiskusikan pada mata kuliah kuliah Fisiologi Tumbuhan yang
diampu oleh Dr. Jusna Ahmad, , M.Si

Oleh :

Tiska Rasyid (431418060)

Kelas B

Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
1. Deksripsikan karakteristik dari 6 hormon pada tumbuhan: auksin,
Giberalin, Sitokinin, Etilen, Asam absisat, dan Brasinosteroid
Jawaban
a. Auksin: dihasilkan pada bagian koleoptil (titik tumbuh), Jika terkena
cahaya matahari, auksin menjadi tidak aktif., bagian yang tidak terkena
cahaya matahari akan tumbuh lebih cepat, mempengaruhi pemanjangan,
pembelahan, dan siferensiasi sel tumbuhan (Suwasono, 1989 ).
b. Giberalin, Karakteristik Giberalin: Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain
yang sering ditambahkan kedalam medium adalah Giberellin, ZPT yang
dalam bentuk larutan pada temperatur tinggi mudah kehilangan sifatnya
sebagai ZPT. Giberellin (asam Giberellate) dalam dosis tinggi
menyebabkan gigantisme, sesuai dari penemuan awal yang
menunjukkan bahwa ZPT ini berefek meningkatkan pertumbuhan
sampai beberapa kali. GA ini terdapat pada berbagai organ dan jaringan
tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga, bin til akar, buah
dan jaringan kalus., berpengaruh terhadap perkembangan dan
perkecambahan embrio., Giberelin akan merangsang pembentukan
enzim amylase, . Hormone giberelin dapat dibagi menjadi berbagai
jenis, yaotu giberelin A, giberelin A2, dan giberelin A3 yang memiliki
struktur molekul dan fungsi yang sangat spesifik, hormone yang
berfungsi sinergis (bekerja sama) dengan hormone auksin.
c. Sitokinin, dibentuk pada bagian akar dan ditrasportasikan ke seluruh
bagian sel tanaman, diperlukan bagi pembentukan organel-organel
semacam kloroplas, merangasang proses serta transportasi garam-garam
mineral dan asam amino ke daun (Suwasono, 1989 ).
d. Etilen, Karakteristik etilen : Etilen adalah suatu gas dari pembakaran
gas yang tidak sempurna dari senyawa- senyawa yang kaya akan ikatan
karbon seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam. Merupakan
komponen dari asap- asap yang dikeluarkan oleh kendaraan- kendaraan
bermotor dan industri-industri yang mempergunakan bahan bakar gas.
Segera setelah diperkenalkan "illuminating gas" untuk penerangan
rumah danjalan-jalan raya, maka terlihat gejala-gejala kerusakan etilen
pada tumbuhan- tumbuhan di sekitar tempat-tempat penerangan tersebut.
Gejala-gejala itu antara lain, keguguran daun, keriting daun, hilangnya
warna tajuk bunga, pembengkakan batang, penghambatan elongasi dan
penghambatan per- tumbuhan akar. Setelah ditelusuri ternyata penyebab
gejala-gejala tersebut adalah etilen. Selanjutnyajuga diketahui bahwa
tanaman sendiri memproduksi etilen melalui proses metabolisme
selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Buah yang
dalam proses pemasakan memproduksi etilen dalamjumlah sangat
tinggi. Selain itu etilenjuga diproduksi padajaringan- jaringan dan organ
tanaman lainnya seperti bunga, daun, batang, akar, umbi dan biji.
Jumlah yang normal dalamjaringan tanaman adalah rendah biasanya
kurang dari 0,1 ppm (Fauziyah Harahap, 2012).
e. Asam absisat, Karakteristik: ABA berinteraksi dengan zat - zat
pengatu~ tumbuh tanaman yang lain pada proses tersebut, biasanya
interaksi ini bersifat menghambat (antagonisma). Sangat menarik
adalah interaksi antara ABA dan GA. GA mendorong pembentukan
enzim amylase dan enzim-enzim hidrolisis lainnya pada lapisan aleuron
dari biji barley, Pada kebanyakan hal, sifat menghambat ABA dapat
diatasi dengan pemberian lebih banyak zat- zat tumbuh terse but.
Sebagai contoh, pengaruh IAA dalam mendorong pembengkakan
koleptil Avena dihambat oleh ABA. Jika lebih banyak IAA diberi lagi,
maka pengaruh ABA ini dapat dihilangkan. Penghambat ABA terhadap
perkecambahan biji selada tidak dapat diatasi dengan pemberian IAA,
di sini diperlukan zat tumbuh lain dari pada IAA (asam giberelat dan
sitokinin) (Salisbury,1992).
f. Brasinosteroid, Brasinosteroid berinteraksi dengan hormon tanaman
yang lain contohnya auksin, hormon endogen berupa steroid yang dapat
memacu pertumbuhan (Vreugdenhil D. 1992).
2. Uraikan peran dari masing-masing hormon tersebut terhadap
pertummbuhan dan perkembangan tanaman!
Jawaban
a. Auksin berperan dalam pertumbuhan untuk memacu proses pemanjangan
sel. Hormone auksin dihasilkan pada bagian koleoptil (titik tumbuh). Jika
terkena cahaya matahari, auksin menjadi tidak aktif. Kondisi fisiologis ini
mengakibatkan bagian yang tidak terkena cahaya matahari akan tumbuh
lebih cepat dari bagian yang terkena cahaya matahari. Akibatnya, tumbuhan
akan memmbengkok ke arah cahaya matahri. Auksin yang diedarkan ke
seluruh bagian tumbuhan mempengaruhi pemanjangan, pembelahan, dan
siferensiasi sel tumbuhan. Auksin yang dihasilkan pada tunas apical (ujung)
batang dapat menghambat tumbuhnya tunas lateral (samping) atau tunas
ketiak. Bila tunas apical batang dipotong, tunas lateral akan menumbuhkan
daun-daun. Peristiwa ini disebut dominansi apical.
Fungsi lain dari auksin adalah merangsang cambium untuk
membentuk xylem dan floem, memelihara elastisitas dinding sel,
membentuk dinding sel primer (dinding sel yang pertama kali dibentuk pada
sel tumbuhan), menghambatnya rontoknya buah dan gugurnya daun, serta
mampu membantu proses partenokarpi. Partenokarpi adalah proses
pembuahan tanpa penyerbukan.
Pemberian hormone auksin pada tumbuhan akan menyebabkan
terjadinya pembentukan buah tanpa biji, akar lateral (samping), dan serabut
akar. Pembentukan akar lateral dan serabut akar menyebabkan proses
penyerapan air dan mineral dapat berjalan optimum (Suwasono, 1989 ).
a) Pembesaran sel , Studi mengenai pertumbuhan koleoptil menunjukkan
bahwa IM dan auksin- auksin yang lain mendorong pembesaran sel terse
but. Perpanjangan koleoptil atau batang merupakan hasil dari pembesaran
sel tersebut. Penyebaran yang tidak sama dari auksin ini menyebabkan
pembesaran sel yang tidak merata dan terjadi pembengkokan dari koleoptil
atau organ tanaman (geotropisma dan fototropisma)
b) Penghambatan mata tunas samping, Pertumbuhan dari mata tunas samping
dihambat oleh IAA yang diproduksi pada meristem apical yang diangkut
secara basepetal. Konsentrasi auksin yang tinggi menghambat
pertumbuhan mata tunas terse but. Jika sumber auksin ini dihilangkan
denganjalan memotong meristem apical itu maka tunas samping ini akan
tumbuh menjadi tunas.
c) Absisi (pengguguran daun) , Pengguguran daun terjadi sebagai akibat dari
proses absisi (proses-proses fisik dan biokimia) yang terjadi di daerah absisi.
Daerah absisi adalah kumpulan sel yang terdapat pada pangkal tangkai daun.
Proses absisi ada hubungannya dengan IM pada sel-sel di daerah absisi.
d) Aktivitas daripada kambium , Pertumbuhan sekunder termasuk
pembelahan sel-sel di daerah kambium dan pembentukan jaringan xylem
dan floem dipengaruhi oleh IM. Pem- belahan sel-sel di daerah kambium
dirangsang oleh IM.
b. Pertumbuhan akar , Selang konsentrasi auksin untuk pembesaran sel-sel
pada batang, menjadi penghambat pada pembesaran sel-sel akar (Fauziyah
Harahap, 2012).
c. Giberelin, Giberelin merupakan hormone yang berfungsi sinergis (bekerja
sama) dengan hormone auksin. Giberelin berpengaruh terhadap
perkembangan dan perkecambahan embrio. Giberelin akan merangsang
pembentukan enzim amylase. Enzim tersebut berperan memecah senyawa
amilum yang terdapat pada endosperm (cadangan makanan) menjadi
senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energy pertumbuhan.
Apabila giberelin diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan tumbuh
normal kembali.
Giberelin juga berfungsi dalam proses pembentukan biji, yaitu
merangsang pembentukan serbuk sari (polen), memperbesar ukuran buah,
merangsang pembentukan bunga, dan mengakhiri masa dormansi biji.
Giberelin dengan konsentrasi rendah tidak merangsang pembentukan akar,
tetapi pada konsentrasi tinggi akan merangsang pembentukan akar.
Giberelin pertama kali diisolasi dari jamur Giberrella fujikuroi.
Hormone giberelin dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaotu giberelin A,
giberelin A2, dan giberelin A3 yang memiliki struktur molekul dan fungsi
yang sangat spesifik. Misalnya, hormone giberelin yang satu berpengaruh
terhadap pertumbuhan, sedangkan yang alin berpengaruh terhadap
pembentukan bunga.
Giberellin berpengaruh terhadap pembesaran dan pembelahan sel,
pengaruh Giberellin ini mirip dengan auksin yaitu antara lain pada
pembentukan akar. Giberellin dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
jumlah auksin endogen (Fauziyah Harahap, 2012).

