Anda di halaman 1dari 89

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KELOMPOK KHUSUS

PSIKOTIK GELANDANGAN, ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS, ANAK


KORBAN PEMERKOSAAN, ANAK KORBAN KDRT, ANAK KORBAN
TRAFFICKING, ANAK NARAPIDANA, ANAK JALANAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing : Drs. Nasihin, M.Kes

Disusun Oleh :
Ester Natasya
P27905118008
TINGKAT 3/ SEMESTER 5

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN PSIKOTIK GELANDANGAN

I. MASALAH UTAMA

Kerusakan komunikasi verbal

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Faktor Predisposisi

1. Biologis

a) Hambatan perkebangan otak, khususnya frontal, temporal, limbik sehingga

mengakibatkan gangguan dalam belajar, bicara, daya ingat. Selain itu

engakibatkan seseorang menarik diri dari lungkungan atau timbu resiko

perilaku kekerasan.

b) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonates

dan anak-anak

2. Psikologis

a) Penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien

b) Pola asuh yang tidak adekuat

c) Konflik dan kekerasan dalam keluarga

3. Sosial Budaya

a) Kemiskinan

b) Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan)

c) Kehidupan terisolasi dan stressor

1
B. Faktor Presipitasi

Umumnya sebelum timbul gejala, klien mengalami konflik dengan orang di

sekitarnya. Selain itu, ada juga tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan

tidak berguna, putus asa, dan merasa tidak berdaya.

C. Tanda dan Gejala

1. Tidak mampu berbicara 9. Kesulitan dalam menggali dan

dengan bahasa yang dominan memahami pola komunikasi

2. Tidak mau bicara yang biasanya

3. Menolak untuk bicara 10. Menggunakan kata-kata yang

4. Kesulitan dalam tidak berhubungan atau tidak

mengungkapkan maksud atau berarti

mengekspresikan secara verbal 11. Pengulangan kata-kata yang

(aphasia, dysphasia, apraksia, didengar

dysleksia) 12. Tidak mampu atau kesulitan

5. Keuslitan dalma mebuat kat- dalam menggunakan ekspresi

kata atau kalimat wajahatau tubuh

6. Berbicara tidak sesuai 13. Ungkapan verbal (verbalisasi)

7. Tidak ada kontak mata yang tidak tepat

8. Disorientasi tempat, waktu, 14. Deficit visual sebagian atau

dan orang total

15. Bicara atau verbalisasi yang

sukar

2
D. Rentang Respon

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

KOHERAN TANGENSIAL FLIGHT OF IDEA


INKOHERAN ASOSIASI LONGGAR BLOCKING
SIRKUMTANSIAL IRELEVAN

E. Mekanisme Koping

Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif yang maladaptive

dipengaruhi oleh perjalanan masa lalunya. Seseorang yang telah mengembangkan

mekanisme koping yang efektif pada masa lalu akan lebih mampu dalam mengatasi

serangan masalah kognitif.

III. POHON MASALAH

Resiko Kekerasan

Kerusakan komunikasi verbal

Perubahan proses pikir

B. Data yang perlu dikaji

1. Perilaku klien

2. Ekspresi wajah klien saat diajak bicara

3. Respn verbal klien

3
4. Perawatan diri klien

5. Kepribadian klien

6. Aktivitas klien

7. Intake nutrisi dan cairan sehari-hari

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kekacauan pikiran

2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah

3.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kekacauan pikiran

Tujuan :

Klien mau dan mampu berkomunikasi dengan verbal yang baik dengan perawat,

keluarga dan orang lain

Kriteria Standar :

a) Klien dapat berkomuikasi yang dapat dipahami oleh keluarga dan orang lain

b) Respon non verbal klien sesuai dengan respon verbal klien

Intervensi :

a) Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk memahami komunikasi klien

b) Jelaskan pada klien tentang cara berkomunikasi dan pengungkapan

bahasadalam berhubungan

c) Jika klien terus menolak bicara, gunakan teknik pengungkapan secara

tidaklangsung (berbagi presepsi

4
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Intervensi
Dx keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
Pasien Keluarga
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Pasien mampu SP I SP I

Komunikasi verbal tindakan mengidentifikasi 1. Identifikasi penyebab 1. Diskusikan masalah yang

keperawatan selama penyebab kerusakan kerusakan komunikasi verbal dirasakan dalam merawat

….x… jam komunikasi verbal 2. Identifikasi tanda dan gejala pasien

diharapkan : 2. Pasien mampu kerusakan komunikasi verbal 2. Jelaskan pengertian kerusakan

Hambatan mengidentifikasi tanda 3. Identifikasi kemampuan komunikasi verbal

komunikasi verbal dan gejala kerusakan komunikasi yang masih dimiliki 3. Jelaskan tanda dan gejala, dan

dapat diatasi komunikasi verbal pasien proses terjadinya kerusakan

Hubungan 3. Pasien mampu 4. Jelaskan metode alternative komunikasi verbal(gunakan

interpersonal tidak mengidentifikasi komunikasi booklet)

ada hambatan kemampuan 5. Latih pasien berkomunikasi 4. Jelaskan metode alternative

komunikasi yang masih menggunakan alternatif yang komunikasi

dimiliki dipilih 5. Latih cara melatih pasien

5
4. Pasien mampu 6. Masukkan pada jadwal 6. Anjurkan membantu pasien

berdiskusi tentang kegiatan Harian pasien latihan sesuai jadwal dan memberi

metode alternative komunikasi pujian

komunikasi

SP II SP II

1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga

komunikasi pasien dalam membimbing

menggunakan metode pasien berkomunikasi. Beri

2. Alternative komunikasi pujian

komunuikasi dan beri pujian 2. Latih tehnik meningkatkan

3. Diskusikan tehnik meningkatan pengertian

pengertian 3. Cara melatih pasien

4. Latih komunikasi dengan berkomunikasi sesuai

tehnik meningkatkan kemampuan yang

pengertian dimiliki pasien

6
5. Masukkan pada jadwal

kegiatan harian pasien latihan

komunikasi dengan

meningkatkan pengertian.

SP III SP III

1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga

komunikasi dengan metode dalam membimbing

alternative komunikasi dan memenuhi kebutuhan pasien

tehnik meningkatkan dan membimbing pasien

pengertian dan berikan pujian melaksanakan kegiaatan yang

2. Jelaskan tentang obat yang telah dilatih. Beri pujian

diminum ( 6 benar: jenis, guna. 2. Jelaskan obat yang diminum

Dosis,frekuensi,cara,koninuitas oleh pasien dan cara

minum obat ) dan membimbingnya

7
tanyakan manfaat yang 3. Anjurkan membantu pasien

dirasakan pasien sesuai jadwal dan memberi

3. Masukkan pada jadwal pujian.

kegiatan harian pasien yang

telah dilatih dan minum obat

SP IV SP IV

1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga

komunikasi pasien, kegiatan dalam membimbing pasien

yang telah dilatih, dan minum melaksanakan kegiatan yang

obat. Berikan pujian telah dilatih dan minum obat.

