Kelas/Semester : VII/ I
Kompetensi Dasar
3.1 Menganalisis proses perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar Negara
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.1.4 Menjelaskan penetapan Pancasila sebagai dasar Negara
Pda tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melaksanakan sidang dan menghasilkan keputusan sebagai
berikut.
1. Menetapkan UUD 1945
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta.
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Salah satu keputusan sidang PPKI adalah mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat tercantum rumusan sila-sila Pancasila sebagai dasar
negara.
Perubahan penting dalam sidang ini yaitu perubahan rumusan dasar negara yang telah disepakati
dalam Piagam Jakarta.yaitu tujuh kata setelah Ke-Tuhanan, yang semula berbunyi “Ke-Tuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Sidang PPKI tersebut, Moh. Hatta menyatakan, bahwa masyarakat Indonesia Timur
mengusulkan untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu “… dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya …”. Usulan tersebut
disampaikan sebagai masukan sebelum sidang yang disampaikan oleh seorang opsir Jepang yang
bertugas di Indonesia Timur, yang bernama Nishijama. Dengan jiwa kebangsaan, para pendiri
negara menyepakati perubahan Piagam Jakarta. Dengan demikian, sila pertama Pancasila
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Mengenai kisah pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu, M. Hatta menuturkan dalam
Memoirnya yang dikutip dalam Buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, sebagai
berikut:
Opsir itu yang aku lupa namanya, datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan bahwa
wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang, berkeberatan
sangat terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi,
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengenai rakyat
yang beragama Islam. Tetapi tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang
menjadi pokok Undang- Undang Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap golongan
minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar republik
Indonesia. Aku mengatakan bahwa itu bukan suatu diskriminasi, sebab penetapan itu hanya
mengenai rakyat yang beragama Islam.
Waktu merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar itu, Mr. Maramis yang ikut serta dalam
Panitia Sembilan, tidak mempunyai keberatan apa-apa dan tanggal 22 Juni 1945 ia ikut
menandatanganinya. Opsir tadi mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan perasaan
pemimpin-pemimpin Protestan dan Katolik dalam daerah pendudukan Kaigun. Mungkin waktu
itu Mr. Maramis cuma memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang
90% jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia tidak merasa
bahwa penetapan itu adalah suatu diskriminasi.
Pembukaan Undang-Undang Dasar adalah pokok dari pokok, sebab itu harus teruntuk bagi
seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecualinya. Kalau sebagian daripada dasar itu hanya
mengikat sebagian rakyat Indonesia, sekalipun terbesar, itu dirasakan oleh golongan-golongan
minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu kalau diteruskan juga Pembukaan yang mengandung
diskriminasi itu, mereka golongan Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di luar Republik.
Karena begitu serius rupanya, esok paginya tanggal 18 agustus 1945, sebelum Sidang Panitia
Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo
dan Mr. Teuku Mohammad Hasan dari Sumatera mengadakan suatu rapat pendahuluan untuk
membicarakan masalah itu. Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa, kami mufakat untuk
menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantikannya
dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila suatu masalah yang serius dan bisa
membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya kurang dari 15
menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu itu benar-benar
mementingkan nasib dan persatuan bangsa.” (Mohammad Hatta, 1979: 458-560 dalam Empat
Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Tim Penyusun, 2012: 38 – 40).
Rumusan sila-sila Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI dapat dilihat selengkapnya dalam naskah
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rumusan sila-sila
Pancasila tersebut adalah: