Anda di halaman 1dari 37

Makalah Agama

Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga

Oleh:

Bima Rizky P (22)

Brilian Wahyu P (23)

Candriawan Surya P (24)

David Firmansyah (27)

Diva Fitri (31)

SMK NEGERI 1 MOJOKERTO

TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN 2019


KATA PENGANTAR

Assalamu”alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa”atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah mata pelajaran pendidikan agama islam

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada guru Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah
ini.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………...………………………. ii

Daftar Isi……………………………………...……………………… iii

BAB I
A. Latar Belakang.…………………………...…………………………... 1
B. Tujuan………………………………………...…………………………. 2
C. Rumusan Masalah…………………………...……………………….. 2

BAB II
A. Definisi Nikah…………………………………………………………... 3
B. Anjuran Nikah………………………………...………………………. 4
C. Ketentuan Pernikahan Dalam Islam……...……………………… 21
D. UU No. 1 Tahun 1974…………………………………………………23
E. Hak dan Kewajiban Suami Istri…………………………………....25
F. Hikmah Pernikahan…………………………………………………...28

BAB III
A. Kata Penutup…………………………………………………………… 33
B. Daftar Pusaka…………………………………………………………... 34

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah, bahwa
makhlukyang bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik laki-laki
maupun perempuan (Q.S.Dzariat : 49) “d a n s e g a l a s e s u a t u k a m i
c i p t a k a n b e r p a s a ng - p a s a n g a n, s u p a ya k a m u mengingat akan kebesaran
Allah.” Perkawinan merupakan suatu hal yang pent ing dalam realita
kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat
ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan
masyarakat.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan
tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan
hubungan ini makadisyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn
perempuan yang diatur dengan perkawinan ini akan membawa keharmonisan,
keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi
keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling
kedua insan tersebut.
Da la m aga ma sa maw i, masa la h per kawinan me ndapat t empat
ya ng sangat terhormat dan sangat terjunjung tinggi tata aturan yang telah
ditetapkan dalam kitab suci. Negara Indonesia misalnya, masalah
perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sehingga pemerintah Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan hingga sekarang menaruh perhatian yang sangat serius dalamhal
perkawinan ini. Pada makalah ini akan dijelaskan t ent ang masalah
perkawinan menurut fiqhislam, kompilasi hukum islam, dan undang – undang
perkawinan.

1
B. Tujuan
Mengetahui pemahaman tentang hukum nikah dan syariat dalam pernikahan
menurut agama dan negara.
C. Rumusan Masalah
1. Anjuran Nikah.
2. Ketentuan Pernikahan dalam islam.
3. Pernikahan menurut UUD perkawinan Indonesia (UUnomor 1 tahun 1974).
4. Hak dan Kewajiaban Suami Istri.
5. Hikmah Pernikahan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat
berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke
pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.

A. DEFINISI NIKAH.

1. Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq : Nikah Menurut Bahasa,
‫ح‬
ُ ‫النِّكَـا‬menurut bahasa berarti ‫ض ُّم‬
َّ ‫(ال‬menghimpun). Kata ini dimutlakkan untuk
akad atau persetubuhan.

2. Al-Imam Abul Hasan an-Naisaburi berkata: “Menurut al-Azhari, an-nikaah


dalam bahasa Arab pada asalnya bermakna al-wath-u (persetubuhan).
Perkawinan disebut nikaah karena menjadi sebab persetubuhan.”

3. Abu “Ali al-Farisi berkata : “Bangsa Arab membedakan keduanya dengan


perbedaan yang sangat tipis. Jika mereka mengatakan: “ ً‫النَة‬ َ ‫(نَ َك َح َف‬menikahi
fulanah) atau ‫( ِّبنتَ فُالَ ٍن‬puteri si fulanah) atau ُ‫(أ ُ ْختَه‬saudarinya),” maka yang
mereka maksud ialah melakukan akad terhadapnya. Jika mereka mengatakan:
“ ُ‫ـرأَتَه‬ ْ ‫نَ َك َح‬atau ُ‫(نَ َك َح زَ ْو َجـتَه‬menikahi isterinya),” maka yang mereka maksud
َ ‫ام‬
tidak lain adalah persetubuhan. Karena dengan menyebut isterinya, maka tidak
perlu menyebutkan akadnya.”

4. Al-Farra” berkata: “Bangsa Arab mengatakan : َ ‫(نُ ِّك َح ْال َم ْرأَة‬wanita yang dinikahi)”
dengan nun didhammah, berarti (menyetubuhi) kemaluannya. Ini adalah
ungkapan tentang kemaluan. Jika mereka mengatakan : ‫نَ َك َح َها‬, maka yang
mereka maksud ialah menyetubuhi kemaluannya. Tetapi jarang sekali
diucapkan: ‫(نَا َك َح َها‬dengan nun dipanjangkan), sebagaimana diucapkan : ‫ض َع َها‬
َ ‫بَا‬

3
5. Nikah Menurut Syari”at. Ibnu Qudamah berkata: “Nikah menurut syari”at
adalah akad perkawinan. Ketika kata nikah diucapkan secara mutlak, maka kata
itu bermakna demikian, selagi tidak satu dalil pun yang memalingkan darinya.”

6. Al-Qadhi berkata: “Yang paling mirip dengan prinsip kami bahwa pernikahan
pada hakikatnya berkenaan dengan akad dan persetubuhan sekaligus;
berdasarkan firman Allah Ta’ala :

َ ِّ‫َو ََل ت َ ْن ِّك ُحوا َما نَ َك َح آبَا ُؤكُ ْم مِّنَ الن‬


‫سا ِّء‬

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh


ayahmu…” (An-Nisaa’/4: 22).

(Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh
Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah
Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir –
Bogor).

B. Anjuran Untuk Menikah

Seperti yang telah diketahui bahwa agama kita banyak memberikan anjuran
untuk menikah.

Allah menyebutkannya dalam banyak ayat di Kitab-Nya dan menganjurkan


kepada kita untuk melaksanakannya. Di antaranya, firman Allah Ta”ala dalam
surat Ali “Imran tentang ucapan Zakariya Alaihissallam :

َ ُّ‫طيِّبَةً ۖ إِّنَّكَ سَمِّي ُع الد‬


‫عا ِّء‬ َ ً‫ب هَبْ لِّي م ِّْن لَد ُ ْنكَ ذ ُ ِّريَّة‬
ِّ ‫َر‬

“Ya Rabb-ku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do”a.” (Ali “Imran/3: 38). Allah
Subhanahu Wa Ta”ala berfirman:

َ‫ب ََل تَذَ ْرنِّي فَ ْردًا َوأ َ ْنتَ َخي ُْر ْال َو ِّارثِّين‬
ِّ ‫َوزَ ك َِّريَّا ِّإذْ نَادَ ٰى َر َّبهُ َر‬

4
“Dan (ingatlah kisah) Zakariya, tatkala ia menyeru Rabb-nya: “Ya Rabb-ku
janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkau-lah Waris
Yang Paling Baik.” (Al-Anbiyaa”/21: 89).

Allah Subhanahu wa Ta”ala berfirman:

‫س ْلنَا ُرسُ ًال م ِّْن قَ ْبلِّكَ َو َج َع ْلنَا لَ ُه ْم أ َ ْز َوا ًجا َوذ ُ ِّريَّ ًة‬
َ ‫َولَقَدْ أ َ ْر‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum-mu dan


Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan…” (Ar-Ra”d/13: 38)

Allah Subhanahu wa Ta”ala berfirman:

ْ َ‫ّللا ُ م ِّْن ف‬
‫ض ِّل ِّه‬ َّ ‫َوأ َ ْن ِّك ُحوا ْاْل َ َيا َم ٰى ِّم ْنكُ ْم َوال‬
َّ ‫صالِّحِّ ينَ م ِّْن ِّع َبا ِّدكُ ْم َو ِّإ َما ِّئكُ ْم ۚ ِّإ ْن َيكُونُوا فُقَ َرا َء يُ ْغ ِّن ِّه ُم‬

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-


orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya…” (An-Nuur/24: 32).

Dan hadits-hadits mengenai hal itu sangatlah banyak, Dari Anas bin Malik
Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

‫ِّي‬
َ ‫هللا فِّ ْي َمـا بَق‬
َ ‫ق‬ ِّ َّ ‫ فَ ْليَت‬،‫ْـن‬
ِّ ‫الدي‬ َ ‫ فَقَ ِّد اسْـت َ ْك َم َل نِّص‬،ُ ‫ ِّإذَا ت َزَ َّو َج ْال َع ْبد‬.
ِّ ‫ْف‬

“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh


agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh
yang tersisa.”

Beliau Nabi Muhammad Shallallahu “alaihi wa sallam bersabda :

‫ َم ْن َوقَاهُ هللاُ ش ََّر اثْنَي ِّْن َولَ َج ْال َجنَّ َة‬: ‫ َو َمـا بَيْـنَ ِّر ْجلَ ْي ِّه‬،ِّ‫ َمـا بَيْنَ لَ ْح َي ْيه‬.

“Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari keburukan dua perkara,


niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di antara kedua tulang dagunya
(mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua kakinya (kemaluannya).”

5
Jadi, masuk ke dalam Surga itu wahai saudaraku karena engkau memelihara
dirimu dari keburukan apa yang ada di antara kedua kakimu, dan ini dengan cara
menikah atau berpuasa.

Pernikahan adalah sarana terbesar untuk memelihara manusia agar tidak


terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah, seperti zina, liwath
(homoseksual) dan selainnya. Penjelasan mengenai hal ini akan disampaikan.

Nabi Muhammad Shallallahu “alaihi wa sallam menganjurkan kita dengan


sabdanya untuk menikah dan mencari keturunan, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abu Umamah Radhiyallahu anhu:

‫ارى‬
َ ‫ص‬َ َّ‫ َوَلَ تَكُ ْونُ ْوا ك ََر ْهبَانِّيَّ ِّة الن‬،ِّ‫ت َزَ َّو ُج ْوا فَإِّنِّي ُمكَاث ٌِّر بِّكُ ُم اْْل ُ َم َم يَ ْو َم ْال ِّقيَـا َمة‬.

“Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan


jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian
seperti para pendeta Nasrani.”

Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam menganjurkan kita dalam banyak hadits


agar menikah dan melahirkan anak. Beliau menganjurkan kita mengenai hal itu
dan melarang kita hidup membujang, karena perbuatan ini menyelisihi
Sunnahnya.

Saya kemukakan kepadamu, saudaraku yang budiman, sejumlah hadits yang


menunjukkan hal itu:

1. Nikah adalah Sunnah para Rasul.


Nikah adalah salah satu Sunnah para Rasul, lantas apakah engkau akan
menjauhinya, wahai saudaraku yang budiman?

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu, ia


menuturkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu “alaihi wa sallam bersabda
:

َ ‫سـن َِّن ْال ُم ْر‬


َ‫س ِّليْن‬ ُ ‫أ َ ْر َب ٌع م ِّْن‬: ‫ح‬ ُّ ‫ َوالت َّ َع‬،‫ا َ ْل َح َيـا ُء‬.
ِّ ‫ َو‬، ُ‫ َوالس َِّواك‬،‫ط ُر‬
ُ ‫النكَا‬

6
“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu,
memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.”

2. Siapa yang mampu di antara kalian untuk menikah, maka menikahlah.


Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam memerintahkan kita demikian,
sebagaimana diriwayat-kan oleh al-Bukhari dari “Abdullah bin Mas”ud
Radhiyallahu anhu. Ia menuturkan: “Kami bersama Nabi Shallallahu “alaihi
wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau
bersabda kepada kami:

ِّ ‫صنُ ل ِّْلف َْر‬


‫ َو َم ْن لَ ْم‬،‫ج‬ َ ‫َض ل ِّْل َب‬
َ ‫ص ِّر َوأ َ ْح‬ ُّ ‫ فَإِّنَّهُ أَغ‬،‫ع ِّم ْنكُ ُم ْالبَا َءة َ فَ ْليَت َزَ َّو ْج‬
َ ‫طا‬َ َ ‫ َم ِّن ا ْست‬،‫ب‬ ِّ ‫شبَا‬ َّ ‫يَا َم ْعش ََر ال‬
‫ فَإِّنَّهُ َلهُ ِّو َجا ٌء‬،‫ص ْو ِّم‬
َّ ‫يَ ْستَطِّ ْع فَ َع َل ْي ِّه ِّبال‬.

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu


menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan
dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai
tameng).”

3. Orang yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka Allah pasti
menolongnya.
Saudaraku yang budiman, jika engkau ingin menikah, maka ketahuilah bahwa
Allah akan menolongmu atas perkara itu.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu,


bahwa Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam bersabda :

‫ع ْونُ ُه ْم‬ َ ‫ثَالَثَةٌ َح ٌّق‬: ‫ َو ْال ُم َجا ِّهد ُ فِّي‬،‫َاف‬


ِّ ‫علَى‬
َ ‫هللا‬ َ ‫ َوالنَّا ِّك ُح الَّ ِّذي ي ُِّر ْيد ُ ْال َعف‬،‫َب الَّذِّي ي ُِّر ْيد ُ اْْلَدَا َء‬
ُ ‫ا َ ْل ُمكَـات‬
ِّ‫س ِّب ْي ِّل هللا‬
َ .

“Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; seorang budak
yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang
menikah karena ingin memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah.”

7
4. Menikahi wanita yang berbelas kasih dan subur (banyak anak) adalah
kebanggaan bagimu pada hari Kiamat. Saudaraku yang budiman, jika kamu
hendak menikah, carilah dari keluarga yang wanita-wanitanya dikenal subur
(banyak anak) dan berbelas kasih kepada suaminya, karena Nabi Shallallahu
“alaihi wa sallam membanggakanmu mengenai hal itu pada hari Kiamat.

Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ma”qil bin
Yasar Radhiyallahu anhu, ia menuturkan: “Seseorang datang kepada Nabi
Shallallahu “alaihi wa sallam lalu mengatakan: “Aku mendapatkan seorang
wanita (dalam satu riwayat lain (disebutkan), “memiliki kedudukan dan
kecantikan”), tetapi ia tidak dapat melahirkan anak (mandul); apakah aku
boleh menikahinya?” Beliau menjawab: “Tidak.” Kemudian dia datang
kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian dia
datang kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: “Nikahilah
wanita yang berbelas kasih lagi banyak anak, karena aku akan membangga-
banggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain.”

5. Persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah.


Saudaraku semuslim, aktivitas seksualmu dengan isterimu guna mendapatkan
keturunan, atau untuk memelihara dirimu atau dirinya, maka engkau
mendapatkan pahala; berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, bahwa sejumlah Sahabat Nabi Shallallahu
“alaihi wa sallam berkata kepada beliau: “Wahai Nabi, orang-orang kaya
telah mendapatkan banyak pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana
kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, dan mereka dapat
bershadaqah dengan kelebihan harta mereka.”

Beliau bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa


yang dapat kalian shadaqahkan. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir
adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah
shadaqah, menyuruh kepada yang ma”ruf adalah shadaqah, mencegah dari

8
yang munkar adalah shadaqah, dan persetubuhan salah seorang dari kalian
(dengan isterinya) adalah shadaqah.”

Mereka bertanya: “Wahai Nabi, apakah salah seorang dari kami yang
melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?”

Beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian seandainya dia


melampiaskan syahwatnya kepada hal yang haram, apakah dia mendapatkan
dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya kepada hal yang halal,
maka dia mendapatkan pahala.”

6. Menikah dapat mengembalikan semangat “kepemudaan”.


Nikah dapat mengembalikan kekuatan dan kepemudaan badan. Karena ketika
jiwa merasa tenteram, tubuh menjadi giat.

Inilah seorang Sahabat yang menjelaskan hal itu kepada kita,


sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari “Alqamah Radhiyallahu
anhu, ia menuturkan: “Aku bersama “Abdullah (bin Mas”ud), lalu “Utsman
bertemu dengannya di Mina, maka ia mengatakan: “Wahai Abu
“Abdirrahman, sesungguhnya aku mempunyai hajat kepadamu.” Kemudian
keduanya bercakap-cakap (jauh dari “Alqamah). “Utsman bertanya
kepadanya: “Wahai Abu “Abdirrahman, maukah aku nikahkan engkau
dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu pada apa yang dahulu
pernah engkau alami?” Ketika “Abdullah merasa dirinya tidak
membutuhkannya, maka dia mengisyaratkan kepadaku seraya mengatakan:
“Wahai “Alqamah!” Ketika aku menolaknya, dia mengatakan: “Jika memang
engkau mengatakan demikian, maka sesungguhnya Nabi Shallallahu “alaihi
wa sallam bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara
kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah. Dan barangsiapa yang
belum mampu, maka berpuasalah; karena puasa dapat mengendalikan
syahwatnya.”

9
7. Nabi Muhammad Shallallahu “alaihi wa sallam menganjurkan suami isteri
agar melakukan aktivitas seksual guna memperolah keturunan, dan menikah
dengan gadis. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, ia mengatakan : “Nabi Sulaiman bin Dawud berkata:
“Aku benar-benar akan menggilir 70 isteri pada malam ini, yang masing-
masing isteri akan melahirkan seorang mujahid yang berjihad di jalan Allah.”
Seorang sahabatnya berkata kepadanya : “Insya Allah.” Tetapi Nabi Sulaiman
tidak mengucapkannya, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang hamil
kecuali satu orang. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Seandainya dia mengucapkan insya Allah, niscaya mereka menjadi para
mujahid di jalan Allah.”

Dalam riwayat Muslim (disebutkan): “Aku bersumpah kepada Rabb


yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! “Seandainya dia mengucapkan
“insya Allah”, niscaya mereka berjihad di jalan Allah sebagai prajurit
semuanya.”