d. Sitokinin, Sitokinin adalah hormone yang berperan dalam pembelahan sel


(sitokinesis). Fungsi sitokinin adalah : Merangsang pembentukan akar dan
batang serta pembentukan cabang akar dan batang dengan menghambat
dominansi apical , Mengatur pertumbuhan daun dan pucuk Memperbesar
daun muda, Mengatur pembentukan bunga dan buah, Menghambat proses
penuaan dengan cara merangasang proses serta transportasi garam-garam
mineral dan asam amino ke daun (Suwasono, 1989).
e. Etilen, Fungsi etilen: Telah diketahui bahwa etilen menjadi penyebab
beberapa respons tanaman seperti pengguguran daun, pembengkakan
batang, pemasakan buah dan hilangnya warna buah. Etilen menghambat
pertumbuhan ke arah memanjang (longitudinal) dan mendorong
pertumbuhan ke arah melintang (transver- sal) sehingga batang kecambah
terlihat membengkak. Etilenjuga merubah respons geotropisma,
mendorong pengguguran daun, bunga dan buah. Respons geotropisma
bukan saja dipengaruhi oleh etilen tetapi juga oleh auksin, Demikian juga
dengan proses penuaan (senescence). Etilen sangat berperan dalam aspek-
aspek praktis penyimpanan buah-buahan. Pada kebanyakan buah (pisang,
jeruk dan lain-lain) etilen mendorong proses pemasakan buah (Fauziyah
Harahap, 2012).
f. Asam absisat (ABA)
Asam absisat merupakan senyawa inhibitor (penghambat) yang
bekerja antagonis (berlawanan) dengan auksin dan giberelin. Asam absisat
berperan dalam proses penuaan dan gugurnya daun. Hormone ini berfungsi
untuk mempertahankan tumbuhan dari tekanan lingkungan yang buruk,
misalnya kekurangan air, dengan cara dormansi. Kekurangan air akan
menyebabkan peningkatan kadar hormone asam absisat di sel penutup
stomata. Akibatnya, stomata akan tertutup dan transpirasi berkurang
sehingga keseimbangan airdapat dijaga
Asam absitat, Asam aksisa fungsi : Peranan ABA sangat nyata
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ABA berinteraksi
dengan zat - zat pengatu~ tumbuh tanaman yang lain pada proses tersebut,
biasanya interaksi ini bersifat menghambat (antagonisma). Sangat menarik
adalah interaksi antara ABA dan GA. GA mendorong pembentukan enzim
amylase dan enzim-enzim hidrolisis lainnya pada lapisan aleuron dari biji
barley. ABA menghambat pembentukan enzim-enzim tersebut. Dengan
pemberian lebih banyak GA sifat-sifat penghambatan ABA ini dapat
ditiadakan. Pada proses pematangan biji - biji dari kebanyakan tanaman
biasanya teljadi penimbunan ABA yang menyebabkan terjadi dorminasi
dari biji terse but. Pada biji-biji tanaman yang memerlukan "stratifikasi"
(suhu rendah dan basah) untuk mendorong proses perkecambahan keadan
ABA dan GA dapat diikuti selama proses tersebut. Selama proses tersebut
konsentrasi ABA dalam biji menurun sebaliknya konsentrasi GA
meningkat. Demikian juga pada mata tunas. Pada awal masa dormansi
kandungan ABA tinggi dan GA rendah.
Pada keadaan "stress" fisik maupun kimia kandungan ABA itu
meningkat dan segera turun kembali setelah hilangnya "stress". Pada
keadaan "stress" air daun kehilangan turgor dan layu, kandungan ABA
meningkat dan stomata menutup. Jika tanaman diairi, turgor daun menjadi
normal kembali dan konsentrasi ABA menurun. Di sini terlihat bahwa ABA
terbentuk di dalam daun pada waktu "stress" dan diuraikan dan diinaktifkan
sesudah tidak ada "stress" lagi (Salisbury,1992).
g. Brasinosteroid (BR) adalah hormon endogen berupa steroid yang dapat
memacu pertumbuhan dan dapat ditemukan pada biji, serbuk sari, dan
jaringan vegetatif, serta berfungsi pada konsetrasi nanomolar untuk
memengaruhi perbesaran dan perbanyakan sel. Brasinosteroid juga
berinteraksi dengan hormon tanaman yang lain contohnya auksin serta
faktor lingkungan untuk meregulasi secara keseluruhan bentuk dan fungsi
tanaman.( Davies PJ. 2007) Fungsinya yang penting bagi tumbuhan adalah
untuk perpanjangan organ, diferensiasi jaringan pembuluh, kesuburan,
perkembangan daun, dan respon terhadap cahaya.( Ross CW,
1995) Brasinosteroid pertama kali diisolasi dari serbuk
sari tumbuhan mustard, namun ini diketahui terdapat juga pada beberapa
spesies lainnya Salah satu contoh brasinosteroid adalah kastasteron yang
ada pada tunas kacang polong dan berfungsi dalam proses pemanjangan
tunas (Vreugdenhil D. 1992).

.
DAFTAR PUSTAKA
Davies PJ. 2007.Plant Hormones: Biosynthesis, Signal Trasnduction, Action!.
Dordrecht: Springer. Hal 413 ISBN 978-1-4020-2686-7
Fauziyah Harahap.2012. Fisiologi tumbuhan: suatu pengantar. Medan: Unemed
Press.
Heddy, Suwasono. 1989. Hormon Tumbuhan. Jakarta : Rajawali.
Karssen CM, Loon LC, Vreugdenhil D. 1992.Current Plant Science and
Biotechnology in Agriculture: Progress in Plant Growth Regulation.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Hal:323
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan, jilid 3. terjemahan Lukman
DR, Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB. Hal:85 ISBN 979-8591-37-2
Salisbury, Frank B. dan Cleon W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB
.
3. Analisis jurnal hormon tuumbuhan (Jurnal Nasional)
1. JUDUL : Regenerasi Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii (Doty) Melalui
Induksi Kalus Dan Embrio Dengan Penambahan Hormon Perangsang
Tumbuh Secara In Vitro

PENULIS: Emma Suryati dan Sri Rejeki Hesti Mulyaningrum

TAHUN : 2009

PENDAHULUAN: Teknik perbanyakan benih melalui kultur Jaringan melalui


induksi kalus dan perbanyakan Embrio telah berhasil dilakukan pada tanaman
Tingkat tinggi, dengan penambahan hormon Perangsang tumbuh baik golongan
auxin Maupun sitokinin. Pada induksi kalus dan Pembentukan embrio pada rumput
laut telah Dilakukan oleh Reddy et al. (2003) meng- Gunakan NAA (Naphtalen
acetic acid) dan BAP (Benzil amino purin) untuk memacu Pembentukan embrio
pada tallus rumput laut Yang dapat berhasil dengan baik. Namun masih Ada
hormon perangsang tumbuh jenis lain Yang memiliki sifat yang hampir sama yang
Dapat dieksplor pemanfaatannya pada kultur Dan induksi kalus rumput laut seperti
IAA, Auxilin dan kinetin yang sering digunakan pada Induksi kalus dan
pertumbuhan embrio Pada tanaman tingkat tinggi secara in vitro (Hendaryono et al.,
1994).

Pada regenerasi rumput laut K. Alvarezii Melalui induksi kalus dan embrio
perlu Diketahui pengaruh dan konsentrasi hormon Yang dapat digunakan serta
pemanfaatan Lainnya pada kultur jaringan rumput laut Terhadap pembentukan
embrio, serta sintasan Embrio pada media padat dan cair serta Pemeliharaan anakan
hingga mencapai ukuran Yang dapat diaklimatisasikan di lapangan.

METODE PENELITIAN:

Persiapan Eksplan

K. Alvarezii dikumpulkan dari kebun petani Di Kabupaten Takalar dibawa


ke Laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Paya BRPBAP) dalam wadah
yang ditutup dengan Kain yang dibasahi dengan air laut. Tallus Rumput laut yang
sehat dari penyakit dan Bersih dari lumut dipotong sekitar 5 cm dan Dibersihkan
dengan air laut yang disaring Dengan membran filter. Untuk inisiasi dan
Penyesuaian pada kondisi laboratorium, Eksplan yang telah dipotong dikultur pada
air Laut steril yang diperkaya dengan pupuk Conwy. Huang & Fujita, 1997).
Explants dibersihkan dengan Sikat di bawah mikroskop, kemudian Dimasukkan ke
dalam 0,5% deterjen cair dalam Air laut steril selama 10 menit, kemudian Dengan
betadin 2% w/v) di dalam air laut steril Selama 3 menit untuk menghilangkan
mikroba Permukaan, kemudian disterilisasi meng- Gunakan campuran antibiotik 3%
di dalam Media kultur Conwy selama 2 hari. Untuk Menguji sterilisasi dikonfirmasi
dengan Menumbuhkan pada media agar dan disimpan Pada inkubator.

Induksi kalus dan Embrio Embrio rumput K. Alvarezii diperoleh melalui


Fragmen yang telah disterilkan selama 24 jam, Dicuci dengan air laut steril lalu
diiris kurang Lebih 4-5 mm. Selanjutnya dikeringkan dengan Kertas saring steril
untuk menghilangkan Cairan dan lendir pada saat memotong. Kemudian diletakkan
di atas media kultur Bacto-agar-solidified Conwy medium dengan Volume 20 ml
dan kepadatan agar 0,8% (w/v) Sebanyak 15 eksplan pada setiap cawan. Setelah 2
minggu, kalus terbentuk pada bagian Epidermis yang mengandung pigmen,
Kemudian menebal dan membentuk filamen, Lalu dihitung pertumbuhan kalusnya.
Setelah 30 hari kemudian dipindahkan ke dalam media Kultur yang baru. Setelah 2
bulan kalus embrio Dipindahkan ke dalam media kultur yang baru Dengan kondisi
yang sama. Media Kultur yang Digunakan dengan Kepadatan Agar, Cahaya, dan
Hormon Perangsang Tumbuh Untuk memperoleh induksi kulit yang tebal,
Pertumbuhan eksplan yang konsisten dan Optimal, perlu standarisasi media kultur
Dengan komposisinya seperti pupuk yang Digunakan, kepadatan agar, pengatur
Pertumbuhan, dan fluks foton intensitas Cahaya.

