Anda di halaman 1dari 9

Digital

Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

SCIENTIA Jurnal Farmasi dan Kesehatan


SCIENTIA Diterbitkan oleh STIFI Perintis Padang setiap bulan Februari dan Agustus
Website : http://www.jurnalscientia.org/index.php/scientia

7 (2) ; 96 – 104, 2017


REVIEW

METODE PEMBERIAN DAN SISTEM PENGHANTARAN


PENINGKAT IMUNOGENISITAS VAKSIN DNA
Ika Puspita Dewi
Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas, Fakultas Farmasi Universitas Jember
Email : ika.solo@gmail.com

ABSTRAK

Vaksin deoxyribo nucleic acid (DNA) merupakan plasmid yang mengandung sekuens
DNA yang mengkode antigen tertentu sesuai dengan respon imun yang diinginkan. Vaksin ini
tersusun atas plasmid yang mengkode antigen tertentu beserta promotor eukariotik yang dapat
menstimulasi terjadinya ekspresi gen. Vaksin yang masuk ke dalam sel akan diproduksi protein
antigennya. Antigen tersebut kemudian dapat dikenali oleh sistem imun dan dapat memicu
terjadinya respon imun, baik aktivasi sel T helper, sel T sitotoksik maupun produksi antibodi.
Keunggulan vaksin DNA antara lain stabil, mudah dibuat, aman, mudah ditransportasikan,
sedangkan kelemahan vaksin DNA antara lain imunogenitasnya rendah. Hal tersebut
disebabkan jumlah DNA yang berhasil masuk ke dalam sel berada dalam jumlah yang terbatas.
Berbagai metode pemberian dikembangkan untuk meningkatkan imunogenisitas vaksin DNA
antara lain gene gun, elektroporasi, dan needle free injector. Sedangkan sistem penghantaran
yang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain liposom, virosom, dan
bakteriososm. Uji klinik vaksin DNA secara luas dikembangkan untuk berbagai penyakit antara
lain kanker, influenza, malaria, hepatitis, cytomegalovirus (CMV), diabetes tipe I dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Berbagai metode dan sistem tersebut telah terbukti
meningkatkan imunogenisitas vaksin DNA.

Kata Kunci : vaksin DNA, imunogenisitas, metode pemberian, sistem penghantaran

ABSTRACT

Deoxyribo nucleic acid (DNA) vaccine is a plasmid containing DNA sequence that
encodes a particular antigen to induce immune response. The vaccine is composed of a plasmid
that encodes a particular antigen together with eukaryotic promoters that can stimulate the gene
expression. The vaccine delivered into cell will be expressed into the antigenic proteins. The
antigen can be recognized by the immune system and induce immune response such as
activation of helper T cells, cytotoxicity T cells, and antibody production. The advantages of
DNA vaccines include a stable, simple production method, safe, and easily transported,
meanwhile the main problem of DNA vaccines is the low immunogenicity. This is caused by
number of successful DNA transmitted into cell are in limited quantities. Various delivery
methods are developed to improve the immunogenicity of DNA vaccines including a gene gun,
electroporation, and needle free injector. Delivery systems are developed to address the problem
such as liposomes, virosome, and bacteriosome. DNA vaccine clinical trials is widely developed
for a variety of diseases including cancer, influenza, malaria, hepatitis, cytomegalovirus (CMV),

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 96


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

diabetes type I and Human Immunodeficiency Virus (HIV). Various methods and systems have
been proven to increase the immunogenicity of DNA vaccines.