Al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin “Abdillah Radhiyallahu


anhuma, ia mengatakan: “Aku bersama Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam
dalam suatu peperangan, ternyata untaku berjalan lambat dan kelelahan.
Kemudian Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam datang kepadaku lalu menegur:
“Jabir!” Aku menjawab: “Ya.” Beliau bertanya: “Ada apa denganmu?” Aku
menjawab: “Untaku berjalan lambat dan kelelahan sehingga aku tertinggal.”
Lalu beliau turun untuk mengikatnya dengan tali, kemudian bersabda:
“Naiklah!” Aku pun naik. Sungguh aku ingin menahannya dari Nabi
Shallallahu “alaihi wa sallam. Beliau bertanya: “Apakah engkau sudah
menikah?” Aku menjawab: “Sudah.” Beliau bertanya: “Gadis atau janda?”
Aku menjawab: “Janda.” Beliau bersabda: “Mengapa tidak menikahi gadis
saja sehingga engkau dapat bermain-main dengannya dan ia pun bermain-
main dengan-mu?” Aku menjawab: “Sesungguhnya aku mempunyai saudara-

10
saudara perempuan, maka aku ingin menikahi seorang wanita yang bisa
mengumpulkan mereka, menyisir mereka, dan membimbing mereka.” Beliau
bersabda: “Engkau akan datang; jika engkau datang, maka demikian,
demikian.” Beliau bertanya: “Apakah engkau akan menjual untamu?” Aku
menjawab: “Ya.” Lalu beliau membelinya dariku dengan satu uqiyah (ons
perak). Kemudian Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam sampai sebelumku,
sedangkan aku sampai pada pagi hari. Ketika kami datang ke masjid, aku
menjumpai beliau di depan pintu masjid. Beliau bertanya: “Apakah sekarang
engkau telah tiba?” Aku menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Tinggalkan
untamu lalu masuklah ke masjid, kemudian kerjakan shalat dua rakaat.”
Kemudian aku masuk, lalu melaksanakan shalat. Setelah itu beliau
memerintahkan Bilal agar membawakan satu uqiyah kepada beliau, lalu Bilal
menimbangnya dengan mantap dalam timbangan. Ketika aku pergi, beliau
mengatakan: “Panggillah Jabir kepadaku.” Aku mengatakan: “Sekarang unta
dikembalikan kepadaku, padahal tidak ada sesuatu pun yang lebih aku benci
daripada unta ini.” Beliau bersabda: “Ambil-lah untamu, dan harganya
untukmu.””[13]

Ibnu Majah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam,


bahwa beliau bersabda:

‫ضى بِّ ْاليَ ِّسي ِّْر‬


َ ‫ب أ َ ْف َواهًا َوأ َ ْنت َ ُق أ َ ْر َحا ًما َوأ َ ْر‬
ُ َ‫َار فَإِّنَّ ُه َّن أ َ ْعذ‬
ِّ ‫علَ ْيكُ ْم بِّاْْل َ ْبك‬
َ .

“Nikahlah dengan gadis perawan; sebab mereka itu lebih manis


bibirnya, lebih subur rahimnya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.”[14]

8. Anak dapat memasukkan bapak dan ibunya ke dalam Surga.


Bagaimana anak memasukkan ayah dan ibunya ke dalam Surga? Mari kita
dengarkan jawabannya dari Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam dalam hadits qudsi.
Imam Ahmad meriwayatkan dari sebagian Sahabat Nabi Shallallahu “alaihi wa
sallam, bahwa beliau bersabda:

11
ِّ ‫يَـا َر‬: َ‫فَيَأْت ُ ْون‬.
ِّ َ‫يُقَـا ُل ل ِّْل ِّو ْلد‬: ‫اُدْ ُخلُوا ْال َجنَّ َة‬. َ‫قَال‬: َ‫فَيَقُ ْولُ ْون‬: َ‫ قَال‬،‫ َحتَّى َيدْ ُخ َل آ َبا ُؤنَا َوأ ُ َّم َهاتُنَا‬،‫ب‬
‫ان يَ ْو َم ْال ِّقيَا َم ِّة‬
َ‫قَال‬: ُ‫فَيَقُ ْو ُل هللا‬: َ‫ قَال‬،َ‫ اُدْ ُخلُوا ْال َجنَّة‬، َ‫ َمـا لِّي أ َ َراهُ ْم ُمحْ بَ ْنطِّ ئِّيْن‬: َ‫فَيَقُ ْولُ ْون‬: ‫ آبَا ُؤنَا َوأ ُ َّم َهاتُنَـا‬،‫ب‬ ِّ ‫يَـا َر‬. َ‫قَال‬: ‫فَيَقُ ْو ُل‬:
‫ادْ ُخلُوا ْال َجنَّةَ أ َ ْنت ُ ْم َوآبَا ُؤكُ ْم‬.

“Di perintahkan kepada anak-anak di Surga: “Masuklah ke dalam Surga.”


Mereka menjawab: “Wahai Rabb-ku, (kami tidak masuk) hingga bapak dan ibu
kami masuk (terlebih dahulu).” Ketika mereka (bapak dan ibu) datang, maka Allah
Azza wa Jalla berfirman kepada mereka: “Aku tidak melihat mereka terhalang.
Masuklah kalian ke dalam Surga.” Mereka mengatakan: “Wahai Rabb-ku, bapak
dan ibu kami?” Allah berfirman: “Masuklah ke dalam Surga bersama orang tua
kalian.””[15]

Sebagian manusia memutuskan untuk beribadah dan menjadi “pendeta”


serta tidak menikah, dengan alasan bahwa semua ini adalah taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah. Kita sebutkan kepada mereka dua hadits berikut
ini, agar mereka mengetahui ajaran-ajaran Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam dan
keharusan mengikuti Sunnahnya pada apa yang disabdakannya. Inilah point yang
kesembilan:

9. Tidak menikah karena memanfaatkan seluruh waktunya untuk beribadah


adalah menyelisihi Sunnah Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam.
Wahai saudaraku yang budiman. Engkau memutuskan untuk tidak menikah agar
dapat mempergunakan seluruh waktumu untuk beribadah adalah menyelisihi
Sunnah Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam. Sebab, agama kita bukan agama
“kependetaan” dan beliau Shallallahu “alaihi wa sallam tidak merekomendasi-kan
hal itu kepada kita.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik
Radhiyallahu anhu, ia menuturkan: Ada tiga orang yang datang ke rumah isteri-
isteri Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi
Shallallahu “alaihi wa sallam. Ketika mereka diberi kabar, mereka seakan-akan

12
merasa tidak berarti. Mereka mengatakan: “Apa artinya kita dibandingkan Nabi
Shallallahu “alaihi wa sallam, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya
yang telah lalu dan terkemudian?” Salah seorang dari mereka berkata: “Aku akan
shalat malam selamanya.” Orang kedua mengatakan: “Aku akan berpuasa
sepanjang masa dan tidak akan pernah berbuka.” Orang ketiga mengatakan: “Aku
akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Kemudian Nabi
Shallallahu “alaihi wa sallam datang lalu bertanya: “Apakah kalian yang
mengatakan demikian dan demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut
kepada Allah dan lebih bertakwa daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka,
shalat dan tidur, serta menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnah-ku,
maka ia bukan termasuk golonganku.””[16]

Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam menyetujui Salman Radhiyallahu anhu


atas apa yang dikatakannya kepada saudaranya, Abud Darda” Radhiyallahu anhu
yang telah beristeri, agar tidak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan
menjauhi isterinya, yaitu Ummud Darda” Radhiyallahu anha. Dia menceritakan
kepada kita peristiwa yang telah terjadi.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Wahb bin “Abdillah Radhiyallahu anhu, ia


menuturkan: Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam mempersaudarakan antara
Salman dan Abud Darda”. Ketika Salman mengunjungi Abud Darda”, dia melihat
Ummud Darda” mubtadzilah (memakai baju apa adanya dan tidak memakai
pakaian yang bagus).[17] Dia bertanya: “Bagaimana keadaanmu?” Ia menjawab:
“Saudaramu, Abud Darda”, tidak membutuhkan dunia ini, (yakni wanita. Dalam
riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan: “Ia berpuasa di siang hari dan shalat
di malam hari”).”

Kemudian Abud Darda” datang lalu Salman dibuatkan ma-kanan.


“Makanlah, karena aku sedang berpuasa,” kata Abud Darda”. Ia menjawab: “Aku
tidak akan makan hingga engkau makan.” Abud Darda” pun makan. Ketika malam
datang, Abud Darda” pergi untuk mengerjakan shalat.

13
Salman berkata kepadanya: “Tidurlah!” Ia pun tidur. Kemudian ia pergi
untuk shalat, maka Salman berkata kepadanya: “Tidurlah!” Ketika pada akhir
malam, Salman berkata: “Bangunlah sekarang.” Lantas keduanya melakukan
shalat bersama.

Kemudian Salman berkata kepadanya: “Rabb-mu mempunyai hak atasmu,


dirimu mempunyai hak atasmu, dan keluargamu mempunyai hak atasmu. Oleh
karenanya, berikanlah haknya kepada masing-masing pemiliknya.”
Kemudian Abud Darda” datang kepada Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam untuk
menceritakan hal itu kepada beliau, maka beliau menjawab: “Salman benar.”[18]

Al-Bukhari meriwayatkan dari “Abdullah bin “Amr bin al-”Ash


Radhiyallahu anhu, ia menuturkan: Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai “Abdullah, aku diberi kabar, bukankah engkau selalu berpuasa di siang
hari dan shalat pada malam hari?” Aku menjawab: “Benar, wahai Nabi.” Beliau
bersabda: “Jangan engkau lakukan! Berpuasa dan berbukalah, bangun dan
tidurlah. Sebab jasadmu mempunyai hak atasmu, matamu mempunyai hak atasmu,
dan isterimu mempunyai hak atasmu.””[19]

10. Berikut ini sebagian ucapan para Sahabat dan Tabi”in yang
menganjurkan untuk menikah.
a. Al-Bukhari meriwayatkan dari Sa”id bin Jubair, Ibnu “Abbas bertanya
kepadaku: “Apakah engkau sudah menikah?” Aku menjawab: “Belum.” Dia
mengatakan: “Menikahlah, karena sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak
isterinya.”[20]

b. “Abdullah bin Mas”ud berkata: “Seandainya aku tahu bahwa ajalku


tinggal 10 hari lagi, niscaya aku ingin pada malam-malam yang tersisa tersebut
seorang isteri tidak berpisah dariku.”[21]

c. Imam Ahmad ditanya: “Apakah seseorang diberi pahala bila mendatangi


isterinya, sedangkan dia tidak memiliki syahwat?” Ia menjawab: “Ya, demi Allah,

14
karena ia menginginkan anak. Jika tidak menginginkan anak, maka ia mengatakan:
“Ini adalah wanita muda.” Jadi, mengapa ia tidak diberi pahala?”[22]

d. Maisarah berkata, Thawus berkata kepadaku: “Engkau benar-benar


menikah atau aku mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan “Umar
kepada Abu Zawa-id: “Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali
kelemahan atau banyak dosa.””[23]

e. Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata: “Bujangan itu seperti pohon


di tanah gersang yang diombang-ambingkan angin, demikian dan demikian.”[24]
Sungguh indah ucapan seorang penya”ir:

Renungkan ucapan orang yang mempunyai nasihat dan kasih sayang


Bersegeralah menikah, maka engkau akan mendapatkan kebanggaanmu
Ambillah dari tumbuhan yang merdeka lagi murni
Dan makmurkan rumahmu dengan takwa dan kebajikan
Jangan terpedaya dengan kecantikan, karena ia menumbuhkan
tumbuhan terburuk yang menampakkan kebinasaanmu
Takwa kepada Allah adalah sebaik-baik bekal
Maka makmurkanlah malam dan siangmu dengan berdzikir