Pemeliharaan Anakan Rumput Laut pada Media Cair

Embrio somatik kecil yang dihasilkan dar Kalus yang berkembang menjadi
anakan, diiris Dengan pisau steril, dibilas dengan air laut Steril kemudian
dimasukkan ke dalam botol Kultur yang berisi 20 ml media kultur yang Diperkaya
dengan hormon perangsang Tumbuh dengan konsentrasi tertentu. Botol Kultur
ditempatkan pada shaker dengan Kecepatan 100 rpm selama 1 bulan, kemudian
Pindahkan ke dalam botol nonaxenic, hingga Tumbuh sampai anakan mencapai 3-
5 cm. Selama kultur micropropagule, media diganti Dengan interval mingguan

HASIL DAN PEMBAAHASAN:

Sintasan eksplan rumput laut pada media kultur Yang dipadatkan dengan agar
berkisar 0,6%- 1,2%. Pada kepadatan 0,6% eksplan mengalami Kematian setelah
3-4 hari yang diawali dengan Pemucatan dari pigmen rumput laut dan pada
Akhirnya akan mengalami kematian, sekitar 30% Masih hidup namun kondisinya
kurang sehat. Demikian juga pada konsentrasi 1,2% eksplan Mengalami dehidrasi,
kemudian terjadi pemucatan dan akhirnya juga mengalami Kematian.
Intensitas cahaya dibutuhkan dalam Pertumbuhan dan sintasan dari eksplan rumput
(Amini et al., 1995), terutama dalam proses Fotosintesis dan induksi
kaluspemucatan dan akhirnya juga mengalami

Pada intensitas cahaya di atas 1.500 lux Memperlihatkan adanya penguapan


pada Media dan dehidrasi pada eksplan sehingga Menjadi kering dan akhirnya mati
Pemberian hormon perangsang tumbuh Pada media kultur, memacu terjadinya
induksi Kalus dan embrio pada rumput laut membentuk Filamen, NAA, dan BAP
(Benzil amino purin), Telah digunakan untuk memacu pertumbuhan Dan
pembentukan embrio rumput laut (Reddy Et al., 2003). Hasil pengamatan dari
pemberian Hormon Auxilin, IAA, dan Kinetin Memperlihatkan pertumbuhan dan
sintasan Yang berbeda. Sintasan eksplan rumput laut Yang diperkaya dengan IAA
memperlihatkan Nilai yang paling tinggi (84%) dibandingkan Dengan Auxilin,
Kinetin, dan kontrol tanpa Pemberian hormon (Gambar 4).

IAA dan auxilin Merupakan hormon tanaman yang termasuk Golongan


auxin, sedangkan kinetin termasuk Golongan sitokinin. Kedua golongan hormon
Tersebut dibedakan dari fungsinya yaitu pada Golongan sitokinin dapat mengatur
proses Fisiologi tumbuhan antara lain berpengaruh Terhadap sintesa protein dan
mengatur Aktivitas enzim walaupun dengan konsentrasi Rendah. Sedangkan pada
golongan auxinSeperti IAA dan auxilin berperan didalam Pembelahan sel pada
jaringan, diferensiasi Unsur-unsur trakheal dan diferensiasi sel Sewaktu
membentang (Hendaryono et al., 1994). Pada induksi kalus dan pembentukan
Embrio rumput laut K. Alvarezii, pemberian IAA Memberikan sintasan dan
pertumbuhan yang Optimum pada proses embriogenesis di dalam

Media kultur diferensias


Konsentrasi IAA yang digunakan berkisar Antara 0,4 hingga 1,0 mg/L dan yang
Memberikan pertumbuhan paling baik yaitu Pada konsentrasi 0,4 mg/L. Pada
konsentrasi Yang lebih tinggi memperlihatkan pertumbuhan Yang semakin
menurun.

KESIMPULAN:

1. Media kultur yang paling baik untuk induksiKalus pada rumput laut K.
Alvarezii adalah Media kultur yang diperkaya dengan pupuk Conwy
2. Kepadatan media kultur yang paling baik Untuk pemeliharaan embrio
adalah 0,8
3. Intensitas cahaya yang paling optimal pada Pemeliharaan embrio adalah
pada 1.500 lux
4. Hormon perangsang tumbuh yang paling Baik pada rumput laut K.
Alvarezii adalah IAA dengan konsentrasi 0,4 mg/L

Sintesis: pembahasan jurnal di atas bahwa Hormon perangsang tumbuh


yang paling Baik pada rumput laut K. Alvarezii adalah IAA dengan
konsentrasi 0,4 mg/L. Dapat dilakukan penelitian lanjutan menggunakan
hormon tumbuhan lain seperti giberalin, kemudian melakukan
perbandingan mana hormon yang paling berperan dalam perangsang
tumbuh yang paling Baik pada rumput laut K. Alvarezii
2. JUDUL: Pengaruh Pemberian Hormon Giberelin Terhadap Pertumbuhan Buah
Secara Partenokarpi pada Tanaman Tomat Varitas Tombatu F1

PENULIS: Dinda A. Permatasari*, Yuni Sri Rahayu, Evie Ratnasari

JURNAL: Lentera Bio

TAHUN:2016

PENDAHULUAN:

Salah satu zat kimia yang diperlukan dalam proses partenokarpi adalah
giberelin. Dalam peristiwa partenokarpi, terbentuknya biji dapat dicegah dengan
menggunakan ZPT giberelin dengan cara menghambat proses fertilisasi. Dalam
kasus ini, hormon giberelin akan mencegah buluh serbuk sari sampai ke celah
mikropil yang mengakibatkan sel telur tidak akan bertemu dengan sel sperma
sehingga tidak dihasilkan embrio. Perkembangan bakal biji akan terhenti apabila
pembentukan embrio tidak terjadi sehingga tidak akan terbentuk biji. Partenokarpi
dikatakan berhasil apabila pembentukan buah tidak didahului dengan proses
fertilisasi, dengan kata lain peran giberelin pada peristiwa partenokarpi adalah
menggantikan proses fertilisasi (Salisbury dan Ross, 1995).

Penelitian yang dilakukan oleh Rolistyo dkk (2014) tentang pemberian


GA3 terhadap produktivitas tanaman tomat 2 varitas menunjukkan hasil bahwa
pemberian GA3 dengan konsentrasi 60 ppm pada tanaman tomat varitas New
Idaman dan pemberian GA3 pada tanaman tomat varitas Tymoty dengan
konsentrasi 40 ppm sama-sama dapat menurunkan jumlah biji dalam buah sebesar
±9,13%. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbedaan bobot biji dan
bobot buah tomat varitas Tombatu F1 yang terbentuk secara pertenokarpi serta
konsentrasi hormon giberelin terbaik akibat pemberian berbagai konsentrasi
hormon giberelin

BAHAN DAN METODE:

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman tomat varitas
Tombatu F1, hormon giberelin sebagai induktor, pupuk kandang dan urea sebagai
pupuk dasar dan pupuk susulan, insektisida untuk menghindarkan tanaman dari s
erangan hama serangga, fungisida untuk menghindarkan tanaman dari serangan
jamur pada saat perendaman bibit dan pertumbuhan, air sebagai pelarut, media
tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul yang digunakan
untuk mencampur semua bahan-bahan media tanam, gembor untuk menyiram
tanaman, sprayer untuk menyemprotkan insektisida dan fungisida untuk
disemprotkan ke tanaman, soil tester dan pH meter untuk mengetahui kelembaban
serta pH tanah, soil thermometer untuk mengukur suhu tanah, gunting untuk
memanen buah, timbangan untuk mengukur bobot.
Langkah kerja penelitian ini meliputi beberapa tahap. Tahap pertama yaitu
tahap penyemaian yaitu dengan merendam biji dalam larutan fungisida selama 1
jam kemudian dikeringanginkan setelah itu biji disemai pada polybag kecil berisi
media tanam 100 gram dengan perbandingan tanah dan pupuk kandang. . Tahap
selanjutnya adalah tahap menumbuhkan tanaman tomat dengan cara memindahkan
tanaman tomat yang sudah berusia 30 hari ke polybag berisi media tanam yang
telah disiapkan dengan perbandingan tanah dan pupuk kandang 1:1. Pengendalian
hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang konsentrasinya 0,2 ml/L.
Tanaman disiram 2 kali sehari tiap pagi dan sore. Tahap ketiga, yaitu aplikasi
hormon giberelin dilakukan pada saat bunga hari ke-3 dengan cara mencelupkan
bunga kedalam larutan giberelin dengan konsentrasi 0 ppm, 60 ppm, 80 ppm dabn
100 ppm selama 5 detik pada pagi hari. Pencelupan dilakukan 2 kali dengan selang
waktu 24 jam. Tahap terakhir adalah tahap pemanenan buah dilakukan jika buah
sudah berwarna merah dan tangkainya coklat, yakni sekitar ±60 HST.

