SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun oleh:
SHELLA MONICA DALIMUNTHE
108101000024
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1437 H
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
ntumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Sy
ya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran da
NIM. 108101000024
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
SKRIPSI, MEI 2015
ABSTRAK
Masalah gizi merupakan penyebab sepertiga kematian pada anak. Stunting
menjadi indikator kunci dari kekurangan gizi kronis, seperti pertumbuhan yang
melambat, perkembangan otak tertinggal dan sebagai hasilnya anak-anak stunting lebih
mungkin mempunyai daya tangkap yang rendah. Dari data Riskesdas 2010 beberapa
provinsi dengan jumlah kejadian balita stunting tertinggi menunjukkan bahwa kejadian
balita stunting banyak terdapat pada rentang usia 24-59 bulan. Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) merupakan salah satu Provinsi yang memiliki prevalensi stunting diatas
prevalensi nasional.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Studi ini menggunakan data sekunder yaitu dengan menganalisis data dari
penelitian Riskesdas 2010 di Provinsi NTB. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret
2013. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 388 balita berusia 24-59 bulan di
Provinsi NTB. Variabel independen yang diteliti dalam penelitian ini yaitu asupan
energi balita, asupan protein balita, jenis kelamin, berat lahir balita, jumlah anggota
rumah tangga, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah
tempat tinggal balita dan status ekonomi keluarga. Sedangkan variabel dependennya
adalah kejadian stunting. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner
riskesdas. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami stunting sebanyak
56.36%, sedangkan balita normal sebanyak 43.63%. Sebanyak 58.22% balita memiliki
asupan energi kurang, sedangkan 41.77% lainnya memiliki asupan energi cukup.
51.70% balita memiliki asupan protein cukup dan sisanya masih memiliki asupan
protein kurang. Sebanyak 51.59% balita berjenis kelamin perempuan, sisanya berjenis
kelamin laki- laki. Balita lahir dengan BBLR sebanyak 8.62%, sedangkan sisanya lahir
dengan berat badan normal. Sebanyak 72.06% anak berasal dari keluarga besar, sisanya
berasal dari keluarga kecil. Sebagian besar ibu balita berpendidikan rendah, hanya
sebanyak 33.13% yang berpendidikan tinggi. Ayah dengan pendidikan rendah sebanyak
71.51%, sisanya berpendidikan tinggi. Sebanyak 66.8% ibu balita merupakan ibu rumah
tangga, sisanya berkerja. Sebanyak 97.03% ayah balita bekerja, sisanya tidak bekerja.
41.77% balita tinggal di daerah perkotaan, sisanya di pedesaan. Hanya sebesar 17.53%
ii
balita yang berasal dari keluarga berstatus ekonomi tinggi, sisanya berstatus ekonomi
rendah.
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
SPECIALISATION NUTRITION
THESIS, MAY 2015.
ABSTRACT
Nutritional problems are the cause of all deaths in children. Stunting be a key
indicator of chronic malnutrition, such as slowed growth, brain development lags behind
and as a result of stunting children are more likely to have a low perception. From the
data of Riskesdas 2010 several provinces with the highest incidence of stunting in
toddlers showed that the incidence of stunting are happened mostly in the age range 24-
59 months. West Nusa Tenggara Province (NTB) is one province that has a prevalence
of stunting above the national prevalence.
This research is a quantitative study with cross sectional approach. This study
used secondary data analysis from the study of Riskedas 2010 in NTB Province. The
research was conducted in March 2013. The sample that was used in this research is 388
toddlers aged 24-59 months in NTB Province. The independent variables examined in
this study were toddler energy intake, toddler protein intake, sex, birth weight infants,
the number of household members, mother's education, father's education, mother's
occupation, father's occupation, regio n of residence and family economic status. While
the dependent variable was the incidence of stunting. The instrument used in this study
is a questionnaire of Riskesdas 2010. The data obtained was then performed in statistical
tests with chi-square formula.
The results showed that toddlers who stunted are 56.36%, while the other
43.63% are normal. A total of 58.22% of the toddlers have less energy intake, while
another 41.77% having sufficient energy intake. 51.70% of toddlers have enough protein
and the rest still has less protein intake. A total of 51.59% are female toddlers, while the
remaining toddlers are male. Toddlers born with low birth weight are 8.62%, while the
rest were born with normal weight. A total of 72.06% of the children come from large
families, the rest comes from a small family. Most of the toddler's mother was poorly
educated, just as much as 33.13% with high education. Fathers with low education are
71.51%, the rest is highly educated. A total of 66.8% of toddlers’ mothers are
housewives, and the remaining mothers are working. A total of 97.03% toddler's father
are working, the rest are unemployed. 41.77% of the toddlers living in urban areas, the
iv
rest in the countryside. Only by 17.53% of toddlers who comes from a family with high
economic status, the rest are from low economic status.
v
Judul Skripsi
etujui, dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
NIM. 108101000024
Jakarta,April 2015
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Mengetahui
Penguji I
Penguji II
Penguji III
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Agama : Islam
Email :
II. PENDIDIKAN
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tak
terhinggackepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemudian
tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, semoga kita semua mendapatkan syafa’at dan pertolongannya di
yaumil qiyamah nanti.
1. Mama dan Papa tercinta yang selalu memberikan segala dukungan, doa dan
perhatian kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku Sekretaris Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku dosen pembimbing I yang
telah dengan sabar memberikan ilmu, bimbingan, pengarahan, motivasi,
tuntunan dan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan yang luar
biasa kepada penulis.sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.Sn.Kes, MHS selaku dosen pembimbing II yang
banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan memberikan ilmu- ilmu baru, semoga Allah
SWT mencatat segala amal kebaikannya sebagai ibadah.
7. Ibu DR. Ela Laelasari, SKM, M.kes selaku dosen pembimbing akademik.
8. Para dosen program studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membimbing serta memberikan ilmu yang bermanfaat
kepada penulis.
ix
9. Bapak Ahmad Gozali dan Bapak Azib selaku bagian akademik, terima kasih
atas bantuannya dalam pembuatan surat-surat untuk penelitian ini.
10. Para Staf Balitbangkes Kementerian Kesehatan, terima kasih atas
kepercayaannya dalam memberikan data Riskesdas 2010 sehingga penulis
dapat menyusun skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan–STOOPELTH 2008, kakak-kakak, serta adik-
adik kelasku yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan
dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN...............................................................................................i
ABSTRAK.........................................................................................................................ii
ABSTRACT ……………………………………………………………………….. iv
PERYATAAN PERSETUJUAN....................................................................................vi
PANITIA SIDANG..........................................................................................................vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...........................................................................................viii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI......................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..............................................................................................................xiv
DAFTAR GRAFIK...........................................................................................................xv
DAFTAR BAGAN............................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................6
1.3 Pertanyaan Penelitian............................................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................................8
1.4.1 Tujuan Umum...............................................................................................8
1.4.2 Tujuan Khusus..............................................................................................8
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................................8
1.5.1 Manfaat Teoritis............................................................................................8
1.5.2 Manfaat Aplikatif..........................................................................................9
1.6 Ruang Lingkup.......................................................................................................9
BAB V HASIL
5.1 Analisis Univariat..................................................................................................63
5.1.1 Gambaran Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat.............................................................................................63
xii
5.1.2 Gambaran Asupan Energi Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat.............................................................................................64
5.1.3 Gambaran Asupan Protein Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat ……………………………………………………….. 65
5.1.4 Gambaran Jenis Kelamin Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat.......................................................................................................67
5.1.5 Gambaran Berat Lahir Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat.......................................................................................................68
5.1.6 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat...............................................................................70
5.1.7 Gambaran Pendidikan Ibu Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara
Barat 71
5.1.8 Gambaran Pendidikan Ayah Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat.......................................................................................................73
5.1.9 Gambaran Pekerjaan Ibu Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara
Barat 74
5.1.10 Gambaran Pekerjaan Ayah Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat.......................................................................................................76
5.1.11 Gambaran Wilayah Tempat Tinggal Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat...............................................................................77
5.1.12 Gambaran Status Ekonomi Keluarga Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat...............................................................................79
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian.........................................................................................81
6.2 Gambaran Stunting Pada Balita.............................................................................82
6.3 Gambaran Asupan Energi dengan Kejadian Stunting pada Balita........................84
6.4 Gambaran Asupan Protein dengan Kejadian Stunting pada Balita.......................87
6.5 Gambaran Jenis Kelamin dengan Kejadian Stunting pada Balita.........................89
6.6 Gambaran Berat Lahir dengan Kejadian Stunting pada Balita..............................92
6.7 Gambaran Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Kejadian Stunting pada
Balita......................................................................................................................93
6.8 Gambaran Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita........................95
6.9 Gambaran Pendidikan Ayah dengan Kejadian Stunting pada Balita....................98
6.10 Gambaran Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita..........................100
6.11 Gambaran Pekerjaan Ayah dengan Kejadian Stunting pada Balita......................102
6.12 Gambaran Wilayah Tempat Tinggal dengan Kejadian Stunting pada Balita........103
6.13 Gambaran Status Ekonomi Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Balita.......105
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Gambaran Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ……………………....... 63
Grafik 5.2 Gambaran Asupan Energi Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ………………………………...... 64
Grafik 5.3 Gambaran Asupan Protein Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ………………………... 66
Grafik 5.4 Gambaran i Jenis Kelamin Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ....................................... 67
Grafik 5.5 Gambaran Berat Lahir Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2010………………………………....... 69
Grafik 5.6 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Pada Balita Usia 24-59 Bulan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ……………………. 70
Grafik 5.7 Gambaran Pendidikan Ibu Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 72
…………………….......
Grafik 5.8 Gambaran Pendidikan Ayah Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ………………………... 73
Grafik 5.9 Gambaran Pekerjaan Ibu Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ………………………………...... 75
Grafik 5.10 Gambaran Pekerjaan Ayah Pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ………………………... 76
Grafik 5.11 Gambaran Wilayah Tempat Tinggal Pada Balita Usia 24-59 Bulan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ……………………... 78
Grafik 5.12 Gambaran Wilayah Status Ekonomi Keluarga Pada Balita Usia 24-
59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ………….... 79
xv
DAFTAR BAGAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
kehidupan manusia (Brown and Begin, 1993 dalam Semba and Bloem, 2001). Pada
berkembang terjadi pada dua hingga tiga tahun pertama kehidupan (De Onis a nd
Pemberian makan yang tidak tepat mengakibatkan cukup banyak anak yang
menderita kurang gizi. Femomena gagal tumbuh atau growth faltering pada anak
1
2
Indonesia mulai terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi yang diberikan makanan
tambahan dan terus memburuk hingga usia 18-24 bulan. Kekurangan gizi memberi
kontribusi dua pertiga kematian balita. Dua pertiga kematian tersebut terkait praktek
pemberian makanan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini. (WHO/UNICEF,
ika dilihat dari berat badan menurut umur (BB/U), pendek atau stunting jika dilihat dari tinggi badan menurut umur (TB/U) dan
dengan anak usia normal kurang begitu terlihat. Stunting biasanya mulai terlihat ketika
anak memasuki masa pubertas atau masa remaja. Ini merupakan hal yang buruk karena
semakin terlambat disadari, maka semakin sulit pula untuk mengatas i stunting.
nasional adalah sebesar 35,6% yang berarti terjadi penurunan dari keadaan tahun 2007
tahun 2007, prevalensi balita sangat pendek turun dari 18,8% pada tahun 2007 menjadi
18,5% pada tahun 2010. Sedangkan prevalensi pendek menurun dari 18,0% pada tahun
2007 menjadi 17.1% pada tahun 2010. Sebanyak 15 Provinsi memiliki prevalensi
lensi tertinggi sampai terendah adalah: (1) Nusa Tenggara Timur, (2) Papua Barat, (3) Nusa Tenggara Barat, (4) Sumatera Utara
h.
ta Riskesdas 2010 beberapa provinsi dengan jumlah kejadian balita stunting tertinggi menunjukkan bahwa kejadian balita stun
NTB mengalami peningkatan angka stunting pada balita. Prevalensi balita sangat pendek
meningkat dari 23,8% pada tahun 2007 menjadi 27,8% pada tahun 2010. Sedangkan
prevalensi balita pendek pada tahun 2007 sebesar 19,9% menjadi 20,5% pada tahun
2010.