2. Diskusikan tehnik Berikan pujian

memperbaiki bicara 2. Latih teknik memperbaiki

3. Latih tehnik memperbaiki bicara

bicara 3. Latih cara melatih pasien

8
4. Masukkan pada jadwal 4. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,

kegiatan yang telah dilatih, tanda kambuh, rujukan

dan minum obat 5. Anjurkan membantu pasien

sesuai jadwal dan memberikan

pujian

SP V SP V

1. Evaluasi kegiatan yang dilatih 1. Evaluasi kegiatan keluarga

dan minum obat. Beri pujian dalam membimbing pasien

2. Nilai kemampuan melaksanakan kegiatan yang

berkomunikasi yang telah telah dilatih, minum

dicapai obat.Berikan pujian

3. Nilai apakah kerusakan 2. Nilai kemampuan keluarga

komunikasi verbal berkurang merawat pasien

apakah komunikasi lancar 3. Nilai kemampuan keluarga

9
melakukan control ke RSJ/PKM

10
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

1. KASUS (Masalah Utama)


Pasien Anak Kebutuhan Khusus : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

2. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Faktor Presdiposisi
1. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga
dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini
juga terlihat pada anak kembar.

2. Faktor neurologic
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan
masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distresfetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu
faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang
terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan
insiden hiperaktif. Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor
etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah
terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama
dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara
proses konsentrasi. Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan
perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah
striatum, daerah orbital- prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya
sisi sebelah kanan.

B. Faktor Prespitasi
1. Faktor toksik

11
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki
potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar
timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan
mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan
calon anak hiperaktif.

2. Faktor psikososial dan lingkungan


Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru antara
orang tua dengan anaknya

C. Jenis
1. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian (in-atensi)
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif
atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini
kebanyakan ada pada anak perempuan. Anak dalam tipe ini memiliki ciri-
ciri : tidak mampu memusatkan perhatian secara utuh, tidak mampu
mempertahankan konsentrasi, mudah beralih perhatian dari satu hal ke
lain hal, sering melamun dan dapat digambarkan sedang berada
“diawang–awang”, tidak bisa diajak bicara atau menerima instruksi
karena perhatiannya terus berpindah–pindah, pelupa dan kacau.

2. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.


Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi
bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak-
anak kecil. Anak dalam tipe ini memiliki ciri-ciri berikut : terlalu energik,
lari ke sana kemari, melompat seenaknya, memanjat-manjat, banyak
bicara, berisik. Ia juga impulsive : melakukan sesuatu secara tak
terkendali, begitu saja bertindak tanpa pertimbangan, tak bisa menunda
respons, tidak sabaran. Tetapi yang mengherankan, sering pada saat
belajar, ia menampakkan tidak perhatian, tetapi ternyata ia bisa
mengikuti pelajaran.

12
3. Tipe gabungan (kombinasi)
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak-anak termasuk tipe seperti ini. Anakdalam tipe ini
mempunyai ciri-ciri berikut : kurang mampu memperhatikan aktivitas dan
mengikuti permainan atau menjalankan tugas, perhatiannya mudah
terpecah, mudah berubah pendirian, selalu aktif secara berlebihan dan
impulsif.

D. Rentang Respon

E. Mekanisme Koping
1. Pemberian obat, seperti methylphenidate, dexamfetamine, lisdexamfetamine,
atomoxetine, dan guanfacine. Obat-obatan ini digunakan untuk membantu
pengidap lebih tenang dan mengurangi sikap impulsif sehingga dapat lebih
memusatkan perhatian.
2. Kelompok dukungan. Forum untuk konseling dan berbagi pengalaman bersama
orang dengan kondisi atau tujuan serupa, seperti depresi atau penurunan berat
badan.
3. Terapi perilaku kognitif. Terapi bicara yang berfokus pada pengubahan pikiran
negatif, perilaku, dan respons emosional terkait gangguan psikologis.
4. Manajemen Kemarahan. Melatih kesadaran, mekanisme penanganan, dan
memicu penghindaran untuk meminimalkan ledakan emosional desktruktif.
5. Konseling Psikologis. Cabang psikologi yang menangani masalah pribadi yang
berhubungan dengan sekolah, kantor, keluarga dan kehidupan sosial.

13
6. Psikoedukasi. Pendidikan tentang kesehatan mental yang juga berfungsi untuk
mendukung, memvalidasi, dan memberdayakan pasien.
7. Terapi keluarga. Konseling psikologis yang membantu keluarga menyelesaikan
konflik dan berkomunikasi dengan lebih efektif.

3. POHON MASALAH

4. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI:


1. Resiko Cedera
2. Resiko Gangguan Perkembangan
3. Gangguan Pola Tidur

14
4. Gangguan Interaksi Sosial

Tahap Tumbuh Kembang yang perlu dikaji :


A. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu melangkah
dan berjalan tegak, mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang,
mampu berlari-lari kecil, menendang bolandan mulai melompat)?
B. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya: mencoba menyusun
atau membuat menara pada kubus)?
C. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya: memiliki sepuluh
perbendaharaan kata, mampu menirukan dan mengenal serta responsif
terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu
mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan lambaian anggota
badan)?
D. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya: membantu
kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi dan mencoba
memakai baju)?

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif.
2. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kelainan fungsi dari
sistem keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
penelantaran anak.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif.
4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif.


Intervensi :

15
16
17
2. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kelainan fungsi dari
sistem keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
penelantaran anak.
Intervensi :

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif.


Intervensi :

18
4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak efektif
Intervensi :

19
20
Sumber :

Aulia Fadhli, Buku Pintar Kesehatan Anak, (Yogyakarta: Pustaka Anggrek, 2010)
hlm.84
https://www.scribd.com/document/447568760/Naskah-roleplay-kep-JIWA-adhd
(diakses pada 09 Oktober 2020)
Yusuf, A., Fitryasari PK, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan
jiwa.
Anggraeni, A. D., Suherman, S., & Sutini, T. (2018). Effectiveness of brain gym and
writing therapy in behavioral hyperactivity on pre school-age children with ADHD in school
for children with special needs (SLB) ABCD kuncup mas of Banyumas. Jurnal Ilmu
Keperawatan Anak, 1(2), 1-7.

21
Nurhuda, M., & Sutarso, J. (2016). Komunikasi Interpersonal Antara Terapis Dengan
Anak Penyandang Adhd (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)(Studi Deskriptif Kualitatif
Pola Komunikasi Interpersonal (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta: EGC

22
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

Proses Keperawatan :
Kondisi Klien : Anak hiperaktif dan berbicara sendiri selama 1,5 tahun dan kurang
konsentrasi dalam belajar, menangis di sekolah dan rasa malu ketika didekati orang lain selama 6
bulan
Diagnosa Keperawatan : ABK : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Tujuan Khusus : Mengendalikan Hiperaktifnya
Tindakan keperawatan :
SP1 Pasien :
Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Halo adik, selamat pagi. Perkenalkan nama kaka A, kalau boleh tau nama adik siapa?”
“Nama aku B”
“Halo B, apa kabarnya hari ini?”
2. Kontrak :
a. Topik : Terapi bermain mobil-mobilan
b. Waktu : 30 menit
c. Tempat : Ruang bermain rumah sakit
d. Tujuan interaksi : untuk mengendalikan hiperaktif dan melatih konsentrasi anak
KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)
1. Menyiapkan mainan yang akan digunakan
2. Memulai permainan bersama anak dan ibunya
3. Membuat jalur untuk digunakan sebagai jalan untuk mobil – mobilan

TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien : Pasien mengatakan senang bermain mobil-mobilan, dan mentaati perintah
yang diberikan oleh perawat
b. Evaluasi perawat : perawat memposisikan dirinya sebagai teman untuk anak dan
memberikan larangan sebagai latihann untuk anak dalam mengelola kondisi hiperaktifnya
2. Rencana Tindak Lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang telah
dilakukan) : Pertemuan terjadwal dan terapi bermain dilakukan 3x pertemuan dengan rentang
waktu 2 hari/ 1x terapi
3. Kontrak Topik yang akan datang : terapi bermain untuk mengevaluasi kemajuan konsentras dan
tingkat hiperaktif anak.

