JURNAL READING
Oleh:
Anindya Wahyu K 191611101108
Pembimbing:
drg. Dyah Indartin Setyowati, M.Kes
2.1 Definisi
2.3 Etiologi
2.3.1 Genetika
Setidaknya 40% pasien RAS, keluarganya juga memiliki riwayat positif
RAS. Peran genetik adalah pemicu RAS yang paling dasar. Anak-anak yang
orangtuanya mempunyai positif RAS mempunya potensi akan mengalami RAS
dimana lesi akan muncul di usia mereka yang masih anak-anak. Spesifik HLA
yang ditemukan pada pasien antara lain HLA-A2, HLA-B5, HLA-B12, HLAB44,
HLA-B51, HLA-B52, HLA-DR2, HLA-DR7, dan Seri HLA-DQS (Miller MF,
1997).
2.3.3 Alergi
Pada beberapa kasus penderita RAS yang memiliki alergi terhadap susu,
keju dan tepung, pada saat tidak mengkonsumsi bahan-bahan tersebut keadaan
ulser memiliki tingkat keparahan yang rendah dibanding pada saat mereka terkena
reaksi alergi oleh karena bahan-bahan tersebut. Selain itu reaksi alergi pada pasta
gigi yang mengandung sodium lauryl sulfat (SLS) dapat dapat menyebabkan
epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi. Studi
terbaru menunjukkan bahwa penggunaan pasta gigi bebas SLS tidak
mempengaruhi perkembangan lesi baru pada pasien RAS (Akintoye SO, 2005).
2.3.4 Imunitas
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR,
adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu
penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada
pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu
berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana
pemicunya tidak diketahui. Terdapat beberapa respon imun yang terjadi pada
RAS, yaitu penurunan jumlah limfosit CD4 dan perubahan rasio CD4:CD8,
penurunan aktivitas regulasi Treg CD4 CD25, peningkatan jumlah limfosit B,
peningkatan jumlah sel (Akintoye SO, 2005).
2.3.5.2 Tembakau
Seseorang yang berhenti merokok, RAS dapat timbul pada mukosa
seseorang tersebut. Merokok dapat menyebabkan peningkatan keratinisasi pada
mukosa yang berfungsi sebagai penghalang mekanik dan pelindung terhadap
trauma dan mikroba (Jurge S dkk, 2006).
RAS memiliki gambaran klinis berupa ulser, multiple, bulat atau oval
dengan batas jelas, tepi kemerahan dan dasar ulcer berwarna kuning atau keabu-
abuan. RAS dibagi menjadi 3 subtipe yang memiliki perbedaan dari segi
morfologi, distribusi lesi, jumlah lesi, ukuran lesi serta prognosis (Wallace A,
2015).
2.7.1 Tipe A
RAS yang muncul hanya bertahan sampai beberapa hari saja., dan muncul
hanya beberapa kali dalam setahun. Pada klasifikasi ini rasa sakitnya masih dapat
ditoleransi. Seorang klinisi harus mengidentifikasi apa yang membuat ulcer
semakin parah, terapi apa yang biasanya pasien lakukan untuk merawat lesi
tersebut dan bagaimana keefektifitasnya. Apabila efektif dan aman, seorang klinisi
harus mendukung pasien untuk melanjutkan perawatannya. Apabila faktor
pencetus ditemukan, klinisi harus mengeleminasinya terlebih dahulu. Contoh:
Apabila RAS diduga dipicu oleh trauma, maka klinisi harus memberi instruksi
pasien untuk menggunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut dan menyikat gigi
dengan tekanan ringan. Medikasi khusus tidak diperlukan (Scully C, 2003).
2.7.2 Tipe B
Pada klasifikasi ini RAS muncul tiap bulan, dan lesinya bertahan dari 3
sampai 10 hari. Pasien RAS tipe B ini baiknya merubah pola makan yang lebih
sehat dan lebih menjaga oral hyginenya. Selain itu terapi yang dibutuhkan adalah
obat kumur chlorhexidine (tanpa alkohol) dan kortikosteroid topikal yang
dioleskan segera pada saat lesi awal muncul. Karena tipe ini memiliki
kekambuhan atau rekurensi yang berpola, maka pasien harus mematuhi setiap
perwatan yang diberikan dengan sebaik mungkin. Alternatif lain adalah
penggunaan dexamethasone 0,05 mg/5 ml (kumur 3 kali sehari) atau
kortikosteroid topikal seperti salep clobetasol 0,05 % atau salep fluosionid 0,05
% Apabila ulser tetap kambuh pada lokasi yang sama, gunakan tiga kali dalam
sehari. Pada kasus yang lebih parah, terapi kortikosteroid sistemik mungkin
diperlukan, namun tidak boleh melebihi 50 mg per hari selama 5 hari dimana
peresepan obat ini harus dibawah pengawasan dokter spesialis penyakit mulut
(Scully C, 2003).
2.7.3 Tipe C
RAS tipe ini melibatkan ulser yang kronis, yaitu 1 ulser sembuh, yang lain
akan tetap berkembang bahkan muncul baru. Pada pasien RAS tipe C ini
sebaiknya dirawat oleh dokter spesialis penyakit mulut, yang sering memakai
topikal kortikosteroid seperti betamethasone, beclomethasone, clobetasol,
fluticasone atau fluocionide. Kemudian penggunaan kortikosteroid sistemik yaitu
azathioprine, atau immunosupresan lain seperti dapsone, pentoxifylin dan
terkadang thalidomide. Selain itu dokter spesialis penyakit mulut dapat suntikan
atau injeksi kortikosteroid untuk meningkatkan respon lokal, sehingga
memerlukan perawatan sistemik yang lebih sedikit (Scully C, 2003).
BAB 3. PEMBAHASAN
RAS merupakan suatu lesi berbentuk ulser yang bersifat rekuren atau
kambuh yang tidak diketahui faktor penyebabnya. Terapi yang dapat dilakukan
berupa KIE, obat kumur antiseptik, vitamin dan kortikosteroid baik topikal
maupun sistemik.
DAFTAR PUSTAKA