Disusun Oleh :
Dahnia Afris Santiningrum
NIM P17310171006
Mahasiswa
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
I.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
a. Studi pustaka
Yaitu dengan mempelajari buku - buku yang berkaitan dengan kasus yang
diambil
b. Observasi
c. Wawancara
d. Studi dokumentasi
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
1. 2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
1. 3 Metode Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.2 Identifikasi Diagnosa dan Masalah
3.3 Identifikasi Diagnosa Masalah Potensial
3.4 Identifikasi Kebutuhan segera
3.5 Intervensi
3.6 Implementasi
3.7 Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Ante Partum Bleeding (APB) atau Perdarahan antepartum adalah perdarahan
pervaginam semasa kehamilan di mana umur kehamilan telah melebihi 28
minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada
masa kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari semua kehamilan (Wiknjosastro,
2007).
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari yang letaknya
tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal ari-ari terletak
dibagian atas rahim.
Klasifikasi atau ienis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan
plasenta atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
1) Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta atau ari-ari.
2) Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta
3) Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-ari berada
tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
4) Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada segmen bawah
rahim akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
2.2 Etiologi
Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding rahim di fundus uteri belum
menerima implantasi atau tertanamnya ari-ari dinding rahim diperlukan
perluasan plasenta atau ari-ari untuk memberikan nutrisi janin (Manuaba,
2010).
Faktor-faktor etiologinya :
1) Umur dan Paritas
a. Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada umur di
bawah 25 tahun.
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c. Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan
paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada
usia muda dimana endometrium masih belum matang.
2) Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur muda
3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi,
kuretase dan manual plasenta.
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6) Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).
2.3 Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi
pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20
minggu karena sejak itu segmen bawah rahim telah terbentuk dan mulai
melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah
rahim akan lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila
plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen
bawah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta yang
melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding rahim. Pada saat
itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya
plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan
plasenta yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan :
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin tidak terdorong ke
dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin
seperti letak kepala yang mengapung, letak sungsang atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum waktunya karena
adanya rangsangan koagulum darah pada leher rahim. Selain itu jika banyak
plasenta atau ari-ari yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi
kontraksi, juga lepasnya ari-ari dapat merangsang kontraksi (Mochtar, 2003)
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan
1) Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan akan menjadi tidak
normal
2) Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan dapat
menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
3) Sering dijumpai inersia primer
4) Perdarahan (Mochtar, 2011)
2.4 Pathway
2.7 Penatalaksanaan
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22 minggu harus
dianggap penyebabnya adalah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah.
Penderita harus dibawa ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
1) Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum waktunya dan
tindakan yang dilakukan untuk meringankan gejala-gejala yang diderita.
Penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis
servikalis.
Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah kehamilan belum
matang, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum Ibu cukup baik
dan bisa dipastikan janin masih hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat inap, tirah
baring dan pemberian antibiotik, kemudian lakukan pemeriksaan
ultrasonografi untuk memastikan tempat menempelnya plasenta, usia
kehamilan letak dan presentasi janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan
MgSO4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di
sekitar ostium uteri internum maka dugaan plasenta previa menjadi jelas.
Sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN DATA
No Register : 11475592
Tanggal pengkajian : 20 - 2 - 2020
Tempat Pengkajian : Ruang 4 rumah sakit saiful anwar malang
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama : Ny”W” Nama : Tn. S
Umur : 31 tahun Umur : 32 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dsn selokurung RT 23/05 ngantang malang
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan nyeri pada luka operasi di bagian perutnya
3. Riwayat kesehatan
Ibu tidak sedang dan tidak pernah menderita penyakit menular seperti batuk
lama dan mengeluarkan darah (TBC), penyakit kuning (hepatitis) maupun
HIV/AIDS, penyakit menahun seperti penyakit jantung, ginjal dan asma,
serta tidak menderita penyakit menurun seperti kencing manis, epilepsi dan
kejiwaan.
B. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD : 110/70 mmHg S : 36,5 C
N : 83x /menit RR: 20x/menit
Antropometri : TB : 153 cm BB : 61 kg
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Kepala : Rambut lurus, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok
keadaan bersih
Muka : tidak ada cloasma, muka sedikit pucat, tidak oedem
Mata : Mukosa bibir lembab, ada caries gigi dan gigi berlubang
Telinga : tidak ada serumen, bersih
Hidung : simetris, bersih tidak ada polip dan secret
Mulut : tidak pecah - pecah, tidak ada stomatitis, sedikit kering
Leher : tidak tampak pembesaran kkelenjar tyroid dan vena jugularis
Dada : pernafasan baik tidak ada rochi dan wheezing, payudara
menonjol hiperpigmentasi , tidak ada benjolan, abnormal,
colostrums belum keluar.
Payudara : simetris
Abdomen : tampak luka operasi tertutup dengan kain kasa
Ekstremitas:
- Atas : terpasang infuse RL
- Bawah : tungkai simetris kiri kanan, tidak ada varises dan oedema
Genetalia : lochea rubra, tidak oedema, tidak ada perdarahan, terpasang
kateter
b. Palpasi
Mata : palpebra tidak oedema
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis
Dada : colostrum belum keluar -/- tidak ada massa, tidak ada nyeri
tekan
Payudara : tidak ada nyeri tekan dan benjolan abnormal
Abdomen : TFU setinggi pusat, kontraksi baik, ada nyeri tekan pada
perut bagian bawah, kandung kemih kosong
Asukultasi :
- Dada : tidak terdengar suara wheezing dan ronchi, pernafasan normal
Perkusi :
- reflek patela : +/+
3. Pemeriksaan penunjang
a. Tanggal :19 - 2 - 2020 jam : 12:33
(Batas normal)
Hemoglobin (HGB) : 8,70 g/dl ( 11,4 - 15,1 )
Eritrosit (WBC) : 2,94 106/µl ( 4,0 - 5,0 )
Leukosit : 30,00 103/µl ( 4,7 - 11,3 )
Hematokrit : 25,40 % (38 - 42 )
Trombosit (PLT) : 257 103/µl (142 - 424 )
MCV : 86,90 fl ( 80 - 93 )
MCH : 29,60 % ( 27 - 31 )
MCHC : 34,30 g/dl ( 32 - 36 )
RDW : 13,20 % ( 11,5 - 14,5 )
PDW : 11,4 fl ( 9 -13 )
MPV : 10,6 fl ( 7,2 - 11,1)
P. LCR : 29,8 % (15,0 - 25,0)
PCT : 0,27 % ( 0,150 - 0,400)
b. Pengobatan post op
1. Ceftriaxone 2x1 gr/iv
2. Ranitidine 2x50 mg/iv
3. Kalnex 3x500 mg/iv
4. Ketorolac 3x30 mg/iv
5. Metoclopramid 3x10 mg/iv
6. Infuse RL 500 ml
V. INTERVENSI
Dx : Ny”W” PII02 Ab000 post SCTP + IUD hari ke 1 atas indikasi APB
Tujuan : - nyeri berkurang atau hilang
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil
1. TTV dalam batas normal
TD : 90/60 - 120/80 mmHg Nadi : 60 - 100 x/menit
S : 36, 5 - 37,5 C RR : 16 - 24 x/menit
2. Klien tidak mengeluh nyeri
3. Klien dapat mobilisasi
4. Luka operasi kering
5. Tidak ada tanda - tanda infeksi seperti merah, panas, bengkak bernanah
Intervensi
1. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang seluruh tindakan yang diberikan
R/ dengan menyampaikan pada klien sebelum melakukan tindakan maka
klien dapat bekerja sama dalam setiap tindakan yang akan dilakukan.
