Anda di halaman 1dari 8

ARSITEKTUR PADA MASA AGAMA BUDDHA DI INDONESIA

Perkembangan Agama Budha yang telah mempengaruhi sistem pemerintahan,


kepercayaan, sosial dan budaya masyarakat juga tampak pada arsitekturnya. Hal yang paling
dominan adalah munculnya arsitektur Candi sebagai bentuk pengaruh yang tak terpisahkan.
Candi merupakan salah satu jenis karya seni tiga dimensi yang digunakan untuk
tempat tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu Gunung Mahameru, sehingga seni
arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola hias yang
disesuaikan dengan alam Gunung Mahameru. Candi biasanya merujuk kepada sebuah
bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang berasal dari peradaban
Buddha.

Bangunan candi sering digunakan sebagai tempat pemujaan atau memuliakan


Buddha. Selain itu, Istilah ‘candi’ tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut
tempat ibadah saja, banyak situs purbakala non-religius dari masa Buddha Indonesia klasik
juga disebut dengan istilah candi.

Terminologi Candi 
Istilah "Candi" diduga berasal dari kata “Candika” yang berarti nama salah satu perwujudan
Dewi Durga sebagai dewi kematian. Karenanya candi selalu dihubungkan dengan monumen
tempat pedharmaan untuk memuliakan raja anumerta (yang sudah meninggal) contohnya
candi Kidal untuk memuliakan Raja Anusapati.
Penafsiran yang berkembang di luar negeri terutama di antara penutur bahasa Inggris dan
bahasa asing lainnya adalah; istilah candi hanya merujuk kepada bangunan peninggalan era
Hindu-Buddha di Nusantara, yaitu di Indonesia dan Malaysia saja (contoh: Candi Lembah
Bujang di Kedah). Sama halnya dengan istilah wat yang dikaitkan dengan candi di Kamboja
dan Thailand. Akan tetapi dari sudut pandang Bahasa Indonesia, istilah 'candi' juga merujuk
kepada semua bangunan bersejarah Hindu-Buddha di seluruh dunia; tidak hanya di
Nusantara, tetapi juga Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Sri Lanka, India, dan
Nepal; seperti candi Angkor Wat di Kamboja dan candi Khajuraho di India. Istilah candi juga
terdengar mirip dengan istilah chedi dalam bahasa Thailand yang berarti 'stupa'.

Ciri-ciri candi Budha yaitu:

1. Adanya stupa pada puncak candi, seperti seperti abu jenazah,


kerangka, potongan kuku, rambut atau gigi yang dipercaya
milik Buddha Gautama/ Bhiksu Buddha terkemuka/ keluarga
kerajaan penganut Buddha,

2. Adanya arca Buddha Gautama

3. Adanya relief yang mengisahkan ajaran agama Budha


(relief Candi Borobudur)

4. Bentuk bangunan bertingkat dan cenderung tambun


5. Fungsi utamanya sebagai tempat pemujaan
6. Struktur candi terbagi menjadi 3 yaitu kamadatu, rupadatu dan arupadatu
7. Pada pintu candi terdapat Kala dengan mulut menganga dengan makara ganda di
masing – masing sisi pintu tanpa rahang bawah.
8. Candi utama berada di tengah candi-candi kecil, seperti Candi Borobudur
1. Candi Borobudur

Candi Borobudur adalah candi peningalan agama Budha dan termasuk salah satu dari
7 keajaiban dunia. Candi ini terletak di Magelang, Jawa Tengah, kurang lebih 100 km arah
Barat Daya kota Semarang atau 40 km arah Barat Laut kota Yogyakarta dan 86 km di sebelah
barat Surakarta. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana
sekitar tahun 800 Masehi masa pemerintahan wangsa Syailendra dari kerajaan Mataram.

Candi Borobudur berbentuk punden berundak dengan 6 tingkat bagian bawah


berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat bagian atas berbentuk bundar melingkar. Di puncak candi,
ada sebuah stupa utama yang teletak di tengah sekaligus memahkotai candi dan dikelilingi
oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca Buddha tengah
duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra
mudra (memutar roda dharma).

Candi Borobudur merupakan batu yang dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha dan sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia sesuai ajaran
agama Buddha. Kini, Candi Borobudur juga digunakan sebagai tempat wisata yang paling
banyak dikunjungi wisatawan.

2. Candi Mendut

Candi dengan tinggi bangunan 26,4 meter ini terletak di Jalan Mayor Kusen, Desa
Mendut, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Letak candi berada sekitar 3
kilometer dari candi Borobudur dan diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Raja Indra
dari dinasti Syailendra sekitar tahun 824 Masehi. J.G. de Carparis seorang arkeolog Belanda
menemukan jejak keberadaan candi ini pada tahun 1908.

