1. GEOGRAFIS GOTIK
Gaya Gothic, timbul setelah zaman pertengahan ketika Perang Salib masih
berlangsung. Diperkirakan muncul di Eropa pada kisaran abad ke 15-16, hampir
bersamaan dengan era Renaissance. Inti dari gaya Gothic adalah penyederhanaan seni
bangunan lama yang umumnya memakai struktur yang tebal dan kemudian
disederhanakan menjadi bentuk yang lebih ramping namun memiliki struktur yang
kuat. Penggunaan dinding yang lebih tipis namun kuat serta pemasangan jendela-
jendela besi ataupun rangka besi yang lebih besar membuat seni gothic cenderung
mengarah pada penggunaan warna hitam dan gelap yang menonjol.
Gaya arsitektur ini dimulai pada pertengahan abad 12 dan berakhir pada abad
16. Gothic diyakini juga sebagai perwujudan seni barbarian. Di Inggris, tepatnya pada
abad 17 sampai 18 seni gothic dianggap sebagai seni yang tidak punya cita rasa atau
hambar dan juga dianggap sebagai seni yang menyimpang dari kaidah-kaidah seni
yang sudah ada.
2. SEJARAH GOTIK
Arsitektur bergaya Gotik lahir pada periode Romantik. Periode ini ditandai
dengan beberapa aliran arsitektur antara lain Byzanthium, Romanesque, Gotik,
Renaissance, serta Baroque dan Rococo.
Pada umumnya arsitektur gaya Gotik dipahami sebagai satu warisan budaya
yang telah eksis sejak hampir 500 tahun lalu. Paham Renaissance mempercayai
bahwa jatuhnya kekaisaran Romawi mengakibatkan munculnya era kemerosotan
(degradasi) kebudayaan, sebelum kemudian seni budaya bangkit kembali pada abad
ke 15. Untuk menandai pencapaian tersebut, para penulis paham Renaissance
menggambarkan bahwa seni abad pertengahan bagaikan lentera yang suram : “Masa
Kegelapan” datang ketika kaum barbar dari utara menginvasi dan ‘meruntuhkan’
budaya zaman purba dan menggantikannya dengan kebudayaan mereka. Kaum Goth,
yang sesungguhnya membuat sedikit kerusakan fisik ketika mereka mengambil alih
kekuasaan Romawi pada tahun 410 adalah suku yang dianggap bertanggung jawab
atas malapetaka ini. Karenanya terminologi Gotik dibuat oleh paham Renaissance
sebagai bagian dari definisinya sendiri.
Kerancuan etimologi ini hanya satu dari kekacauan yang ditimbulkan oleh
arsitektur Gotik. Pada awal abad 18, gaya Gotik kembali menjadi favorit dan dihargai
oleh gerakan Romantik dengan mengabaikan beberapa nilai yang telah diabaikan dan
dianggap rendah oleh kaum Renaissance – kebebasan irasional dan inti sari paham
Christianity (sebagai kebalikan dari arsitektur Renaissance yang sangat “rasional” dan
“penyembah berhala”. Pada bangunan-bangunan baru didirikan dengan gaya Gotik,
para arsitek dan akademisi telah meneliti dan mempertimbangkan sejarah dan
maknanya.
Istilah gotik tersebut dianggap tidak sesuai dengan kategori dan kosakata yang
telah disusun untuk arsitektur era Klasik dan Renaissance, antara lain karena sangat
asing dan berbeda, lebih mudah ditirukan daripada dipahami. Terminologi Gotik tetap
dipelihara, dengan mengabaikan absurditasnya, tidak ada satupun periode arsitektur
yang memberikan judul yang demikian tidak layak. Kemisteriusannya, terlihat
sebagai energi utama yang tertangkap pada istilah ‘Gotik’, dengan penambahan nada
pada asal-muasal kemisteriusannya, dongeng yang menyimpang, serta imajinasi liar
mengenai kaum barbar dari utara. Meskipun “Gotik” menjadi istilah yang tidak ada
definisi arsitekturnya, tetapi gaya tersebut telah didefinisikan melalui bentuk
arsitekturnya, dan mengabaikan apapun arti yang disarikan atau dibaca mengenainya.
