Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan
dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal
kemampuan fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap
sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus
diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara
melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar
mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan
sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan
dan pengarahan.
Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam
memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan karakteristik pendidikan
Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep pendidik dan
peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat
ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh
seorang pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh Islam. Tentu
semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an
dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta didik
tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan
pemahaman manusia. 
Jika karakteristik yang diinginkan oleh pendidikan Islam tersebut dapat
dipenuhi, maka pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk
itu, kajian dan analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan
konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam
sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang kedua komponen tersebut. 

1 | Ilmu Pendidikan Islam


1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan peserta didik dan batas-batas pendidikan ?
2. Apa kedudukan dan peran, tugas dan kewajiban penuntut ilmu ?
3. Apa saja syarat peserta didik sebagai penuntut ilmu dalam tradisi islam ?
4. Apa saja kesenjangan kondisi peserta didik zaman sekarang ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan peserta didik dan batas-
batas pendidikan.
2. Untuk mengetahui kedudukan dan peran, tugas dan kewajiban penuntut
ilmu.
3. Untuk mengetahui apa saja syarat peserta didik sebagai penuntut ilmu
dalam tradisi islam.
4. Untuk mengetahui apa saja kesenjangan kondisi peserta didik zaman
sekarang.

2 | Ilmu Pendidikan Islam


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Peserta Didik dan Batas-Batas Pendidikan


2.1.1 Pengertian Peserta Didik
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur
jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dengan pendidikan seorang anggota masyarakat dikatakan sebagai
peserta didik. Anggota masyarakat yang berada pada fase pertumbuhan
dan perkembangan, berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan
dirinya melalui proses pendidikan pada jalur-jalur pendidikan.
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase
pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis,
pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta
didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.[1]
Dalam istilah tasawuf, peserta didik sering kali disebut dengan
“murid”atau thalib.Secara etimologi, murid berarti orang yang
menghendaki. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari
hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual
(mursyid). Sedangkan thalib  secara bahasa berarti orang yang sedang
mencari, sedang menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual,
serta berusaha keras menempuh untuk mencapai derajat sufi.[2]
Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik bukan hanya
anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang, baik
fisik maupun psikis, Bahkan pendidik pun dapat disebut peserta didik
karena tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah.

1 Rahmayulis. Ilmu Pendidikan Islam Cet.VI. Jakarta: Kalam Mulia, 2008. Hlm.77

2 Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam Cet.I. Jakarta : Kencana,2006. Hlm.104

3 | Ilmu Pendidikan Islam


2.1.2 Batas-Batas Pendidikan
Batas-batas pendidikan yang dimaksud disini adalah hal-hal yang
menyangkut masalah kapan pendidikan itu dimulai dan kapan pendidikan
itu berakhir. [3] Lavengeld menyatakan bahwa saat kapan pendidikan itu
dimulai disebut batas bawah dari pendidikan,dan saat kapan pendidikan itu
berakhir, disebutkan batas akhir dari pendidikan itu ialah saatmana anak
telah sadar / mengenal kewibawaan ( gezaq ). Ada beberapa pendapat
mengenai pengertian batas - batas awal pendidikan :
1 . Al-Abdori
Menyatakan bahwa anak di didik dalam arti sesungguhnya setelah berusia 7
tahun oleh karena itu beliau mengeritik orang tua yang menyekolahkan
anaknya pada usia yang masih terlalu muda, waktu sebelum usia 7 tahun.
2 . Dr. Asma Hasan Fahmi
Mengemukakan bahwa dikalangan ahli didik Islam berbeda
pendapat tentangkapan anak mulai dapat di didik sebagian diantara mereka
mengatakan setelah anak  berusia 4 tahun.
3 . Athiyah Al-‘Abrasy
Menyatakan anak didik itu dimulai setelah anak berusia 5 tahun, yaitu dengan
membaca al-quran, mempelajari syair, sejarah nenek moynag dan
kaumnya,mengendarai kuda dan memanggul senjata.
4 . Zakiyah Derajat
Meninjau dari segi psikologi, bahwa usia dari 3-4 tahun dikenal sebagai usia
pembangkang. Dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang
ketidakpatuhan sekaligus merupakan landasan untuk menegakkan kepatuhan yang
sesungguhnya. Setelah itu anak mulai memiliki kesadaran batin atau termotivasi dalam
perilakunya. Disini pula mulai terbuka peyelenggaraan pendidikan artinya sentuhan-
sentuhan pendidikan untuk menumbuh kembangkan motivasi anak dalam perilakunya
ke arah-arah tujuan pendidikan.