11. Menikah dapat membantu menahan pandangan dan meng-alihkan


(mengarahkan) hati untuk mentaati Allah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -semoga Allah mensucikan ruhnya- ditanya
tentang orang yang terkena panah dari panah-panah iblis yang beracun, beliau
menjawab: “Siapa yang terkena luka beracun, maka untuk mengeluarkan racun
dan menyembuhkan lukanya ialah dengan obat penawar racun dan salep. Dan, itu
dengan beberapa perkara:

Pertama, menikah atau mengambil gundik (hamba sahaya yang menjadi


miliknya). Sebab, Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

ِّ ْ ‫ام َرأَةٍ فَ ْل َيأ‬


‫ فَإِّنَّ َما َم َع َها َما َم َع َها‬،ُ‫ت أ َ ْهلَه‬ ْ ‫ظ َر أ َ َحدُكُ ْم ِّإلَى َم َحاس ِِّّن‬
َ َ‫ ِّإذَا ن‬.

15
“Jika salah seorang dari kalian melihat kecantikan wanita,
maka hendaklah ia mendatangi (menggauli) isterinya. Sebab, apa yang dimilikinya
sama dengan yang dimiliki isterinya.””[25]

Inilah yang dapat mengurangi syahwat dan melemahkan cinta yang


menggelora.
Kedua, senantiasa menunaikan shalat lima waktu, berdo”a, dan bertadharru” di
malam hari. Shalatnya dilakukan dengan konsentrasi dan khusyu”, dan
memperbanyak berdo”a dengan ucapannya:

َ ‫ت قَ ْلبِّ ْي‬
َ‫علَـى ِّد ْينِّك‬ ِّ ‫ِّب ْالقُلُ ْو‬
ْ ِّ‫ب ثَب‬ َ ‫ع ِّة َرسُ ْولِّكَ !يَـا ُمقَل‬ َ ‫عتِّكَ َو‬
َ ‫طا‬ َ ‫ف قَ ْلبِّ ْي إِّ َلى‬
َ ‫طا‬ ْ ‫ص ِّر‬ ِّ ‫ف ْالقُلُ ْو‬
َ ‫ب‬ َ ‫ص ِّر‬
َ ‫يَـا ُم‬.

“Wahai Rabb Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas


agamamu. Wahai Rabb Yang memalingkan hati, palingkanlah hatiku untuk
mentaati-Mu dan mentaati Rasul-Mu.”

Sebab, selama dia terus berdo”a dan bertadharru” kepada Allah, maka Dia
memalingkan hatinya dari keburukan, sebagaimana firman-Nya:

ِّ ‫مِّن ِّعبَا ِّدنَا ْال ُم ْخ َل‬


َ‫صين‬ ْ ُ‫ع ْنهُ السُّو َء َو ْالفَ ْحشَا َء ۚ إِّنَّه‬ َ ‫َك ٰذَلِّكَ ِّلنَص ِّْر‬
َ ‫ف‬

“… Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemunkaran dan


kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba -hamba kami yang terpilih.”
[Yusuf/12: 24]

Ketiga, jauh dari kediaman orang ini dan berkumpul dengan orang yang
biasa berkumpul dengannya; di mana dia tidak mendengar beritanya dan tidak
melihat dengan matanya; karena berjauhan itu dapat membuat lupa. Selama
sesuatu itu jarang diingat, maka pengaruhnya menjadi lemah dalam hati.

Oleh karenanya, hendalah dia melakukan perkara-perkara ini dan


memperhatikan perkara yang dapat memperbaharui keadaannya. Wallaahu
a”lam.”[26]

16
Syaikhul Islam ditanya tentang seseorang yang membujang sedangkan
dirinya ingin menikah, namun dia khawatir terbebani oleh wanita apa yang tidak
disanggupinya. Padahal ia berjanji kepada Allah untuk tidak meminta sesuatu pun
kepada seseorang untuk kebutuhan dirinya, dan ia banyak mengamati perkawinan;
apakah dia berdosa karena tidak menikah ataukah tidak?
Beliau menjawab: Termaktub dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu “alaihi
wa sallam, bahwa beliau bersabda:

ِّ ‫ص ُن ل ِّْلف َْـر‬
‫ج‬ َ ْ‫ َوأَح‬،‫ص ِّـر‬ َ ‫َض ل ِّْل َب‬
ُّ ‫ فَإِّنَّهُ أَغ‬،‫ع ِّم ْنكُ ُم ْال َبا َءة َ فَ ْل َيت َزَ َّو ْج‬ َ َ ‫ َم ِّن ا ْست‬،‫ب‬
َ ‫طا‬ َّ ‫ َيا َم ْعش ََر ال‬. ‫َو َم ْن لَ ْم‬
ِّ ‫ش َبا‬
‫ فَإِّنَّهُ لَهُ ِّو َجا ٌء‬،‫ص ْو ِّم‬َّ ‫ َي ْستَطِّ ْع فَ َعلَ ْي ِّه ِّبال‬.

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah,


maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih
memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia
berpuasa; sebab puasa dapat menekan syahwatnya.”[27]

Kemampuan untuk menikah ialah kesanggupan untuk memberi nafkah,


bukan kemampuan untuk berhubungan badan.

Hadits ini hanyalah perintah yang ditujukan kepada orang yang mampu
melakukan hubungan badan. Karena itu beliau memerintahkan siapa yang tidak
mampu untuk menikah agar berpuasa; sebab puasa dapat mengekang syahwatnya.

Bagi siapa yang tidak mempunyai harta; apakah dianjurkan untuk meminjam
lalu menikah? Mengenai hal ini diperselisihkan dalam madzhab Imam Ahmad dan
selainnya.

Allah Subhanahu wa Ta”ala berfirman:

َّ ‫َو ْليَ ْست َ ْعفِّفِّ الَّذِّينَ ََل يَ ِّجد ُونَ نِّكَا ًحا َحتَّ ٰى يُ ْغنِّيَ ُه ُم‬
ْ َ‫ّللاُ م ِّْن ف‬
‫ض ِّل ِّه‬

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian


(diri)nya, sehingga Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya…”
[An-Nuur/24: 33].