2. Lakukan pemeriksaan tanda - tanda vital, kontraksi, TFU dan lochea
R/ dengan melakukan pengukuran TTV, kontraksi, TFU dan lochea maka
kita dapat mengetahui terjadinya tanda - tanda infeksi, kontraksi,
TFUdan lochea
3. Pertahankan pemberian infuse
R/ cairan tersebut merupakan cairan isotonic yang dapat menggantikan
cairan tubuh yang hilang akibat perdarahan atau operasi
4. Pantau input dan output per 12 jam
R/ untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran cairan tubuh baik
melalui urine maupun keringat sehingga terjadi keseimbangan cairan
tubuh
5. Anjurkan mobilisasi secara bertahap
R/ mobilisasi secara bertahap merangsang imun tubuh dan otot - otot
polos pada usus sehingga peristaltik usus menjadi
6. Pantau tanda - tanda infeksi
R/ untuk mengetahui keadaan klien dan melakukan tindakan selanjutnya
7. Anjurkan untuk makan makanan tinggi protein
R/ makanan yang cukup protein dapat mengganti dan mematangkan sel -
sel sehingga penyembuhan luka lebih cepat
VI. Implementasi
1. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang tindakan yang diberikan, ibu
dan keluarga mengerti dengan apa yang disampaikan
2. Memantau tanda - tanda vital kontraksi, TFU dan lochea :
TTV : TD : 100/70 mmHg Nadi : 83x/menit
S : 36, 5 C RR : 20x/menit
Kontraksi : baik
TFU : TFU setinggi pusat
Lochea : Rubra
3. Mempertahankan pemberian infus NS 500 ml per 28 tts/menit, tetesan
lancar, tidak ada flebitis
4. Memantau input dan output per 24 jam : jumlah urine 1000 cc dan jumlah
pemasukan 1000 cc
5. Menganjurkan mobilisasi secara bertahap yaitu miring kanan miring kiri,
ibu bersedia melakukannya dengan di bantu oleh keluarga
6. Mengkaji tanda - tanda infeksi yaitu merah, panas, bengkak dan nyeri
7. Menganjurkan klien untuk makan makanan yang mengandung protein
yaitu tahu, tempe, telur, ikan
VII. Evaluasi
Tanggal : 20 - 2 - 2020
S : ibu mengatakan masih nyeri pada bekas luka operasi, lemas dan mual
O : K/U : baik
Kesadaran : composmentis
TTV : TD : 100/70 mmHg Nadi : 83x/menit
S : 36, 5 C RR : 20x/menit
Luka operasi masih tertutup verban, kering tidak lembab, tidak ada
tanda - tanda infeksi
A : Ny”W” PII02 Ab000 post SCTP + IUD hari ke 1 atas indikasi APB
P :
1. Melakukan observasi tanda - tanda vital, kontraksi, TFU dan lochea
2. Memantau input dan output per 8 jam
3. Menganjurkan klien untuk mobilisasi miring kanan miring kiri
4. Memberitahu keluarga untuk memberikan minum sedikit - sedikit
setelah flaktus
5. Melanjutkan pemberian obat - obatan sesuai advis dokter Cefazoline
2x1 gr/iv, Ranitidine 2x50 mg/iv, Kalnex 3x500 mg/iv, Ketorolac
3x30 mg/iv, Metoclopramid 3x10 mg/iv, Infuse RL 500 ml
6. Memberitahu tentang kebutuhan nutrisi
Data perkembangan I
Tanggal : 21 - 2 - 2020 pukul :10:00 WIB
Data perkembangan II
Tanggal : 22 - 2 - 2020 pukul : 10:00
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan asuhan kebidanan pada ibu nifas, Ny”W”
umur 31 tahun dengan post SCTP + IUD atas indikasi APB dapat di
simpulkan bahwa
1. Manajemen asuhan kebidanan yang diberikan di Rumah Sakit Saiful
Anwar telah dilakukan dengan baik dan tepat
2. Asuhan kebidanan yang diberikan pada Ny”W” telah sesuai dengan
kebutuhan
3. Tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kejadian dilapangan
B. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam
memberi pelayanan dan melakukan asuhan pada klien dengan post
SCTP + IUD atas indikasi APB.
2. Tenaga kesehatan
Diharapkan lebih kompeten dalam memberikan pelayanan sesuai dengan
protap dan harapan klien.
DAFTAR PUSTAKA