23
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK KORBAN PEMERKOSAAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Anak Korban Pemerkosaan (Sexual Abuse)


II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Faktor Predisposisi

1. Kemarahan
2. Mencari kepuasan seksual
3. Perilaku wanita – wanita yang menggoda
4. Gambar atau film porno

B. Fase – fase

1. Fase Disorganisasi Akut


2. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian
3. Fase Reorganisasi

C. Jenis jenis

1. Pemerkosaan oleh orang yang tak dikenal


2. Pemerkosaan oleh teman atau pacar
3. Pemerkosaan orang yang dikenal
4. Pemerkosaan oleh pasangan perkawinan
5. Pelecehan seksual
6. Pemerkosaan oleh atasan ditempat bekerja

D. Rentang Respon

Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak
dapat terjadi satu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan

24
menahun. Walaupun berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak
terjadi begitu saja, melainkan melalui beberapa tahapan antara lain :

1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan


bahwa apa yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku
mencoba menyentuh sisi kbutuhan anak akan kasih saying dan
perhhatian, penerimaan dari orang lain, atau mencoba menyamakannya
dengan permainan dan menjanjikan imbalan material yang
menyenangkan. Pelaku dapat mengintimidasi secara halus ataupun
bersikap memaksa secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja
hanya berupa mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu
memakasa anak untuk melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian
tersebut, pelaku mengancam korban agar merahasiakan apa yang terjadi
kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan
pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan
pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya kepada
orang yang mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia
merasa aman. Pelaku "mencobai" korban sedikit demi sedikit, mulai
dari :

a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri


b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. Pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban : payudara, alat kelamin, dan
bagian lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimilasi alat kelamin korban
h. Sodomi

25
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku

Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya adalah


anak-anak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari
orang yanglebih dewasa, terutama ibu.Tidak hanya kehadiran secara fisik,
kedekatan emosional antara ibu dan anak pun merupakan faktor yang penting
(Maria, 2008).

III. POHON MASALAH

(ANWAR FUADI)

26
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Isolasi Sosial
2. Harga diri rendah situasional
3. Resiko kesepian

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1.    Isolasi Sosial

Domain 12 : Kenyamanan. 1.    Lonliness severity Counseling

27
Kelas 3 : Kenyamanan Definisi: keparahan respon emosi , Definisi: menggunakan
sosial. sosial atau respon isolasi. proses interaktif yang
berfokus pada
Definisi : pengalaman Indikator:
kebutuhan masalah
sendirian yang dialami
-  Depresi menurun atau perasaan pasien
individu dan disadari
untuk meningkatkan
sebagai beban oleh orang -  Rasa mengisolasi diri menurun
dukungan koping,
lain dan sebagai hal yang
-  Kesulitan menurun dalam menyelesaikan masalah
negatif atau tahap yang
merencanakan sesuatu dan hubungan
mengancam
interpersonal.
-  Aktifitas dapat ditingkatkan
Batasan Karakterisitik :
Aktifitas:
-   Tidak mau bergaul dengan
-       Minta pasien untuk
orang lain. 2.    Social Involvement
mengekspresikan
-   Tidak banyak bercakap-Definisi: Interaksi sosial dengan perasaan
cakap. orang, kelompok maupun
-       Bantu pasien untuk
organisasi.
-   Banyak melamun. mengidentifikasi situasi
Indikator: atau masalah yang dapt
-   Mengurung diri.
-       Interaksi dengan teman menyebabkan distres
-   Sering menyendiri.
meningkat -       Gunakan tekhnik
-   Klien tidak minum obat refleksi
-       Interaksi dengan tetangga
secara teratur sehingga
meningkat -       Minta pasien mendata
pengobatan kurang
-       Interaksi dengan anggota alternatif masalah
berhasil.
keluarga -       Identifikasi perbedan
-   Klien tampak sedih.
pandangan pasien dan
-   Kontak mata kurang psikiatri.
selama komunikasi,3.    Social interaction skills
-       kaji kemampuan atau
berbicara seperlunya, klien
Definisi: tingkah laku individu yang
kekuatan pasien.
tampak tidak mampu
mengintepretasikan hubungan.
memulai pembicaraan,

28
cenderung menolak untukIndokator:
diajak berkomunikasi.
-       Bekerja sama dengan orang lain 2.    Self Esteem
-   Tidak ada perubahan meningkat. Enhancement
roman muka pada saat
-       Mengesampingkan sensitifitas Definisi: membantu pasien
diceritakan cerita lucu yang
pada orang lain. untuk meningkatkan
membuat tertawa, klien
kepribadian dalam
tampak biasa saja, hanya
menilai dirinya.
bereaksi bila ada stimulus
emosi yang kuat (afek Aktifitas:
tumpul).
-       Monitor pernyataan
-   Klien mengatakan punya tentang harga diri
pengalaman masa lalu yang pasien.
tidak menyenangkan dan
-       Bantu pasien
dulu pernah dikucilkan oleh
meningkatkan atau
teman- temannya waktu
mengidentifikasi
SMA.
kemampuannya.
-   Klien merasa malu karena
-       Tingkatkan kontak
sampai sekarang belum
mata paien dalam
mendapatkan pekerjaan.
komunikasi dengan
-   Klien mengatakan tidak orang lain.
memiliki orang yang berarti
-       Tingkatkan
dalam hidup, bila punya
kemampuan pasien
masalah,hanya memendam
untuk mengevaluasi
masalah sendiri.
tingkah lakunya.
-   Klien mengatakan tidak
-       Tingkatkan
mengenal semua teman
kemampuan pasien
dan jarang berinteraksi
untuk menerima
dengan lingkungan.
kesempatan baru.

29
-       Fasilitasi lingkungan
dan aktifitas yang dapat
meningkatkan harga
diri.

-       Monitor tingkat harga


diri tiap waktu

-       Buat pernyataan


positif tentang pasien.

3.    Therapy group

Definisi:
Mengaplikasikan
tekhnik psikoterapeutik
ke kelompok termasuk
kesatuan dalam
interaksi diantara
anggota kelompok.

Aktifitas:

-       Tentukan tujuan


kelompok (kominikasi,
dukungan).

-       Bentuk kelompok


maksimal 5-12 anggota.

-       Pilih anggota yang


aktif dari kelompok
untuk membuat respon
yang baik.

30
-       Tentukan motivasi
yang akan didapat dari
kelompok terapi.

-       Gunakan ketua


kelompok jika
memungkinkan.

-       Bertemu tiap 1-2 jam


setiap sesi.

-       Mulai dan akhiri


dengan
mempertahankan
partisipasi pasien dan
beri kesimpulan.

-       Susun kursi secara


melingkar

-       Tingkatkan diskusi.

-       Gunakan role play dan


menyelesaikan masalah

-       Ambil anggota baru


untuk mempertahankan
integritas kelompok.

VI. SUMBER

Hacker/ Moore. 2001. Esensiol Obstetri dan Ginekologi. Jakarta Hiporates

31
Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan
keperawatan Psikiatri (terjemahan).Edisi 3.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Maria. (2008). Hadapi Kekerasan Seksual Pada Anak Hendaknya Tetap


Mempertimbangkan Faktor Psikologis. Diakses 28 Februari 2015

32
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab


isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang


pertama-seorang perawat-)

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang


pertama -seorang perawat-)

IMPLEMENTASI

1. Tindakan Keperawatan Untuk Klien

SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial,
membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.