HASIL DAN PEMBAHASAN :


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa
pemberian hormon giberelin pada berbagai konsentrasi yaitu 0 ppm, 60 ppm, 80
ppm dan 100 ppm mampu menghasilkan buah yang partenokarpi ditinjau dari
parameter yang diukur berupa bobot buah dan bobot biji. Dari penelitian yang
dilakukan diperoleh data rerata bobot buah tomat varitas tombatu F1 seperti pada
Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, diketahui hasil pembentukan buah partenokarpi


terbesar ditunjukkan pada konsentrasi 100 ppm dengan nilai rerata buah 81,07
gram, sedangkan hasil pembentukan buah terkecil ditunjukkan pada konsentrasi 0
pm dengan rerata bobot buah sebesar 57,47 gram. Dari hasil ANAVA satu arah
diperoleh hasil nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel yakni 557,185 > 3,10
sehingga dapat diketahui bahwa pemberian hormon giberelin dalam berbagai
konsentrasi berpengaruh signifikan terhadap pembentukan buah tomat varitas
tombatu F1 secara partenokarpi. Analisis data kemudian dilanjutkan dengan uji
Duncan.

Gambar buah tomat dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perbedaan buah tomat yang dihasilkan akibat pemberian hormon giberelin
dalam berbagai konsentrasi

Konsentasi Gambar buah tomat Keterangan


0 ppm Buah tomat dengan diameter
penampang melintang 4,3 cm dan
diameter penampang membujur 5,3
cm. Masih terdapat banyak biji di
bagian dalam buah

Buah tomat dengan diameter


penampang melintang 4,7 cm dan
60 ppm diameter penampang membujur 6
cm. Masih terdapat biji di bagian
dalam buah meskipun tidak terlalu
banyak.

100 ppm Buah tomat dengan diameter


penampang melintang 4,9 cm dan
diameter penampang membujur 6,5
cm. Masih terdapat sedikit biji di
bagian dalam buah. Daging buah
hampir menutup seluruh bagian
dalam buah tomat
Data rerata bobot biji buah tomat varitas Tombatu F1 dapat dilihat pada Tabel 3
dibawah ini.

Berdasarkan Tabel 3, hasil terbaik pemberian hormon giberelin ditunjukkan


pada pemberian konsentrasi 100 ppm dengan rerata bobot biji terkecil yaitu sebesar
0,05 gram, sedangkan untuk bobot biji terbesar ditunjukkan pada konsentrasi 0
ppm (kontrol) yaitu sebesar 0,92 gram. Berdasarkan hasil uji ANAVA satu arah
menunjukkan bahwa pemberian hormon giberelin dalam berbagai konsentrasi (0
ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm) berpengaruh signifikan terhadap bobot biji
buah tomat varitas tombatu F1 yang terbentuk secara partenokarpi. Hal ini dapat

diketahui dari nilai nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel yakni 1747 > 3,10.
Analisis data kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan.
Gambar biji buah tomat dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Perlakuan terbaik yaitu perlakuan pemberian hormon giberelin yang


menghasilkan bobot biji terkecil dan bobot buah terbesar ditunjukkan pada
pemberian hormon giberelin pada konsentrasi 100 ppm yang berbeda nyata dengan
perlakuan hormon giberelin pada konsentrasi 0 ppm, 60 ppm dan 80 ppm. Semakin
tinggi konsentrasi hormon giberelin yang diberikan makan semakin besar bobot
buah dan semakin sedikit bobot biji yang dihasilkan pada buah tomat Pemba
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, bobot buah dan bobot biji sangat
dipengaruhi oleh pemberian hormon giberelin dalam konsentrasi yang berbeda.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pemberian hormon giberelin
menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada setiap konsentrasi yang diberikan.
Pada sentrasi 100 ppm didapatkan bobot buah terbesar dan bobot biji terkecil,
sedangkan untuk perlakuan kontrol (0 ppm) menghasilkan buah dengan bobot
terkecil dan bobot biji terbesar. Perlakuan dengan konsentrasi 100 ppm
memberikan hasil yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 0
ppm, 60 ppm 80 ppm

Proses-proses di atas akan menambah bobot buah yang dihasilkan pada


suatu tanaman. Semakin besar konsentrasi hormon giberelin yang diberikan maka
akan bertambah pula ukuran suatu sel akibat adanya pembelahan dan
pembentangan sehingga didapatkan buah tomat dengan ukuran yang besar bila
dibandingkan dengan hasil dari pemberian konsentrasi lain yang lebih kecil.
Pembelahan sel nampak sekali pada bagian ujung buah tomat bagian bawah (lihat
Tabel 2). Perbedaan bobot buah yang dihasilkan akibat pemberian hormon
giberelin tidak hanya disebabkan oleh perbedaan ukuran buah tetapi juga bagian
dalam buah. Semakin besar konsentrasi hormon giberelin akan mengakibatkan
bobot buah yang dihasilkan makin besar. Bobot buah yang besar tidak hanya
dipengaruhi oleh diameter buah tetapi juga dipengaruhi oleh banyaknya daging
buah yang menutup daerah lokulus.

Adanya giberelin ini mengindikasikan bahwa pana penelitian yang


dilakukan tidak terjadi fertilisasi sehingga embrio dan endosperm tidak
berkembang melainkan hanyalah kulit biji yang tidak berkembang sempurna. Dari
hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa pemberian hormon giberelin mampu
mempengaruhi pembentukan buah tomat varitas Tombatu F1 yang terbentuk
secara partenokarpi sebagaimana teori yang ada sebelumnya.

KESIMPULAN:

Pemberian hormon giberelin dalam berbagai konsentrasi (0 ppm, 60 ppm,


80 ppm dan 100 ppm) menunjukkan adanya perbedaan bobot buah dan bobot biji
buah tomat varitas tombatu F1. Konsentrasi terbaik hormon giberelin adalah 100
ppm yang ditunjukkan dengan bobot buah sebesar 81,07 ± 1,59 gram dan bobot
biji sebesar 0,05 ± 0,010 gram

Sintesis: Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan hormon ausksin


Terhadap Pertumbuhan Buah Secara Partenokarpi pada Tanaman Tomat Varitas
Tombatu F1, karena hormon Giberelin merupakan hormone yang berfungsi sinergis
(bekerja sama) dengan hormone auksin. Kemudian menggunakan hormon auksin
dan giberalin secara bersamaan. Bagaiamana perbandingan yang akan terlihat dari
ketiga perlakuan terseebut.
3. JUDUL: Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Hormon IBA (Indole Butyric

Acid) terhadap Pertumbuhan Akar pada Stek Batang Tanaman Buah

Naga (Hylocereus undatus)

PENULIS: Arini Shofiana, Yuni Sri Rahayu, Lukas S. Budipramana

TAHUN: 2013

JURNAL: Lentera Bio

PENDAHULUAN:

Salah satu usaha untuk meningkatkan persentase pertumbuhan stek ialah


dengan menggunakan jenis hormon IBA (Indole Butyric Acid) yang merupakan
jenis hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan akar (Nababan,
2009). Hormon IBA digunakan karena perbanyakan stek mempunyai beberapa
kendala, yaitu zat tumbuh tidak tersebar merata sehingga pertumbuhan stek tidak
seragam. IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan daya kerjanya lebih
lama sehingga dapat memacu pembentukan akar. IBA yang diberikan pada stek
akan tetap berada pada tempat pemberiannya sehingga tidak menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tunas (Ramadiana, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadiana (2008) menunjukkan


bahwa pemberian IBA pada stek lidah mertua (Sansevieria trifasciata var. Lorentii)
dengan konsentrasi 2000 ppm mampu menghasilkan pertumbuhan akar terbaik
pada pengukuran waktu muncul akar dan jumlah akar daripada IBA dengan
konsentrasi 0 ppm, 1000 ppm, dan 4000 ppm. Sementara itu penelitian yang
dilakukan oleh Nababan (2009) menunjukkan bahwa pemberian hormon IBA pada
stek ekaliptus dengan konsentrasi 2000 ppm akan memberikan hasil terbaik
dibanding pemberian hormon dengan konsentrasi 0, 500, 1000, 4000, dan 8000
ppm. Pada panelitian yang dilakukan oleh Asl, Shakueefar, dan Valipour (2012)
menunjukkan bahwa pemberian IBA pada stek Bougainvillea sp. dengan
konsentrasi 2000 ppm mampu menghasilkan pertumbuhan akar terbanyak
dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm, 3000 ppm, dan 4000 ppm. Selain itu juga
didukung oleh hasil uji pendahuluan yang menggunakan hormon IBA dengan
konsentrasi 0, 500, 1000, 2000, dan 4000 ppm, dimana konsentrasi yang
menghasilkan pertumbuhan akar optimal pada stek batang tanaman buah naga
adalah konsentrasi 2000 ppm. Dalam penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh
konsentrasi hormon IBA terhadap pertumbuhan akar pada stek batang tanaman
buah naga serta konsentrasi hormon IBA yang optimal untuk mempercepat
pertumbuhan akar pada stek batang tanaman buah naga sehingga diharapkan dapat
memperbanyak bibit buah naga untuk budidaya tanaman buah.

Tanaman buah naga yang dipilih adalah buah naga daging putih
(Hylocereus undatus). Pemilihan buah naga putih ini karena memiliki syarat
tumbuh yang cocok untuk ditanam di dataran rendah yakni dengan suhu yang tidak
terlalu sejuk, jika buah naga putih ditanam pada suhu yang relatif sejuk maka
produktivitasnya akan berkurang karena akan lebih banyak tumbuhnya tunas
daripada buah.

BAHAN DAN METODE:

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah timbangan elektrik, gelas
ukur 100 ml, gelas kimia 100 ml, gelas kimia 1000 ml, penggaris (cm), spidol,
kertas label, polybag, hand spayer, dan kamera digital. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini ialah stek batang buah naga, larutan hormon IBA dengan
berbagai konsentrasi, tanah sebagai media tanam, pasir dan pupuk organik sebagai
campuran media tanam, fungisida untuk mencegah tumbuhnya jamur, alkohol 70%,
aquades, dan kertas tissue.

