Anda di halaman 1dari 2

Laela Nur Pratiwi

E1A017044
A. NAMA DAN KRONOLOGI KEJADIAN
Judul Artikel : “KPK Ungkap Modus Suap Antar BUMN”

Jakarta, CNBC Indonesia- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melanjutkan dugaan


perkara korupsi yang dilakukan antar BUMN, yakni PT Angkasa Pura II dan PT Industri
Telekomunikasi Indonesia (Inti)

Dalam perkembangan terbaru KPK menetapkan Direktur Utama PT Inti Darman Mappangara


sebagai tersangka kasus dugaan suap antar-BUMN. Setidaknya ada dua BUMN yang terlibat
dalam perkara ini, yakni PT Angkasa Pura II dan PT Inti. Kasus ini bermula ketika KPK
menjerat 2 tersangka, yaitu Andra Agussalam sebagai Direktur Keuangan PT Angkasa Pura
(AP) II dan Taswin Nur, yang diduga KPK sebagai tangan kanan pejabat PT Inti. 
Andra diduga menerima suap berkaitan dengan proyek pengadaan baggage handling
system(BHS) atau sistem penanganan bagasi di 6 bandara yang dikelola PT AP II.

Andra diduga menerima uang SGD 96.700 sebagai imbalan atas tindakannya 'mengawal' agar
proyek BHS dikerjakan oleh PT Inti. Apabila dikonversi ke dalam rupiah, nilainya kurang-
lebih Rp 994 juta. Proyek itu rencananya dioperasikan anak usaha PT AP II, yaitu PT Angkasa
Pura Propertindo (APP). KPK menyebut nilai proyek tersebut kurang-lebih Rp 86 miliar.

Darman pun dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.

B. SUBYEK
Diketahui bahwa subyek nya adalah dugaan perkara korupsi yang dilakukan antar BUMN,
yakni PT Angkasa Pura II dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti). KPK menetapkan
Direktur Utama PT Inti Darman Mappangara sebagai tersangka kasus dugaan suap antar-
BUMN Kasus ini bermula ketika KPK menjerat 2 tersangka, yaitu Andra Agussalam sebagai
Direktur Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II dan Taswin Nur, yang diduga KPK sebagai
tangan kanan pejabat PT Inti.

C. OBYEK
Objek dalam artikel tersebut adalah Kasus Korupsi yang menjerat Darman menjadi tersangka
akibat perbuatan nya menerima suap yang dilakukan oleh dua Pt antar BUMN.
Andra yg diduga menerima uang SGD 96.700 sebagai imbalan atas tindakannya 'mengawal'
agar proyek BHS dikerjakan oleh PT Inti. Apabila dikonversi ke dalam rupiah, nilainya
kurang-lebih Rp 994 juta. Proyek itu rencananya dioperasikan anak usaha PT AP II, yaitu PT
Angkasa Pura Propertindo (APP). KPK menyebut nilai proyek tersebut kurang-lebih Rp 86
miliar. Andra diduga menerima suap berkaitan dengan proyek pengadaan baggage handling
system(BHS) atau sistem penanganan bagasi di 6 bandara yang dikelola PT AP II.

D. DASAR HUKUM
Menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (“UU Tipikor”), baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan
hukuman pidana.
Pasal 5 UU Tipikor
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a.   memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
atau
b.  memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Yang dimaksud dengan “penyelenggara negara” disebutkan dalam penjelasan Pasal 5 ayat


(2) UU Tipikor adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU No.
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme, yaitu:
1.    Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2.    Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3.    Menteri;
4.    Gubernur;
5.    Hakim;
6.    Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan
7.    Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. REALITAS HUKUM
Dalam berita yang saya dapat diketahui bahwa terdapat ketidaksesuaian antara hokum yang
berlaku dengan peristiwa tersebut, dimana seharusnya Andra Agussalam sebagai Direktur
Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II dan Taswin Nur sebagai tangan kanan pejabat PT Inti
tidak menerima atau memberikan apapun itu yang dapat dikatakan suap menyuap

F. MAKNA HUKUM
Dalam kasus ini makna hokum yang tepat adalah mengenai Aliran Sejarah dan Kebudayaan
menurut Friedrich Karl Von Savigny, makna hukumnya ; hokum merupakan perwujudan dari
kesadaran hokum masyarakat atau jiwa bangsa (volkgeist), substansi hokum adalah aturan
tentang kebiasaan hidup masyarakat. Sebagai pejabat dan tangan kanan suatu perusahaan yg
sudah diberikan kepercayaan penuh seharusnya Andra Agussalam sebagai Direktur Keuangan
PT Angkasa Pura (AP) II dan Taswin Nur sebagai tangan kanan pejabat PT Inti tidak
melakukan hal tersebut yang benar itu adalah tindak pidana korupsi, kegiatan suap menyuap di
Indonesia jika terus dibiarkan akan menjadi sebuah kebiasaan bahkan bisa dijadikan bahan
untuk mencari alasan untuk menutupi suatu kebohongan, jelas hal ini masuk kedalam ranah
hokum pidana yaitu tindak pidana korupsi.
Pengaruh terhadap sosiologi hokum bahwa hokum tidak dapat dilihat sebagai suatu institusi
yang berdiri sendiri (dalam bentuk undang undang), melainkan juga suatu proses dan perilaku
masyarakat yang berhubungan dengan hokum.
Dengan kesalahan nya tersebut maka sanksi yang dapat diterima oleh Darman pun dijerat
dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

G. Daftar Pustaka
https://www.cnbcindonesia.com/news/20191002201624-4-104002/parah-kpk-ungkap-modus-
suap-antar-bumn
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_31_99.htm
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt503edf703889a/penerima-sanksi-
gratifikasi/
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Anda mungkin juga menyukai