Awal popularitas arsitektur Gotik diyakini oleh seorang kepala biara (Abbott)
bernama Suger dengan merenovasi gereja dari biara (Abbey) St. Denis, di sebelah
utara Paris, pada tahun 1137. Pada awalnya Abbott Suger membangun ulang bagian
westwork, membuat tiga lengingan pintu masuk dan menambahkan elemen Rose
windows, yaitu kaca patri hias berbentuk lingkaran. Kemudian Suger melakukan
perombakan bagian chancel uruk lebih banyak memasukan sinar matahari. Menurut
catatannya, Suger berpendapat bahwa pengalaman religius banyak dimanifestasikan
dalam bentuk kehadiran cahaya sehingga perombakan St. Denis ditujukan untuk
menghadirkan cahaya ke dalam ruang gereja secara artistik. Selain itu, artikulasi
bentuk pada elemen-elemen bangunan seperti pada kolom dan lengingan gereja Gotik
menyajikan pengalaman ruang yang jauh berbeda dengan gereja Romanik.
Bagian chancel gereja St. Denis tidak lagi berupa dinding masif berbentuk
setengah silinder seperti pada gereja-gereja Romanik melainkan terartikulasi menjadi
lebih kompleks berupa dua lapis ambulatory. Pada bagian ini seluruh busur
ditampilkan sebagai ribbed vault. Pada ambulatory lapis luar, bidang langit-langitnya
berbentuk segilima dan memiliki bidang kaca patri yang lebar dan banyak. Permukaan
kolom-kolom berpenampang kecil sehingga kolom tidak lagi nampak masif dan tebal
seperti arsitektur Romanik. Hasilnya, ruang dalam arsitektur Gotik tampak ringan dan
bermandikan cahaya.
Upaya untuk memperlebar bidang kaca patri dan membuat elemen-elemen
solid bangunan lebih ramping diikuti juga dengan skala bangunan yang lebih lebar
dan lebih tinggi. Ruang dalam yang lebih tinggi, namun terlihat lebih ramping tentu
bertentangan dengan kaidah struktur. Konstruksi dinding masif yang biasa terdapat
pada arsitektur Romanik tidak lagi cukup untuk menopang skala arsitektur Gotik
sehingga beberapa inovasi struktural dihadirkan. Apabila kita memperhatikan denah-
denah gereja Gotik seperti Notre Dame di Paris (1163-1250), katedral Lincoln di
Inggris (1230-1250), katedral Chartres (1194-1220), dan Katedral Amiens di Bourges
(1195-1214), rata-rata dinding luar gereja-gereja tersebut bukanlah berupa dinding
menerus, melainkan berupa bidang-bidang dinding tebal yang menonjol tegak lurus
terhadap bidang dinding. Bidang- bidang tersebut dinamakan buttress. Buttress
berguna untuk menyalurkan beban vertikal dari atap menuju tanah sekaligus menahan
beban horizontal. Buttres sudah dikenal dalam pembangunan gereja-gereja Romanik
sebagai elemen penguat untuk menahan gaya horizontal yang di hasilkan beban dari
atap, terutama pada gereja-gereja yang memiliki Ade yang tinggi dan lebar. Pada
gereja Romanik, buttres tampil sebagai tonjolan-tonjolan bidang pada dinding.
Semakin tinggi dan lebar nave yang dibuat, semakin besar pula tonjolan buttress yang
di hasilkan. Peran buttress pada gereja Gotik semakin penting karena dinding tebal
khas gereja Romanik tidak lagi ada, dan pembebanan hanya ditumpu oleh buttress.
Namun karena Ade pada katedral Gotik dibuat begitu tinggi, beban horizontal
yang harus ditahan oleh buttress semakin besar. Supaya distribusi beban lebih merata
dan buttress tidak menjadi terlalu besar maka dibuat beberapa lapis buttress, sesuai
dengan banyaknya lapisan Isle, yang berfungsi untuk menyalurkan beban sebanyak
dan berlangsung mungkin ke tanah. Untuk itu buttress dan dinding Ade dihubungkan
oleh flying buttress. Flying buttress ini mendominasi bagian luar gereja-gereja Gotik
sehingga secara keseluruhan tampak seperti rangkaian mahkota yang kaya ornamen.
rangkaian kompak. Hal ini agak sulit dipahami orang awam atau orang yang tidak
memiliki latar belakang ilmu konstruksi karena arsitektur Gotik cenderung kaya akan
artikulasi ruang, ornamen, dan dekorasi. Violet-le-Duc berpendapat bahwa banyak
elemen dekoratif pada arsitektur Gotik yang juga sebenarnya berfungsi sebagai
elemen-elemen struktural. Violet-le-Duc memaparkan elemen-elemen tersebut hingga
kepingan kepingan terkecil untuk menjelaskan hubungan-hubungan struktur,
konstruksi, dan anatominya.