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi
disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor- faktor tersebut saling berhubungan satu
dengan lainnya, ada tiga faktor utama penyebab stunting yaitu asupan makanan yang
tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat,
protein, lemak, mineral, vitamin dan air), riwayat berat badan lahir rendah (BBLR), dan
riwayat penyakit.
Buruknya status gizi balita ini merupakan konsekuensi dari interaksi berbagai
faktor determinan yang berhubungan dengan akses pada pangan, kelayakan tempat
tinggal dan akses pelayanan kesehatan (Semba and Bloem, 2001). Penelitian
lahir, umur balita, jenis kelamin dan lokasi tempat tinggal. Selain itu, stunting pada
balita juga berhubungan dengan usia ibu, pendidikan ibu, dan tingkat pengeluaran (status
faktor infeksi juga turut mempengaruhi. Ayaya SO (2004) dan Hautvast JL (2000) dalam
Intelligence Quotient (IQ) yang rendah, tinggi badan ibu, jenis kelamin laki- laki, tingkat
udaya, akses ke pelayanan kesehatan dan ekosistem lingkungan merupakan faktor- faktor yang berasosiasi dengan kejadian stu
adan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) yang dibantu oleh sejumlah enumerator untuk setiap Kabupaten
penelitian mengenai masalah kesehatan dan gizi yang telah dilakukan, salah satunya
yaitu Riskesdas 2010. Namun hasil Riskesdas 2010 mengenai status gizi balita
khususnya faktor- faktor yang berhubungan dengan kasus stunting pada balita belum
dianalisis secara mendalam. Oleh karena itu penulis ingin memanfaatkan data sekunder
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Akan tetapi keadaan data Riskesdas yang digunakan
untuk melakukan penelitian ini kurang begitu baik dalam segi kelengkapan data, karena
Berdasarkan data yang terkumpul dari Riskesdas 2010, total balita yang berusia
24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Tahun 2010 yaitu sebanyak 579
individu. Dari jumlah tersebut, untuk keperluan penelitian ini banyak data yang tidak
lengkap, misalnya dalam satu individu sampel, satu dan/atau beberapa variabel yang
dibutuhkan untuk penelitian ini tidak ada (missing) maka sampel tersebut tidak dapat
digunakan untuk penelitian. Dari total 579 individu tersebut, setelah dilakukan proses
cleaning data menjadi 338 individu. Sehingga seluruh individu tersebut digunakan
faktor- faktor kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di provinsi NTB
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010. Faktor-faktor yang diteliti yaitu: asupan energi,
asupan protein, jenis kelamin, berat lahir, jumlah anggota rumah tangga, pendidikian ib
u, pendidikan ayah, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilayah tempat tinggal dan status
ekonomi keluarga.
Nusa Tenggara Barat (NTB) masuk dalam urutan ke 3 yang memiliki kasus
stunting pada balita diatas prevalensi nasional. Stunting mengindikasi masalah kesehatan
penurunan perkembangan fungsi motorik dan mental serta mengurangi kapasitas fisik
(ACC/SCN 2000). Prevalensi balita sangat pendek di NTB meningkat dari 23.8% pada
tahun 2007 menjadi 27.8% pada tahun 2010. Sedangkan prevalensi balita pendek pada
Kejadian stunting di provinsi Nusa Tenggara Barat masih tinggi dan faktor yang
24 bulan sudah sapih ASI. Hal ini membuat konsumsi makanan balita benar-benar tergantung dari asupan energi dan protein. M
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi
2. Bagaimana gambaran balita stunting usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara
Barat berdasarkan asupan energi, asupan protein, jenis kelamin, berat lahir,
jumlah anggota rumah tangga, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pekerjaan ibu,
nting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
ng usia 24-59 bulan berdasarkan asupan energi, asupan protein, jenis kelamin, berat lahir, jumlah anggota rumah tangga, pend
tus ekonomi keluarga.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
2. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam topik yang
sama.
3. Sebagai tambahan referensi karya tulis yang berguna bagi masyarakat luas di
Manfaat aplikatif dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dalam
evaluasi kebijakan dan pengambilan keputusan terkait masalah gizi kurang pada
mu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai masukan yang berguna bagi pengambila
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
lahir dan balita sangat menentukan kondisi kesehatan pada masa usia sekolah dan remaja
(Depkes, 2007).
perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita
membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya baik, serta proses pertumbuhan
tidak terhambat, karena balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita
akibat kekurangan gizi (Santoso & Lies, 2004). Masa balita dinyatakan sebagai masa
10
11
kritis dalam rangka mendapatkan sumberdaya manusia yang berkualitas, terlebih pada
periode 2 tahun pertama merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan
otak yang optimal, oleh karena itu pada masa ini perlu perhatian yang serius (Azwar,
2004).
badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kek
memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan
keadaan sosial ekonomi. Di seluruh dunia, 178 juta anak berusia kurang dari lima tahun
(balita) menderita stunting dengan mayoritas di Asia Tengah Selatan dan sub-Sahara
kematian selama masa kanak-kanak. Selain menyebabkan kematian pada masa kanak-
kanak, stunting juga mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh (The Lancet, 2008).
Stunting dan serve stunting (selanjutnya hanya disebut sebagai “stunting ”)
pada balita merupakan salah satu masalah besar yang mengancam pengembangan
sumber daya manusia. Pada tahun 1995, diperkirakan angka stunting pada balita telah
mencapai lebih dari 208 juta dan 206 juta diantaranya berada di negara berkembang.
World Vision, 2009). Di Indonesia, tren data stunting pada anak usia pra-sekolah cenderung tidak mengalami perubahan. Prevale
dah dari pada tahun 1989, dan hampir setengahnya stunting . Anak yang menderita berat lahir rendah dan stunting pada giliran
subkawasan PBB adalah Afrika timur dan menengah masingmasing 50% dan 42%,
dengan jumlah terbanyak anak-anak dipengaruhi oleh stunting, 74 juta, tinggal di Asia
Tengah Selatan.
negara berkembang 11,6 juta kematian anak di bawah usia lima tahun, diperkirakan 6,3
juta (54%) dari kematian anak-anak dikaitkan dengan gizi buruk, yang sebagian besar
Tabel 2.1
Klasifikasi Penilaian Tingkat Kekurangan Gizi
Anak-anak dibawah Usia 5 Tahun
pertumbuhan linier. Biasanya, pertumbuhan goyah dimulai pada sekitar usia enam bulan,
sebagai transisi makanan anak yang sering tidak memadai dalam jumlah dan kualitas,
makanan dan terjadinya penyakit infeksi berulang, yang mengak ibatkan berkurangnya
Kekurangan tinggi badan cenderung terjadi lebih lambat dan pemulihan akan lebih
lambat, sedangkan kekurangan berat badan bisa cepat kembali dipulihkan. Oleh karena
itu, kekurangan berat badan adalah sebagai proses akut dan stunting adalah proses
kronis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama (Waterlow, 1992).
menggambarkan keadaan gizi kurang yang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu
urang yang sedang atau berat, perkembangan motorik dan mental yang buruk dalam usia kanak-kanak dini, serta prestasi kogn
ibandingkan masa remaja atau dewasa. Kebutuhan gizi yang tinggi untuk pertumbuhan yang pesat, termasuk pertumbuhan pa
terutama dalam 2 sampai 3 tahun pertama kehidupan dan merupakan cerminan dari efek
interaksi antara kurangnya asupan energi dan asupan gizi serta infeksi.
terjadi tinggi dan berat badan yang kurang pada saat dewasa, mengurangi kebugaran
otot dan kemungkinan juga pada saat kehamilan yang meningkatkan kejadian berat lahir
rendah. Bukti menunjukkan bahwa anak-anak stunting juga lebih cenderung memiliki
pendidikan rendah, tetapi tidak jelas apakah ini langsung karena faktor gizi atau
pengaruh lingkungan. Stunting pada masa kecil mungkin memiliki dampak besar pada
produktivitas saat dewasa, meskipun ini adalah statistik yang sulit ditentukan (Poskitt,
2003).
Berat badan kurang yang sedang dan anak-anak yang bertubuh pendek juga
bih jarang, ekspresi yang tidak begitu gembira serta cenderung untuk berada didekat ibu serta menjadi lebih apatis (Henningha
an proses stunting , menyebabkan kerusakan permanen. Keberhasilan tindakan yang berkelanjutan untuk mengentaskan kemi
tergambar pada tinggi badan saat dewasa. Peningkatan fungsi kognitif dan
perkembangan intelektual terkait dengan peningkatan berat lahir dan pengurangan dala
m stunting . Efek negatif berat lahir rendah pada pengembangan intelektual ditekankan
pada kelompok sosial ekonomi rendah, dan dapat diatasi dengan perbaikan lingkungan
(UNSCN, 2008).
ukuran tubuh dewasa, sebagai ditunjukkan oleh tindak lanjut dari bayi Guatemala yang
dua dekade sebelumnya, telah terdaftar dalam program suplementasi. Salah satu satu
konsekuensi utama dari ukuran tubuh dewasa dari masa kanak-kanak yang stunting
yaitu berkurangnya kapasitas kerja, yang pada akhirnya memiliki dampak pada
mengalami kinerja kognitif yang lebih rendah dan atau nilai yang dicapai di sekolah
masuk sekolah, sering terjadi pengulangan kelas dan tingginya angka putus sekolah,
tingkat kelulusan menurun di sekolah dasar dan menengah, dan kemampuan di sekolah
badan pada saat dewasa kurang kecuali ada kompensasi pertumbuhan (catch-up growth)
di masa anak-anak (Martorell et al., 1994). Hanya sebagian kecil dari kegagalan
pertumbuhan yang dapat dikompensasi, di Senegal, ketinggian pada saat dewasa hanya
ng terjadi infeksi (Shrimpton et al, 2001). Tinggi badan ibu yang pendek dan gizi ibu yang buruk berhubungan dengan peningka
Hasil penelitian dari Bosch, Baqui & Ginneken (2008) mengatakan bahwa
resiko menjadi stunting pada saat remaja bagi anak-anak moderately stunting adalah
1,64 kali beresiko daripada anak-anak yang tidak stunting sedangkan resiko menjadi
stunting pada masa remaja bagi anak-anak severely stunting adalah 7,40 kali beresiko
arti tubuh, sedangkan metros adalah ukuran. Secara umum antropometri adalah
pengukuran ukuran dan susunan tubuh dan bagian khusus tubuh (Potter & Perry,
2006). Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,
untuk menilai kecukupan asupan gizi dan pertumbuhan bayi dan balita.