Orientasi (Perkenalan):

“Selamat Pagi ”

“Saya Perawat Ester Natasya, Saya senang dipanggil Ester, Saya perawat di Ruang Mawar ini
yang akan merawat kamu.”

33
“Siapa nama Kamu? Senang dipanggil siapa?”

“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa
lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:

”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”

(Jika pasien sudah lama dirawat)

”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal
di ruangan ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”

“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”

”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau
kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?

“Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”

“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal
saya dari Tumnting, hobi saya memasak”

“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama
Kamu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”

“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”

“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

34
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-
hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi:

”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”

”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”

”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain.
Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”

”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman
saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”

”Baiklah, sampai jumpa.”

35
SP 2 Pasien :

Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama


-seorang perawat)

Orientasi :

“Selamat Pagi S! ”

“Bagaimana perasaan S hari ini?

« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan Suster ! »

« Bagus sekali, S masih ingat. Nah  seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »

« Ayo kita temui perawat N disana »

Kerja :

( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)

« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »

« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin « 

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,


menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga
perawat N »

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat
janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »

36
« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan


S di tempat lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”

”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”

”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik
lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada
jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok
kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”

37
SP 3 Pasien :

Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang kedua-seoran


pasien)

Orientasi:

“Selamat Pagi S! Bagaimana perasaan hari ini?

”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain

”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”

”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”

”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”

”seperti biasa kira-kira 10 menit”

”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:

( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )

« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »

« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan


sebelumnya. » 

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama


panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»

38
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat
janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »

(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)

« Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan


S di tempat lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”

”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan
apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore
nanti”

”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain
kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan
orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu
dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan
dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”

”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama
dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”

39
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Anak Korban KDRT

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


E. Faktor Predisposisi
Strauss A. Murray mengidentifikasikan hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (Marital Violence) sebagai berikut :
 Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumberdaya dibandingkan dengan
wanita sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
 Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika
suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan,
 Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak. Ketika terjadi hal yan tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
 Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik menurut hukum, mengakibatkan
keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan
kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan
sebagai seorag bapak melakukan kekerasan terhadap anak agar menjadi
tertib
 Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri didalam rumah tangga yang mengalami kekerasan
oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga kasusnya

40
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak
hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan
sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari kekerasan
dalam rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan tidak hanya
pada perempuan yang menjadi korban secara langsung, namun juga
berdampak pada anak-anak.

F. Jenis – Jenis
a). Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara
lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan
sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka
lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

b). Kekerasan  psikologis / emosional


Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada
seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional
adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau
merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau
,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

c). Kekerasan  seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan  seksual berat,
berupa:

41
1.    Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain
yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.
2.    Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
3.    Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan.
4.    Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
5.    Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6.    Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan
alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal
seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan
atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke
dalam jenis kekerasan seksual berat.

d). Kekerasan  ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari
kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan
menghabiskan uang istri.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:

42
1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan
korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda
korban.

Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja


yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara
ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

G. Rentang Respon

H. Mekanisme Koping
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-
cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh
pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan
dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,
saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling
menghargai setiap pendapat yang ada.
c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah

43
tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak,
itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya
antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling
percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk
melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah
sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga
berlebih-lebihan.
e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada
dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga
dapat diatasi dengan baik.

III. OHON MASALAH


Resiko perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan

Harga diri rendah

A. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Resiko perilaku kekerasan

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum :

44
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.4. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
1.5. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.6. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

45
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalamjika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).

46
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

47
Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.7. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
1.8. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.9. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi


kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.4 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.5 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.6 Utamakan pemberian pujian yang realitas

3. Klien mampu menilai


kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.3 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.4 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang


dimiliki
Tindakan :
4.4. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
4.5. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.6. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

48
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.4. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.5. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.6. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
6.5 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
6.6 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.7 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.8 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

49
Diagnosa II : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang laain dan
lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
 Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
 Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
 Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
 Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
 Merencanakan yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
 Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian
masalah
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

VI. SUMBER
Hacker/ Moore, 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipocrates

50
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA ANAK KORBAN KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA

Proses Keperawatan
Kondisi Klien :
Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena dirumah marah-marah dan
memecahkan piring dan gelas.
Diagnosa Keperawatan :
Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
Tujuan Khusus :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab marah

Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi, nama saya perawat. E. Panggil saya perawat E. Namanya siapa, senang
dipanggil apa? Saya akan merawat Adik Ali.
b. Evaluasi/ validasi
Ada apa di rumah sampai dibawa kemari?
c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang menyebabkan Ali
marah
Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di kamar perawat?
Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja
- Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?
- Apakah ada yang membuat Ali kesal?
- Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
- Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
- Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali marah marah.

51
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi,penyebab Ali marah yang
belum kita bicarakan.
d. Kontrak
Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan cara marah yang biasa
Ali lakukan.
Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini?
Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.

52
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN ANAK KORBAN TRAFFICKING

1. KASUS (Masalah Utama)


Anak Korban Trafficking : Ketidakberdayaan

2. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Faktor Terjadinya Human Trafficking
1. Faktor Ekonomi

Ekonomi yang minim atau disebut kemiskinan menjadi factor


penyebab utama terjadinya Human Trafficking. Ekonomi yang pas-
pasan menuntut mereka untuk mencari uang dengan berbagai
cara. Selain itu budaya konsumvitisme, juga ikut andil menambah
iming-iming masyarakat untuk mencari biaya penghidupan.
Semua ini menjadikan mereka dapat terjerumus ke dalam
prostitusi dan tindak asusila lainnya.
Di sisi yang lain kurangnya lahan pekerjaan atau masih
banyaknya angka pengangguran melengkapi rendahnya
pendapatan atau ekonomi masyarakat. Keterbatasannya lahan
pekerjaan yang dapat menampung perempuan dengan tingkat
keterampilan yang minim menyebabkan banyak perempuan-
perempuan menganggur sehingga kondisi inilah yang
dipergunakan dengn baik oleh para perantara yang menyarankan
perempuan-perempuan untuk bekerja.

2. Faktor Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi


kekerasan dan eksploitasi terhadap anak dan perempuan.
Banyaknya anak yang putus sekolah, sehingga mereka tidak

53
mempunyai skill yang memadai untuk mempertahankan hidup.
Implikasinya, mereka rentan terlibat kriminalitas.

3. Tidak Ada Akta Kelahiran


Banyak yang tidak tahu bagaimana mendaftarkan seorang
bayi yang baru lahir. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di
masyarakat desa memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli
untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat
bekerja di luar negeri. karena mereka tidak mempunyai dokumen
yang disyaratkan, maka mereka dimanfaatkan oleh pelaku
perdagangan.

4. Kebijakan yang Bias Gender

Dalam bidang ketenagakerjaaan, hukum Indonisia


memberikan perlindungan de jure bagi perempuan di tempat
kerja. Menurut hukum, perempuan dilindungi dari diskriminasi
berdasarkan gender atau Karena menerima bayaran yang setara
untuk pekerjaan yang sama, tidak dapat diberhentikan jika
menikahh atau melahirkan, tidak boleh mengerjakan pekerjaan
yang berbahaya dan harus diberikan cuti hamil.