Keywords : DNA vaccine, immunogenicity, delivery method, delivery system

PENDAHULUAN tertentu sesuai dengan respon imun yang


Peraturan Menteri Kesehatan diinginkan. Vaksin ini diberikan pada
Republik Indonesia nomor 42 tahun 2013 jaringan tertentu dimana di jaringan
tentang penyelenggaraan imunisasi tersebut akan menjadi tempat produksi
menyatakan bahwa imunisasi adalah suatu antigen yang dimaksud (WHO, 2016).
upaya untuk menimbulkan/meningkatkan Antigen yang telah diekspresikan akan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap diproses dan dipresentasikan baik oleh
suatu penyakit, sehingga bila suatu saat major histocompatibility complex (MHC)
terpajan dengan penyakit tersebut tidak kelas I maupun kelas II. Selain itu, antigen
akan sakit atau hanya mengalami sakit akan dikenali oleh sistem imun sehingga
ringan. Sedangkan yang dimaksud dengan menghasilkan imunisasi yang efektif
vaksin adalah antigen berupa (Flingai et al, 2013; Abbas et al, 2012).
mikroorganisme yang sudah mati, masih Vaksinasi DNA diperkenalkan pada
hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau awal tahun 90-an, setelah penemuan
bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mengenai injeksi intramuskular dengan
mikroorganisme yang telah diolah menjadi naked DNA dapat memicu
toksoid, protein rekombinan yang bila diekspresikannya antigen yang terkode di
diberikan kepada seseorang akan dalamnya. Tang dkk (1992) kemudian
menimbulkan kekebalan spesifik secara menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat
aktif terhadap penyakit infeksi tertentu memicu respon imun terhadap antigen yang
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, terekspresikan. Ketertarikan terhadap
2013). Sebagaimana yang tercantum dalam vaksin DNA kemudian berlanjut dengan
peraturan menteri tersebut, vaksin adanya penemuan tentang respon imun
mengandung suatu agen penginfeksi atau yang ditimbulkan oleh injeksi DNA cukup
komponen dari suatu agen penginfeksi yang kuat untuk memproteksi mencit atau ayam
telah dimodifikasi sedemikian rupa terhadap penyakit influenza. Vaksin DNA
sehingga dapat menstimulasi sistem imun telah efektif melindungi berbagai hewan uji
tanpa menimbulkan bahaya atau terhadap berbagai penyakit seperti penyakit
menyebabkan suatu penyakit. Selama infeksi, kanker, penyakit autoimun dan
hampir seratus tahun, vaksinasi efektif alergi (Li et al, 2012). Namun, vaksin DNA
dilakukan dengan beberapa pendekatan yang telah dicoba baik pada manusia
antara lain memperkenalkan antigen maupun hewan menunjukkan beberapa
spesifik kepada sistem imun secara kelemahan terutama pada masalah
langsung atau memperkenalkan agen penghantaran sehingga mengurangi tingkat
penginfeksi yang telah dilemahkan atau imunogenisitas vaksin DNA (Flingai et al,
dimatikan kepada sistem imun inang. Salah 2013).
satu pendekatan baru yang dilakukan dalam
vaksinasi adalah dengan pengembangan
vaksin deoxyribo nucleic acid (DNA) METODE REVIEW
(WHO, 2016).
Vaksin DNA yang disebut juga Jurnal review ini berisi ulasan
sebagai vaksin genetik memiliki prinsip pustaka yang membahas mengenai metode
dengan memicu respon kekebalan tubuh dan sistem penghantaran untuk
dengan menggunakan antigen rekombinan, meningkatkan imunogenitas vaksin DNA.
yang terkode dalam plasmid DNA (Flingai Penyusunan jurnal berdasarkan studi
et al, 2013). Plasmid tersebut mengandung literatur maupun pencarian pada berbagai
sekuens DNA yang mengkode antigen laman di internet. Referensi yang

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 97


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

digunakan dalam penyusunan review antara tersebut (Cui et al, 2005). Vaksin yang
lain jurnal baik jurnal penelitian maupun berbasis asam nukleat ini dapat dihantarkan
tinjauan pustaka, buku ajar, laporan secara intramuskular, subkutan, atau
penelitian maupun informasi dari laman mukosal sesuai dengan tujuan vaksin-
organisasi kesehatan seperti WHO. Telaah vaksin tersebut. Vaksin DNA dapat
pustaka ini membahas tentang komponen, mencapai sitoplasma sel dan memicu
mekanisme, permasalahan, dan solusinya ekspresi antigen in vivo sehingga dapat
berupa metode dan sistem penghantaran memicu respon imun yang diinginkan (Li et
vaksin DNA. al, 2012).