Penelitian ini terdiri dari 5 variasi konsentrasi hormon IBA, yaitu 0 ppm,
500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, dan 4000 ppm dengan setiap perlakuan diulang 5
kali sehingga didapatkan 25 unit eksperimen. Prosedur kerja yang dilakukan
pertama kali yaitu pemilihan batang, batang yang digunakan untuk stek harus
dalam keadaan sehat, keras, tua, tanaman sudah pernah berbuah dan berwarna
hijau tua. Perendaman batang pada larutan hormon dilakukan pada masing-masing
konsentrasi dengan lama waktu perendaman selama 2 jam. Selanjutnya stek yang
sudah diberi perlakuan hormone ditaman dalam polybag yang berisi campuran
tanah, pasir dan pupuk organik sebagai media pertumbuhan dengan perbandingan
tanah : pasir : pupuk ialah 2 : 1 : 1. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian
yakni pada minggu ke-3. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan akar yang
meliputi persentase stek yang berakar, panjang akar dan biomassa akar

HASIL PENELITIAN:

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan berbagai


konsentrasi hormon IBA memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan stek
batang tanaman buah naga (Gambar 1).
Pembahasan:

PEMBAHASAN

Semakin tinggi konsentrasi IBA, maka berpengaruh positif terhadap


pertumbuhan akar pada stek batang tanaman buah naga yang meliputi persentase
stek yang berakar, panjang akar, dan biomassa akar. Setelah mencapai kondisi
optimal selanjutnya akan turun akibat penambahan konsentrasi IBA (Gambar 1).
Perlakuan dengan konsentrasi 2000 ppm terjadi peningkatan paling tinggi
sedangkan pada perlakuan dengan konsentasi 500 ppm memberikan pengaruh
terhadap persentase stek yang berakar, panjang akar, dan biomassa akar yang
rendah. Sementara itu pada konsentrasi 0 ppm yang merupakan kontrol tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan akar baik itu panjang akar, biomassa akar,
maupun persentase stek yang berakar.

Pada konsentrasi 4000 ppm terjadi penurunan nilai pada panjang akar,
biomassa akar, dan persentase stek yang berakar, yang semula mengalami
peningkatan sampai pada konsentrasi 2000 ppm. Hal ini dikarenakan pada stek
batang buah naga mempunyai batas optimal terhadap konsentrasi IBA, sehingga
jika konsentrasinya melebihi batas optimal maka justru akan menghambat proses
pertumbuhan Proses perakaran sangat dipengaruhi oleh impermeabilitas kulit
batang terhadap air, dengan kemampuan auksin (IBA) yang dapat memutus ikatan
hidrogen dan menyebabkan pelenturan dinding sel epidermis pada batang. Hormon
auksin mampu mengendurkan dinding sel epidermis, sehingga dinding sel
epidermis yang sudah kendur menjadi mengembang, kemudian sel epidermis ini
membentang dengan cepat, dan pembentangan ini menyebabkan sel sub epidermis
yang menempel pada sel epidermis juga mengembang. Hal ini dapat memudahkan
air masuk ke dalam batang. Masuknya air ke dalam batang akan memacu proses
perakaran, selain itu masuknya hormon IBA ke dalam dinding sel epidermis
mampu mempengaruhi aktivitas gen dalam memacu transkipsi berulang DNA
menjadi m-RNA. Tersedianya m-RNA ini maka akan terjadi tranlasi m-RNA
menjadi enzim yang mempunyai aktivitas katalis tinggi pada konsentrasi yang
rendah. Tersedianya enzim ini maka bahan-bahan protein atau polisakarida yang
menyebar pada dinding sel epidermis dapat dipecah dengan segera untuk
menghasilkan energi yang akan mendukung proses pembentangan dan
pembesaran sel, sehingga mendorong pembelahan sel dan terjadi pertumbuhan
akar. Efek seluler auksin meliputi peningkatan dalam sintetis nukleotida DNA dan
RNA, pada akhirnya peningkatan sintetis protein dan produksi enzim, peningkatan
pertukaran proton, muatan membran dan pengambilan kalium (Salisbury dan Ross,
1995).

Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa, hormon IBA memberikan


pengaruh yang terbaik pada konsentrasi optimal, yaitu konsentrasi 2000 ppm,
sedangkan konsentrasi di bawah atau di atas 2000 ppm memberikan pengaruh yang
sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi IBA yang optimal dapat
mempercepat pertumbuhan tanaman, akan tetapi jika konsentrasi dinaikkan
melebihi batas optimal, maka pertumbuhan tanaman justru akan di hambat (Abidin,
1990). Penghambatan ini karena sifat auksin itu sendiri, yaitu hormon IBA yang
berlebihan akan menghasilkan etilen.

KESIMPULAN :

Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan bahwa pemberian berbagai


konsentrasi hormon IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar pada stek batang tanaman buah naga (Hylocereus undatus) dan
konsentrasi hormon IBA yang optimal untuk pertumbuhan akar pada stek batang
tanaman buah naga adalah 2000 ppm.
SINTESIS:Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penambahan
pengaruh cahaya bagi pertumbuhan akar pada stek batang tanaman buah naga.
Pada cahaya berapa pertumbuhan akar pada stek batang tanaman buah naga ini
tumbuh dengan baik.
4. Analisis jurnal internasional
1. JUDUL: Effect of Different Concentrations of IBA (Indulebutyric Acid)
Hormone and Cutting Season on the Rooting of the Cuttings of Olive (Olea
Europaea Var Manzanilla)

(Pengaruh Konsentrasi Hormon IBA (Indulebutyric Acid) dan Musim Pemotongan


yang Berbeda tentang Rooting Stek Zaitun (Olea Europaea Var Manzanill)

PENULIS: Ghoudarz Khajehpour1*, Vahid Jamíeizadeh2, Nematollah


Khajehpour3

JURNAL: Int. J. Adv. Biol. Biom. Res, 2014; 2 (12), 2920-2924

PENDAHULUAN:

Zaitun (Olea europaea) milik keluarga Oleaceae. Ini adalah salah satu
tanaman paling berguna dengan bahaya unik. Tidak diragukan lagi, zaitun adalah
salah satu tanaman paling kuno di daerah Mediterania, terutama di Timur Tengah
(Isfendiyaroğlu dan Ozeker, 2009). Sangat umum untuk menggunakan pengatur
tumbuh (hormon) untuk menginduksi pembentukan akar dalam sistem mikroskopi.
Aplikasi mereka ke bagian bawah stek hampir selalu menghasilkan perakaran lebih
cepat dan lebih. Tidak ada keraguan bahwa IBA dianggap sebagai hormon buatan
terbaik yang digunakan. Namun, penerapan hormon lain juga telah memberikan
hasil yang baik seperti asam asetat indol (IAA) dan asam naftalenaasetat (NAA)
(Isfendiyaroğlu dan Ozeker, 2009; Muller et al., 2005).

Pembentukan akar empat varietas zaitun yang disebabkan oleh Aplikasi


hormon diperiksa di bawah kabut kondisi. Empat solusi IBA yang berbeda (0, 500,
1000 dan 2000 ppm) dirawat. Terungkap hormon itu aplikasi meningkatkan
rooting (Turkoglu dan Durmus, 2005). Ucler dan Parlak (2004) meneliti dampak
dari IBA dan tanggal pemotongan pada rooting kayu semi-keras stek buah kiwi
dan mengamati bahwa pemotongan diambil pada bulan Agustus lebih baik rooting
dari yang diambil pada bulan Juli. Di Selain itu, mereka menyimpulkan bahwa
tanggal pemotongan memiliki signifikan pengaruh pada potensi perakaran.
Bartolini et al. (1986) melaporkan bahwa tingkat hormon endogen adalah
menurun selama musim dingin karena penurunan aktivitas metabolisme pohon dan
itu meningkat selama musim panas dan seterusnya, konsentrasi yang lebih rendah
hormon cukup untuk rooting di musim dingin tetapi di panas musim, konsentrasi
hormon yang lebih tinggi yg dibutuhkan.

Auksin IAA adalah hormon bunga pertama yang digunakan mendorong


perakaran di stek. Hormon kedua adalah IBA yang merupakan auksin disintesis
yang meningkatkan rooting dan bahkan lebih efektif daripada IAA (Kovar dan

Kuchenbuch, 1994). Perawatan stek sebagian besar spesies tanaman dengan IBA
menginduksi rooting adventif dan itu lebih efektif daripada IAA dalam banyak
kasus (Epstein dan Ludwing-M¸ller, 1993). Kemampuan IBA yang lebih tinggi di
meningkatkan rooting adventif daripada IAA terkait stabilitas IBA yang lebih
tinggi daripada jaringan dan larutan tanaman (Nordstram et al., 1991). Harbage
and Stimart (1996) mengungkapkan bahwa akumulasi rendah IBA pada pH rendah
tanam diinduksi rooting stek apel.