Selain itu, kerentanan perempuan semakin tinggi setelah


berserai, khususnya bagi mereka yang memmiliki anak. Undang-
undang perkawinan dan peraturan-peratuan yang terkait
mengizinkan laki-laki dan perempuan bercerai untuk alasan yang
sama. Namun peraturan tersebut menempatkan perempuan yang
bercerai dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam hal
tunjangan dari suami setelah perceraian terjadi.

5. Pengaruh Globalisasi

Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga


54
tidak dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di
berbagai aspek teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Kemajuan di berbagai aspek tersebut membawa perubahan pula
dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang diacu oleh
berbagai kemudahan informasi.

6. Jenis – Jenis
Adapun bentuk-bentuk tarfficking diantaranya adalah:

1. Eksploitasi Seksual, Eksploitasi seksual dibedakan menjadi dua yaitu:


 Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi.
 Eksploitasi non komersial.

2. Pekerja Rumah Tangga


3. Penjualan Bayi
4. Jeratan Hutang
5. Pengedar Narkoba dan Pengemis
6. Pengantin Pesanan Pos (Mail order bride)
Ada dua metode yang dikembangkan dalam melihat
perkawinan sebagai salah satu penipuan.
 Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan
untuk mengambil perempuan tersebut dan
membawa ke wilayah lain yang sangat asing,
namun sesampai di wilayah tujuan perempuan
tersebut disalurkan dalam industri seks atau
prostitusi.
 Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke
dalam rumah tangga untuk mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan domistik yang sangat
eksploitatif bentuknya.

55
7. Donor Paksa Organ Tubuh

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Keputusasaan dan Ketidakberdayaan

V. RENCANA TINDAKAN PERAWATAN


a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengkaji keluhan utama klien
c. Mengkaji faktor predisposisi klien, meliputi : biologis, psikologis dan sosiokultural.
d. Mengkaji stresor presipitasi klien, meliputi : nature, origin, time dan number.
e. Mengkaji penilaian kilen terhadap stresor, meliputi : kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan respon sosial.
f. Mengkaji sumber koping yang dimiliki oleh klien, meliputi : kemampuan personal,
dukungan sosial, aset material, dan keyakinan positif.
g. Mengkaji mekanisme koping yang digunakan klien.
h. Menentukan masalah keperawatan klien
i. Memberikan intervensi generalis pada klien

SUMBER
Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13.
Jakarta: EGC

Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Graha Ilmu


Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap
Perempuan dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

56
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ANAK KORBAN TRAFFICKING :
KETIDAKBERDAYAAN
PROSES KEPERAWATAN
A. Kondisi klien :
a. Hasil wawancara : klien mengatakan tidak dapat melakukan apa-apa, tidak mampu
melakukan aktivitas seperti sebelumnya, bingung harus bagaimana.
b. Hasil observasi : Klien tidak mampu untuk mencari informasi tentang perawatan, tidak
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan
kesempatan, enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya,
ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas, ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah, gagal
mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain
ketika mendapat perlawanan, apatis dan pasif, ekspresi muka
murung, bicara dan gerakan lambat, tidur berlebihan, nafsu makan
tidak ada atau berlebihan, menghindari orang lain.
B. Diagnosa keperawatan : Ketidakberdayaan
C. Tindakan Keperawatan
1. Tujuan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Melakukan pengkajian pada klien
c.Menentukan masalah keperawatan klien
d. Memberikan intervensi generalis sesuai masalah keperawatan yang dihadapi klien.
2. Tindakan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengkaji keluhan utama klien
c. Mengkaji faktor predisposisi klien, meliputi : biologis, psikologis dan sosiokultural.
d. Mengkaji stresor presipitasi klien, meliputi : nature, origin, time dan number.
e. Mengkaji penilaian kilen terhadap stresor, meliputi : kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan respon sosial.
f. Mengkaji sumber koping yang dimiliki oleh klien, meliputi : kemampuan personal,
dukungan sosial, aset material, dan keyakinan positif.
g. Mengkaji mekanisme koping yang digunakan klien.

57
h. Menentukan masalah keperawatan klien
i. Memberikan intervensi generalis pada klien :

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN

1. ORIENTASI

a. Topik : “Baiklah, Bu, Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang Ibu rasakan selama
ini?“
b. Waktu : “Berapa lama Ibu mau kita berbicang-bincang?, Bagaimana kalau 20 menit?”
c. Tempat : “Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Bu?, Di ruang tamu atau disini?”
d. Tujuan interaksi : “Jadi bu, tujuan kita mengobrol hari ini agar kami dapat mengetahui
apa yang sedang ibu rasakan dan mungkin dengan menyampaikan perasaan ibu hari
ini dapat sedikit menenangkan perasaan ibu”

2. KERJA
”Apa yang membuat Ibu memiliki perasaan seperti itu?” ”Sejak kapan muncul perasaan
seperti itu Ibu?”
”Apa saja yang telah Ibu lakukan untuk mengatasi perasaan tersebut?” ”Coba Ibu ceritakan,
kegiatan apa saja yang biasanya Ibu lakukan di rumah?” ”Apa Ibu memiliki banyak teman?”
”Sejak kapan Ibu merasakan hal itu?”
”Apa sampai saat ini Ibu masih merasakan hal yang sama?”
”Nah menurut Ibu apakah baik jika perasaan yang Ibu rasakan terus Ibu alami sampai saat
ini?”
”Menurut Ibu sebaiknya apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan perasaan Ibu
tersebut?”
”Apa harapan terbesar Ibu dalam hidup ini?”
”Apa Ibu pernah beranggapan bahwa Ibu adalah orang yang paling tidak beruntung?”
”Menurut Ibu apa yang seharusnya dilakukan jika ada harapan dalam hidup yang belum
dapat terwujud?”
”Lalu menurut Ibu apakah dengan perasaan ini Ibu terus-menerus merasa tidak berdaya
dalam hidup Ibu?

58
”Apa Ibu tidak pernah berpikir bahwa Ibu sedang menyiakan-nyiakan waktu hidup Ibu yang
hanya sebentar?”
”Suster lihat Ibu masih sangat mampu untuk dapat lepas dari perasaan Ibu itu, coba Ibu
lebih berpikir positif tentang diri Ibu sendiri..
”Bagus Ibu karena Ibu telah berani mengungkapkan perasaan Ibu kepada Suster...”

3. TERMINASI
• Evaluasi subjektif: ”Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbincang-bincang tadi?”
• Evaluasi objektif: ”Coba Ibu ulangi apa yang menyebabkan Ibu merasa tidak berdaya
dan lemah saat ini?”
• Tindak lanjut: ”Baik Ibu, coba Ibu pikirkan keibuli tentang hal-hal lain yang membuat Ibu
merasa lemah dan tidak berdaya dalam hidup ini”
• Kontrak yang akan datang: ”Baiklah Ibu, sekarang sudah 20 menit. Saya rasa pertemuan
kita kali ini cukup sampai di sini. Nanti kira-kira jam 10 saya
akan kembali lagi untuk membahas tentang hal-hal lain
yang membuat Ibu merasa lemah dan tidak berdaya saat
ini. Apakah ada yang ingin Ibu tanyakan sebelum saya
pergi? Baiklah Ibu, selamat pagi.”

59
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN ANAK NARAPIDANA

A. MASALAH UTAMA
Narapidana

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.

2. Faktor Presipitasi
Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehillangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun. Jenis
a. Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi di jalan, namun masih mempunyai
hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian
penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya
(Soedijar, 1984). Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah
untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi
keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang
mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua
orang tuanya.
b. Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi
penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.