Komponen Vaksin Dna Mekanisme Kerja Vaksin Dna


Vaksin DNA tersusun atas plasmid Vaksin DNA memiliki prinsip kerja
yang mengkode antigen tertentu beserta yang meniru infeksi virus secara natural
promotor eukariotik yang dapat yaitu dengan ekspresi DNA asing yang
menstimulasi terjadinya ekspresi gen (Li et masuk secara in vivo dan menghasilkan
al, 2012). Contoh promotor yang digunakan protein antigen. Antigen tersebut yang akan
adalah promotor CMV dari diproses dan dipresentasikan pada sistem
cytomegalovirus. Elemen penting yang imun. Perbedaan vaksin DNA dengan
diperlukan dalam plasmid antara lain : infeksi virus adalah antigennya yang tidak
1. origin replication bakteri yang hidup, tidak bereplikasi, dan tidak menular.
diperlukan untuk replikasi plasmid Sel-sel yang berperan penting dalam inisiasi
2. gen resisten antibiotik untuk respon imun pada vaksin DNA adalah sel
menseleksi plasmid selama kultur somatik (misalnya sel otot (myosit) atau
3. promotor untuk ekspresi pada sel keratinosit) dan antigen-presenting cell
host, sekuen yang diinginkan, dan (APC) seperti sel dendritic dan makrofag
sekuen penstabilisasi pada transkrip (Flingai et al, 2013).
mRNA. Salah satu contoh mekanisme kerja
Kerangka plasmid juga vaksin DNA, misalnya, setelah pemberian
mengandung sekuens yang dapat secara injeksi intramuskular ke dalam sel
menstimulasi sistem imun yang terdiri dari otot, plasmid akan diambil oleh APC
motif sitosin trifosfat deoksinukleotida (C) seperti sel dendritik dan monosit (Condon
yang disambungkan dengan guanin trifosfat et al, 1996; Chattergoon, 1998; Akbari et al,
deoksinukleotida (G) oleh fosfodiester (p) 1999; Dupuis et al, 2000). Komponen
yang kemudian disebut sebagai motif CpG. plasmid menginisiasi transkripsi gen yang
Sekuen ini dapat memicu respon imun non diikuti produksi protein dalam sitoplasma
spesifik dengan berfungsi sebagai adjuvant sehingga antigen dapat terbentuk sebagai
pada imunisasi DNA (Moreno, 2004). protein atau rantai peptida pada sel-sel
Sekuen gen yang diinginkan tersebut. Protein atau peptida hasil ekspresi
(misalnya gen antigen tertentu atau ini dapat disekresikan keluar sel atau dapat
adjuvant) dihasilkan secara sintetik atau dipresentasikan oleh sel yang bersangkutan.
dengan polymerase chain reaction (PCR). Protein atau peptida ini dapat diproses
Sekuen ini kemudian diinsersikan secara sehingga dapat dipresentasikan sel bersama
enzimatik ke dalam multiple cloning region MHC kelas I atau MHC kelas II (Kutzler
pada kerangka plasmid, kemudian dan Weiner, 2008). Sel otot
diekspresikan dan dipurifikasi (Kutzler dan mempresentasikan MHC kelas I sedangkan
Weiner, 2008). Plasmid yang sudah APC dapat mempresentasikan MHC kelas
dipurifikasi dan didetoksifikasi dari bakteri II. APC juga dapat menangkap protein yang
selanjutnya diberikan pada penerima disekresikan oleh sel yang tertransfeksi atau
vaksin, plasmid tersebut kemudian akan dari sel yang mengalami apoptosis (Saade
diambil oleh sel tertentu dan masuk ke dan Petrovsky, 2012; Rubartelli et al, 1997;
dalam nukleus. Sel yang dimasuki vaksin Albert et al, 1998). APC yang telah
kemudian akan memproduksi protein dari menangkap antigen kemudian bermigrasi
antigen yang terdapat dalam plasmid ke kelenjar getah bening melalui saluran

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 98


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

limfe yang selanjutnya mempresentasikan besar, stabil, dan mudah dalam proses
antigen kepada sel T naif melalui MHC transport. Vaksin DNA dapat menginduksi
kelas II dan reseptor sel T serta ikatan pada respon baik sel T maupun sel B, memiliki
molekul kostimulator. Ikatan ini akan stabilitas yang cukup baik, tidak ada agen
mengaktifkan sel T helper atau cluster of infeksius, dan relatif mudah diproduksi
differentiation (CD)4+ dan selanjutnya sel dalam jumlah besar. Beberapa uji respon
B untuk memproduksi antibodi. Selain itu imun pada hewan telah dilakukan dengan
presentasi peptida pada molekul MHC kelas menggunakan gen-gen dari berbagai
I akan mengaktifkan sel T sitotoksik atau macam agen infeksius seperti virus
sel cluster of differentiation (CD)8+ influenza, virus hepatitis B, human
(Kutzler dan Weiner, 2008). immunodeficiency virus (HIV), virus rabies,
lymphocytic chorio-meningitis virus,
Permasalahan Vaksin Dna malaria, dan mikoplasma. Beberapa uji
Vaksin DNA merupakan metode tersebut menunjukkan adanya proteksi dari
yang sederhana dan efektif dalam produksi penyakit pada hewan percobaan (WHO,
vaksin. Beberapa keunggulan vaksin DNA 2016). Keunggulan lain vaksin DNA dapat
antara lain proses pembuatannya yang dilihat pada tabel I.
mudah, cepat diproduksi dalam jumlah