Muller et Al. (2005) menemukan bahwa penerapan IBA pada tingkat 0,1
dan 1 mM tidak memiliki efek penghambatan pada rooting dan meningkatkannya,
tetapi kecepatan 100 mM menghambat rooting sama sekali. Nordstram et al. (1991)
melaporkan bahwa IBA ada di tanaman secara alami dan lebih stabil daripada IAA
selama pemeriksaan rooting yang mempengaruhi keduanya dekomposisi dan
metabolisme

BAHAN DAN METODE:

Mengingat bahwa zaitun adalah salah satu tanaman yang sulit di-rooting,
maka percobaan split-plot saat ini dilakukan di rumah kaca di Jiroft, Iran pada
musim dingin dan musim semi 2012-2013 berdasarkan Blok Lengkap Acak Desain
untuk menyelidiki pengaruh yang berbeda konsentrasi hormon IBA pada rooting
zaitun stek. Potongan kayu zaitun cv. Manzanilla diambil dari cabang satu tahun
digunakan. Utama plot (A) terdiri dari musim pemotongan di dua tingkat musim
semi dan musim panas dan sub-plot (B) disusun pengobatan hormon IBA
(Indulebuyric acid) pada usia lima tahun level 0, 1000, 2000, 3000 dan 400 ppm.
Pembelajaran dilakukan pada akhir Februari dan akhir April. Setiap musim
termasuk lima perawatan dan tiga replikasi. Ranjang tanam terdiri dari perlite dan
pasir di rasio 1: 1. Dua sentimeter dari bagian bawah stek direndam dalam larutan
yang dirawat selama 10 detik kemudian, itu direndam dalam bubuk bedak menjadi
lebih baik retensi hormon. Setelah itu, mereka dipindahkan ke pot penanaman.
Menetas pot itu diameter 20 cm dan ketinggian pot adalah 25 cm. Tiga stek
ditanam di setiap pot secara diagnostik. Stek memiliki 2-3 daun terminal. Setelah
secara acak menempatkan stek di rumah kaca panas, mereka diairi setiap hari dan
pengambilan sampel dimulai 75 hari setelah penanaman stek. Persentase stek
berakar dan jumlah akar per stek diukur. Panjang akar dan cabang diukur dengan
caliper. Bobot akar segar dan kering ditentukan oleh skala presisi digital 0,01. Data
dianalisis dan sifat-sifat yang ditargetkan dibandingkan dengan perangkat lunak
MS-TAT dan grafik digambar oleh perangkat lunak MS-Excel.

HASIL DAN PEMBAHASAN:

Analisis ragam mengungkapkan bahwa perbedaan konsentrasi hormon dan


musim tanam menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam persentase stek
berakar, jumlah akar, panjang akar, panjang cabang, berat segar akar, dan berat
kering akar pada tingkat statistik 1% dan interaksi mereka adalah signifikan untuk
berat segar akar pada level 5%, tetapi tidak signifikan untuk sifat-sifat lainnya.
Peningkatan kadar IBA sebagian dapat mempengaruhi rooting dan pertumbuhan
tunas dan jika konsentrasi hormon ini meningkat di tanaman, tidak hanya itu tidak
dapat memainkan peran aktif dalam rooting, tetapi juga dapat mengurangi jumlah
akar yang berperan. dalam penyerapan nutrisi.

IBA pada tingkat 3000 ppm memiliki efek tertinggi pada persentase stek
berakar (84,5%) dan persentase terendah diamati pada kontrol (46,667%). Perlu
dicatat bahwa peningkatan hormon berlebihan Konsentrasi menurunkan persentase
stek berakar. Terakhir et al. (1991) dan Rose et al. (1992) menunjukkan bahwa
menginduksi rooting adventif di bawah konsentrasi IBA 3-10 M dapat menginduksi
rooting. Rahman et al. (2002) melaporkan bahwa IBA pada konsentrasi 3000 ppm
menghasilkan 70% rooting stek zaitun. Musim pemotongan memiliki pengaruh
signifikan terhadap persentase stek berakar.

Pemotongan di musim semi memberikan persentase tertinggi dari stek


berakar (80,667%) dibandingkan dengan musim dingin yang memiliki persentase
terendah (67,427%). Ini mungkin terkait dengan panas yang cukup dan radiasi yang
lebih tinggi di musim semi. Briccoli (1989), juga melaporkan bahwa stek yang
diambil dari perbanyakan menengah pada musim semi dan musim gugur merespons
2000 ppm IBA, khususnya di musim semi. Jumlah rata-rata tertinggi akar (8,517)
diamati pada tingkat IBA 3000 ppm dan yang terendah (4,683) pada kontrol.
Muller et al. (2005) melaporkan bahwa stek Arabidopsis yang diobati dengan IBA
jelas menghasilkan akar adventif dari kambium mereka, yang pada awalnya
berbeda untuk pembentukan kalus tetapi diikuti dengan pembentukan akar dan
kemudian tumbuh. Itu ditentukan dengan wilayah kalus ekstra yang mempercepat
akar adventif baru. Tapi, tidak ada struktur seperti itu yang diamati dalam kontrol.
Di antara efek musim pada jumlah rata-rata akar dalam stek zaitun, terungkap
bahwa jumlah tertinggi jumlah akar pemotongan zaitun (7,467) diamati di musim
semi dan jumlah terendah (6,433) di musim dingin. Ibrahim et al. (1991) merawat
stek kayu zaitun dengan IBA 500 dan 1000 ppm yang menghasilkan rooting yang
lebih baik. Mereka melaporkan bahwa stek yang diambil pada bulan Maret
memiliki rooting yang lebih baik daripada yang diambil pada akhir musim panas
dan awal musim gugur. Panjang akar rata-rata tertinggi (8,9 cm) diperoleh pada
perlakuan IBA 4000 ppm dan yang terendah (5,067 cm) pada kontrol. Khattak et
al. (1981) melaporkan 22,5% rooting dalam stek semi-keras dari zaitun cv.

Lisino dan menyatakan bahwa perawatan dengan 6000 ppm IBA


mempercepat rooting dan pengobatan dengan hormon 9000 ppm meningkatkan
jumlah panjang akar. Dalam hal pengaruh waktu pada panjang akar rata-rata,
panjang akar terpanjang (7,433 cm) dan terendah (6,78 cm) masing-masing
diperoleh pada musim semi dan musim dingin. Hal ini terkait dengan fakta bahwa
pada musim semi kesesuaian kondisi pemotongan dan suhu tanam, kalusisasi
pemotongan dan sebagai hasilnya, rooting mereka meningkat. Mengingat bahwa
panjang cabang stek berakpiar adalah terkait langsung dengan tingkat rooting dan
tingkat hormon pada tanaman dan generasi auksin dapat diinduksi oleh hormon IBA
sehingga meningkatkan panjang cabang, panjang cabang dalam penelitian ini
meningkat sebagai akibat dari peningkatan tingkat hormon hingga 3000 ppm (17,7
cm) dan kemudian, mulai berkurang. Namun, kontrol memiliki panjang cabang
terendah (12,683 cm). Rahman et al. (2002) melaporkan bahwa panjang cabang
maksimum diamati dalam stek yang dirawat dengan IBA 3000 ppm sedangkan yang
minimum diamati dalam kontrol. Karena zaitun membutuhkan suhu yang lebih
tinggi untuk rooting dan pembentukan hijauan, musim tanam memiliki efek
signifikan pada panjang cabang pertama dalam penelitian ini. Itu lebih tinggi di
stek ditanam di musim semi (16,907 cm) daripada yang ditanam di musim dingin
(15,227 cm).

Hasil rata-rata berat segar akar mengungkapkan bahwa hormon IBA pada
tingkat 3000 ppm memiliki efek tertinggi pada berat segar akar (10,317 g) dan efek
terendah diamati pada kontrol (4,567 g). Rahman et al. (2002) melaporkan bahwa
jumlah maksimum akar dalam setiap pemotongan dicatat ketika stek dirawat
dengan 300 ppm IBA sedangkan yang minimum diamati dalam kontrol
menyiratkan bahwa hormon IBA mempengaruhi potensi ketahanan dinding seluler
dan percepatan pembelahan sel. Berat segar akar dari stek akar zaitun dipengaruhi
oleh musim tanam. Berat segar akar lebih tinggi di musim semi (7,641 g) daripada
di musim dingin (6,2 g).

Di antara interaksi antara tingkat IBA dan musim tanam, bobot segar akar
tertinggi (11,8 g) diperoleh pada musim semi di bawah perlakuan IBA 3000 ppm
dan yang terendah (4,133 g) pada musim dingin di bawah perlakuan terkontrol.
Efek IBA adalah sehingga berat kering akar rata-rata tertinggi (2,097 g) diamati di
bawah perlakuan 4000 ppm IBA. Konsentrasi hormon ini menghambat
pertumbuhan akar tetapi dapat menyebabkan akumulasi bahan kering di akar dan /
atau pucuk. Kontrol memiliki bobot kering akar terendah (0,828 g). Musim tanam
juga dapat memengaruhi berat kering rata-rata akar stek zaitun yang berakar. Stek
yang berakar di musim semi memiliki bobot kering akar tertinggi (1,5227 g),
sedangkan stek yang berakar di musim dingin memiliki yang terendah (1,17 g) yang
dapat dikaitkan dengan lingkungan yang lebih panas dan evapotranspirasi daun dan
akibatnya, peningkatan konsentrasi mineral di bagian tanaman, terutama di akar.

KESIMPULAN:

Karena konsentrasi IHA dapat mempengaruhi rooting dari pemotongan


zaitun, levelnya yang rendah atau tinggi dapat menghambat rooting dari stek zaitun
dan / atau mungkin tidak berpengaruh. Penelitian ini menunjukkan bahwa IBA
3000 ppm meningkatkan sifat-sifat seperti jumlah akar, persentase stek berakar,
panjang cabang dan berat segar akar sebesar 20-50%. Dalam hal sifat-sifat seperti
panjang akar dan berat kering akar, dampak tertinggi diamati di bawah perlakuan
IHA pada tingkat 4000 ppm dan kontrol memiliki efek terendah pada sifat rooting
stek zaitun (sebesar 5-10%) dan bahkan menghasilkan bibit yang lebih lemah.
Dapat dikatakan bahwa jika stek dimaksudkan untuk berakar tanpa aplikasi hormon,
mereka harus diperbanyak dalam waktu yang lebih lama untuk memiliki bibit yang
lebih seragam dan lebih sehat yang tidak efektif waktu. Stek yang ditanam di
musim semi menunjukkan efek yang lebih tinggi pada sifat yang dievaluasi dan
menunjukkan perbedaan signifikan 5-15% dibandingkan dengan stek yang berakar
di musim dingin. Menurut hasil, interaksi antara hormon dan musim pemotongan
tidak signifikan untuk sifat-sifat yang diteliti kecuali berat akar segar. Meskipun
interaksi antara hormon dan musim lebih kuat untuk beberapa sifat, analisis varian
tidak mengungkapkan perbedaan yang signifikan dalam sifat-sifat ini.