1
Beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan
dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka
tidak menentu.
c. Children from families of the street, yakni anak-anak yang
berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-
anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat,
tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke
tempat yang lain dengan segala risikonya.

3. Tanda Dan Gejala

a. Mengejek dan dapat meberi rasa


mengkritik diri puas
b. Merasa bersalah g. Menarik diri dari
dan khawatir, realitas, cemas,
menghukum dan panic, cemburu,
menolak diri curiga, halusinasi
sendiri h. Merusak diri :
c. Mengalami gejala harga diri rendah
fisik, misal menyokong
tekanan darah pasien untuk
tinggi mengakhiri
d. Menunda hidupnya
keputusan i. Merusak/melukai
e. Sulit bergaul orang lain
f. Menghindari j. Perasaan tidak
kesenangan yang mampu

2
k. Pandangan hidup p. Berpakaian tidak
yang pesimistis rapih
l. Tidak menerima q. Berkurang selera
pujian makan
m. Penurunan r. Tidak berani
produktivitas menatap lawan
n. Penolakan bicara
terhadap s. Lebih banyak
kemampuan diri menunduk
o. Kurang t. Bicara lambat
memerhatikan dengan nada
perawatan diri suara lemah.

4. Rentang Respon
Stuart menyatakan bahwa manusia adalah mahluk sosisal, untuk
mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina
hubungan interpersonal positif. Individu juga harus membina saling
tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan
dan kemandirian dalam suatu hubungan.

Respon Adaptif Respon Maladaptif


 Menyendiri  Kesepian  Manipulasi

 Otonomi  Menarik diri  Inpulsif


 Kebersamaan  Narkisisme
 Saling
ketergantungan

3
5. Me
a. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan sescorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya
dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan
kegiatan.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide- ide pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial.

c. Kebersamaan (Mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal di mana individu tersebut mampu untuk saling
memberi dan menerima
d. Saling ketergantungan (Intedependen)
Intedependen merupakan kondisi saling ketergantungan
antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal
e. Kesepian
Merupakan kondisi di mana individu merasa sendiri dan
terasing dari lingkungannya.
f. Isolasi Sosial

4
Merupakan suatu keadaan di mana sescorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain.
g. Ketergantungan (Dependen)
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan
rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara
sukses. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain
diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi
pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain
h. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu
tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
i. Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan
penilaian yang buruk
j. Narkikisme
Pada individu narsisme harga diri rapuh, secara terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,
sikap egosentrik, pencemburu, marah jika orang lain tidak
mendukung.

6. Mekanisme Koping

5
1) Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi
dan pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya
mengelola anxietas)
2) Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang
membingungkan dengan menetapkan tanggung jawab kepada
orang lain)
3) Menarik diri
4) Pengingkaran

C. POHON MASALAH
Resiko gangguan persepsi halusinasi

Isolasi sosial

Harga diri rendah

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Harga diri rendah
2. Isolasi sosial

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

6
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
perkenalan diri,
2) Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang.
3) Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
4) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
5) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
6) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
3) Utamakan memberi pujian yang realistis
4) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan

7
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto, Suharsimi, 2013. Proseder Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan
Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
2. Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC
3. Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC.
4. Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan
Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika Press.

8
9
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)
PADA PASIEN NARAPIDANA : HARGA DIRI RENDAH
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien :
Klien selalu terlihat menyendiri dan tidak mau bergaul.
2. Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
3. Tindakan keperawatan:
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien

B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
"Selamat Pagi, Adik. Perkenalkan nama saya suster.A panggil saja saya A.
Hari ini saya dinas dari pukul 08.00 sampai dengan 14.00WIB. Nama
Adik siapa? Senang dipanggil siapa?"
b. Evaluasi/Validasi
"Bagaimana perasaan Adik sekarang? Apa semalam Adik tidur
nyenyak?"
c. Kontrak
- Topik :

10
"Baiklah Adik, di sini kita akan berbincang-bincang untuk saling
mengenal."
- Waktu :
" Adik mau ngobrol- ngobrol berapa lama ?
- Tempat :
"Kita akan ngobrol dimana Adik? Bagaimana kalau kita ngobrol
disini?"
2. Fase Kerja
" Adik, tadi sudah menyebutkan nama Adik, lalu berapa umur Adik
sekarang"
" Adik sudah berapa lama dirawat disini ?"
" Adik berasal dari mana ?"
" Adik bersaudara berapa ?"
"Siapa saja yang diajak tinggal dirumah?
" Adik masih ingat tidak kapan dibawa kesini ?"
"Siapa yang membawa Adik kesini ?"
"Menurut Adik, dibawa kesini karena apa "
"Selama dirawat disini hal apa yang sudah Adik lakukan ?"
"Bagaimana perasaan Adik saat melakukan kegiatan tersebut?"
“Boleh saya tahu apa pekerjaan Adik sebelum disini? Bisa diceritakan
tentang pekerjaannya?"
Wah, kegiatan Adik bagus sekali".
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
"Setelah kita ngobrol tadi, bagaimana perasaan Adik?"
b. Evaluasi Objektif
Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan sesekali melihat perawat.
c. Rencana Tindak Lanjut

11
"Nah Adik, sekarang sudah pukul 11.15WIB, pembicaraan kita cukupkan
saja dulu sampai disini ya. Sekarang Adik istirahat dulu. Kalau nanti ada
yang mau diceritakan atau ditanyakan kepada saya, Adik bisa sampaikan
saat kita bertemu lagi."
d. Kontrak
- Topik :
"Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi membicarakan tentang
keluarga, kemampuan, serta kelebihan dan kekurangan yang dimiliki"
- Waktu :
"Jam berapa kita besok bertemu Adik? Saya besok dinas sore,
bagaimana kalau jam 4 sore setelah makan snack, Adik?"
- Tempat :
" Adik mau ngobrol-ngobrolnya dimana? Bagaimana kalau disini?"
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)
PADA PASIEN NARAPIDANA DENGAN ISOLASI SOSIAL
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien:
S: Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya
O: Klien tampak menyendiri, klien terlihat mengurung diri, klien tidak
mau bercakap- cakap dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SPI :
1) Identifikasi penyebab isolasi sosial pasien

12
2) Diskusi dengan pasien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain.
3) Diskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi
dengan orang lain
4) Ajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5) Anjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan
harian
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
a. FASE ORIENTASI:
a. Salam Terapeutik :
"Selamat pagi Adik!" Perkenalkan nama saya suster A biasa
di panggil A, saya mahasiswa Poltekkes Banten. Saya
praktek disini mulai dari hari ini. Nama Bapak siapa?
Senang di panggil apa?
b. Validasi
" Bagaimana perasaan Adik hari ini? Apa yang terjadi
sehingga Adik dibawa kesini??"
c. Kontrak :
 Topik :
"Senang ya bisa berkenalan dengan Adik hari ini,
bagaimana kalau kita berbincang-bincang untuk
lebih saling mengenal sekaligus agar bapak dapat
mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi
dengan orang lain?
 Waktu:

13
" Berapa lama Adik? Bagaimana kalau 15 menit
saja?"
 Tempat
"Di mana ibu mau berbincang-bincang dengan
saya? Ya sudah, di ruangan ini saja kita berbincang-
bincang."
d. FASE KERJA :
 " Adik, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan ibu
siapa?"
 "Menurut Adik apa keuntungann berinteraksi dengan orang lain
dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain?"
 "Kalau Adik tidak tahu saya akan memberitahukan keuntungan
dari berinteraksi dengan orang lain, yaitu bapak punya banyak
teman, saling menolong. saling bercerita, dan tidak selalu
sendirian".
 "Sekarang saya akan mengajarkan Adik berkenalan. Bagus, Adik
dapat mempraktekkan apa yang saya ajarkan tadi. Bagaiman kalau
kegiatan berbincang- bincang dengan orang lain di masukkan
kedalam jadwal kegiatan harian?"
e. FASE TERMINASI:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi Subyektif:
"Bagaimana perasaan bapak setelah kita
berbincang-bincang tadi?"
 Evaluasi Objektif:
"Coba Adik ceritakan kembali keuntungan
berinteraksi dan kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain?"