17
Adapun “laki-laki yang shalih” adalah orang yang melakukan kewajibannya,
baik hak-hak Allah maupun hak-hak para hamba-Nya.[28]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh
Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah
Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir –
Bogor]
_______
Footnote
[1]. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab ash-Shahiihah (no. 625).
[2]. HR. At-Tirmidzi (no. 2411) dan ia mengatakan: “Hadits hasan gharib,” al-
Hakim (IV/357) dan ia mengatakan: “Sanadnya shahih” dan disetujui oleh adz-
Dzahabi, serta dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab ash-Shahiihah (no.
150).
[3]. HR. Al-Baihaqi (VII/78) dan dikuatkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab
ash-Shahiihah dengan hadits-hadits pendukungnya (no. 1782).
[4]. HR. At-Tirmidzi (no. 1086) kitab an-Nikaah, dan ia mengatakan: “Hadits
hasan shahih.”
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-
Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah.
Pensyarah kitab Tuhfatul Ahwadzi berkata: “Al-baa-u asalnya dalam bahasa Arab,
berarti jima” yang diambil dari kata al-mabaa-ah yang berarti tempat tinggal.
Mampu dalam hadits ini memiliki dua makna, mampu berjima” dan mampu
memikul beban nikah.” Demikianlah maksud dalam hadits tersebut, sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah, hal. 12 dari kitab Tuhfatul
Ahwadzi. Kemudian para ulama berkata: “Adapun orang yang tidak mampu
berjima”, maka ia tidaklah butuh berpuasa. Jika demikian, maka makna kedua
lebih shahih.”
[6]. HR. At-Tirmidzi (no. 1352) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1512) dan di-

18
hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykaah (no. 3089), Shahiih an-Nasa-
i (no. 3017), dan Shahiihul Jaami” (no. 3050).
[7]. HR. Abu Dawud (no. 2050) kitab an-Nikaah, dan para perawinya tsiqah (ter-
percaya) kecuali Mustaslim bin Sa”id, ia adalah shaduq, an-Nasa-i (no. 3227),
kitab an-Nikaah, dan para perawinya terpercaya selain “Abdurrahman bin Khalid,
[8]. HR. Muslim (no. 1006). Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Sabda Nabi
Shallallahu “alaihi wa sallam: “Persetubuhan salah seorang dari kalian adalah
shadaqah,” dimutlakkan atas jima. Ini sebagai dalil bahwa perkara-perkara mubah
akan menjadi ketaatan dengan niat yang benar. Jima” menjadi ibadah jika
diniatkan untuk memenuhi hak isteri dan mempergaulinya dengan baik
sebagaimana Allah memerintahkan kepadanya, atau diniatkan untuk mendapatkan
anak yang shalih, atau memelihara dirinya.” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
bahwasanya Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam bersabda: “Jika manusia mati,
maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara: Shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, atau anak shalih yang senantiasa mendo”akannya.” [HR. Muslim].
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 5065) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1400) kitab an-
Nikaah, Abu Dawud (no. 2045) kitab an-Nikaah. Pensyarah kitab “Aunul
Ma”buud Syarh Sunan Abi Dawud (VI/28-29) berkata: “Wahai Abu
“Abdirrahman -kun-yah Ibnu Mas”ud-, akan kembali kepadamu apa yang pernah
engkau alami, akan kembali kepadamu apa yang telah berlalu dari semangatmu
dan kekuatan muda-mu. Sebab, itu dapat membangkitkan kekuatan badan.”
[10]. HR. Al-Bukhari (no. 3424), kitab Ahaadiitsul Anbiyaa”.
[11]. HR. Muslim (no. 1659), kitab al-Aimaan wan-Nudzuur.
[12]. Sebagian ahli ilmu menafsirkan al-kais al-kais dengan jima”. Sebagian
lainnya menafsirkannya dengan memperoleh anak dan keturunan. Sebagian lain
lagi menafsirkannya sebagai anjuran untuk berjima”.
[13]. HR. Al-Bukhari (no. 5079) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 715) kitab al-
Aimaan, Ibnu Majah (no. 1860) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 13710).
[14]. HR. Ibnu Majah (no. 1861) kitab an-Nikaah, dan di dalamnya terdapat

19
“Abdurrahman bin Salim, yang dinilai oleh al-Bukhari bahwa haditsnya tidak
shahih.
[15]. HR. Ahmad (no. 16523), dan para perawinya tsiqat kecuali Abul Mughirah,
ia adalah shaduq.
[16]. HR. Al-Bukhari (no. 5063) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1401) kitab an-
Nikaah, an-Nasa-i (no. 3217) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 13122).
[17]. Peristiwa ini sebelum turunnya ayat hijab, wallaahu a”lam.
[18]. HR. Al-Bukhari (no. 1968) kitab ash-Shiyaam, at-Tirmidzi (no. 2413).
[19]. HR. Al-Bukhari (no. 5199) kitab an-Nikaah, dan Muslim (no. 1159).
[20]. HR. Al-Bukhari (no. 5199) kitab an-Nikaah, dan Ahmad (no. 2049).
[21]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (IV/128), “Abdurrazzaq (no. 10382,
VI/ 170).
[22]. Al-Mughni bisy Syarhil Kabiir (VII/31).
[23]. “Abdurrazzaq (no. 10384, VI/170), Siyar A”laamin Nubalaa” (V/47-48).
Amirul Mukminin z hanyalah ingin membangkitkan semangat bawahannya itu
supaya menikah ketika ia melihat Abu Zawa-id belum menikah, padahal usianya
semakin tua. Lihat Fat-hul Baari (IX/91), al-Ihyaa” (II/23), al-Muhalla (IX/44).
[24]. HR. “Abdurrazzaq (no. 10386, VI/171).
[25]. HR. Muslim (no. 1403) kitab an-Nikaah, at-Tirmidzi (no. 1158) kitab an-
Nikaah, Abu Dawud (no. 2151) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 14128).
[26]. Majmuu” Fatawaa Ibni Taimiyyah (XXXII/5-6).
[27]. HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-
Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah.
[28]. Majmuu” Fatawaa Ibni Taimiyyah (XXXII/6).