Tabel I. Keunggulan Vaksin DNA

Keunggulan Vaksin DNA Keterangan


Metode sintetik dan PCR memungkinkan modifikasi dan rekayasa
Desain desain
Waktu pembuatan Produksi dan formulasi cepat
Reprodusibel, dapat dilakukan dalam skala produksi dan isolasi
yang besar
Keamanan Tidak dapat berbalik menjadi vaksin dalam bentuk virulens, tidak
seperti vaksin hidup
Belum ditemukan kejadian yang tidak diinginkan sejauh ini
Stabilitas Lebih stabil terhadap temperatur dibandingkan vaksin
konvensional
Mempunyai waktu paruh yang panjang/ lama
Mobilitas Mudah disimpan dan ditransportasikan
Tidak memerlukan penyimpanan khusus
Sumber : Moreno (2004) dan Kutzler dan Weiner (2008)

Beberapa uji vaksin DNA pada berkembangnya penyakit autoimunitas, dan


hewan uji maupun manusia ditemukan kemungkinan resistensi mutasi karena
beberapa permasalahan vaksin tersebut. insersi yang mengaktifkan onkogen atau
Beberapa uji menunjukkan kelemahan menginaktifkan tumor suppresor gene
vaksin DNA yaitu kurangnya ekspresi dan (Kutzler dan Weiner, 2008; Saade dan
imunogenisitasnya yang rendah terutama Petrovsky, 2012).
pada spesies yang besar. Untuk mengatasi Risiko vaksin DNA salah satunya
hal ini, beberapa pendekatan telah adalah risiko integrasi ke dalam DNA
dilakukan antara lain dengan sistem kromosomal. Vaksin yang telah diuji sejauh
penghantaran yang lebih baik, penggunaan ini belum menunjukkan adanya level
adjuvant molekuler, dan optimalisasi dosis integrasi yang relevan pada DNA seluler
vaksin (Jazi et al, 2012). Selain pada hewan uji maupun manusia. Hal yang
imunogenisitas yang rendah, risiko menjadi kekhawatiran adalah jika vaksin
keamanan vaksin DNA juga menjadi DNA berintegrasi ke dalam DNA seluler
perhatian dalam aplikasinya. Risiko menyebabkan terjadinya mutagenesis
keamanan tersebut mencakup potensi insersi, instabilitas kromosom, atau aktivasi
integrasi ke dalam DNA seluler, atau inaktivasi tumor suppresor gene. FDA

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 99


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

mensyaratkan penelitian tentang integrasi meningkatkan imunogenisitas. Beberapa


pada produk DNA menggunakan uji yang studi klinik menggunakan booster untuk
diperbolehkan pada hewan sebelum mengatasi masalah ini (Kutzler dan Weiner,
memulai percobaan pada manusia untuk 2008).
mencegah hal tersebut terjadi (Kutzler dan
Weiner, 2008). Metode Pemberian Dan Penghantaran
Permasalahan selanjutnya adalah Vaksin DNA
kemungkinan berkembangnya penyakit
autoimun dan autoantibodi. Penelitian Salah satu kendala yang terdapat
preklinis pada hewan uji dan penelitian dalam vaksin DNA adalah
awal pada manusia tidak menunjukkan imunogenisitasnya yang rendah karena
peningkatan antibodi anti nuklear atau vaksin DNA yang masuk ke dalam sel
antibodi anti DNA. Penelitian lain berada dalam jumlah yang terbatas. Seperti
menunjukkan adanya peningkatan produksi halnya vaksin konvensional, vaksin DNA
antibodi anti-DNA pada hewan uji namun umumnya diberikan secara injeksi, seperti
peningkatan tersebut tidak menyebabkan intramuskular, sub kutan dan intradermal.
keparahan pada hewan yang telah Namun metode injeksi ini kurang efektif
menderita lupus ataupun tidak menginduksi dalam menghantarkan vaksin DNA ke
terjadinya autoimun pada hewan yang dalam sel. Hal tersebut disebabkan 95%
sehat. Hal tersebut diantisipasi dengan DNA yang diinjeksikan tetap berada di luar
pemeriksaan tanda-tanda autoimunitas pada sel dan akan didegradasi sehingga gagal
pasien dengan marker laboratorium memberikan efek yang diharapkan (Gargett
(Kutzler dan Weiner, 2008). et al, 2014). Beberapa alat penghantaran
Isu keamanan yang terakhir yang dikembangkan untuk meningkatkan
mungkin terjadi pada pemberian vaksin efisiensi penghantaran vaksin DNA
DNA adalah risiko terjadinya resistensi sehingga lebih efektif masuk ke dalam sel.
antibiotik. Hal ini terjadi karena adanya Alat-alat tersebut antara lain gene gun,
penanda resisten antibiotik pada plasmid elektroporasi, needle free injector dan
yang digunakan dalam vaksinansi. microneedles (Kim et al, 2012). Selain itu,
Meskipun demikian, gen resisten antibiotik juga dikembangkan beberapa sistem
yang terdapat dalam plasmid umunya penghantaran seperti liposom, virosom, dan
adalah antibotik yang tidak digunakan bakteriosom untuk meningkatkan efisisensi
untuk pengobatan pada manusia. Strategi masuknya vaksin DNA ke dalam sel.
lain yang dikembangkan adalah tidak Berikut akan dibahas berbagai macam
digunakannya seleksi dengan antibiotik metode pemberian dan sistem penghantaran
yang sedang dikembangkan. Untuk vaksin DNA.
mengatasi kekhawatiran-kekhawatiran
tersebut, Food and Drug Association a. Injeksi Intramuskular
(FDA) Amerika Serikat dan Uni Eropa Injeksi intramuskular (i.m.) vaksin
mengembangkan beberapa masukan dalam DNA telah diujicobakan pada berbagai
uji keamanan vaksin DNA (Kutzler dan spesies. Pada metode ini, vaksin DNA akan
Weiner, 2008). diambil oleh sel otot atau akan masuk ke
Masalah utama yang terjadi pada pembuluh darah menuju ke kelenjar limpa
vaksin DNA adalah imunogenisitas rendah. atau masuk pembuluh limfe kemudian
Hal ini disebabkan minimnya jumlah masuk ke kelenjar getah bening. Di limpa
vaksin yang berhasil masuk ke dalam sel atau kelenjar getah bening, vaksin tersebut
dan memicu respon imun, baik sel T akan tertransfeksi ke antigen presenting cell
maupun sel B. Untuk mengatasi hal tersebut (APC) dan menimbulkan respon imun.
peneliti harus menggunakan formulasi Metode intramuskular ini memiliki
tertentu yang memungkinkan vaksin masuk beberapa keterbatasan. Untuk menimbulkan
ke dalam sel, atau bisa ditambah dengan respon imun, vaksin DNA harus diberikan
menggunakan adjuvant, dan metode dalam jumlah yang besar karena jumlah
pemberian serta sistem penghantaran untuk APC yang terdapat dalam otot relatif