Indonesia ukuran baku dalam negeri belum ada, maka untuk ukuran berat
badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD yang
WOLANSKI.
arena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan jumlah makanan yang dikonsu
RI, 2010)
ngan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus. Disamping untuk identifikasi masalah kekurusan dan indikat
(Djumadias Abunaim,1990).
mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan
(NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang
Normal ≥ -2 SD
Gemuk > 2 SD
SD hingga 2 SD
dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang
lalu. Dalam metode ini, respoden, ibu atau pengasuh (bila anak masih
kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga
dimulai
dari waktu saat dilakukan wawancara mundur kebelakang sampai 24 jam
da untuk dapat mengetahui objektivitas konsumsi makanan subjek (Gibson, 2005). Hari yang dipilih untuk melakukan food reca
optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian
onsumsi makanan indivdu ditanyakan secara teliti dengan menngunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas
2005).
biaya murah, mudah, cepat dalam pelaksaaan dan cocok digunakan untuk
untuk responden dari kalangan orang lanjut usia dan anak-anak. Selain itu,
de recall 24 jam adalah tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari jika hanya dilakukan recall satu hari, adanya t
MetodeFFQpadaawalnyadigunakanuntukmemperoleh
leh hasil yang terstandarisasi (howarth, 1990 dalam Gibson, 1993). Dengan metode ini responden juga dapat melakukannya se
kekurangan yaitu metode ini tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi
juga harus jujur dan mempunyai motivasi yang tinggi, serta perlu
(Supariasa, 2001).
2.3.4 Dietary History (Riwayat Konsumsi Makanan)
24 hour, (3) Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang
dari metode ini yaitu, metode ini sangat bergantung pada ingatan
dengan benar, sehingga merode ini kurang cocok dipakai untuk usia
1993).
du, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan me
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Ada pula yang
jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dangan
lingkungannya.
psikososial”, dan perilaku. prose situ sangat kompleks dan unik, dan hasil
terpenuhinya kebutuhan gizi sehari- hari untuk menjalankan dan menjaga fungsi
normal tubuh. Sebaliknya, jika makanan yang dipilih dan dikonsumsi tidak
sesuai (baik kualitas maupun kuantitasnya), maka tubuh akan kekurangan zat- zat
Secara garis besar, fungsi makanan bagi tubuh terbagi menjadi tiga
jaringan tubuh (zat pembangun), dan mengatur proses tubuh (zat pengatur).
Sebagai sumber energi, karbohidrat, protein dan lemak menghasilkan energi yang
diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas. Ketiga zat gizi ini terdapat dalam
jumlah yang paling banyak dalam bahan pangan yang kita konsumsi sehari- hari.
Sebagai zat pengatur, makanan diperlukan tubuh untuk membentuk sel-sel baru,
memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak. Zat pembangi tersebut adalah
protein, mineral dan air. Selain sebagai zat pembangun, protein, mineral dan air
han tubuh dari infeksi dan bahan-bahan asing yang masuk kedalam tubuh (Almatsier, 2001).
a makanan yang dikonsumsi. Asupan makanan akan berpengaruh terhadap status gizi. Status gizi akan optimal jika tubuh memp
sehingga asupan yang diperlukan balita usia dua dan empat tahun akan berbeda.
Kebutuhan energi bagi anak ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh,
aktivitas fisik, dan tingkat pertumbuhan. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan
(AKG) energi untuk balita usia 24-47 bulan adalah 1000 kkal/hari, sedangkan
AKG balita usia 48-59 bulan adalah 1550 kkal/hari (WNPG VIII, 2004). Adapun
batasan minimal asupan energi per hari adalah 70% dari AKG (Kementerian
Kesehatan, 2010).
2.5.2 Asupan Protein
sumber energi, protein menyediakan 4 kkal energi per 1 gram protein, sama
sensial merupakan asam amino yang tidak dapat dihasilkan sendiri oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan (luar tu
dan cairan tubuh. Protein berperan sebagai prekusor sebagian besar koenzim,
hormone, asam nukleat dan molekul- molekul yag esesial bagi kehidupan.
pembentuk antibody, mengangkut zat- zat gizi, serta pembentuk ikatan- ikatan
esensial tubuh, misalnya hormone. O leh karena itu, protein memiliki fungsi yang
khas dan tidak dapat digantikan oleh zat lain (Almatsier, 2001).
Anjuran jumlah asupan protein tidak sama untuk tiap tahapan umur.
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) protein balita usia 48-59 bulan
adalah 39 gram/hari (WNPG VIII, 2004). Adapun batasan minimal asupan protei
perhari adalah 80% dari AKG (Kementeria n Kesehatan, 2010). Jika asupan
n besarnya kebutuhan gizi tersebut dipengaruhi karena adanya perbedaan komposisi tubuh antara laki- laki dan perempuan. Pe
Dengan demikian, laki- laki dan perempuan dengan tinggi badan, berat badan
dan umur yang sama memiliki komposisis tubuh yang berbeda, sehingga
Faktor budaya juga dapat mempengaruhi status gizi pada anak laki- laki
perempuan mendapat prioritas yang lebih rendah dibandingkan laki- laki dan
anak laki- laki dalam pengaturan konsumsi pangan. Hal tersebut mengakibatkan
perempuan dan anak perempuan merupakan anggota keluarga yang rentan
terhadap pembagian pangan yang tidak merata. Bahkan, pada beberapa kasus,
mereka memperoleh pangan yang disisakan setelah angota keluarga prima makan
(Soehardjo, 1989).
ki- laki lebih besar daripada kejadian stunting pada perempuan. Hal ini boleh jadi disebabkan karena balita laki- laki pada umum
Berat lahir dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu rendah dan normal.
Disebut dengan berat lahir rendah (BBLR) jika berat lahirnya < 2500 gram
Seorang anak yang mengalami BBLR kelak juga akan mengalami deficit
perempuan yang lahir BBLR, besar risikonya bahwa kelak ia juga akan menjadi
ibu yang stunted sehingga berisiko melahirkan bayi yang BBLR seperti dirinya
pula. Bayi yang dilahirkan BBLR tersebut akan kembali menjadi perempuan
dewasa yang juga stunted, dan begitu seterusnya (Semba dan Bloem, 2001).
Di Negara maju, tinggi badan balita sangat dipengaruhi oleh berat lahir.
Mereka yang memiliki berat lahir rendah tumbuh menjadi anak-anak yang lebih
). Besarnya perbedaan ini adalah sama pada Negara maju dan berkembang, dengan mereka yang lahir dengan berat lahir rend
uy ND, 2009).
a, baik berada di rumah pada saat pencacahan maupun sementara tidak ada. Anggota keluarga yang telah bepergian 6 bulan a
yang telah tinggal di suatu keluarga 6 bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di
suatu keluarga kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap di keluarga tersebut,
dari 4 orang termasuk kategori keluarga kecil, yang kemudian dikenal sebagai
lebih dari 4 orang dikategorikan sebagai keluarga besar. Kesejahteraan anak yang
tinggal pada keluarga kecil relatif akan lebih terjamin dibandingkan keluarga
akan menurunkan nafsu makan anggota keluarga lain yang terlalu peka terhadap
suasana yang kurang mengenakan, dan jika pendapatan keluarga hanya pas-pasan
makanan didalam keluarga kurang terjamin, maka keluarga ini bisa disebut
keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dengan
mengalami kelaparan 4 kali lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang
anggotanya kecil. Selain itu berisiko juga mengalami kurang gizi sebanyak 5 kali
lebih besar dari keluarga yang mempunyai anggota keluarga kecil (Berg, 1986
terdapat pada keluarga yang jumlah anaknya ≥ 3 orang, jika dibandingkan dengan keluarga yang jumlah anaknya < 3 orang. M
g pada balita (Neldawati, 2006).
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manu
ua sangat mempengaruhi pertumbuhan anak
pemilihan bahan pangan (Hidayat, 1989 dalam Suyadi, 2009). Orang yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung memilih bahan makanan
yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas. Semakin tinggi pendidikan
orang tua maka semakin baik juga status gizi anaknya (Soekirman, 1985 dalam
Suyadi, 2009).
Orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang
kecukupan bahan makanan yang dibutuhkan serta sejauh mana sarana pelayanan
sulit menerima informasi baru bidang gizi. Tingkat pendidikan ikut menentukan
dan 3,4 kali lebih besar memiliki anak yang stunted pada usia sekolah (Norliani,
rumah tangga, hal ini karena tingkat pendidikan ayah erat kaitannya dengan
perolehan lapangan kerja dan penghasilan yang lebih besar sehingga akan
meningkatkan daya beli rumah tanga untuk mencukupi makanan bagi anggota
terhadap kejadian stunting pada anak di Indonesia dan Bangladesh (Semba RD,
ebih tinggi dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan rendah6. Berdasarkan penelitian Norliani e
ata pencaharian apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Lamanya seseorang
lain- lain. Dalam seminggu, seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama
40-50 jam. Ini dapat dibuat 5-6 hari kerja dalam seminggu, sesuai dengan pasal
wanita yang bekerja terutama di sektor swasta. Di satu sisi hal ini berdampak
2010). Pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan antara ibu dan anaknya
sebagian besar sangat bergantung pada usia anak dan waktu ibu kapan mulai
bekerja. Ibu- ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang
kan bayinya kemudian langsung bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat bayi tersebut ti
Lamanya seseorang bekerja sehari- hari pada umumnya 6-8 jam (sisa 16-18 jam)
lain- lain. Dalam seminggu, seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama
40-50 jam. Ini dapat dibuat 5-6 hari kerja dalam seminggu, sesuai dengan pasal
53%.
2009 dan Ratih 2011). Menurut Komsiah (2007), wilayah pedesaan ditandai
pertanian.
an suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang
dengan areal pertanian akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan alami, seperti buah dan sayur. N
prevalensi stunting paling tinggi untuk wilayah pedesaan pada tahun 1999-2002
yaitu mencapai 48.2%. Pada tahun 2000 dan 2001 untuk wilayah perkotaan,
Makasar merupakan kota dengan prevalensi stunting tertinggi, masing masing
dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Faktor ekonomi (Pendapatan)
kebutuhan pangannya sehingga akan terkait pula dengan status gizi secara tidak
makanan, skarena dengan uang yang terbatas itu biasanya keluarga tersebut tidak
pendapatan rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan
memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi
seperti posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas. Oleh karena itu, mereka
hwa makanan yang dikonsumsi keluarga lebih baik dan beragam. Jumlah pengeluaran yang lebih banyak untuk makanan tidak
status ekonomi lebih baik. Dengan demikian, mereka pun mengkonsumsi energi dan zat gizi dalam jumlah yang lebih lebih
mampu memiliki berat badan dan tinggi badan yang lebih rendah dibandingkan
perbedaan tinggi badan lebih besar daripada perbedaan berat badan. Studi juga
kekurangan suplai makanan memiliki tinggi badan yang lebih rendah daripada
(Pipes,1985).
2.6 Kerangka Teori
stunting pada balita baik secara langsung maupun tidak langsung, maka kerangka teori
Ketersediaan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan
Pola Asuh
Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi, Akses Pelayanan, Wilayah Tempat Tinggal, Status Kerja Ibu
Kemiskinan, Ketahanan Pangan dan Gizi, Pendidikan, Kesehatan, Kependudukan, Status Kerja Ayah
Sumber: Modifikasi UNICEF (1990), United Nation ACC/SCN & IFPRI (2000), World
Bank (2007), Mbuya et al. (2010), dan Anisa (2012).
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
dimasukkan kedalam kerangka konsep karena dalam Riskesdas 2010 ini faktor infeksi
yang diteliti yaitu infeksi malaria. Infeksi malaria kurang terlalu berpengaruh langsung
terhadap kejadian stunting. Namun untuk menghindari terjadinya bias, maka dalam
penelitian ini dilakukan kriteria eksklusi. Subjek sampel yang pernah mengalami malaria
karena berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2010
48
49
pelayanan dan fasilitas kesehatan dan kesehatan lingkungan di Provinsi NTB sudah
Kerangka Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah stunting pada
balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan variabel- variabel
berikut ini:
Asupan Energi
Asupan Protein
Jenis Kelamin
Berat Lahir
Pendidikan Ayah
Pekerjaan Ibu
Pekerjaan Ayah
Definisi operasional
No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Operasional
1. Stunting Tinggi balita Dihitung Kuesioner: 0 = stunting, Ordinal
pada balita menurut umur dengan RKD 10. gabungan
(TB/U) kurang mengunakan IND TP/PB: antara
dari -2 SD WHO Anthro Blok X, 2b stunting dan
sehingga lebih Umur: Blok sever stunting
pendek 1V, Kolom 7 (< -2SD
daripada tinggi HAZ)
yang 1= normal
seharusnya. ( > -2 SD
Stunting dan HAZ)
severe stunting
di gabung
dalam kategori
stunting.
2. Asupan Konsumsi Berdasarkan Kuisioner: 0 = Redah, Ordinal
Energi energi total data pada RKD10, jika < 70%
dalam kuesioner. IND, Blok AKG
kkal/hari, Data diperoleh IX 1= Cukup,
kemudian melalui 24- Jika ≥ 70%
dibandingkan hour recall. AKG
dengan Angka
Kecukupan
Gizi (AKG)
yang
dianjurkan.
3. Asupan Konsumsi Berdasarkan Kuisioner: 0 = Rendah, ordinal
Protein protein dalam data pada RKD 10. jika < 80%
gram/hari, kuesioner. IND, Blok AKG
kemudian Data diperoleh IX 1 = Cukup,
dibandingkan melalui 24- Jika ≥ 80%
dengan Angka hour recall. AKG
kecukupan
Gizi (AKG)
yang
dianjurkan.
4. Berat Lahir Berat badan Berdasarkan Kuesioner: 0 = BBLR ordinal
balita pada saat pada data RKD 10.RT, jika BB
dilahirkan kuesioner Blok VIII, <2500 gram
yang diukur Ea05 1 = Normal
menggunakan jika BB
tinbangan ≥2500 gram
5. Jenis Jenis kelamin Berdasarkan Kuesioner: 0= Nominal
Kelamin belita data pada RKD 10.RT, Perempuan
Balita kuesioner Blok IV 1 = Laki-
Kolom 4 laki
6. Pendidikan Tingkat Berdasarkan Kuesioner: 0 = Rendah, Ordinal
Ibu pendidikan data pada RKD10. RT, jika tamat
tertinggi yang kuesioner Blok IV SLTP ke
pernah dicapai Kolom 8 kebawah
ibu balita 1 = Tinggi,
jika tamat
SLTA ke atas
7. Pendidikan Tingkat Berdasarkan Kuesioner: 0 = Rendah, Ordinal
Ayah pendidikan data pada RKD10. RT, jika tamat
tertinggi yang kuesioner Blok IV SLTP ke
pernah dicapai Kolom 8 kebawah
ayah balita 1 = Tinggi,
jika tamat
SLTA ke atas
8. Pekerjaan Pekerjaan yang Berdasarkan Kuesioner: 0 = Bekerja Ordinal
Ibu menggunakan data pada RKD10. RT, 1 = Tidak
waktu kuesioner Blok IV Bekerja
terbanyak Kolom 9
responden,
atau pekerjaan
yang
memberikan
penghasilan
terbesar
9. Pekerjaan Pekerjaan yang Berdasarkan Kuesioner: 0 = Tidak Ordinal
Ayah menggunakan data pada RKD10. RT, bekerja
waktu kuesioner Blok IV 1 = Bekerja
terbanyak Kolom 9
responden,
atau pekerjaan
yang
memberikan
penghasilan
terbesar
10 Status Gambaran Berdasarkan Kuesioner: 0 = Rendah, Ordinal
Ekonomi staus ekonomi data pada RKD10.RT, jika kuintil 1,
Keluarga keluarga balita kuesioner, Blok VIIB 2, dan 3
yang diukur melalui 1 = Tinggi,
dikelompokkan jumlah jika termasuk
berdasarkan pengeluaran kuintil 4 dan
jumlah per kapita per 5
pengeluaran hari
per kapita per
hari
11 Jumlah Jumlah Berdasarkan Kuesioner: 0 = Besar : > Ordinal
Anggota anggota dalam data pada RKD10. RT, 4 orang
Rumah 1 rumah kuesioner Blok IV 1 = Kecil: <
Tangga tangga Kolom 2 4 orang
12 Wilayah Daerah Berdasarkan Kuisioner: 0= Pedesaan Nominal
Tempat kediaman data pada RKD.10.RT 1 = Perkotaan
Tinggal balita dan kuisioner
keluarga
selama ini
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
n dilakukan pada waktu yang sama. Desain studi cross sectional ini cocok digunakan untuk menganalisis subjek penelitian dalam
ukan oleh Kementerian Kesehatan RI bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) di Provinsi Nusa Tenggara Barat. D
Kesehatan RI pada bulan Oktober 2012 dengan cara mengirimkan proposal penelitan
kepada pihak Litbakes Kementrian Kesehatan RI. Setelah memperoleh data yang
pada bulan Maret 2013 dan hasil pengolahan data tersebut dipresentasikan pada seminar
53
54
4.3.1 Populasi
Nusa Tengga Barat Tahun 2010, yaitu sebanyak 496.994 orang (BPS,
2010). Adapun sampel dari penelitian ini adalah balita usia 24-59 bulan yang berada di daerah perkotaan dan pedesaan Pro
Barat.
ulasi dalam Riskesdas 2010 adalah seluruh rumah tangga di seluruh wilayah Indonesia. Dari setiap Kabupaten/Kota yang masu
penelitian ini.
n = Z2 1-α/2 (1-P)
ε2P
ε = Presisi relatif
digunakan untuk mendapatkan jumlah sampel 338 adalah 10%, dan nilai
ε adalah 5% (0.05).
4.4 Pengumpulan Data
nis kelamin balita berat lahir, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, wilaya
penelitian ini adalah kuisioner Riskesdas yang digunakan untuk mengumpulkan data gambaran faktor- faktor kejadian stuntin
lam penelitian ini variabel indipenden
kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut.
Tabel 4.1
Daftar variabel dan kuisioner dalam riskesdas 2010
Keterangan:
B= Blok K= Kolom H=Kode Kuisioner Anggota Rumah Tangga
Pada Riskesdas 2010, Asupan energi dan protein diperoleh dari recall 24 jam
Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Asupan dikategorikan kurang jika energi
<70% AKG dan protein <80% AKG dan cukup jika energi > 70% AKG dan
da Riskesdas 2010, berat lahir diperoleh dari hasil wawancara kepada orang tua balita apakah balita tersebut ditimbang ketika
a ya, maka ditanyakan berapa berat badan balita tersebut ketika lahir.
Tabel 4.2
Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2010
Kode Keterangan
1 Tidak pernah sekolah, termasuk di dalamnya adalah yang belum
sekolah karena belum mencapai usia sekolah.
2 Tidak tamat SD, termasuk tidak tamat Madrasah Ibtidaiyah (MI).
3 Tamat SD, termasuk tamat Madrasah Ibtidaiyah/ Paket A dan
tidak tamat SLTP/ MTs.
4 Tamat SLTP, termasuk tamat Madrasah Tsanawiyah (MTs)/ Paket
B dan tidak tamat SLTA/ MA.
5 Tamat SLTA, termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA)/ Paket C.
6 Tamat D1, D2, D3
7 Tamat Perguruan Tinggi, termasuk tamat Strata-1, Strata-2
dan Strata-3.
Sumber: Depkes, 2010
akan pekerjaan utama responden, yaitu adalah pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau pekerjaan yan
Tabel 4.3
Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2010
Kode Keterangan
1 Tidak bekerja, termasuk sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan
suatu usaha, atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
2 Sekolah, yaitu kegiatan bersekolah di sekolah formal baik pada
pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi yang
di bawah pengawasan Depdiknas, Departemen lain maupun swasta.
3 TNI/Polri, bekerja di pemerintahan sebagai angkatan darat, angkatan laut,
angkatan udara dan kepolisian.
4 Pegawai Negeri Sipil (PNS), bekerja di pemerintahan sebagai
pegawai negeri sipil.
Pegawai swasta yaitu pekerja yang bekerja pada perusahaan swasta.
5 Wiraswasta/pedagang, yaitu orang yang melakukan usaha dengan
modal sendiri atau berdagang baik sebagai pedagang besar atau eceran.
Pelayanan jasa, orang yang bekerja secara mandiri dan mendapatkan imbalan
atas pekerjaannya. Misalnya jasa transportasi seperti sopir taksi, ojek.
6 Petani, yaitu pemilik atau pengolah lahan pertanian, perkebunan
yang diolah sendiri atau dibantu oleh buruh tani.
7 Nelayan, orang yang melakukan penangkapan dan atau pengumpulan
hasil laut (misalnya ikan).
8 Buruh, yaitu pekerja yang mendapat upah dalam mengolah
pekerjaan orang lain (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat
angkut, buruh pekerja).
