Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PANGAN

“Abon Ikan”

Dosen Pembimbing :

Rahmani, STP., MP

Zulfiana Dewi, SKM., MP

Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun Oleh :

Nailin Kamila (P07131118143)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI

2019/2020
Praktikum : Teknologi Pangan

Pertemuan : ke- 6 ( enam )

Judul Praktikum : Pembuatan abon ikan gabus

Hari / Tanggal : Rabu, 25 september 2019

Tempat : Laboratorium ITP

Dosen Pembimbing : Rahmani STP., MP

Zulfiana Dewi, SKM., MP

Ir. Hj.Ermina Syainah, MP

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI

2019/2020

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan
laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian
ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995
disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging,
direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres.
Abon merupakan salah satu proses pengolahan daging yang melibatakan banyak proses
antara lain perebusan daging, penyayatan, pembumbuan, penggorengan dan pengepresan.
Proses pembuatan abon ini sudah lama dikenal oleh masyarakat karena dalam proses
pembuatannya dapat dibuat dengan menggunakan garpu untuk menyayat daging menjadi
ukuran – ukuran yang lebih kecil dan seragam. Sementara itu, seiring dengan prkembangan
teknologi ditemukan alat yang lebih canggih yang mampu membantu dalam proses
pembuatan abon yaitu food procesor. Alat ini digunakan untuk mempermudah dan
mempercepat proses pembuatan abon.
Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar mutu yang telah
ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa
suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan aman bagi konsumen. Para produsen
abon disarankan membuat produk abon dengan memenuhi Standar Industri Indonesia (SII).
Abon umumnya memiliki komposisi kandungan gizi yang cukup baik dan dapat
dikonsumsi sebagai makanan ringan dan sebagai lauk-pauk. Abon merupakan sebagai salah
satu bentuk produk olahan kering yang sudah dikenal oleh masyarakat luas karena disamping
rasanya yang lezat, harganya cukup terjangkau. Pembuatan abon dapat dijadikan salah satu
jalan alternatif pengolahan bahan pangan, sehingga umur simpan bahan pangan dapat lebih
lama (awet). Dengan cara pengolahan yang baik, abon dapat disimpan berbulan-bulan tanpa
mengalami banyak penurunan mutu (Satriani, A., 2014).
Ikan adalah salah satu bahan makanan yang digemari dan dikonsumsi oleh masyarakat
selain sebagai komoditi eksport. Secara umum ikan cepat mengalami pembusukan apabila
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan yang
mati menyebabkan pembusukan. Berdasarkan pada kenyataan ini maka dibutuhkan teknologi
pengawetan ikan ataupun olahan ikan sehingga dapat memperpanjang umur simpannya,
diantaranya inovasi pengolahan ikan menjadi abon ikan. (Kusumayanti, et. al., 2011).
Ikan gabus (Haruan) Ikan darat yang cukup besar, dapat tumbuh hingga mencapai
panjang 1 m. Berkepala besar agak gepeng mirip kepala ular (sehingga dinamai snakehead),
dengan sisik-sisik besar di atas kepala. Tubuh bulat giling memanjang, seperti peluru
kendali. Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya. Sisi atas tubuh
dari kepala hingga ke ekor– berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah
tubuh putih, mulai dagu ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal (striata, bercoret-
coret) yang agak kabur. Warna ini seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya. Mulut
besar, dengan gigi-gigi besar dan tajam.
1.2. Tujuan
1. Membuat produk abon
2. Menghitung rendemen
1.3. Prinsip kerja
Pengurangan kadar air