14
2. Tindak Lanjut:
"Tadi saya sudah menjelaskan keuntungan dan kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain dan cara berkenalan
yang benar. Saya harap Adik dapat mencobanya
bagaimana berinteraksi dengan orang lain!"
3. Kontrak yang akan datang
 Topik : "Baiklah, pertemuan kita cukup sampai
disini. Besok kita akan berbincang-bincang lagi
tentang jadwal yang telah kita buat dan
mempraktekkan cara berkenalan dengan orang
lain".
 Waktu: "Berapa lama bapak punya waktu untuk
berbincang-bincang dengan saya besok?
Bagaimana kalau 15 menit saja?"
 Tempat: "Di mana Adik mau berbincang-bincang
dengan saya besok? Ya sudah. bagaimana kalau
besok kita melakukannya di teras depan saja?"

15
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN ANAK JALANAN

3. KASUS (Masalah Utama)


Anak Jalanan :
4. PROSES TERJADINYA MASALAH
B. Faktor Presdiposisi
1. Genetik
2. Neurobiologis: penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter.
3. Teori virus dan infeksi

C. Faktor Prespitasi
1. Biologis
2. Sosial kultural
3. Psikologis

D. Jenis
Pembagian anak jalanan menurut UNICEF dibagi menjadi tiga kelompok antara lain:
1. Street Living Children
Anak-anak yang pergi dari rumah dan meninggalkan orang tuanya. Anak tersebut hidup
sendirian dan memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan keluarganya.
Biasanya anak-anak ini sering disebut dengan gelandangan atau pun gembel. Mereka
biasanya tidak mempunyai tempat tinggal maupun pekerjaan tetap.

2. Street Working Children


Disebut juga sebagai pekerja anak di jalan. Mereka menghabiskan sebagian besarwaktu
mereka di jalanan untuk bekerja baik di jalan atau pun di tempat- tempat umum untuk
membantu keluarganya. Sehingga anak- anak ini masih memiliki rumah dan tinggal
dengan orang tua mereka.

1
3. Children from Street Families
Anak – anak yang hidup di jalanan, beserta dengan keluarga mereka. Untuk
jumlahnya sendiri, jumlah anak jalanan terus bertambah setiap tahunnya. Lembaga
Perlindungan Anak mencatat pada tahun 2003 terdapat 20.665 anak jalanan di Jawa
Barat dan 4.626 di antaranya berada di kotamadya Bandung

Menurut Tjoemi S. Soemiarti (2004: 197), anak jalanan merupakan bagian kehidupan
anak yang memiliki ciri-ciri khusus dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yaitu :
a. Kelompok high risk to be street children yaitu anak jalan yang masih tinggal
dengan orang tua, beberapa jam di jalanan kemudian kembali ke rumah.
b. Kelompok children on the street yaitu mereka melakukan aktivitas ekonomi di
jalanan dari pagi hingga sore hari. Dorongan ke jalan disebabkan oleh keharusan
membantu orang tua atau untuk pemenuhan kebutuhan sendiri.
c. Kelompok children of the street yaitu mereka telah terputus dengan keluarga
bahkan tidak lagi mengetahui keberadaan keluarganya. Hidup di jalanan selama
24 jam, menggunakan fasilitas mobilitas yang ada di jalanan secara gratis.

Pengelompokan anak jalanan di atas menitikberatkan pada hubungan anak jalanan


dengan keluarganya, dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu anak yang masih
tinggal dengan orang tua, anak jalanan yang menjadi urban ke kota dan jarang pulang
dan anak jalanan yang sudah terputus dengan keluarganya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Tata Sudrajat (1996: 154), pada umumnya ada tiga
tingkat yang menyebabkan munculnya fenomena anak jalanan, yakni :
a. Tingkat mikro (immediate causes) yaitu faktor-faktor yang berhubungan
dengan situasi anak dalam keluarga.
b. Tingkat miso (underlying causes) yaitu faktor-faktor yang ada di masyarakat
tempat anak dan keluarga berada.

2
c. Tingkat makro (basic causes) yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan
struktur makro dari masyarakat seperti ekonomi, politik dan kebudayaan.

Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa anak jalanan dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu anak jalanan yang seluruh waktu dan
hidupnya berada di jalanan, anak jalanan yang tempat tinggalnya di kota dan masih ada
hubungan dengan keluarga, dan anak jalanan yang menjadi urban di kota yang ada
hubungan dengan keluarga.

E. Tanda & Gejala


1. Orang dengan tubuh kotor sekali.
2. Rambutnya seperti sapu ijuk
3. Pakaiannya compang camping dengan membawa bungkusan besar
4. Bertingkah laku aneh
5. Sukar di ajak komunikasi
6. Pribadi tidak stabil

F. Rentang Respon

Respon adaptasi Respon maladaptif


 Berfikir logis  Pemikiran sesekali  Gangguan pemikiran
 Presepsi akurat  Terdistorsi  Waham/halusinasi
 Emosi konsisten  Ilusi  Kesulitan pengolahan
dengan pengalaman  Reaksi emosi  Emosi
 Perilaku sesuai berlebihan dan tidak  Perilaku kacau dan
 Berhubungan sosial bereksi isolasi social
 Perilaku aneh
 Penarikan tidak bisa
berhubungan sosial

3
G. Mekanisme Koping
• Regresif (berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
• Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
• Menarik diri
• Pengingkaran

5. POHON MASALAH

Effect Gangguan pemeliharaan


Kesehatan (BAB/BAK,
mandi, makan, minum)

Core problem Defisit perawatan diri

Causa Menurunnya motivasi dalam


Perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri


Harga diri rendah

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Harga diri rendah
2. Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri

4
7. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan
orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
2) Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang.
3) Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
4) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
5) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
6) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
3) Utamakan memberi pujian yang realistis
4) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan

5
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK


Tujuan Umum :Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kebersihan diri, berdandan,
makan, BAB/BAK.
Tujuan Khusus :
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

6
4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
1) Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
2) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib Menielaskan çara merapihkan peralatan
makan setelah makan
3) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

8. DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto, Suharsimi, 2013. Proseder Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
: Rineka cipta
2. Simanjuntak, J. 2012 Konseling Gangguan Jiwa dan Okultisme (membedakan
Gangguan Jiwa dan Kerasukan Setan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
3. Sumantri, Sujati, 2012. Psikologi Luar Biasa, Bandung : PT Refika
4. Daryo, Agoes, 2011, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Refika Aditama
5. Utomo, T. 2010. Mencegah dan Mengatasi krisis Anak Melalui Perkembangan
Sikap Mental Orang Tua. Jakarta : Grasindo

7
6. Sugiyono, D. 2010 Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
7. Riyadi, S. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
8. Sugiyanto, 2009. Analisis Statika Sosial, Malang : Bayumedia Publillsing
9. Utama Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius
10. Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius

8
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)
PADA PASIEN ANAK JALANAN : HARGA DIRI RENDAH

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien :
DO:
- Klien tampak mengekspresikan wajah malu
- Klien tampak kurang bergairah
DS :
- Klien mengatakan malu dan tidak berguna
- Klien mengatakan “tidak bisa” ketika diminta melakukan sesuatu
- Klien selalu mengungkapkan kekurangannya dari pada kelebihannya.
2. Diagnosa keperawatan :
Risiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
4. Tindakan keperawatan:
1. Menyapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Memperkenalkan diri dengan sopan
3. Menanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai pasien
4. Mnelaskan tujuan pertemuan
5. Menunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa
6. Mendiskusikan kemampuan aspek positif , keluarga dan lingkungan yang dimiliki
pasien.
7. Bersama pasien membuat daftar tentang:
a. Aspek positif pasien, keluarga, dan lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki pasien
8. Mengutamakan memberi pujian yang realistik dan hindarkan penilaian negatif.