9 Lainnya, apabila tidak termasuk dalam kode 1 s.d 8
Sumber: Depkes, 2010
4.4.8 Tingkat Ekonomi Keluarga
berdasarkan pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran pangan dan
non pangan dalam rumah tangga digolongkan menjadi beberapa tingkatan berupa
a waktu pencacahan maupun sementara tidak ada (termasuk kepala rumah tangga). ART yang telah bepergian 6 bulan atau leb
tinggal di rumah tangga tersebut 6 bulan atau lebih termasuk sebagai ART.
Pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun yang tinggal dan makan di rumah
menjadi dua yaitu keluarga besar (> 4 orang) dan keluarga kecil (< 4 orang)
kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak (Najmah, 2011).
Puslitbangkes, kemudian dilakukan pengecekan kelengkapan data untuk melihat ada tidaknya data yang missing. Ternyata sete
ng missing. Dari 579 data yang
tersedia, 241 diantaranya missing. Sehingga data yang tidak lengkap atau
n, berat lahir, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, pekerjaan ibu, pekerjaa
BAB V
HASIL
penelitian yang dilakukan didapatkan sebaran kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat ad
Grafik 5.1
Gambaran Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
63
64
Dengan kata lain, di Provinsi NTB balita usia 24-59 bulan yang
5.1.2 Gambaran Asupan Energi Pada Balita Usia 24 -59 Bulan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat
energi pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Grafik 5.2
Gambaran Asupan Energi Pada Balita Usia 24-59 Bulan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
energi rendah atau dibawah AKG di Provinsi NTB adalah sebesar 58.22%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa di Provinsi NTB masih banyak balita
Tabel 5.1
Gambaran Kejadian Stunting berdasarkan Asupan Energi
pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
Status stunting
Asupan
Stunting Normal Total
energi
N % N % N %
.1.3Gambaran Asupan Protein Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan sebaran asupan protein pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tengga
Hal ini dapat disimpulkan bahwa asupan protein pada balita di Provinsi
NTB sudah cukup baik karena jumlah balita yang memiliki asupan
Status stunting
Asupan
Stunting Normal Total
Protein
N % N % N %
1.4Gambaran Jenis Kelamin Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
erdasarkan penelitian yang dilakukan, sebaran balita usia 24-59 bulan berdasarkan jenis kelamin di Provinsi NTB adalah sebaga
Grafik 5.4
Gambaran Jenis Kelamin Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
Balita N % N % N %
5.1.5 Gambaran Berat Lahir Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat
Berdasarkan penilitian yang dilakukan sebaran balita usia 24-59
dalam keadaan BBLR, yaitu sebesar 8.62%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kejadian BBLR di Provinsi NTB kecil, karena lebih d
Status stunting
Berat Lahir
Stunting Normal Total
Balita
N % N % N %
5.1.6Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita Usia 24 -59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan penilitian yang dilakukan sebaran jumlah anggota keluarga balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sebagai b
Grafik 5.6
Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
yang memiliki jumlah anggota keluarga besar (> 4 orang dalam satu
besar yang memiliki lebih dari samadengan 4 orang dalam satu keluarga.
Keluarga N % N % N %
5.1.7 Gambaran Pendidikan Ibu Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat
dari balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sebagai berikut:
Grafik 5.7
Gambaran Pendidikan Ibu Balita Usia 24-59 Bulan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
sebesar 66.86%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu dari
Status stunting
Pendidikan
Stunting Normal Total
Ibu
N % N % N %
5.1.8Gambaran Pendidikan Ayah Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebaran pendidikan Ayah dari balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sebagai b
Grafik 5.8
Gambaran Pendidikan Ayah Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
Status stunting
Pendidikan
Stunting Normal Total
Ayah
N % N % N %
5.1.9 Gambaran Pekerjaan Ibu Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat
lan di Provinsi NTB yang tidak bekerja sebanyak 66.8%. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ibu balita usia 24-59 bulan di P
Status stunting
Pekerjaan
Stunting Normal Total
Ibu
N % N % N %
Bekerja
5.1.10 Gambaran Pekerjaan Ayah Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebaran pekerjaan ayah dari balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sebagai be
Grafik 5.10
Gambaran Pekerjaan Ayah Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa jumlah ayah dari
balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB yang bekerja sebesar 97.03%.
Maka dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh ayah dari balita usia 24-
Kejadian stunting
Pekerjaan
Stunting Normal Total
Ayah
N % N % N %
tinggal dari balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sebagai
berikut:
Grafik 5.11
Gambaran Wilayah Tempat Tinggal Balita Usia 24-59 Bulan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
berikut:
Tabel 5.10
Gambaran Kejadian Stunting berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal
pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
Tinggal N % N % N %
.12 Gambaran Status Ekonomi Keluarga Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
dasarkan penelitian yang dilakukan, sebaran status ekonomi dari keluarga balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sebag
Grafik 5.12
Gambaran Status Ekonomi Keluarga Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa 82.46% keluarga
Keluarga N % N % N %
579 data yang tersedia hanya 338 data yang valid untuk dijadikan sampel dalam
penelitian ini.
Data konsumsi makanan yaitu asupan energi balita hanya berdasarkan hasil
24 jam dengan tujuan untuk menangkap variasi dalam jenis dan jumlah konsumsi
tangga sehari yang dinyatakan dalam kuintil 1 sampai 5. Angka dalam rupiah untuk
81
82
kuintil-kuintil tersebut tidak bisa didapatkan oleh penulis karena data tersebut tidak ada
Pertumbuhan linier atau tinggi badan dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor
lingkungan, dan kondisi medis. Perkembangan dari stunting merupakan proses bertahap
yang bersifat kronis, termasuk gizi buruk dan penyakit infeksi, selama periode
pertumbuhan linier. Hal ini sering dimulai pada saat janin masih berada dalam
kandungan dan meluas melalui dua tahun pertama. Stunting pada masa kanak-kanak
sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Tanpa perubahan lingkungan, stunting dapat
menyebabkan penurunan pertumbuhan permanen. Dengan demikian, anak-anak yang
mengalami stunting pada awal kehidupan seringkali lebih pendek pada masa kanak-
kanak dan dewasa dibanding rekannya yang punya pertumbuhan awal yang memadai
(Darity, 2008).
dengan tahun 2003. Berdasarkan survey gizi dan kesehatan HKI tahun 1999-2001 prevalensi balita stunting dari tahun 1999-2
merupakan kota dengan prevalensi stunting tertinggi, masing masing mencapai 43,1%
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) juga merupakan salah satu Provinsi yang
peningkatan angka stunting pada balita sebesar 4.06% dari tahun 2007 ke tahun 2010.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak 56.36% balita usia 24-59 bulan di
problem menurut WHO, angka ini masih diatas ambang batas (cut off) yang disepakati
secara universal. Apabila masalah stunting diatas 20% maka merupakan masalah
kesehatan masyarakat.
cukup sebanyak 142 anak (41.77%). Dengan kata lain, ada lebih dari 50% balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB yang mengkon
kedalam tubuh seseorang, jika asupan gizi yang masuk dalam komposisi yang baik maka
gizi seseorang juga akan baik. Namun jika yang terjadi adalah yang sebaliknya maka
tubuh akan kekurangan zat gizi atau biasa disebut malnutrition. Masalah tersebut
disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan antara energi dan protein yang
sehingga asupan yang diperlukan balita usia dua dan empat tahun akan berbeda.
Kebutuhan energi bagi anak ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, aktivitas
fisik, dan tingkat pertumbuhan. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) energi
atasan minimal asupan energi per hari adalah 70% dari AKG (Kementerian Kesehatan, 2010).
untuk
mbangan anak (Wachs, 2008). Kekurangan gizi mempengaruhi sejumlah besar anak-anak di negara berkembang. Kekurangan gi
energi cukup, ternyata jumlah
mengkonsumsi energi cukup. Ada sebanyak 57.85% balita yang mengkonsumsi energi
cukup namun pada akhirnya menjadi stunting. Hal ini dapat disebabkan karena stunting
merupakan akibat dari kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau kronis.
Meskipun secara umum anak balita dengan asupan energi kurang di Provinsi NTB tahun
2010 lebih tinggi, belum tentu seluruh balita tersebut mengalami stunting. Karena ada
tersebut sebenarnya sudah mengkonsumsi energi yang cukup atau sesuai dengan AKG.
Oleh sebab itu meskipun pada saat pengambilan data Riskesdas ini dilakukan tercatat
bahwa balita tersebut mengkonsumsi energi dalam jumlah kurang, tetapi balita tersebut
tidak mengalami stunting. Begitu pula sebaliknya, balita yang tercatat mengkonsumsi
jumlah energi sesuai AKG pada saat pengambilan data Riskesdas ini belum tentu pada
wa balita tersebut telah mengkonsumsi energi sesuai dengan AKG tidak menutup kemungkinan bahwa balita tersebut dapat m
ma yang telah dilakukan sejak dahulu kala. Biasanya tradisi Berayan Mangan ini dilakukan oleh anak-anak pada saat makan sian
saudara serta kerabat lainnya berkumpul di salah satu rumah tetangga. Terkadang lauk
Tradisi ini merupakan salah satu kebiasaan yang cukup baik guna untuk
mengurangi tingkat gizi buruk pada anak. Jika tradisi ini terus dikembangkan dan
mungkin gizi buruk di NTB dapat ditanggulangi. Penyuluhan informasi gizi ditujukan
agar ibu dapat menyajikan makanan yang bergizi untuk anak-anaknya. Sehingga pada
saat kegiatan Berayan Mangan ini dilakukan, lauk-pauk yang dibawa anak-anak tersebut
adalah lauk-pauk yang sehat dan bergizi, meskipun bukan lauk-pauk yang mahal dan
mewah. Dengan demikian selain meningkatnya nafsu makan anak, anak pun diharapkan
Karena stunting merupakan akibat dari kekurangan gizi kronis, jika tradisi
Berayan Mangan ini dilakukan terus menerus maka diharapkan prevalensi kejadian
ngkan dengan yang mengkonsumsi kurang protein. Yaitu sebesar 51.70% balita memiliki asupan protein cukup dan sebesar 48
yang cukup bila dibandingkan dengan anak-anak stunting yang berada di pedesaan.
Protein berfungsi sebagai penyedia energi, tetapi juga memiliki fungsi esensial
lainnya untuk menjamin pertumbuhan normal (Pipes, 1985). Sebagai sumber energi,
protein menyediakan 4 kkal energi per 1 gram protein, sama dengan karbohidrat.