Rangkuman ciri khas dan karakteristik bangunan bergaya gotik antara lain :
1. Menara (Tower)
Keberadaan menara di depan dan belakang bangunan menjadi ciri khas
bangunan bergaya gotik, terutama pada bangunan gereja. Pada masa itu menara
berfungsi sebagai pertanda bahwa bangunan itu adalah bangunan peribadatan di
dalam gereja, dan terbukti sampai saat ini isyarat pertanda itu masih di pakai
sampai sekarang. Menara yang menjulang tinggi tersebut juga mempunyai fungsi
sebagai tempat lonceng yang di letakkan di atas menara tersebut.
2. Struktur bangunan tinggi (vertikal)
Bangunan gotik umumnya memiliki tinggi yang jauh melebihi skala manusia,
karenanya pada masa itu Katedral atau biara gotik menjadi bangunan pencakar
langit bila dibandingkan bangunan sekelilingnya.
3. Struktur atap flying buttress
Ciri terpenting pada bangunan bergaya gotik adalah sistem struktur atap yang
berbentuk flying buttress, yaitu balok miring yang melayang dan menyalurkan
beban ke atap, memperkuat bangunan sekaligus juga sebagai estetika. Contoh
bangunan gereja yang menggunakan sistem flying butters adalah Katedral Notre
Dame.
4. Langit–langit berbentuk Busur Meruncing
Langit-langit bangunan gotik berbentuk busur yang meruncing dikarenakan
keinginan untuk menciptakan atap meruncing sebagai arsitektur vernakular Eropa.
Hal ini merupakan karena tuntutan cuaca di Eropa pada musim dingin bersalju.
Orientasi dan sumbu utama gereja-gereja awal masih sangat dipengaruhi oleh
orientasi kuil-kuil pagan yang biasanya menghadap timur (kadang bergeser sedikit ke
arah tenggara). Hal ini bisa jadi berhubungan dengan ritual pemujaan matahari yang
senantiasa datang dari timur sehingga cahaya pagi masuk menyinari ruang dalam
yang gelap dan dingin. Orientasi menghadap timur ini tetap bertahan cukup lama
dalam tradisi mendirikan gereja meskipun tidak ada lagi menyisakan makna yang
mungkin dulu ada. Pengalaman dan sensasi keuangan yang ditimbulkan oleh
masuknya sinar matahari ke dalam ruang gereja senantiasa diasosiasikan dengan
makna-makna baru. Bangunan yang sama atau tapak bangunan Basilika digunakan
(dan dibangun ulang di titik yang sama) sebagai bangunan gereja dan mengalami
pemaknaan kembali setiap kali ada pergeseran keyakinan dan ritual hingga berabad-
abad kemudian.
Satu tipe bangunan yang maknanya sudah berakar cukup kuat dalam
masyarakat biasanya bertahan dalam jangka waktu yang sangat panjang. Namun satu
ideologi atau gagasan akan satu keyakinan dapat lebih cepat bergeser ketimbang
arsitektur. Arsitektur bahkan bisa dibangkitkan kembali pada satu kurun waktu ketika
dianggap kembali relevan dengan nilai-nilai baru.
Material
Material gotik berasal dari Negara – Negara di Eropa seperti kapur dari
Prancis & Inggris, marmer dari Italia, batu bata dari Jerman dan Skandinavia yang
bangunan gaya gotiknya dinamakan “Brick Gothic”.
Agama
Pada abad ke-13 St Fransiskus dari Assisi mendirikan Fransiskan , atau apa
yang disebut "Grey Friars", perintah pengemis. Para Dominikan , perintah lain
pengemis didirikan pada periode yang sama tetapi dengan St Dominic di Toulouse
dan Bologna , yang terutama berpengaruh dalam pembangunan gereja Gothic's Italia.