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Abon


Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan
laut, ikan air tawar) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari
seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI
01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat
dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres (Suryani, 2007).
Abon merupakan produk kering, dimana penggorengan merupakan salah satu tahap yang
umumnya dilakukan dalam pengolahannya (Fachruddin, 1997). Pan frying merupakan
proses penggorengan bahan dengan menggunakan sedikit minyak dengan suhu permukaan
dapat mencapai lebih dari 100°C (Muchlisin, 2002). Lama penggorengan dilakukan antara
30-60 menit atau tergantung bahan yang digoreng (Wibowo dan Peranginangin, 2004).
Pada dasarnya pembuatan abon menggunakan prinsip pengawetan bahan pangan dengan
memakai panas (pengeringan). Pengeringan adalah suatu usaha menurunkan kandungan air
dari suatu bahan dengan tujuan untuk memperpanjang daya simpannya. Bahan pangan yang
dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan
segarnya. Selama pengeringan juga terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu,
diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai
bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Menurut
Suryani (2007) Abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah
dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk
lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Karyono dan
Wachid (2004) menyatakan, abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat
dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan, penggorengan, pengeringan
dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap
daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok
dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk- pauk.
2.2. Ikan Gabus
Ikan Gabus termasuk salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup digemari oleh
masyarakat yang bernilai ekonomis dan bersifat predator.Ketersediaan ikan ini dialam masih
mencukupi untuk kebutuhan konsumsi masyarakat.Ikan gabus ini termasuk jenis ikan yang
mempunyai laju perkembangan tinggi,oleh sebab itu ikan ini mudah diperoleh sepanjang
tahun.(Ahmad,1984).
Ikan gabus  mempunyai bentuk badan silindris yang memipih pada bagian ekor. Bagian
kepala agak melebar dengan celah mulut yang dalam sehingga menyerupai bentuk ular.
(Bloch,1753).
Ikan Gabus termasuk kedalam kingdom animalia, Phylum Chordata, Kelas pisces, Ordo
Ophiochephaloidae, Famili Ophicepholidae, Genus Channa dan Spesies Channa
striata (Saanin, 1968).
Kelenjar kelamin pada ikan disebut gonat, pada jantan testis dan pada betina disebut
ovarium. Testis bersifat internal dan berbentuk longitudinal, pada umumnya sepasang,
bergantung pada bagian atas rongga tubuh dengan mesorchia, dibawah atau diatas
gelembung gas, berwarna putih susu dan halus. (Mahardono 1979),
Kelenjar kelamin yang berwarna putih mempunyai permukaan licin, berisi sel-sel
kelamin jantan (sperma) dan saluran pelepasan disebut deferens, saluran ini bertemu dan
bersatu dengan saluran urine, sedangkan pada ikan betina kelenjar kelamin mempunyai
permukaan kasar, berbintik-bintik, berisi sel telur atau ovum, dan saluran pelepasan disebut
oviduct. (Suripto 1982).
2.3. Proses pembuatan abon
Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996) mengemukakan bahwa pengolahan
yang sering dilakukan ibu-ibu rumah tangga pada prinsipnya berupa pemanasan dengan
menggunakan medium penghantar panas yang berlainan. Ditambahkan oleh Winarno, dkk
(1980) bahwa dalam proses pemanasan ada hubungannya dengan suhu dan waktu, jika suhu
rendah maka pemanasan lebih lama sebaliknya jika suhu tinggi maka pemanasan lebih
cepat. Pengolahan dengan suhu rendah dalam waktu relatif lama akan menghasilkan kadar
protein yang lebih tinggi dari pada pengolahan dengan suhu tinggi dalam waktu yang cepat
(Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun, 1996). Lebih lanjut ia jelaskan, berbeda cara
pengolahan maka akan berbeda pula kadar protein yang dihasilkan sebab faktor-faktor yang
berperan langsung dalam proses pengolahan akan berbeda misalnya medium penghantar
panasnya.
Sugitha dkk (1991) menyatakan bahwa pengolahan dengan panas secara konduksi,
konveksi dan radiasi yang merupakan prinsip dasar dari pemanasan. Pemanasan dengan
konduksi melibatkan panas secara langsung dari partikel ke partikel (misalnya transfer panas
secara langsung dari bagian permukaan ke bagian dalam daging) tanpa melalui medium
selain produk itu sendiri. Menurut Winarno dkk (1980) perambatan panas secara konveksi
jauh lebih cepat dari pada perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan,
maka perambatan panas semakin lambat. Lebih lanjut ia jelaskan bahwa ada dua faktor yang
harus diperhatikan dalam pengawetan dan pengolahan dengan panas yaitu:

1. Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan
mikroba pathogen.
2. Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa
makanan.
Pemasakan pada suhu dan waktu tertentu menyebabkan protein, lemak, karbohidrat
menjadi bermanfaat bagi manusia (Williams, 1979). Lebih lanjut dijelaskan ketika daging
dimasak baik dengan jalan memanggang, merebus atau lainnya, ia akan mengisut dan
kehilangan air. Menurut pendapat Sugitha dkk (1991) yang perlu diperhatikan agar kualitas
daging tetap baik pada waktu pengolahan adalah : kadar air selama dimasak (karena air
adalah medium penghantar panas). Air merupakan konduktor panas yang baik dan penetrasi
air untuk menghantar panas akan cepat. Selanjutnya Trenggono, 1983 yang dikutip oleh
Harun (1996) menyatakan bahwa dengan pengolahan akan terjadi perubahan-perubahan fisik
dan kimia dari daging sehingga nilai gizinya akan berubah. Protein dan vitamin yang
terkandung di dalamnya akan mengalami denaturasi yang ditandai oleh pengerutan daging.
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan
terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun
minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (168-
1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat
(antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat
proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya
oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak
bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin
E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya
prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam
porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat
(Nazieb, 2009).
2.4. Bahan pembuatan abon
Beberapa bumbu tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah
santan kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, minyak goreng.
 Gula merah
Gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira,
yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren,
dan siwalan (Wikipedia, 2009). fungsi penggunanaan gula adalah sebagai bahan pemanis
dan juga sebagai pemberi warna karamel (kecoklatan). Menurut Hambali, dkk., (2002)
gula mempunyai rasa yang manis dan sedikit asam yang disebabkan oleh kandungan
asam-asam organik didalamnya.
 Bawang merah
Bawang merah erfungsi sebagai bahan pengawet makanan dan aromanya kuat
(Wibowo 1991). Karakteristik bau dari bawang merah dipengaruhi oleh kandungan
minyak volatil yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur. Komponen volatil tidak
terdapat dalam sel secara utuh. Ketika sel pecah terjadi reaksi antara enzim liase dan
komponen flavor, seperti metil dan turunan propil (Lewis 1984 dalam Utami 2010).
 Bawang putih
Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam bahan
makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera
makan. Bawang putih memiliki zat kimia berupa allicin, scordinin, allithanin dan
selenium. Allicin ini berperan memberi aroma bawang putih dan bersifat antibakteri
(Palungkun dan Budiarti 1992).
 Lengkuas/laos
Lengkuas atau laos merupakan salah satu tanaman monokotil yang bagian
rimpangnya dimanfaatkan untuk memberikan aroma yang khas dan mengawetkan
makanan. Selain itu, lengkuas juga berfungsi untuk menurunkan pH makanan sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk (Winarno et al. 1990).
 Ketumbar
Rempah-rempah yang sering ditambahkan dalam campuran curing untuk
menghasilkan aroma masakan yang diinginkan. Manfaat ketumbar adalah untuk
menghilangkan bau anyir, menimbulkan bau sedap, menimbulkan rasa pedas yang gurih
dan menyedapkan makanan (Zaitsev et al. 1969 dalam Utami 2010).
 Daun salam
Daun salam merupakan bagian dari pohon salam (Syzygium polyanthum) yang biasa
digunakan sebagai rempah pengharum masakan karena aroma yang dihasilkan oleh
komponen volatil yang dikandungnya. Rempah ini memberikan aroma herbal yang khas
namun tidak keras. Komposisi daun salam kering terdapat sekitar 0,17% minyak esensial
dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol (methyl chavicol) diadalamnua
(Hanan 1996 dalam Utami 2010).
 Santan kelapa
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam kelapa
yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa. Kepekatan santan kelapa
yang diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan digunakan dan jumlah
dalam pembuatan air yang ditambahkan. Penambahan santan kelapa akan menambah cita
rasa dan nilai gizi suatu produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah
rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian abon
yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan
abon yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa.
 Gula dan garam
Penggunaan gula dan garam dalam pembuatan abon bertujuan menambah cita rasa
dan memperbaiki tekstur suatu produk abon. Pada pembuatan abon, gula mengalami
reaksi millard. Sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat menambah daya
tarik suatu produk abon dan memberikan rasa manis. Garam dapur (NaCl) merupakan
bahan tambahan yang hampir selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin
yang ditimbulkan oleh garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam
dapat berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang
bersifat proteolitik sangat peka terhadap kadar garam.
 Minyak goreng
Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai pengantar panas,
penambah rasa gurih dan penambah nilai gizi, khususnya kalori yang ada dalam bahan
pangan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Bahan

a. Bahan : Ikan Gabus


b. Bumbu :
1. 2 kelapa tua diambil santannya menjadi ± 900 santan kental
2. Gula merah 50 gram
3. Ketumbar sangria 7,5 gram (¼ sdm)
4. Kemiri 7,5 gram
5. Bawang merah 1 ons
6. Bawang putih 50 gram
7. Garam halus secukupnya
8. Lengkuas 2 ruas jari
9. Daun salam 4 lembar

3.2. Cara membuat


1. Daging ikan dibersihkan/dicuci bersih.
2. Kukus daging ikan sampai empuk, pisahkan bagian tulang dan bagian yang tidak dipakai.
3. Dilakukan pengecilan ukuran dengan cara disuwir/disuwir dengan suwir abon.
4. Masak suwiran daging ikan dengan santan kental dan bumbu-bumbu, sampai air santan
habis.
5. Digoreng sampai warna coklat masak (api sedang dan terus dibolak balik agar masaknya
rata dan tidak gosong)
6. Dipres/tiriskan sampai benar-benar kering.
7. Abon siap dikemas/dikonsumsi.
3.3. Diagram alir

Daging ikan

Pencucian

Pengukusan sampai empuk

Penyuwiran Daging ikan


rebus
Pemasakan sampai warna coklat

Penirisan/pres sampai kering

Pengemasan

Abon Ikan
Daftar Pustaka

 MARYAM, SARI. 2014. LAPORAN ABON


https://www.academia.edu/12665874/Laporan_abon
diakses pada tanggal 21 September 2019
 SATRIANI. 2014. LAPORAN ABON IKAN
https://www.academia.edu/12213774/Laporan_Abon_Ikan?auto=download
diakses pada tanggal 21 seeptember 2019
 ANONIM. 2012. SISTEM REPRODUKSI IKAN GABUS
http://rumah-ketikan.blogspot.com/2012/12/sistem-reproduksi-ikan-gabus-channa.html
diakses pada tanggal 21 September 2019

Anda mungkin juga menyukai