Protein merupakan faktor utama dalam jaringan tubuh. Protein membangun,
memelihara dan memulihkan jaringan di tubuh seperti otot dan organ. Saat anak
tumbuh dan berkembang, protein adalah zat gizi yang sangat diperlukan untuk
memberikan pertumbuhan yang optimal. Asupan protein harus terdiri sekitar 10%
tumbuh dalam rangka mengejar ketinggalan. Kekurangan gizi selama tahun pertama
kehidupan, baik hasil dari lingkungan maupun karena kondisi seperti malabsorpsi atau
proporsional lebih besar dari pengingkatan energi dan tergantung pada usia dan
Tetapi meskipun jumlah balita yang mengkonsumsi protein sesuai dengan AKG
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah balita dengan konsumsi protein rendah, tidak
menutup kemungkinan balita tersebut terbebas dari stunting. Karena berdasarkan hasil
perhitungan statistik didapatkan hanya 83 dari 175 balita dengan konsumsi protein
t menjadi stunting. Protein berfungsi sebagai pengangkut zat-zat gizi. Jika seorang anak dengan asupan energy cukup namun a
Dari hasil analisis yang dilakukan, jumlah balita perempuan di Provinsi NTB
Tahun 2010 sebagian besar berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 174 balita
(51.59%). Sedangkan sebanyak 164 balita (48.40%) berjenis kelamin laki- laki. Dari 174
balita perempuan yang ada, terdapat 98 orang balita (56.63% ) mengalami stunting.
Meskipun demikian kejadian stunting pada laki- laki di Provinsi NTB juga terbilang
cukup tinggi, yaitu sebanyak 56.08% dari 164 balita yang ada mengalami stunting.
terdapat keterkaitan antara status gizi dan jenis kelamin (Apriadji, 1986). Perbedaan
besarnya kebutuhan gizi tersebut dipengaruhi karena adanya perbedaan komposisi tubuh
Faktor budaya juga dapat mempengaruhi status gizi pada anak laki- laki dan
(40%) dibandingkan dengan anak perempuan (36%) (Wamani H et al., 2007). Sejalan
dengan penelitian tersebut penelitian yang dilakukan di wilayah Maluku Utara pada
anak usia 0-59 bulan juga menunjukkan anak laki- laki memiliko risiko lebih tinggi
(OR=16) untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak perempuan (Ramli et al.,
prevalensi stunting pada balita laki- laki lebih tinggi (36%) daripada anak perempuan
(30%). Rosha
et al (2012) menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki efek protektif atau risiko
lebih rendah 29% terhadap stunting dibandingkan dengan anak laki- laki.
Perempuan memiliki lebih banyak jaringan lemak dan jaringan otot lebih sedikit
daripada laki- laki. Secara metabolik, otot lebih aktif jika dibandingkan dengan lemak,
ama memiliki komposisis tubuh yang berbeda, sehingga kebutuhan energi dan gizinya juga akan berbeda (Almatsier, 2001).
supan energi lebih besar pula sehingga bila asupan makanan tidak terpenuhi dan kondisi tersebut terjadi dalam jangka waktu
dan gizi yang baik, pola pertumbuhan anak laki- laki lebih baik daripada perempuan. Di
Filipina, laki- laki lebih dulu dikenalkan makanan pendamping dimana makanan yang
diberikan kaya akan protein yang penting dalam proses pertumbuhan. Sedangkan
Baik laki- laki maupun perempuan memiliki probabilitas untuk menjadi stunting.
Namun dengan pola asuh yang baik sebenarnya stunting dapat dicegah. Di Provinsi NTB
ini meskipun jumlah balita perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah balita laki-
laki,
proporsi balita yang mengalami stunting hampir sama, yaitu lebih dari 56%. Hal ini
mungkin dapat disebabkan karena pola asuh orang tua balita di Provinsi NTB kurang
gan balita normal, yaitu sebanyak 8.62% balita mengalami BBLR dan 91.37% sisanya lahir dengan berat badan normal. Namun
engembangan psikososial dan juga mencerminkan secara mendasar kualitas perkembangan intra uterin dan pemeliharaan kes
respon terhadap rangsangan lingkungan, dan untuk bayi bertahan hidup (Schanler, 2003).
Berat lahir dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu rendah dan normal. Disebut berat
lahir rendah (BBLR) jika berat lahirnya <2500 gram (Kementrian Kesehatan, 2010).
Bayi dengan BBLR memiliki risiko 10 kali untuk mengalami kematian neonatal
dibandingkan dengan bayi lahir dengan berat badan 3000 sampai 3500 gram (Schanler,
2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2012) menunjukkan balita dengan BBLR
memiliki risiko menjadi stunting sebesar 1.7 kali dibandingkan dengan balita yang
memiliki berat lahir normal. Penelitian yang dilakukan di Zimbabwe oleh Mbuya et al.
(2010) juga menunjukkan bahwa bayi dengan berat lahir <2500 gram mengalami
Stunting merupakan keadaan kurang gizi kronis dimana diperlukan waktu yang
lama untuk menjadi stunting. BBLR memang menjadi faktor penting dalam kejadian
stunting. Namun besar pula kemungkinan balita yang lahir dengan berat badan normal
untuk menjadi stunting. Karena selain faktor berat lahir, stunting juga dipengaruhi oleh
faktor asupan makanan. Balita yang lahir tanpa BBLR jika pada proses pertumbuhannya
kurang asupan energi dan protein maka hal ini dapat pula menyebabkan seorang balita
6.7 Gambaran Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Kejadian Stunting pada
Balita
ditemukan pada balita dengan jumlah anggota keluarga besar (> 4 orang). Sebanyak
72.06% balita usia 24-59 bulan di Provinsi NTB berasal dari keluarga dengan jumlah
anggota keluraga lebih dari 4 orang. Namun demikian, hanya 53.24% balita dengan
jumlah anggota keluarga banyak yang mengalami stunting. Sedangkan sebanyak 64.4%
balita yang berasal dari keluarga yang jumlah anggota keluarganya sedikit mengalami
stunting. Dapat dikatakan bahwa jumlah balita yang memiliki jumlah saudara yang
pola pertumbuhan anak dan balita dalam satu keluarga. Jumlah anggota keluarga yang
pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia
keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar (Suhard
ai ketiga, tetapi secara signifikan lebih tinggi pada anak keempat. Hal ini karena urutan kelahiran berkolerasi dengan usia anak,
keluarga dengan jumlah anggota keluarga kecil/sedikit mengalami stunting.
stunting. Karena bisa jadi faktor pembagian makanan yang kurang adil dapat juga
asupan gizinya pun kurang. Pola asuh keluarga yang salah seperti membiasakan anak
yang lebih tua mendapatkan jumlah makanan atau asupan gizi yang lebih banyak
dibandingkan anak yang lebih muda (balita) dapat juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya jumlah kejadian stunting pada balita yang justru berasal dari
keluarga kecil.
6.8 Gambaran Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita
berpendidikan rendah. Hanya sebanyak 113 ibu (31.13%) yang berpendidikan tinggi.
Dan dari 66.68% ibu yang berpendidikan rendah tersebut 60.64% diantaranya meimiliki
kah laku. Hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Sehingga dapat dikatak
n Bangladesh (Semba et al., 2008). Pada anak yang berasal dari ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki tinggi badan 0.5
memiliki risiko 2.1 dan 3.4 kali lebih besar memiliki anak yang stunted pada usia
sekolah.
terhadap perawatan kesehatan, proses kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran
terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang
mereka peroleh. Pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya
masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo,
2003).
Ibu dengan pendidikan rendah (no education dan primary school) memiliki anak yang
g cara memperlakukan bahan pangan dalam pengolahan sangat mempengaruhi status gizi balita.
ang dalam awal usia anak-anak terhadap perkembangan anak. Sebaliknya, kondisi gizi yang sama cenderung menimbulkan efe
melibatkan hubungan antara pendidikan ibu meningkat dan masukan yang lebih besar
oleh ibu tentang keputusan alokasi sumber daya kelurga (Becker et al., 2006). Karena
ibu lebih cenderung untuk mengalokasikan sumber daya keluarga dalam cara-cara
ibu membuat kekuasaan, yang meningkatkan gizi anak, kesehatan dan akhirnya
pendidikan yang rendah sulit memahami pengetahuan gizi yang penting untuk
n kemajuan pengetahuan dan teknologi. Mereka cenderung lebih percaya kepada cerita yang mereka dengar dari orang tua ata
Sedangkan pada ibu dengan pendidikan tinggi, mereka jauh lebih terbuka
terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi yang ada. Hal ini menyebabkan para
ibu berpendidikan tinggi lebih mudah menerima informasi- informasi baru mengenai gizi
Dari analisis yang dilakukan, sebanyak 71.51% balita memiliki ayah pendidikan
rendah. Sedangkan 28.48% sisanya memiliki ayah berpendidikan tinggi. Jumlah balita
dengan ayah berpendidikan rendah dan mengalami stunting pun tinggi, yaitu sebanyak
didikan seseorang maka semakin besar pula akses terhadap informasi termasuk informasi kesehatan. Salah satu indikator poko
23.69% pada tahun 2009 menjadi 26.93% pada tahun 2010. Penduduk lulus SD/MI
menurun dari 25.76% pada tahun 2009 menjadi 24.31% pada tahun 2010. Jumlah
penduduk yang lulus SLTP/MTs pun mengalami penurunan dari 15.60% pada tahun
2009 menjadi 14.49% pada tahun 2010. Begitu pula penduduk yang lulus SLTA/MA
dan Diploma. Penduduk lulus SLTA/MA menurun dari 15.27% pada tahun 2009
menjadi 14.95% pada tahun 2010. Hanya sebanyak 1.23% penduduk yang berhasil
melanjutkan sampai tingkat Diploma, itu pun mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya yang mencapai 1.47%. Penduduk yang dapat mencapai tingkat Perguruan
Tinggi meningkat dari 2.73% pada tahun 2009 menjadi 3.04 pada tahun 2010.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpendidikan rendah (tidak
mencapai wajib belajar 9 tahun) pada tahun 2010 semakin meningkat dan jumlah
nyatakan bahwa pendidikan ayah lebih berpengaruh terhadap kejadian stunting daripada pendidikan ibu. Peranan ayah sebaga
tinggi sangat terkait dengan pola pengasuhan anak, penggunaan jamban tertutup,
Status pendidikan ayah dan ibu sama pentingnya dalam suatu keluarga. Jika ibu
berpendidikan rendah namun ayah berpendidikan tinggi, ayah dapat memberikan andil
terhadap status gizi keluarganya. Ayah yang berpendidikan tinggi dapat memberikan
masukan kepada istri mereka mengenai bahan makanan yang baik untuk pertumbuhan
dan perkembangan keluarga mereka. Dalam kasus ini dapat disimpulkan jumlah ayah
berpendidikan rendah lebih banyak dari pada jumlah ayah balita yang berpendidikan
ngan penghasilan yang lebih baik. Sehingga pemasukan keluarga untuk dialokasikan dalam pembelian bahan makanan pun lebi
Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita
usia 24-59 bulan di Provinsi NTB tahun 2010 tidak bekerja, yaitu sebesar 66.80%.
Sedangkan ibu balita yang bekerja hanya sebesar 33.13% . Jumlah balita yang
mengalami stunting jauh lebih banyak ditemukan pada ibu yang bekerja, yaitu sebanyak
68 dari 113 anak (60.37%). Dengan kata lain, ibu yang tidak bekerja cenderung
pengatur konsumsi pangan anggota keluarga, juga berperan dalam usaha perbaikan gizi
Pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan antara ibu dan anaknya sebagian
i, 2009).