Pendidikan itu dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan


persiapan kearah pendidikan yang nyata, yaitu pada minggu dan bulan

3 Maunah,Binti. Diktat Ilmu Pendidikan. Tulungagung: STAIN. 2003. Hal 41

4 | Ilmu Pendidikan Islam


pertama seorang anak dilahirkan, sedangkan pendidikan sesungguhnya
baru terjadi kemudian.
Pada pendidikan yang sesungguhnya dari anak dituntut pengertian
bahwa ia harus memahami apa yang dikehendaki oleh pemegang
kewibawaan dan menyadari bahwa hal yang diajarkan adalah perlu
baginya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa diri utama dari
pendidikan yang sesungguhnya ialah adalah kesiapan interaksi edukatif
antara pendidik dan terdidik.
Oleh karena itu manusia seyogyanya dibimbing dan diarahkan
sejak awal pertumbuhannya agar kehidupannya berjalan mulus.
Bimbingan yang dilakukan sejak dini mempunyai pengaruh amat besar
sekali bagi kehidupan masa dewasa.
Sebagaimana sulitnya menetapkan kapan sesungguhnya pendidikan
anak berlangsunguntuk pertama kalinya, begitu pula sulitnya menentukan
kapan pendidikan itu berlangsunguntuk terakhir kalinya. Kesulitan
tersebut berkaitan erat dengan kesukaran menentukan masakematangan.
Seorang anak dalam hal-hal lain kadang-kadang masih tetap menunjukkan sikap
kekanak-kanakan. 
Disamping itu masih dapat ditambahkan pula bahwa lingkungan
dan keadaan kehidupan seseorang turut mempengaruhi percepatan atau
tempo kematanganya. Kenyataan-kenyataan itu tidak memberi peluang
untuk dapat menentukan pada umur berapa pendidikan manusia harus
berakhir. Sehubungan dengan itu, perlulah kehati-hatian kalau juga ingin
mengatakan bahwa sepanjang tatanan yang berlaku proses pendidikan itu 
mempunyai titik akhir yang bersifat alamiah, titik akhir bersifat principal
dan tecapai bila seseorang manusia muda itudapat berdiri sendiri dan
secara mantap mengembangkan serta melaksanakan rencana sesuai dengan
pandangan hidupnya. Ia telah memiliki kepahaman terhadap segala
pengaruh yang menerpa kehidupan batiniyahnya dengan berpegang dan
mengembalikiannya pada dasar – dasar pedoman hidup yang kokoh. Pada

5 | Ilmu Pendidikan Islam


kondisi yang disebutkan diatas, pendidikan sudah tidak menjadi masalah
lagi, ia telah dapat mendidik dirinya sendiri. [4]

2.2 Kedudukan dan Peran, Tugas dan Kewajiban Penuntut Ilmu


2.2.1 Kedudukan dan Peran Peserta Didik
1.  Peserta Didik sebagai Obyek Pendidikan
Peserta didik dipandang sebagai obyek jika dilihat dari sifat
manusia sebagai makhluk social yang selalu membutuhkan manusia
lain.Menurut Husayn Ahmad Amin (1995), dengan latar belakang seorang
sosiolog, maka dalam bebagai kajiannya Ibn Khaldun bersandar
sepenuhnya kepada pengamatan terhadap fenomena sosial dalam berbagai
bangsa yang di.dalamnya..dia.hidup.Begitu pula dalam pemikirannya
mengenai anak didik, ia mengaitkannya dengan aspek sosial yaitu
hubungan anak didik dengan lingkungan
danmasyarakat.disekitarnya.Lebih lanjut diterangkan, Ibnu Khaldun
melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya
sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari
golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia
dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang
ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah
seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurutnya, keberadaan masyarakat sangat penting untuk
kehidupan manusia, karena sesungguhnya manusia memiliki watak
bermasyarakat.Ini merupakan wujud implementasi dari kedudukan
manusia sebagai makhluk sosial, yang secara harfiahnya selalu
membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Salah satu contoh yaitu dengan
adanya oganisasi kemasyarakatan.
Melalui organisasi kemasyarakatan tersebut manusia juga dapat
belajar bagaimana seharusnya menjadi orang yang dapat diterima oleh
lingkungannya. Dengan demikian maka secara tidak langsung manusia
lambat laun akan menemukan watak serta kepribadiannya sendiri.