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 100


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

sedikit. Selain itu, sel otot yang dapat plasmid DNA dengan elektroporasi
tertransfeksi oleh vaksin DNA memiliki menggunakan stimulasi listrik pada
molekul ko-stimulator yang sangat sedikit jaringan otot dapat meningkatkan
untuk dapat mengaktivasi sel T (McAllister permeabilitas membran sel dan
dan Poll, 2004). Masalah lain dengan meningkatkan efisiensi transfeksinya.
metode intramuskular dengan jarum adalah Elektroporasi juga dapat memicu sitokin
masalah keamanan (misalnya kemungkinan proinflamasi dan meningkatkan migrasi
jarum tersangkut sehingga menimbulkan APC dan sel T. Elektroporasi menaikkan
luka, dan risiko infeksi pada penggunaan efikasi vaksin DNA 10-1000 kali lipat dan
jarum berulang), kurangnya penerimaan meningkatkan respon imun pada spesies
pada pasien yang fobia jarum, dan masalah besar yang sebelumnya memberikan respon
logistik pada program vaksinasi massal imun yang rendah (Saade dan Petrovsky,
(Amorij et al, 2010). 2012). Elektroporasi in vivo pada
pemberian naked DNA meningkatkan
b. Gene Gun efisiensi transfeksinya dan memicu respon
Teknik gene gun merupakan teknik imun humoral dan seluler dibandingkan
yang melibatkan penggunaan alat balistik pemberian injeksi langsung (Jazi et al
untuk memasukkan plasmid yang dilapisi 2012). Metode ini memerlukan peralatan
partikel emas. Keunggulan metode ini dengan sumber listrik sehingga akan
adalah target utamanya yaitu sel langerhans menjadi prosedur yang bermanfaat pada
dan APC profesional lainnya, sedangkan institusi kesehatan namun tidak akan mudah
kelemahan metode ini adalah terbatasnya digunakan untuk pemberian individu.
dosis yang diberikan sehingga memerlukan Selain itu, perusakan membran sel pada
“tembakan” berulang pada situs untuk stratum corneum pada kulit dapat
memberikan imunisasi yang efektif (Li et menyebabkan terjadinya infeksi sekunder
al, 2012). Tidak seperti pemberian secara (Matsuo et al, 2013).
intradermal dan intramuskular yang
menghantarkan plasmid pada ruang d. Needle Free Injector
ekstraseluler, DNA langsung dihantarkan Needle free vaccination meliputi
ke dalam sitoplasma sel. Penghantaran semua metode pemberian vaksin yang tidak
langsung DNA ke dalam sel memerlukan jarum dan syringe untuk
memungkinkan penggunaan plasmid DNA pemberiannya. Keunggulan metode ini
dalam jumlah yang sangat kecil untuk dapat antara lain lebih mudah, cara pemberian
menimbulkan respon imun dibandingkan lebih cepat, lebih aman, lebih diterima, dan
cara konvensional. Vaksin DNA influenza mengurangi rasa sakit. Keunggulan cara
yang diberikan dengan gene gun pada pemberian ini memberikan keuntungan
hewan pengerat dan unggas diperlukan yang lain, yaitu peningkatan keamanan bagi
dosis lebih kecil 250–2500 kali pemberi vaksin, orang yang divaksin, dan
dibandingkan penggunaan injeksi masyarakat, peningkatan kepatuhan
intradermal dan dosis tersebut dapat terhadap jadwal imunisasi, serta
menginduksi respon imun baik seluler pengurangan atau peniadaan daerah sakit
maupun humoral (Saade dan Petrovsky, karena injeksi (Giudice dan Campbell,
2012). 2006). Pemberian vaksin influenza dengan
metode ini melalui saluran napas, saluran
c. Elektroporasi cerna, atau kulit kemungkinan besar dapat
Elektroporasi merupakan metode menimbulkan respon imun mukosa pada
untuk memasukkan makromolekul seperti tempat masuknya virus dan bahkan dapat
asam nukleat ke dalam sel baik secara in memicu respon imun seluler yang
vivo maupun in vitro. Metode ini dilakukan meningkatkan efektivitas vaksin (Kim et al,
dengan pemberian getaran listrik untuk 2012).
meningkatkan permeabilitas membran sel
sementara waktu dan bersifat reversibel
(Sardesai dan Weiner, 2011). Penghantaran