9
B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“selamat pagi adik. Perkenalkan nama saya perawat Ester Natasya, Adik bisa panggil
saya suster Ester” ”Nama Adik siapa?”. “ ”
“Ibu lebih senang dipanggil siapa?”“o o o adik ria”. “saya akan menemani Adik selama
2 minggu, jadi kalau ada yang mengganggu pikiran Adik bisa bilang ke saya, siapa tahu
saya bisa bantu”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana kabar Adik.? o o o begitu”
“Coba ceritakan pada saya, apa yang dirasakan dirumah, hingga dibawa ke RSJ”
c. Kontrak
- Topik : “Maukah Adik bercakap – cakap dengan kemampuan yang dimiliki serta
hobi yang sering dilakukan dirumah”
- Waktu : ““Adik lebih suka bercakap–cakap dimana?, o o o ditaman, baiklah”
- Tempat : “kita mau becakap – cakap berapa lama?, Bagaimana kalau 10 menit
saja”
2. Fase Kerja
“Kegiatan apa saja yang sering Adik lakukan dirumah?”.........
“memasak, mencuci pakaian, bagus itu Adik”. “Terus kegiatan apalagi yang Adik
lakukan?”. “kalau tidak salah Adik juga senang menyulam ya?”, wah bagus sekali!
“Bagaimana kalau Adik menceritakan kelebihan lain/kemampuan lain yang dimiliki?”
kemudian apa lagi.
“Bagaimana dengan keluarga Adik, apakah mereka menyenangi apa yang Adik lakukan
selama ini, atau apakah mereka sering mengejek hasil kerja Adik?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Adik selama kita bercakap–cakap?”, “Senang terima kasih”

10
b. Evaluasi Objektif
“Tolong Adik ceritakan kembali kemampuan dan kegiatan yang sering Adik
lakukan? ........ Bagus”, “terus bagaimana tanggapan keluarga Adik terhadap
kemampuan dan kegiatan yang Adik lakukan?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Baiklah Adik, nanti Adik ingat ingat ya, kemampuan Adik yang lain dan belum sempat
Adik ceritakan kepada saya?”, “besok bisa kita bicara lagi”.
d. Kontrak
- Topik :
“Bagaimana kalau besok kita bicarakan kembali kegiatan /kemampuan yang dapat
Adik lakukan di rumah dan di RSJ”
- Waktu :
“Berapa lama kita akan bercakap – cakap?”. “Bagaimana kalau 15 menit”
“Setuju!”
“Sampai bertemu lagi besok ya, Adik”
- Tempat :
“Tempatnya mau dimana Adik?”

11
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)
PADA PASIEN ANAK JALANAN : DEFISIT PERAWATAN DIRI

Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak berdaya
Data Objektif :
Rambut kotor dan acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan gigi
bau,kulit kusam dan kotor,
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Keperawatan Diri : Mandi, Gosok gigi, cuci rambut
3. Tujuan Tindakan keperawatan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menjelaskan, pentingnya kebersihan diri.
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.

4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Jelaskan pentingnya perawatan diri yang baik..
c. Ajarkan klien mempraktekan cara perawatan diri : mandi, gosok gigi dan cuci
rambut
d. Bantu klien mempraktekan cara perawatan diri.
e. Anjurkan klien memasukan kegiatan perawatan diri secara mandiri di
dalan jadwal kegiatan harian.
A. Strategi Komunikasi.
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Selamat Pagi Dek, Perkenalkan nama saya Suster Ester. Saya Mahasiswa
Poltekkes Kemenkes Banten, saya akan dinas diruangan Ini selama 3 minggu.

12
Hari ini saya dinas pagi, dari jam 07 pagi sampai jam 2 siang. Saya akan merawat
ibu selama di RS ini, nama ibu siapa? Senang nya dipanggil apa.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan Adik hari ini..? Apakah Adik sudah mandi & gosok gigi..? ”
c. Kontrak
 Topik :
“Baiklah dek.. Bagaimana kalau kita diskusi tentang kebersihan diri..?”
 Waktu :
“ Berapa lama Adik mau mengobrolnya..?, Bagaimana kalau 15 menit..?”
 Tempat :
“ Adik maunya kita ngobrol dimana..?, Bagaimana kalau di ruang tamu..?”
2. Fase Kerja
“Berapa kali Adik mandi dalam sehari..?, Menurut Adik, apa sih kegunaan
mandi..?, Apa alasan Adik sehingga tidak mau mandi..?, Menurut Adik, apa
manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan dir kita,? Kira – kira tanda tanda orang
yang merawat diri dengan baik, seperti apa yaa..? Kalau kita tidak teratur
menjaga kebersihan diri, masalah apa menurut Adik yang bias timbul..? Sekarang
coba Adik sebutkan alat apa saja yang digunakan untuk menjaga kebersihan diri,
seperti kalau kita mandi, cuci rambut, gosok gigi… apa saja yang disiapkan..?
Benar sekali..!! Adik perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun, sikat gigi,
sampo dan odol serta sisir. Wahhhh… Bagus sekali..!! Adik bisa menyebutkan
dengan benar..”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif :
“..Bagaimana perasaan Adik setelah, kita membicarakan tentang cara
merawat kebersihan diri? Baguss sekali Adik..! Nah, sekarang, coba Adik
sebutkan, cara perawatan diri yang telah kita pelajari dan latih tadi..? Bagus
sekali..!!
b. RTL
“ Baiklah Adik, tadi Adik sudah menyebutkan manfaat bagi kita jika kita
menjaga kebersihan diri, dan kita juga sudah melakukan latihan, cara Merawat
diri, masukan kedalam jadwal yaa..! Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan

13
sesuai jadwal ya Adik..! mandi 2 X Sehari, gosok gigi 2 X sehari juga, keramas 2
X Seminggu. Bagaimana dik..? Bisa dilakukan..? Baguss sekali Adik mau
mencoba melakukannya..!”
c. Kontrak yang akan datang
 Topik :
“..Baiklah Adik, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu lagi, dan
membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara makan dan minum
yang baik dan benar, apakah Adik bersedia..?..”
 Waktu :
“..Adik mau jam berapa dan berapa lama..? bagaimana kalau jam 11,,?
Baik Adik kita akan berbincang selama 15 menit”
 Tempat :
“..Adik maunya kita berbincang dimana..? bagaimana kalau di ruang
makan..? baiklah dik, besok saya akan kesini jam 11 ya..! Sampai Jumpa
besok ya bu.. Saya permisi”.

14

Anda mungkin juga menyukai