4 Ibid.. Hal 43

6 | Ilmu Pendidikan Islam


2. Peserta Didik Sebagai Subyek Pendidikan
Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi,
lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan
sosial merupakan pemegang tanggungjawab dan sekaligus memberikan
corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa
pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia
ideal yang diinginkan. Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk
manusia ideal, mencoba mengajarkan dan mengajak manusia untuk
berpikir mengenai segala sesuatu yang ada di muka bumi, sehingga hasrat
ingin tahunya dapat terpenuhi.
Ibn Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda
dengan berbagai makhluk lainnya. Manusia, kata Ibn Khaldun adalah
makhluk berpikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu
(pengetahuan) dan teknologi. Dan hal itu sebagai bukti bahwa manusia
memang memiliki tingkatan berpikir yang lebih tinggi dibanding dengan
makhluk lainnya.
Disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk
menghasilkan kebutuhan hidupnya, manusia juga memiliki sikap sikap
hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat
yang antara satu dengan yang lainnya saling menolong. Dari keadaan
manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan
masyarakat. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang telah
lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut
guru.Agar tercapai proses pencapaian ilmu yang demikian itu, maka perlu
diselenggarakan kegiatan-pendidikan.
Pada bagian lain, Ibn Khaldun berpendapat bahwa dalam proses
belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus
sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya, dalam
mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya

7 | Ilmu Pendidikan Islam


membuuhkan ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian
dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.
Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari materi (jasad) dan
immateri (ruh, jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan pendidikan,
maka manusia yang diberi pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya.
Pendidikan pada manusia adalah suatu proses pengembangan potensi jiwa
dan akal yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam masyarakat yang
berkebudayaan. [5]

2.2.2 Tugas dan Kewajiban Peserta Didik


Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan
yang diinginkan maka setiap peserta didik hendaknya, senantiasa
menyadari tugas dan kewajibannya. Seperti yang dikemukakan oleh Al-
Abrasyi yang dikutip Al-Rasyidin yaitu :
1. Sebelum memulai aktivitas pembelajaran peserta didik harus terlebih
dahulu membersihkan hatinya dari sifat yang buruk karen belajar
merupakan ibadah.
2. Peserta didik belajar harus dengan maksud mengisi jiwanya dengan
berbagai keutamaan untu mendekatkan diri kepada Allah.
3. Bersedia mencari ilmu ke berbagai tempat sekalipun, meskipun harus
meninggalkan daerah tempat kelahiran atau tanah air, keluarga,
saudara, ayah dan ibu.
4. Tidak terlalu sering menukar guru, dan berpikir panjang menukar guru.
5. Hendaklah menghormati guru, memuliakannya, dan
mengagungkannya karena Allah serta berupaya menyenagkan hatinya
dengan cara yang baik yang diridahi Allah.
6. Jangan membukakan rahasia kepada guru atau meminta guru
membukakan rahasia, dan jangan pula menipunya.
7. Jangan merepotkan guru, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk
ditempat duduknya dan jangan mulai berbicara sebelum diizinkan
8. Bersungguh-sunnguh dan tekun dalam belajar.

5 Abi,Badrayana dalam http://abibadrayana/kedudukan-peserta-didik diakses pada 21


Oktober 2018 pukul 17.00 WIB

8 | Ilmu Pendidikan Islam


9. Saling bersaudara dan mencintai antar sesama peserta didik.
10. Peserta didik harus terlebih dahulu memberi salam pada gurudan
mengurangi percakapan dihadapannya.
11. Peserta didik hendaknya mengulangi pelajaran, baik diwaktu senja dan
menjelang subuh atau antara waktu isya dan sahur.[6]