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 101


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

e. Liposom al, 2011; Schwendener, 2014). Virosom


Liposom sudah diaplikasikan untuk berbentuk sferik dan berukuran kurang
sebagai salah satu metode penghantaran lebih 150 nm (Saroja et al, 2011). Gargett et
obat karena telah teruji keamanan, al (2014) membuktikan bahwa efikasi
biokompabilitas serta kemudahan dalam vaksin DNA dapat ditingatkan dengan
produksi skala besar. Liposom dapat pembawa virosom baik untuk pemberian
digunakan sebagai sistem penghantaran secara intranasal maupun intradermal.
sekaligus sebagai adjuvant untuk
meningkatkan respon imun vaksin DNA. g. Bakteriosom
Liposom dapat meningkatkan pengambilan Bakteriosom menggunakan bakteri
vaksin DNA oleh APC pada jaringan baik gram positif maupun negatif yang
limfoid. Selain itu, liposom berfungsi telah dilemahkan untuk menghantarkan
sebagai pelindung antigen dari degradasi, vaksin DNA. Contoh vaksin yang
meningkatkan pelepasan dalam sitoplasma menggunakan metode ini adalah vaksin
dalam sel dan memiliki fungsi sebagai DNA kanker menggunakan Salmonella
imunostimulan (Alphar et al, 2005 dan yang telah terbukti menginduksi respon
Sahdev et al, 2014). Liposom yang dapat imun terhadap antigen kanker yang terdapat
digunakan sebagai penghantar vaksin antara dalam plasmid. Namun metode ini masih
lain yang memiliki komposisi seperti lipid memiliki beberapa kelemahan antara lain
anionik (fosfatidilkolin, fosfatidilgliserol, kurang efektif menimbulkan respon imun
fosfatidilserin, kolesterol dan sebagainya) yang disebabkan bakteri akan mengalami
untuk pembawa yang netral atau anionik, hambatan biologi selama proses infeksi.
lipid kationik (dimethyl Salah satu metode untuk mengatasi hal ini
dioctadecylammonium (DDA), 3β-[N- antara lain dengan melapisi DNA
(N’,N’-dimethylaminoethane) carbamoyl] menggunakan nanopartikel (Hu et al, 2015).
cholesterol (DC-chol), dioleoyl-3-trimethyl
ammonium propane (DOTAP) dan Aplikasi Vaksin Dna
sebagainya) untuk pembawa kationik, Uji vaksin DNA pada manusia
imunomodulator (monophosphoryl lipid A dimulai lebih dari 15 tahun yang lalu.
(MPLA), cytosine–phosphorothioate– Tujuan berbagai uji klinik adalah untuk
guanine oligodeoxynucleotide (CpG), menunjukkan keamanan dan kemampuan
lipopeptida, glikolipid, dan sebagainya), toleransi kandidat vaksin tersebut dan untuk
dan antigennya (bisa berupa mRNA atau mengetahui batas kemampuan vaksin DNA
plasmid). Komposisi ini fleksibel baik dalam memicu respon imun. Uji klinik fase
penyusunnya, adjuvant maupun antigen I vaksin DNA yang paling awal adalah
yang diinginkan, termasuk mekanisme kandidat vaksin HIV-1 yang diujikan pada
penggabungannya (enkapsulasi, adsorpsi, individual yang terinfeksi HIV-1 yang
maupun covalent surface attachment). diikuti studi pada relawan yang tidak
Contoh vaksin DNA yang menggunakan terinfeksi HIV-1. Uji vaksin DNA
liposom kationik adalah untuk antigen profilaktik dan terapetik lainnya menyusul
listeriolysin O dari Listeria monocytogenes termasuk uji pada vaksin DNA terhadap
dengan adjuvant berupa muramyl dipeptide kanker, influenza, malaria, hepatitis, dan
dan monophosphoryl lipid A (Schwendener, kandidat HIV-1 lainnya. Uji-uji tersebut
2014). menunjukkan vaksin DNA dapat ditoleransi
dengan baik dan aman (Kutzler and Weiner,
f. Virosom 2008). Vaksin DNA sekarang secara luas
Virosom merupakan liposom yang telah digunakan dalam uji klinik baik uji
tersusun atas fosfolipid baik yang alamiah klinik fase I, fase II dan fase III (Saade dan
maupun sintetik yang digabungkan dengan Petrovsky, 2012). Vaksin DNA lain yang
fosfolipid pada selubung (envelope) virus berada dalam tahap uji klinik antara lain
seperti hemagglutin dan neuraminidase HIV, influenza, Hepatitis B, Ebola, Herpes
pada virus influenza, viral glikoprotein, Simplex Virus (HSV), Dengue, limfoma sel
atau dengan protein virus lainnya (Saroja et B, kanker prostat, melanoma, kanker