SINTESIS:Penelitian ini dapat dilanjutkan denga nmelihat Pengaruh Konsentrasi


Hormon IBA (Indulebutyric Acid) dan Musim Pemotongan yang Berbeda pada
tanaman yang lain dan musim yang berbeda (Hujan, tropis) misalnya dilakukan
pada tanaman melati karena masih satu family dengan zaitun.
2. JUDUL : Effects of different plant growth hormones on in vitro regeneration of a
new Malaysian rice variety (Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1)
from stem explants
(Efek CrossMark dari berbagai hormon pertumbuhan tanaman pada
regenerasi in vitro varietas padi Malaysia baru (Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA
1. L. Var. MRIA 1) dari eksplan batang.

PENULIS: Nor Yasmin M. F. 1, *, Norrizah J. S. 2, Azani S. 3

JURNAL: Journal of Advances in Technology and Engineering Research

2016, 2(4): 125-133.

PENDAHULUAN:

MRIA 1 adalah varietas baru Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L.


diproduksi oleh International Rice Research Institute (IRRI) melalui pemuliaan
mutasi kimia Jenis varietas ini menunjukkan berbagai jenis keunikan termasuk
waktu reproduksi pendek, resistensi terhadap fluktuasi musiman dan geografis, dan
mineral tinggi konten dibandingkan dengan varietas yang ada saat ini. Itu Oryza
Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1 hanya memakan waktu 90 hari
untuk mencapai fase reproduksi di mana ia menunjukkan a periode pematangan
pendek. Selain itu, ia memiliki 9,8% protein konten dibandingkan dengan varietas
padi saat ini yang hanya memiliki 6,3 hingga 7,1% . Menjadi salah satu varietas
padi irigasi, Oryza Oryza sativa L. Var.

MRIA 1. L. Var. MRIA 1 miliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam


kondisi pasokan air yang singkat . Karena kenyataan bahwa beras adalah monokot
penting model dalam sistem transformasi, kultur jaringan tanaman telah diterapkan
pada beras karena memastikan pasokan beras berkelanjutan di dalam negeri Namun,
regenerasi melalui induksi kalus biasanya mengarah ke variasi somaklonal Karena
itu, langsung in vitro Diperlukan regenerasi untuk menghasilkan beberapa tunas
tanpa mengubah stabilitas genetik dan hindari variasi somaklonal.
Selain itu, kemampuan tanaman untuk diregenerasi adalah genotipe
tergantung dan biasanya tergantung pada eksplan dan kondisi budaya. Jadi,
hormon pertumbuhan tanaman memainkan peran penting untuk kapasitas
regenerasi di Indonesia Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1.
Sebelumnya studi melaporkan bahwa jenis dan konsentrasi hormon pertumbuhan
tanaman bervariasi tergantung pada spesies dan kultivar . Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk menentukan efek dari berbagai hormon
pertumbuhan tanaman pada regenerasi in vitro dari Oryza Oryza sativa L. Var.
MRIA L. Var. MRIA

BAHAN DAN METODE:

a. Sterilisasi Bahan dan Bibit Tanaman


Benih-benih f L. Var. MRIA 1 diperoleh dari Institut Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Malaysia (MARDI), Seberang Prai, Malaysia.
Benih itu disterilkan dalam 70% (v / v) Clorox dengan dua tetes tween 20,
50%, 40%, 30%, 20%, dan 10% Clorox diikuti oleh 70% etanol selama satu
menit. Benih kemudian dibilas 3 kali menggunakan steril air sulingan.
Benih yang sudah disterilkan kemudian dibiakkan Media MS tanpa
suplemen tanaman apa pun hormon pertumbuhan selama 5 minggu untuk
menginduksi pertumbuhan aseptik seedlin
b. Persiapan Media

Ada 4 jenis media regenerasi dengan berbeda kombinasi dan konsentrasi


Pertumbuhan Tanaman Regulator (PGR) disiapkan untuk regenerasi in vitro.
PH media disesuaikan menjadi 5,8 sebelum autoclaving dengan menggunakan
1 M NaOH dan 1 M HCl . Itu media diautoklaf pada 121 ºC selama 20 menit
dan diizinkan untuk didinginkan untuk penggunaan

c. Regenerasi In Vitro
Eksplan batang (panjang 1 cm) aseptik berumur 5 minggu
bibit dibiakkan ke media regenerasi. Itu kultur diinkubasi dalam
kelembaban relatif 70-85%, suhu 24 ± 2˚C dan fotoperiode 16 jam dalam a
kerapatan fluks foton fotosintesis 250-350 μmol m-2 s-1 Pengamatan
dilakukan dalam waktu 5 minggu budaya. Semua perawatan disiapkan
setidaknya 10 replikasi.
d. Penentuan Kriteria Pertumbuhan untuk In Vitro
Regenerasi Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var MRIA Ada
beberapa parameter yang sudah direkam setelah 5 minggu untuk
mengevaluasi kemampuan eksplan Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1.
Var. MRIA 1 untuk regenerasi pada media regenerasi yang disiapkan. Itu
parameter pertumbuhan yang digunakan adalah jumlah tunas, daun, dan
akar, panjang pucuk, berat segar dan kering berat, dan persentase
kelangsungan hidup.
e. Penentuan Berat Segar dan Berat Kering
Pertumbuhan dan perkembangan planlet regenerasi secara acak
sampel dalam hal segar dan kering bobot. Setelah 5 minggu periode kultur,
5 sampel adalah diambil secara acak untuk evaluasi segar dan keringnya
bobot. Tanaman diambil. Tumbuhan itu dulu kering menggunakan
sepotong tisu sebelum ditempatkan di dalam oven pada suhu 50 ° C. Planlet
yang ditumbuhkan ditimbang sampai bobot konstan diperoleh.
f. Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-
way ANOVA yang dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS versi
21.0. Data yang dikumpulkan dianalisis untuk setiap perbedaan signifikansi
antara perawatan berarti (p <0,05). Semua grafik tadinya disajikan dan
diplot menggunakan Windows Excel.

HASIL DAN PEMBAHASAN:

Pengumpulan dan Sterilisasi Biji


Benih-benih Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. var. MRIA 1
mampu tumbuh di media hormon bebas-MS . Tingkat perkecambahan
adalah 95% hingga 99% setelah 4 minggu budaya. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa suatu teknik sterilisasi yang efisien dan nutrisi yang
tepat Media digunakan sepanjang proses kultur. Studi sebelumnya
menunjukkan bahwa 70% Clorox cocok konsentrasi untuk sterilisasi benih
padi dibandingkan dengan konsentrasi lain karena mencegah kecoklatan
dan penghambatan perkecambahan biji . Benih itu direndam dan kocok
kuat-kuat di semua solusi untuk menghapus mikroorganisme. Ini adalah
langkah pencegahan secara berurutan untuk mencegah kontaminasi selama
sistem budidaya. Tween 20 digunakan untuk meningkatkan efektivitas
sterilisasi dan sebagai agen pembasah yang membantu tingkatkan kontak
permukaan dengan deterjen dengan mengurangi tegangan permukaan biji .
Itu pencegahan dari kontaminasi adalah hal yang penting dalam sistem
kultur jaringan untuk memastikan kelangsungan hidup eksplan berbudaya
tanaman. Ini karena kontaminasi tersebut dianggap sebagai majorfaktor
kerugian selama in vitro
budaya tanaman
Jumlah dan Panjang Tunas
Analisis statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa ada a
perbedaan signifikan (p <0,05) antara perbedaan konsentrasi hormon
pertumbuhan tanaman pada jumlahnya dan panjang tunas per eksplan . Itu
hasil menunjukkan bahwa jumlah dan panjang tunas Oryza Oryza sativa L.
Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1 secara signifikan dipengaruhi oleh
kombinasi hormon pertumbuhan tanaman bekas.
Berdasarkan Gambar 3 (a) jumlah tertinggi pucuk yang dihasilkan
direkam dalam media MS yang ditambah dengan 1,0 mg / l NAA dan 0,5
mg / l Kn (8,90 ± 1,79 rata-rata nomor per eksplan), diikuti oleh media MS
yang ditambahkan dengan 1.0 mg / l NAA dan 1.0 mg / l Kn (rata-rata 8.70
± 3.1 angka per eksplan), 1,0 mg / l NAA dan 2,0 mg / l BAP (8,40 ± 2,95
angka rata-rata per eksplan), dan 1,0 mg / l NAA dan 2,0 mg / l Kn (8,30 ±
2,99 angka rata-rata per eksplan). Sementara itu, jumlah tunas terendah
diperoleh dari MS media yang dilengkapi dengan 1,0 mg / L IBA dan 1,0
mg / L BAP (2,10 ± 0,62 angka rata-rata per eksplan).
Sementara itu, kedua media MS dilengkapi dengan 1,0 mg / l NAA
dan 1,0 mg / l Kn dan 1,0 mg / l NAA dan 0,5 mg / l Kn menunjukkan
panjang signifikan tinggi tunas Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L.
Var. MRIA 1 (Gambar 3 (b)). Namun, panjang tunas tertinggi yang dicapai
oleh perawatan menggunakan media MS yang dilengkapi dengan 1.0 NAA
dan 1.0 Kn yang memberi panjang rata-rata 11,70 ± 2,19 cm. Itu kombinasi
dan konsentrasi yang paling tidak sesuai untuk diinduksi tunas terpanjang
diamati di media MS ditambah dengan 1,0 mg / l NAA dan 4,0 mg / l BAP.
Semua jumlah tunas diregenerasi di sebagian besar perawatan meningkat
seiring dengan penambahan sitokinin meningkat, kecuali untuk kombinasi
IBA dan BAP. Hasil serupa dilaporkan oleh Mahajam et al yang
menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi BAP dan Kn memberi jumlah
multiplikasi tunas yang banyak dalam beras (Oryza Oryza sativa L. Var.
MRIA 1. L. var. Ranbir Basmati dan Basmati 370).
Dinyatakan dari penelitian sebelumnya bahwa berbeda jenis
eksplan dan genotipe selalu menghasilka berbeda respon optimal terhadap
sitokinin Di dalam kasus, Kn diamati menjadi sitokinin eksogen terbaik
diperlukan untuk regenerasi in vitro Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1.
L. Var. MRIA 1. Sebaliknya, BAP dilaporkan menjadi jenis sitokinin yang
paling efektif untuk tanaman regenerasi dalam beras Oryza Oryza sativa L.
Var. MRIA 1. L. Var. MR219
Dalam penelitian ini, konsentrasi rendah dari Kn (0,5 mg / l) dalam
kombinasi dengan 1,0 mg / l NAA memberi jumlah tunas tertinggi per
eksplan Namun, BAP dan Kn konsentrasi tinggi (4 mg / l) mengurangi
jumlah tunas yang diregenerasi. Hasil membuktikan bahwa tingkat rendah
Kn dalam kombinasi dengan NAA adalah konsentrasi pertumbuhan
tanaman yang paling optimal hormon untuk menginduksi pembentukan
beberapa tunas di Oryz Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1.
Seperti dilansir studi sebelumnya, tingginya konsentrasi Kn
diterapkan pada regenerasi in vitro Media bisa memberikan efek
penghambatan multiplikasi tunah di Chlorophytum borivilianum . Fakta ini
didukung asumsi dibuat dimana konsentrasi semakin meningkat Kn di
media mungkin beracun menuju regenerasi dari tunas di Oryza Oryza sativa
L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1 Untuk panjang tunas, konsentrasi
meningkat sitokinin menunjukkan penurunan panjang tunas di semua
perawatan. Hasil ini sesuai dengan hasil diperoleh untuk jumlah tunas dan
akar.
Karena itu, bisa disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi BAP
dan Kn in kombinasi dengan NAA atau IBA tidak cocok untuk regenerasi
Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1. Jadi, sitokinin
konsentrasi tinggi tidak cocok untuk merangsang inshoots pemanjangan sel.
Seperti dilansir dari penelitian sebelumnya, suplemen tersebut dari
sitokinin eksogen di atas tingkat optimal miliki menyebabkan dampak
penghambatan pada panjang tunas dan angka
Sebelumnya dinyatakan bahwa kemampuan regenerasi tergantung
pada rasio dan konsentrasi auksin dan sitokinin diberikan pada media
Dalam penelitian ini, penambahan 0,5 mg / l Kn berhasil diinduksi formasi
panjang tunas terpanjang. menyatakan bahwa Kn mempromosikan
transportasi nutrisi dari sumber ke sink daerah yang akhirnya memicu
panjang microshoots kenaikan. Seperti dilansir, yang kompatibel
kombinasi sitokinin dan auksin telah terbukti penting untuk pemanjangan
tunas yang melibatkan banyak in vitro perambatan. Mirip dengan temuan
saat ini, yang hanya kombinasi hormon pertumbuhan tanaman tertentu
mampu menghasilkan jumlah tunas dan panjang yang tinggi.
Selain itu, panjang tunas mencerminkan kemampuan planlet
regenerasi untuk memanjang. Itu bisa diasumsikan bahwa efek sitokinin
ditambahkan dalam media kultur telah mempromosikan perbanyakan tunas
dan akhirnya meningkatkan panjang tunas.
Jumlah Akar
Mirip dengan jumlah tunas, jumlah tertinggi akar dicapai dalam
media MS yang dilengkapi dengan 1.0 mg / l NAA dan 0,5 mg / l Kn
(114,00 ± 18,90 angka rata-rata per eksplan) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3 (c), diikuti oleh MS media yang dilengkapi dengan 1,0 NAA mg
/ l NAA dan 1.0 mg / l Kn (72,50 ± 23,95 angka rata-rata per eksplan), dan
1,0 NAA dan 2,0 mg / l Kn (20,20 ± 4,10 angka rata-rata per eksplan).
Jumlah akar terendah yang diperoleh di media yang dilengkapi dengan 1,0
mg / l IBA dan 2,0 mg / l BAP (0,80 ± 1,14 angka rata-rata per eksplan).

Gambar. 1. Perubahan perkembangan bibit Oryza Oryza sativa L.


Var. MRIA 1. L. Var MRIA 1 dalam 4 minggu. (Sebuah) Pertumbuhan
koleoptil dan radikula pada awal 4 hari kultur. Pertumbuhan bibit setelah 1
minggu (b) 2 minggu (c) 3 minggu (d) dan 4 minggu (e)

Suplementasi 1,0 mg / l NAA membantu mempromosikan inisiasi


akar dari eksplan sejak itu jumlah akar tertinggi ditemukan lebih baik di
pengobatan dengan inklusi NAA. Penelitian sebelumnya dilakukan pada
spesies R. graveolens L. menunjukkan bahwa rendah konsentrasi auksin
diterapkan dengan kombinasi sitokinin meningkatkan proliferasi akar .
Mirip dengan ini studi, auksin konsentrasi rendah, 1,0 mg / l NAA dengan
kombinasi 0,5 mg / l BAP mampu menghasilkan tinggi jumlah akar.
Selain itu, suplemen 0,5 mg / l Kn membantu auksin untuk
mempromosikan pertumbuhan tunas dan akar Oryza Oryza sativa L. Var.
MRIA 1. L. Var. MRIA 1. The hasil menunjukkan bahwa kombinasi NAA
dan Kn kompatibel untuk menginduksi regenerasi tunas dan akar Oryza
Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1. hal itu diberikan suplemen
auksin dan sitokinin secara eksogen efek signifikan terhadap pembentukan
tunas dan akar dari menembak meristem apikal. Hasilnya juga
membuktikan bahwa, bahkan 1,0 mg / l NAA adalah cocok untuk
regenerasi Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L Var. MRIA 1. Namun,
harus disertai dengan suplementasi sitokinin eksogen sebagai baik. Selain
itu, suplementasi auksin eksogen adalah penting dalam pengembangan root
karena mempromosikan
inisiasi akar lateral pada tanaman padi , Inisiasi akar adalah proses
kompleks yang melibatkan konsentrasi tinggi auksin selama primodium
inisiasi dan konsentrasi auksin yang rendah selama diferensiasi primodium .
Berdasarkan ini Bahkan, disarankan bahwa 1,0 mg / l NAA cukup
merangsang inisiasi dan diferensiasi akar Oryza Oryza sativa L. Var.
MRIA 1. L. Var. MRIA 1. Dalam hal regenerasi akar, penting untuk d
miliki konsentrasi auksin yang optimal yang dapat merangsang regenerasi
akar terbaik. Ini karena akar adalah bagian penting dari tanaman sejak itu
itu adalah bagian yang mengatur penyerapan air dan nutrisi Penelitian
sebelumnya juga telah mencatat bahwa aplikasi auksin eksogen termasuk
NAA telah mampu menyimpan perpanjangan rambut akar yang rusak di
mutan beras . Fakta dan temuan itu sudah bisa dibuktikan bahwa
suplementasi auksin penting dalam mempromosikan inisiasi dan
pemanjangan akar padi Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA

KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa regenerasi
langsung Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1 tanpa
memerlukan fase kalus menengah. Berhasil dibuktikan itu hormon
pertumbuhan tanaman yang dipasok dapat menginduksi sel pembagian dan
diferensiasi SAM Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1.
Faktanya, eksogen PGR diperlukan untuk mempromosikan aktivitas
mitosis dan diferensiasi yang akhirnya dapat merangsang organogenesis
pada apikal pucuk meristem apikal pucuk meristem. Selain itu, regenerasi
tanpa perantara Fase kalus penting untuk menghasilkan kualitas tinggi dari
planlet tanpa memakan waktu lama. Ini karena induksi kalus
dipertimbangkan langkah-langkah membosankan yang membutuhkan
subkultur itu melelahkan dan memakan waktu.

SINTESIS: Berdasarkan jurnal di atass menjelaskan, Bahwa peningkatan


konsentrasi BAP dan Kn in kombinasi dengan NAA atau IBA tidak cocok
untuk regenerasi Oryza Oryza sativa L. Var. MRIA 1. L. Var. MRIA 1.
Jadi, sitokinin konsentrasi tinggi tidak cocok untuk merangsang inshoots
pemanjangan sel. Dalam hal regenerasi akar, penting untuk d miliki
konsentrasi auksin yang optimal yang dapat merangsang regenerasi akar
terbaik
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan Oriza sativa
yang ada di sekiar kita. Sehingga kita bisa melihat perbandingan dari kedua
jenis Oriza sativa. Apakah ada perbedaan penggunaan hormon
pertumbuhan atau tidak ada perubahan. Selain itu, kita bisa menggunakan
hormon auksin apakah dalam merangsang regenerasi akar sama atau
berbeda dari dua jenis Oriza sativa ini.

Anda mungkin juga menyukai