2.3 Syarat Peserta Didik Sebagai Penuntut Ilmu Dalam Tradisi Islam
Perkataan ‘Ilmu’ dari segi etimologinya berasal dari kata dasar di mana

kata jamaknya `ulum/’ bermaksud ilmu-ilmu. Dalam bahasa Inggeris


Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan
knowledge. Kamus al-Munjid mendefinisikan ilmu sebagai “mengetahui
pengetahuan tentang sesuatu perkara dengan sebenar-benarnya atau
mengetahui sesuatu perkara berdasarkan keyakinan dan pengetahuan. Menurut
KBBI IImu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada
dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan
kebodohan. Menuntut ilmu tidak hanya terbatas pada hal -hal ke
akhiratan saja,tetapi juga tentang keduniaan. Jelaslah kunci utama
keberhasilan dankebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat adalah ilmu.
Rasulullah SAW pernah bersabda “Barang siapa yang menghendaki
kehidupan dunia dengan ilmu, dan barang siapa yang mengkhendaki
kehidupan akhirat dengan ilmu, dan barang siapa yang mengkendaki keduanya
(kehidupan dunia dan akhirat) maka dengan ilmu”
Dasar hukum menuntut ilmu yaitu berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits nabi
Muhammad saw. Banyak sekali hadits dan ayat Al-Qur‟an yang menerangkan
tentang menuntut ilmu. Di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan perintah
sekaligus kewajiban. Manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu, karena
dengan ilmu pengetahuan kita bisa mencapai apa yang dicita-citakan baik di

6 Musaddad, Harahap dalam jurnal Al-Thariqah Vol.1 No.2. 2016. Riau : UIR

9 | Ilmu Pendidikan Islam


dunia maupun di akhirat. Apalagi sebagai seorang muslim itu wajib hukumnya
seperti dalam sebuah hadits disebutkan bahwa : Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda: “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap
muslim” (HR. Muslim). Maka jelas kiranya bahwa menuntut ilmu
pengetahuan memang diwajibkan. Dengan ilmu kita bisa meraih dunia,
dengan ilmu kita dapat meraih akhirat dan dengan ilmu pula kita bisa meraih
kedua-duanya.
Menurut Syaikh Az-Zarnuji di dalam kitabnya tersebut menuliskan sebuah syair
dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu., dua bait syair itu berbunyi:

‫سأ ُ ْنبِ ْي َك عَنْ َم ْج ُم ْو ِع َها بِبَيَا ٍن‬ ِ ِ‫ ب‬ َّ‫ إِال‬  ‫ ْا ِلع ْل َم‬ ‫ تَنا َ ُل‬ َ‫ ال‬ ‫اَال‬
َ      ‫ستَّ ٍة‬

ْ ُ‫ َوإِ ْرشَا ِد أ‬     ‫اص ِطبا َ ٍر َوبُ ْل َغ ٍة‬


‫ستَا ٍذ َوطُ ْو ِل زَ َما ٍن‬ ٍ ‫َذكا َ ٍء َو ِح ْر‬
ْ ‫ص َو‬

Artinya: “Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan


memenuhi enam syarat. Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci.
Yaitu: Kecerdasan,  kemauan,  sabar,  biaya, bimbingan guru dan waktu
yang lama.”

Ada 6 syarat untuk penuntut ilmu diantaranya ialah:

1. Dzakaa-un (Kecerdasan)
Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang
pertama,muhibatun minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah).
Contoh, Seseorang yang memiliki hafalan yang kuat. Yang kedua adalah
kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara
mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll. Ada beberapa
kecerdasan yang harus kita kembangkan dalam diri kita diantaranya :
kecerdasan logika, spacial, linguistik, gerak, musik, intrapersonal,
interpersonal dan kecerdasan naturalis
2. Hirsun (Tamak/ Rakus akan Ilmu)
Ketamakan akan ilmu artinya tidak ada perasaan puas dalam
mencari beragam pengetahuan,  baik agama maupun pengetahuan umum.
Yaitu perhatian dan semangat dengan apa yang disampaikan gurunya.
Sekaligus berupaya mengulang pelajarannya.