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 102


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

ovarium, kanker payudara, kanker paru, Immune Induction Following


sarcoma, diabetes tipe I, dan asma. Contoh DNA-based Immunization through
vaksin DNA yang berada dalam fase II In Vivo Transfection and
adalah vaksin yang mengkode protein Activation of
proinsulin untuk diabetes tipe I, sedangkan Macrophages/Antigen-Presenting
contoh vaksin yang berada dalam fase III Cells. J Immunol, 160, 5707–5718.
adalah vaksin Cytomegalovirus (Wahren Condon C, S.C. Watkins, C.M. Celluzzi, K.
dan Liu, 2014). Thompson, L.D. Falo Jr, 1996,
DNA-Based Immunization by In
Vivo Transfection of Dendritic
KESIMPULAN Cells, Nat Med, 2, 1122–1128.
Cui, Z., 2005, DNA Vaccine, Adv Genet.,
Permasalahan vaksin DNA 54, 257-289.
terutama adalah imunogenitasnya rendah Dupuis M, K. Denis-Mize, C. Woo, C.
sehingga berbagai metode pemberian dan Goldbeck, M.J. Selby, M. Chen, et
sistem penghantaran dikembangkan untuk al., 2000, Distribution of DNA
mengatasi masalah tersebut, antara lain Vaccines Determines Their
gene gun, elektroporasi, needle free Immunogenicity after
injector, penggunaan liposom, virosom, dan Intramuscular Injection in Mice, J
bakteriosom. Immunol, 165, 2850–2858.
Flingai S., M. Czerwonko, J. Goodman,
S.B. Kudchodkar, K Muthumani,
DAFTAR PUSTAKA dan D.B. Weiner, 2013, Synthetic
DNA Vaccines: Improved Vaccine
Abbas A.K., A.H. Lichtman, S. Pillai, Potency by Electroporation and Co-
2012, Cellular and Molecular Delivered Genetic Adjuvants,
Immunology 7th Ed., Elsevier Frontiers Immunol., 4(354), 1-10.
Saunders, Philadelphia. Gargett, T., B. Grubor-Bauk, D. Miller, T.
Akbari O, N. Panjwani, S. Garcia, R. Garrod, S. Yu, S. Wesselingh,
Tascon, D. Lowrie, B. Stockinger, A. Suhrbier, dan E.J. Gowans,
1999, DNA Vaccination: 2014, Increase in DNA Vaccine
Transfection and Activation of Efficacy by Virosome Delivery and
Dendritic Cells as Key Events for Co-expression of A Cytolytic
Immunity. J Exp Med., 189, 169– Protein. Clin. Translation.
178. Immunol., 18, 1-7.
Albert, M.L., S.F. Pearce, L.M. Francisco, Giudice, E.L., dan J.D. Campbell, 2006,
B. Sauter, P. Roy, R.L. Silverstein, Needle-Free Vaccine Delivery.
et al., 1998, Immature Dendritic Adv. Drug Deliv. Rev., 58, 68–89.
Cells Phagocytose Apoptotic Cells Hu, Q., M. Wu, C. Fang, C. Cheng, M.
via Alpha-Beta5 and CD36, and Zhao, W. Fang, P.K. Chu, Y. Ping,
Cross-Present Antigens to G. Tang, 2015, Engineering
Cytotoxic T Lymphocytes. J Exp Nanoparticle-Coated Bacteria as
Med, 188, 1359-1368. Oral DNA Vaccines for Cancer
Alphar, H.O, I. Papanicolaou, V.W Immunotherapy, Nano Lett., 15,
Bramwell, 2005, Strategies for 2732-2739.
DNA Vaccine Delivery, Expert Jazi, M.H.Z., M. Dabaghianb, M.Tebianian,
Opin. Drug Deliv., 2 (5), 829-842. M.J. Gharagozloub, S.M. Ebrahimi,
Amorij, JP., W.L.J. Hinrichs, H.W. Frijlink, 2012, In Vivo Electroporation
J.C. Wilschut, A. Hucriede, 2010, Enhances Immunogenicity and
Needle-Free Influenza Vaccination. Protection against Influenza A
Lancet Infect Dis, 10, 699–711. Virus Challenge of An M2e-
Chattergoon MA, T.M. Robinson, J.D. HSP70c DNA Vaccine, Virus Res.,
Boyer, D.B. Weiner, 1998, Specific 167, 219–225.