Di dalam Prasasti Karangtengah, disebutkan bahwa Raja Indra membangun bangunan


suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Candi ini dihiasi dengan ukiran
makhluk-makhluk kahyangan, seperti bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda. Candi yang
terbuat dari batu bata dengan penutup batu alam ini terletak pada sebuah basement yang
tinggi.
Tangga naik dan pintu masuk candi menghadap ke barat-daya; atap candi bertingkat tiga dan
dihiasi dengan 48 stupa-stupa kecil; bagian atas basement terdapat lorong yang mengelilingi
tubuh candi. Di bagian depan Arca Buddha, terdapat relief berbentuk roda dan diapit
sepasang rusa yang melambangkan Buddha; sebelah kiri terdapat arca Awalokiteśwara
(Padmapāņi) dan sebelah kanan arca Wajrapāņi. Relief-reliefnya yaitu berbentuk ukiran
Rrahmana dan seekor kepiting; angsa dan kura-kura; Dharmabuddhi dan Dustabuddhi dan
dua burung betet yang berbeda.

3. Candi Sojiwan

Candi Sojiwan adalah sebuah candi Buddha yang terletak di desa Kebon Dalem
Kidul, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ciri khas candi ini ialah
adanya 20 relief di kaki candi yang berhubungan dengan cerita-cerita Pancatantra atau Jataka
dari India. Candi Sojiwan dibangun antara tahun 842 dan 850 Masehi. Candi ini dinamai
seperti nama Ratu Nini Haji Rakryan Sanjiwana, yang dipercaya dipersembahkan untuknya
sebagai candi pedharmaan.
Kompleks candi ini menghadap ke barat dengan luas seluruhnya 8.140 meter persegi
dan tinggi 27 meter. Pada kaki candi ini terukir relief fabel kisah satwa Jataka mengelilingi
kaki candi dan di sisi timur tangga candi ini diapit arca makara; pada ujung atas tangga
terdapat gawang pintu gerbang berukir kala.
4. Situs Ratu Baka

Situs Ratu Baka atau Candi Boko adalah situs purbakala yang merupakan kompleks
sejumlah sisa bangunan yang terletak di sebuah bukit pada ketinggian 196 meter dari
permukaan laut dengan luas keseluruhan kompleks sekitar 25 hektar. Candi Boko berada
3 km di sebelah selatan kompleks Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta
atau 50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Ratu Boko diperkirakan
sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran)
dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu).

Candi ini bukan candi dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng
dengan bukti adanya sisa dinding benteng, parit kering sebagai struktur pertahanan dan sisa-
sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini. Nama “Ratu Baka”
(bahasa Jawa, arti: raja bangau) adalah ayah dari Roro Jonggrang dijadikan sebagai nama
candi utama pada kompleks Candi Prambanan, sehingga kompleks bangunan ini dikaitkan
dengan legenda rakyat setempat Roro Jonggrang. Candi ini dicalonkan ke UNESCO untuk
dijadikan Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.

5. Candi Muara Takus

Candi Muara Takus yang terbuat dari batu sungai, batu pasir dan batu bata ini terletak
di Desa Muara Takus, Riau, tepatnya di 134 km dari arah Barat kota Pekanbaru. Di
dalamnya, terdapat beberapa bangunan candi yaitu Candi Sulung/ Tua, Bungsu, Mahligai dan
Palangka. Para pakar belum dapat menentukan secara pasti kapan candi didirikan, tetapi
candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya.

Kompleks candi tertua di Sumatera ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter


dan tembok tanah sebesar 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks sampal ke pinggir
Sungai Kampar Kanan, Riau. Candi ini dicalonkan untuk menjadi salah satu situs warisan
dunia UNESCO pada tahun 2009

6. Candi Lumbung

Candi Lumbung terletak di kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, tepatnya berada
di sebelah candi Bubrah. Berdasarkan perkiraan, candi ini dibuat pada abad ke-9 Masehi di
masa Kerajaan Mataram Kuno. Candi Lumbung adalah kumpulan dari suatu kompleks candi
utama bertema candi Buddha dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih
relatif cukup bagus.
7. Candi Banyunibo

Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi
Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota
Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat
zaman Kerajaan Mataram Kuno.Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang
merupakan ciri khas agama Buddha.
Ciri-cirinya:
Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-
makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas.Candi yang mempunyai
bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-
an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.
8. Candi Brahu

Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi, candi
ini tidak dilengkapi satu stupa-pun dalam bangunannya. Pendapat lain, candi ini berusia jauh
lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu
berasal dari kata Wanaru atau Warahu.Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci
seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu.
Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,
Cirri-cirinya:
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya.
Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat
dalam bilik candi.Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990
hingga 1995.
9. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari,


Malang.Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari.Candi ini Merupakan peninggalan
Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi Sumberawan terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang, +/- 6 Km, di sebelah Barat Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu andesit
dengan ukuran P. 6,25m L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650 mDPL, di kaki
bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat
sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Ciri-cirinya:
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi
terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya.Di atas kaki candi
berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan
bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
10. Candi Ngawen

Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari
arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang.Menurut perkiraan,
candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram
Kuno.Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti
Karang Tengah pada tahun 824 M.
Ciri-Ciri nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda
dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan
posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu
candi lainnya.Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah
ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.

Anda mungkin juga menyukai