10 | Ilmu Pendidikan Islam


3. Kesabaran
Dalam menuntut ilmu dibutuhkan al himmatul ‘aliyah yaitu
semangat atau cita-cita yang tinggi. Seseorang hendaknya memaksa diri
untuk mencari ilmu dengan semangat mewujudkan cita-cita demi
agamanya. Sebagaimana pepatah arab mengatakan : "Man jadda wajada"
"Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil".
4. Biaya (Pengorbanan Materi/ Waktu)
Dalam menuntut ilmu tentu butuh biaya (bekal), tidak mungkin
menuntut ilmu tanpa biaya (bekal). Contoh para imam, Imam Malik
menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya untuk menuntut ilmu.
Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara untuk
mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir
akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang
untuk mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang
nyawa.
5. Petunjuk (bimbingan) guru
Salah satu hal yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah
bimbingan dari seorang guru. Terlebih belajar ilmu agama Islam, haruslah
sesuai dengan bimbingan guru. Belajar agama Islam janganlah secara
otodidak semata, karena akan menjadi bahaya jika salah memahami suatu
teks ayat atau hadits.Dikarenakan begitu pentingnya bimbingan guru,
maka kita haruslah menghormati dan memuliakan guru. Hal ini semata-
mata untuk mendapatkan ridha guru yang pada akhirnya akan
mengantarkan kita kepada Allah.
6. Waktu yang lama
Dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin
didapatkan hanya dalam hitungan bulan saja. Imam Al-Baihaqi
berkata:”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita
meluangkan waktu”. Imam Al-Qadhi ditanya: “Sampai kapan seseorang
harus menuntut ilmu?” Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut
tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”Semoga kita mampu memahami
dan mengaplikasikan syarat menuntut ilmu dari Imam Ali bin Abi Thalib

11 | Ilmu Pendidikan Islam


Radhiyallaahu ‘Anhu tersebut. Jangan pernah patah semangat, wabil
khusus untuk para pelajar Muslim, masih banyak yang harus kalian
pelajari di dunia ini dengan waktu yang sangat terbatas.[7]
Secara umumnya, para ilmuan muslim membagikan ilmu kepada
dua bagian yaitu ilmu abadi (qadim) dan ilmu baru (hadith). Ilmu yang
abadi (qadim) ini adalah bersifat kekal yang disandarkan kepada Allah
SWT Manakala ilmu yang baru (hadith). Penerangan konsep klasifikasi
ilmu dalam Islam boleh dilihat secara lebih mendalam berdasarkan kepada
huraian Ibn Khaldun dan al-Ghazali mengenai pemikiran mereka dalam
mengklasifikasikan ilmu ini.
Ibn Khaldun membahagikan ilmu naqli kepada dua bahagian yaitu
ilmu yang bersumberkan wahyu dan ilmu yang tidak bersumberkan
wahyu. Ilmu yang bersumberkan wahyu terdiri daripada al-Qur’an dan al-
Hadith. Manakala ilmu yang tidak bersumberkan wahyu pula terdiri
daripada ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu hadis, ilmu usul fiqh, ilmu fiqh,
ilmu fara’id, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan ilmu tafsir mimpi. Ibn Khaldun
membahagikan kepada empat bahagian yaitu ilmu logika, ilmu fizik, ilmu
metafizik dan ilmu pembelajaran.

- Ilmu aqliyah ialah (Ilmu-ilmu Filsafat atau ilmu Rasional). Ilmu ini
bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui
kemampuannya akal, rasio berfikir.  Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu
filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: Ilmu
Logika, Ilmu Fisika, Ilmu Metafisika dan Ilmu Matematika.

- Ilmu naqliyah ialah adalah ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan
Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang
permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini
berdasarkan kepada otoritas Syariat yang diambil dari al-Qur’an dan
Hadits. Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara

7 Wan Mohd Nor Wan Daud (1994), Konsep Ilmu Dalam Islam. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa Dan Pustaka.

12 | Ilmu Pendidikan Islam


lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fikih, ilmu fikih,
ilmu kalam, ilmu bahasa arab, ilmu tasawwuf, dan ilmu ta’bir mimpi

Ilmu pada pandangan al-Ghazali dilihat agak kompleks di mana beliau


mengkasifikasikan ilmu berdasarkan kepada kelompok-kelompok
kumpulan klasifikasi berdasarkan kepada tahap kewajiban, sumber ilmu
dan klasifikasi berdasarkan fungsi sosial. Hal ini banyak dibincangkan
oleh al-Ghazali dalam kitab beliau Ihya’ `Ulum al-Din dan al-Risalah al-
Ladunniyah.