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 103


Digital
Digital Repository
Repository Universitas
SCIENTIA VOL. 7Jember
Universitas Jember
NO. 2, AGUSTUS 2017

Kim, Y.C., J.M. Song, A.S. Lipatov, S.O. Sardesai NY, dan D.Weiner, 2011,
Choi, J.W. Lee, R.O. Donis, R.W. Electroporation delivery of DNA
Compans, S.M. Kang, M.R. Vaccines: prospects for success,
Prausnitz, 2012, Increased Curr Opin Immunol., 23, 421-429.
Immunogenicity of Avian Influenza Saroja, C.H., P.K. Lakshmi, S. Bhaskaran,
DNA Vaccine Delivered to The 2011, Recent Trends in Vaccine
Skin Using a Microneedle Patch, Delivery Systems: A Review. Int. J.
Eur J Pharm Biopharm., 81, 239– Pharm. Invest., 1(2), 64-74.
247. Schwendener, R.A., 2014, Liposomes as
Kutzler, W.A. dan D.B. Weiner, 2008, Vaccine Delivery Systems: A
DNA Vaccines: Ready for Prime Review of The Recent Advances,
Time?, Genetics, 9, 776-788. Ther. Adv. Vaccines, 2(6), 159–
Li, L., F. Saade, , N. Pertrovsky, 2012, The 182.
Future of Human DNA Vaccines. J Tang DC, M. De Vit, SA Johnston, 1992,
Biotech., 162, 171–182. Genetic Immunization is A Simple
Matsuo, K., S. Hirobea, N. Okadaa, S. Method for Eliciting an Immune
Nakagawa, 2013, Frontiers of Response, Nature, 356, 152-154.
Transcutaneous Vaccination Wahren, B. dan M.A. Liu, 2014, DNA
Systems: Novel Technologies and Vaccines: Recent Developments
Devices for Vaccine Delivery, and The Future, Vaccines, 2, 785-
Vaccine, 31, 2403– 2415. 796.
McAllister, J., and D. Poll, 2004, World Health Organization. 2016. DNA
Comparison of DNA Vaccine Vaccines. diakses dari
Delivery Systems: Intramuscular http://www.who.int/biologicals/area
Injection Versus Gene Gun s/vaccines/dna/en/ pada tanggal 6
Administration. Defence Science September 2016.
and Technology Organisation,
Australian Government Department
of Defence.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2013, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 42 tahun
2013 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi.
Moreno, S., 2004, DNA Vaccination: An
Immunological Perspective,
Immunologia., 23(1), 41-55.
Rubartelli A, A. Poggi, M.R. Zocchi, 1997,
The Selective Engulfment of
Apoptotic Bodies by Dendritic
Cells is Mediated by The Alpha-
Beta3 Integrin and Requires
Intracellular and Extracellular
Calcium. Eur J Immunol, 27, 1893–
1900.
Saade, F., and N. Petrovsky, 2012,
Technologies for Enhanced
Efficacy of DNA Vaccines, Expert
Rev. Vaccines, 11(2), 189–209.
Sahdev, P., L.J. Ochyl, J.J. Moon, 2014,
Biomaterials for Nanoparticle
Vaccine Delivery Systems, Pharm.
Res., 31(10), 2563–2582.

p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 104

Anda mungkin juga menyukai