Beban kerja yang berat pada ibu yang melakukan peran ganda dan beragam akan dapat mempengaruhi status kesehatan ibu d
tidak bekerja. Ibu rumah tangga memiliki waktu yang lebih banyak untuk menjaga anak-
anak mereka dirumah. Sedangkan pada ibu yang bekerja, ibu tidak memiliki waktu yang
cukup untuk mengurus anak. Sehingga ibu kurang dapat memperhatikan asupan gizi
yang baik untuk anak dan keluarga mereka. Ibu harus keluar rumah pagi hari dan pulang
ke rumah sudah dalam keadaan lelah sehabis bekerja, sehingga waktu untuk anak pun
berkurang. Ibu yang bekerja biasanya memiliki pola asuh yang buruk. Biasanya mereka
menyerahkan balita mereka kepada pembatu rumah tangga atau nenek balita untuk
menjaga balita tersebut selama ibu bekerja. Oleh karena itu jumlah balita stunting lebih
memiliki risiko lebih besar mempunyai balita kurang gizi dibandingkan dengan balita
lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Berdasarkan data BPS Provinsi NTB tahun 2010
yang dikutip dari Profil Provinsi NTB Tahun 2010 diketahui bahwa sebanyak 47%
pendapatan dari pertanian masih terbilang cukup rendah. Oleh karena itu meskipun
sebagian besar ayah balita bekerja tetapi balita-balita tersebut tetap mengalami stunting.
daerah pedesaan.
n aktifitas ekonomi primer/pertanian, dan 3) tempatnya merupakan pusat budaya, administrasi atau pusat kegiatan ekonomi w
Sebagai contoh, seorang petani yang tinggal di desa dan dekat dengan areal pertanian
akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan alami, seperti buah dan
sayur. Namun, seseorang yang tinggal di daerah perkotaan akan lebih sedikit akses
untuk mendapatkan bahan makanan segar tersebut karena di daerah perkotaan lebih
banyak tersedia berbagai makanan cepat saji. Walaupun tidak menutup kemungkinan,
terdapar penduduk perkotaan yang mengkonsumsi buah dan sayur (Suhardjo, 2006).
Penelitian yang dilakukan di daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh
Rosha et al (2012) mengemukakan bahwa anak yang tinggal di wilayah kota memiliki
efek protektif atau risiko lebih rendah 32% terhadap stunting dibandingkan dengan anak
yang tinggal di pedesaan. Fenomena ini diduga karena wilayah kota adalah tempat
i memungkinkan kebutuhan gizi dan makanan anak sehingga terhindar dari stunting.
n secara signifikan lebih kecil kemungkinannya dari anak-anak pedesaan utuk menjadi stunting. Mbuya et al. (2010) dalam pen
pun menjadi salah satu faktor yang menyebabkan status gizi balita di daerah pedesaan
Selain itu orang-orang di daerah pedesaan biasanya memiliki pola pikir yang
perkataan orang-orang dahulu atau tetua desa yang belum tentu benar faktanya
dibandingkan dengan informasi- informasi baru yang sudah teruji kebenarannya. Selain
sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan, informasi kesehatan pun menjadi sulit untuk
sampaikan kepada mereka, karena mereka cenderung membantah dan tetap menjalani
apa yang mereka percaya berdasarkan leluhur mereka. Hal ini akan mempengaruhi pola
asuh balita. Orang-orang di pedesaan sering memberikan makanan yang tidak sesuai
a. Seperti memberikan pisang kepada anak bayi yang usianya belum cukup. Kebiasaan-kebiasaan ini dapat mempengaruhi mas
ibatkan stunting.
arga dengan status ekonomi rendah. Hanya sebesar 17.53% balita yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi tinggi. Seb
si
keluarga. Makin rendah pendapatan keluarga, makin besar peluang keluarga tersebut
mempunyai balita yang berstatus gizi kurang. Bayi dan anak-anak balita adalah
kelompok yang sangat sensitif terhadap kualitas konsumsi pangan keluarga (Tabor,dkk,
kualitas makanan. Kekuarga dengan status ekonomi kurang baik (keluarga dengan
ngnya daya beli keluarga akan bahan makanan yang bervariasi. O leh karena itu banyak balita yang berasal dari keluarga miskin
miskin yang dikutip dari Profil Provinsi NTB Tahun 2010, diketahui bahwa jumlah
penduduk miskin di Provinsi NTB pada tahun 2010 berjumlah lebih dari 900.000 jiwa
(971.800 jiwa).
balita dengan status ekonomi keluarga rendah berisiko untuk mengalami stunting
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih sedikit daripada anak-anak dari
keluarga dengan status ekonomi lebih baik. Dengan demikian, mereka pun
mengkonsumsi energi dan zat gizi dalam jumlah yang lebih lebih sedkit. Studi mengenai
di, ditemukan bahwa perbedaan tinggi badan lebih besar daripada perbedaan berat badan. Studi juga menunjukkan bahwa an
pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti posyandu, Bina
Status ekonomi rendah yang terjadi di Provinsi NTB dapat disebabkan karena
sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani yang berpenghasilan rendah. Karena
penghasilan yang rendah itu maka daya beli keluarga pun kurang. Sebagai akibatnya ibu
tidak bisa memberikan gizi yang cukup untuk balita mereka. Jika hal ini terjadi secara
terus- menerus dalam waktu yang lama maka balita mereka berisiko mengalami stunting.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
3. Asupan protein pada balita di Provinsi NTB sudah cukup baik. Balita
kelamin perempuan.
5. Sebagian besar balita lahir degan berat lahir normal. Hanya sebagian
kecil yang lahir dengan BBLR. Meskipun hampir seluruh balita lahir
dengan berat badan normal, lebih dari setengah populasi balita yang
108
109
8. Ayah balita yang berpendidikan rendah juga lebih banyak dar ipada
7.2 Saran
konsumsi makanan.
Agar meneliti variabel- variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini
ACC/SCN & International Food Policy Research Institude (IFPRI). 2000. 4th Report on
the World Nutrition Situation, Nutrition Throughout the Life Cycle.
Adair, et al. 1997. Age Specific Determinants of Stunting in Filipino Children. The
Journal of Nutrition. P. 172
Allen, L.H & Gillespie, S.R. 2001. What Works? A Review of The Efficacy and
Effectiveness of Nutrition Intervensions. Manila. ABD.
Ariawan, Irwan. 1998. Besar dan Metode Sample pada Penelitian Kesehatan. Depok:
Universitas Indonesia.
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Atmarita. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah disajikan
pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004.
112
113
al. 2006. Husbands’ and Wives’ Reports of Women’s Decision Making Power in Western Guatemala and Their Effects on Preven
and Medicine. 62: P. 2313-2326.
Bhutta, Z.A et al. 2008. Maternal and Child Undernutrition: What works? Interventions
for Maternal and Child Undernutrition and Survival. 371.
Black et al. 2008. Maternal And Child Undernutrition: Global And Regional Exposures
And Health Consequences. The Lancet Series.
Boggin, Barry. 1999. Patterns of Human Growth (2nd ed). Cambridge: Cambride
University Press.
Candra, Aryu et al. 2011. Risk Factors of Stunting among 1-2 Years Old Children in
Semarang City. Semarang: Media Medika Indonesiana.
Caufield, et al. 2006. Disease Control Priorities in Developing Countries 2nd Edition
(Stunting. Wasting and Micronutrient Deficiency Disorder Chapter 28). Jamison
et al. (Ed). World Bank, Washington DC.
Darity, W.A. 2008. Stunted Growth. International Encylopedia of The Social Sciences,
2nd Edition. USA: Detroit Macmillan References.
Djaeni, Ahmad. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat.
El Sayed, et al. 2001. Malnutrition Among Pre School Children in Alexandria, Egypt.
Journal Health Popular Nutrition. Center for Health and Population Research. 4:
275-280.
Fitri. 2012. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting Pada Balita (12-
59 Bulan) Di Sumatera (Analisis Data Riskesdas 20120). Depok: Tesis, FKM-UI.
Gibney JM, et.al. 2008. Public Helath Nutrition. (Andri Hartono; Penerjemah). Jakarta:
EGC.
Gigante et al. 2009. Epidemiology Of Early And Late Growth In Height, Leg And Trunk
Length: Findings From A Birth Cohort Of Brazilian Males. European Journal of
Clinical Nutrition : 375-381.
Gershwin M, et al. 2004. Handbook of Nutrition and Immunity. New Jersey: Humana
Press. P.71-85
Hatril. 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Asupan Energi dan Protein Pada
Balita dari Keluarga Miskin di Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat Tahun 1999 (Analisis Data Sekunder). Skripsi UI. De
Hermansyah. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan zat gizi (energi
dan protein) Balita di wilayah kera puskesmas kelurahan kelapa dua Jakarta
barat tahun 2010. Jakarta: Skripsi FKIK UIN.
Hidayah, Nor Rofika. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2010 (analisis Riskesdas 2010). Depok: Skripsi, FKM-UI.
Hong, R. 2007. Effect of Economic Inequality on Chronic Childhood Undernutrition in
Ghana. Public Health Nutrition, P. 371-378.
2001. Investing in children: Child protection and economic growth. Social protection in Asia and the Pasific, Asian Development
. 2002. Analisis stratifikasi pemodelan risiko BBLR terhadap kejadian KEP pada anak usia 3-12 bulan di Kecamatan Tanjung Sari
a Barat 2007. Depok: Tesis. FKM-UI.
Jahari, B.A. 2004. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Antropometri. Puslitbang Gizi dan
Makanan. Depkes RI.
Kanjilal et al. 2010. Nutrition Status of Children in India: Household Socio Economic
Condition as The Contextual Determinant. International Journal for Equality in Health. Biomed Central Ltd. 9:19
Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor.
Manary, M.J. & Solomons, N.W. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat, Gizi dan
kembangan Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan Public Health Nutrition, Editor. Gibney, M.J, Margaretts, B.M., K
ackwell Publishing Ltd, Oxford.
Mbuya, Mduduzi N.N, et al. 2010. Biological, Social, and Environmental Determinants
of Low Birth Weight and Stunting among Infants and Young Children in Zimbabwe. Zimbabwe: Zimbabwe Working Pape
Nasikhah, Roudhotun. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-36
Bulan di Kecamatan Semarang Timur. Semarang: Artikel Penelitian FK
Universitas Diponegoro.
Norliani, et al. 2005. Tingkat Sosial Ekonomi, Tinggi Badan Orang Tua dan Panjang
Badan Lahir dengan Tingi Badan Anak Baru Masuk Sekolah. BKM. XXI: 04:
133-139
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
. Hubungan antara asupan energi, protein dan faktor lain dengan status gizi baduta ( 0-23 Bulan ) di wilayah kerja puskesmas D
. FKM UI.
Poskitt, E. 2003. Nutrition in Childhood dalam Nutrition in Early Life Editor: Morgan
J.B & Dickerson, J W. T. John Wiley & Son Ltd. England.
Rahayu, Leni Sri. 2011. Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Perubahan Status
Stunting dari usia 6-12 Bulan ke Usia 3-4 Tahun. Jakarta: Skripsi, Universitas
Ramli et al. 2009. Prevalence and Risk Factors for Stunting and Severe Stunting Among
Under-fives in North Maluku Province of Indonesia. Biomed Central (BMC)
Pediatrics. P. 9:64
Rosha, Bunga Ch., et al. 2012. Analisis Determinan Stunting Anak 0-23 Bulan Pada
Daerah Miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur 2012. Panel Gizi Makan 2912,
35(1): 34-41.
Schanler, R.J. 2003. The Low Birth Weight Infant. Nutrition in Pediatrics Basic Schience
and Clinical Applications. Walker, W.A., Watkins, J. B & Duggan, C. (Ed).
London: BC Decker Inc.
Semba, Richard D. and Martin W. Bloem. 2001. Nutrition and health in developing
countries. New Jersey: Humana Press.
Semba, et al. 2008. Effect Parental Formal Education on Risk of Child Stunting in
Indonesia and Bangladesh: A Cross Sectional Study. 371: P. 322-328.
Sharlin, J & Edelstein, S. 2011. Essentials of Life Cycle Nutrition. LLC: Jones and
Bartlett Publisher.
Soehardjo. 1989. Sosio budaya gizi. Bogor: IPB PAU Pangan dan
Jakarta: EGC
The Lancet. 2008. The Lancet’s Series Maternal and Child Undernutrition, Executive
Summary. www.thelancet.com
Theron et al. 2006. Inadequate Dietary Intake Is Not the Cause of Stunting Amongst
Young Children Living in An Informal Settlement in Gauteng and Rural Limpopo
Province in South Africa: The Nutrigro Study. Public Health Nutrition.
Unicef Framework
http://motherchildnutrition.org/malnutrition/about-malnutrition/underlying-causes-
of-malnutrition.html
UNSCN. 2008. 6th Report on the World Nutrition Situation. Geneva: SCN.
Wachs, T.D. 2008. Mechanism Linking Parental Education and Stunting. The Lancet
371: 280.
Wamani H, at al. 2007. Boys Are More Stunded Than Girls in Sub-Saharan Africa: meta
analysis of 16 demographic and Health Surveys. BMC pediatrics. p:7-17.
Website Resmi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat: Bukan Karena Tak Makan
http://www.ntbprov.go.id/baca.php?berita=101
WNPG. 2004. Angka Kecukupan Gizi dan Angka Label Gizi. Jakarta: Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi.
WHO. 1997. WHO Global Databese on Child Growth and Malnutrition. Geneva.
WHO/UNICEF. 2003. Feeding and Nutrition of Infants and Young Children. WHO
Regional Publications, European Series, No. 87, P. 17.
Notes:
1. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables
pweight: weind
VCE: linearized
Single unit: missing
Strata 1: b1r1
SU 1: b1r7
FPC 1: <zero>
. svydescribe
pweight: weind
VCE: linearized
Single unit: missing
Strata 1: b1r1
SU 1: b1r7
FPC 1: <zero>
_prop_4: jk = laki-laki
_prop_10: kerja_ibu = tidak bekerja
_prop_11: kerja_ayah = tidak bekerja
_prop_15: anngota_rt = > 4 orang
_prop_16: anngota_rt = <= 4
--------------------------------------------------------------
| Linearized
| Proportion Std. Err. [95 Conf. Interval]
-------------+------------------------------------------------
bb_lahir |
bblr | .0862244 .0155119 .055196 .1172528
normal | .9137756 .0155119 .8827472 .944804
-------------+------------------------------------------------
jk |
perempuan | .5159965 .0304088 .4551698 .5768232
_prop_4 | .4840035 .0304088 .4231768 .5448302
-------------+------------------------------------------------
pend_ayah |
rendah | .7151903 .029167 .6568477 .773533
tinggi | .2848097 .029167 .226467 .3431523
-------------+------------------------------------------------
pend_ibu |
rendah | .668652 .0364137 .5958138 .7414902
tinggi | .331348 .0364137 .2585098 .4041862
-------------+------------------------------------------------
kerja_ibu |
bekerja | .3313517 .0307021 .2699383 .392765
_prop_10 | .6686483 .0307021 .607235 .7300617
-------------+------------------------------------------------
kerja_ayah |
_prop_11 | .0296032 .0111387 .0073225 .051884
bekerja | .9703968 .0111387 .948116 .9926775
-------------+------------------------------------------------
stat_eko |
rendah | .8246636 .0301022 .7644503 .8848769
tinggi | .1753364 .0301022 .1151231 .2355497
-------------+------------------------------------------------
tmpt_tinggal |
desa | .6016456 .069245 .4631349 .7401562
kota | .3983544 .069245 .2598438 .5368651
-------------+------------------------------------------------
energi2 |
rendah | .582258 .0388115 .5046234 .6598926
cukup | .417742 .0388115 .3401074 .4953766
-------------+------------------------------------------------
protein2 |
rendah | .4829856 .0348812 .4132129 .5527583
cukup | .5170144 .0348812 .4472417 .5867871
--------------------------------------------------------------
jml_kel |
besar | .7206005 .0269424 .6667077 .7744934
kecil | .2793995 .0269424 .2255066 .3332923
OUTPUT CROSSTAB
(R)
/ / / / /
/ / / / / / / 12.0 Copyright 1985-2011 StataCorp LP
Statistics/Data Analysis StataCorp
4905 Lakeway Drive
Special Edition College Station, Texas 77845 USA
800-STATA-PC http://www.stata.com
979-696-4600 stata@stata.com
979-696-4601 (fax)
Notes:
1. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables
pweight: weind
VCE: linearized
Single unit: missing
Strata 1: b1r1
SU 1: b1r7
FPC 1: <zero>
. svydescribe
pweight: weind
VCE: linearized
Single unit: missing
Strata 1: b1r1
SU 1: b1r7
FPC 1: <zero>
----------------------------------------
| status stunting
energi2 | stunting normal Total
----------+-----------------------------
rendah | 55.3 44.7 100
| 108 88 196
|
cukup | 57.84 42.16 100
| 82 60 142
|
Total | 56.36 43.64 100
| 190 148 338
----------------------------------------
Key:row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrectedchi2(1) Design-basedF(1, 60) = 0.2154
= 0.1807 P = 0.6723
Pearson:
Uncorrected chi2(1) = 1.8966
Design-based F(1, 60) = 1.9191 P = 0.1711
. svy:tabulate jk stat_stunting, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
----------------------------------------
jenis |
kelamin | status stunting
balita | stunting normal Total
----------+-----------------------------
perempua | 56.63 43.37 100
| 98 76 174
|
laki-lak | 56.08 43.92 100
| 92 72 164
|
Total | 56.36 43.64 100
| 190 148 338
----------------------------------------
Key: row percentages
number of observations
Pearson:
----------------------------------------
| status stunting
bb lahir | stunting normal Total
----------+-----------------------------
bblr | 51.63 48.37 100
| 15 14 29
|
normal | 56.81 43.19 100
| 175 134 309
|
Total | 56.36 43.64 100
| 190 148 338
----------------------------------------
Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Pearson:
Uncorrected chi2(1) = 3.4412
Design-based F(1, 60) = 3.2231 P = 0.0776
. svy:tabulate pend_ibu stat_stunting, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
----------------------------------------
pendidika | status stunting
n ayah | stunting normal Total
----------+-----------------------------
rendah | 58.7 41.3 100
| 141 100 241
|
tinggi | 50.48 49.52 100
| 49 48 97
|
Total | 56.36 43.64 100
| 190 148 338
----------------------------------------
Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected chi2(1) = 1.8934
Design-based F(1, 60) = 1.7270 P = 0.1938
----------------------------------------
pekerjaan | status stunting
ibu | stunting normal Total
----------+-----------------------------
bekerja | 60.37 39.63 100
| 68 45 113
|
tidak be | 54.37 45.63 100
| 122 103 225
|
Total | 56.36 43.64 100
| 190 148 338
----------------------------------------
Key: row percentages
number of observations
Pearson:
----------------------------------------
pekerjaan | status stunting
ayah | stunting normal Total
----------+-----------------------------
tidak be | 50.43 49.57 100
| 5 5 10
|
bekerja | 56.54 43.46 100
| 185 143 328
|
Total | 56.36 43.64 100
| 190 148 338
----------------------------------------
Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrectedchi2(1) Design-basedF(1, 60) = 0.1475
= 0.1826 P = 0.6707
----------------------------------------
desa | 58.85 41.15 100
tempat | status stunting
117 82 199
tinggal | stunting normal Total
kota | 52.6 47.4 100
----------+-----------------------------
| 73 66 139
|
Total | 56.36 43.64 100
| 190 148 338
----------------------------------------
Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected chi2(1) = 1.2872
Design-based F(1, 60) = 1.0199 P = 0.3166
. svy:tabulate stat_eko stat_stunting, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
energi2 | .9018032 .2193071 -0.43 0.672 .5544348 1.466807
_cons | .8083223 .1152807 -1.49 0.141 .6077015 1.075174
-------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
protein2 | 1.354006 .2965137 1.38 0.172 .8737355 2.098269
_cons | .6610184 .0992085 -2.76 0.008 .4895901 .8924718
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
jk | 1.022577 .2391366 0.10 0.924 .6405311 1.632494
_cons | .7659666 .1309547 -1.56 0.124 .5441117 1.07828
-------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
bb_lahir | .811584 .2807356 -0.60 0.548 .4062884 1.621184
_cons | .9368735 .2957396 -0.21 0.837 .4982597 1.761596
-------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
jml_kel | .6296032 .1628711 -1.79 0.079 .3752662 1.056317
_cons | .8781287 .123809 -0.92 0.360 .6623324 1.164234
-------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
pend_ibu | 1.686711 .4158943 2.12 0.038 1.030006 2.762114
_cons | .64919 .0832395 -3.37 0.001 .5023244 .838995
-------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
pend_ayah | 1.394525 .3535305 1.31 0.195 .8398366 2.31557
_cons | .7034961 .0838071 -2.95 0.004 .5543344 .8927948
-------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
kerja_ibu | 1.278668 .3102547 1.01 0.315 .7869968 2.077508
_cons | .6563185 .1505518 -1.84 0.071 .4148019 1.038457
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
kerja_ayah | .7819456 .4511339 -0.43 0.671 .2465927 2.47955
_cons | .9829546 .5732299 -0.03 0.977 .3061419 3.156052
. svy: logit stat_stunting tmpt_tinggal, or (running logit on estimation sample)
-------------------------------------------------------------------------------
| Linearized
stat_stunting | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95 Conf. Interval]
--------------+----------------------------------------------------------------
tmpt_tinggal | 1.288836 .3240765 1.01 0.317 .7793983 2.131258
_cons | .6992126 .0986564 -2.54 0.014 .5272738 .927219
-------------------------------------------------------------------------------