- Ilmu fardu a’in . Ilmu fardu a’in adalah ilmu yang wajib dipelajari dan
diamalkan oleh setiap orang Islam yang baligh dan berakal. contohnya
seperti menunaikan solat lima waktu sehari semalam,puasa pada bulan
ramadhan dan memberi zakat.
- Ilmu fardu kifayah. Ilmu fardu kifayah ialah perkara yang wajib dilakukan
oleh sebahagian anggota masyarakat untuk menjaga kepentingan Umat
Islam. Jika diabaikan atau tiada siapa pun yang melakukannya maka
seluruh masyarakat berdosa. Contohnya menguasai ilmu atau kepakaran
dalam sesuatu bidang seperti pendidikan, teknologi, perubatan.

Walaupun terdapat perbedaan dalam klasifikasi ilmu yang dibuat oleh para
ilmuan muslim, mereka hanya berdasarkan kepada suasana dan latar belakang
pemikiran mereka masing-masing. Namun begitu, semua ilmu adalah dari
Allah SWT sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Attas bahawa beberapa
klasifikasi ilmu yang dibuat oleh ahli falsafah, para hukama’ dan ahli sufi
sebenarnya adalah didasarkan kepada pendidikan seseorang muslim yang
akhirnya mempunyai kesatuan ilmu juga yaitu ilmu dari Allah SWT. [8]

2.4 Analisis kesenjangan kondisi peserta didik zaman sekarang

8 Supriono,Widodo. 1996. Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan


Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

13 | Ilmu Pendidikan Islam


Seringkali peserta didik mengalami kesulitan dalam mengakses pelajaran
dikelas. Kesulitan-kesulitan tersebut secara tidak langsung menghambat
perkembangan belajar mereka. Akhirnya mereka tidak mampu mendapatkan
hasil yang optimal dalam belajar. Berikut ini beberapa factor kesenjangan
yang sering dihadapi peserta didik zaman sekarang

- Faktor intern
Kelemahan yang disebabkan oleh kebisaan dan sikap yang salah seperti
kurangnya perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam
belajar.
a. Kelemahan emosional
b. Peserta didik kurang merasakan nyaman
c. Tidak bisa menyesuaikan diri
d. Terancam rasa takut
e. Kurang bisa menyampaikan gagasan kepada orang lain

- Faktor Ekstern
a. Faktor keluarga
 Keluarga yang tidak harmonis/orangtua bercerai
 Kemampuan ekonomi orangtua kurang memadai
 Fasilitas belajar kurang memenuhi
 Sikap orangtua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
b. Faktor sekolah dan masyarakat
 Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
 Alat dan media yang digunakan guru kurang memadai
 Lingkungn masyarakat yang kurang kondusif
 Kemiskinan dikota-kota besar
 Gangguan lingkungan (polusi, bencana alam, keceakaan lalu
lintas)

14 | Ilmu Pendidikan Islam


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Pendidikan memiliki kedudukan atau peran sebagai objek dan subjek
dalam pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan lancar maka peserta didik
harus menaati tugas dan kewajibannya sebagai peserta didik. Menurut tradisi
islam, ada 6 syarat untu menjadi penuntut ilmu yaitu, kecerdasan, rakus akan
ilmu, biaya, bimbingan, kesabaran dan waktu yang lama. Kesenjangan yang
terjadi pada peserta didik zaman sekarang disebabkan oleh faktor internal dan
ffaktor eksternal dari peserta didik.
3.2 SARAN
Sebagai peserta didik hendaknya kita melaksanakan tugas dan kewajiban
kita dengan baik. Menghormai guru maupun dosen yang sedang menjagar
baik dalam pelajaran yang kita sukai ataupun tidak. Sebagai seorang peserta
didik kita harus belajar dengan sungguh sungguh agar kita dapat meraih segala
mimpi dan cita-cita kita.

15 | Ilmu Pendidikan Islam


DAFTAR PUSTAKA

Abi,Badrayana dalam http://abibadrayana/kedudukan-peserta-didik diakses


pada 20 Oktober 2018 pukul 17.00 WIB
Maunah,Binti. Diktat Ilmu Pendidikan. Tulungagung: STAIN. 2003.
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam Cet.I. Jakarta : Kencana,2006.
Musaddad, Harahap dalam jurnal Al-Thariqah Vol.1 No.2. 2016. Riau : UIR
Rahmayulis. Ilmu Pendidikan Islam Cet.VI. Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
Supriono,Widodo. 1996. Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat
Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wan Mohd Nor Wan Daud (1994), Konsep Ilmu Dalam Islam. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa Dan Pustaka.

16 | Ilmu Pendidikan Islam

Anda mungkin juga menyukai