20
C. Ketentuan Pernikahan Dalam Islam

Pernikahan Dalam Islam

Menikah adalah perintah dari Allah Swt., sehingga melakukannya atas dasar ketaatan
akan bernilai ibadah.

Oleh karena itu, sepasang muslim dan muslimah yang menikah akan mendapatkan
pahala sepanjang usia pernikahan mereka.

Artikel ini akan membahas dengan detail tentang bagaimana Islam mengatur ibadah
menikah lebih lanjut.

Termasuk di dalamnya adalah landasan, hukum, tujuan, rukun dan syarat, serta
persiapan pernikahan dalam Islam.

Berikut penjelasannya.

Landasan Pernikahan Dalam Islam

Setiap ibadah memiliki landasan-landasan kuat, yang berasal dari Alquran dan hadis,
yang kemudian menjadikannya sebagai anjuran untuk dilaksanakan oleh seluruh
muslim dan muslimah, begitu pula dengan menikah.

Apa saja landasan-landasan pernikahan yang termaktub dalam Alquran dan hadis?

Di antaranya adalah sebagai berikut.

21
1. Alquran

Sumber: dawateislami.co.uk

a. Surat An-Nisa [4]: 1

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah
mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

2.Hadist
a. Diriwayatkan dengan sahih oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas”ud:

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah memiliki kemampuan
untuk menikah, hendaklah dia menikah; karena menikah lebih menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan.

Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa; karena
berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)-nya.”

22
b. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari “Aisyah r.a:

“Nikah itu sunahku. Barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku!”

D..Pernikahan Menurut UUD Perkawinan Indonesia

( UUNNOMOR 1 TAHUN 1974)

Perkawinan di Indonesia diatur berdasakan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974,


sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan penikahan negara diatur
dalam UU tersebut. Perkawinan mempunyai maksud agar laki-laki dan perempuan
menjadi suami-isteri dan kemudian membentuk keluarga yang kekal, dan sesuai pula
dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak -
laki-laki dan perempuan- yang melangsungkan perkawinan, tanpa ada paksaan dari
pihak manapun.

Ketentuan-ketentuan dalam UU ini dimaksud untuk mencegah tindakan kawin-cerai


berulang kali, sehingga suami maupun isteri benar-benar saling menghargai satu sama
lain; dan juga menghindari tindakan-tindakan apapun dan dari siapapun,
yang bisa mengakibatkan putusnya suatu perkawinan harus benar-benar dapat
dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak; atau, bila memungkinkan, meminta
nasehat dari mereka yang memahaminya.

1. Pasal 1, DASAR PERKAWINAN. Perkawinan ialah Ikatan lahir batin antara


seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga [suami-isteri] yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha

2. Esa. Perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian.


Sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga adanya
peranan yang penting secara rohani/batin. Pembentuk keluarga yang bahagia erat
hubungannya dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan,
pemeliharaan dam pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua

23
3. SAHNYA SEBUAH PERKAWINAN. Pasal 2 ay. 1, Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menuruthukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu . Hal ini
berkaitan dengan Psl 29 UUD 1945, Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha
Esa, jadi perkawinan dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-
masing. Jadi tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan
kepercayaan

4. PENCATATAN PERKAWINAN. Pasal 2 ay. 2, Tiap-tiap perkawinan dicatat


menurut peraturan perundang-undang yang berlaku Pencatatan perkawinan sama
halnya dengan peristiwa kelahiran, kematian yang dinyatakan dengan surat akta resmi
yang dibuat dalam daftar pencatatan.

5. AZAS PERKAWINAN ADALAH MONOGAMI. Pasal 3, ay. 1 Pada azasnya dalam


suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

6. BERISTERI LEBIH DARI SATU. Pasal 4, ay. 1 Dalam hal seorang suami akan
beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ay. 2 UU, maka
wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya, ay
2 Pengadilan dimaksud dalam ay 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang
suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: a. isteri tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b.isteri mendapat cacat badan atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c.isteri tidak dapat melahirkan keturunan

7. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN. Pasal 6, ay. 1 Perkawinan harus didasarkan


atas persetujuan kedua calon mempelai; ay 2 Untuk melangsungkan perkawinan
seorang yang belum mencapai umur21 [dua puluh satu] tahun harus mendapat izin
kedua orang tua; Pasal 7, ay. 1 Perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki sduah
mencapai umur 19 [sembilan belas] dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 [enam
belas] tahun, ay 2. Dalam hal penyimpangan terhadap ay.1, pasal ini, dapat meminta

24
dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua
pihak laki-laki maupun wanita

E. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam

Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam

Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan
kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan
Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.

Hak Bersama Suami Istri

 Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-
Rum: 21)

 Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.


(An-Nisa”: 19 – Al-Hujuraat: 10)

 Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa”: 19)

 Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

Adab Suami Kepada Istri .

 Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.
(At-aubah: 24)

 Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya.
(At-Taghabun: 14)

 Hendaknya senantiasa berdo”a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan:
74)

 Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri
lebih dari satu. (AI-Ghazali)

25
 Jika istri berbuat “Nusyuz”, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa”: 34) … “Nusyuz” adalah: Kedurhakaan istri kepada
suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

 Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

 Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)

 Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)

 Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi,
Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

 Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya”la)

 Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa”: 19)

 Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam
rumah sendiri. (Abu Dawud).

 Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

 Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

 Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa”: 3)

 Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa”i)

26
 Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

 Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada
istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

Adab Isteri Kepada Suami

 Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa”: 34)

 Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al-Baqarah: 228)

 Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa”: 39)

 Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:

1. Menyerahkan dirinya,

2. Mentaati suami,

3. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,

4. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami

5. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

 Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa” i, Muttafaqun Alaih)

 Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu
sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami
meridhainya. (Muslim)

 Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni
dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya.
(Tirmidzi)

27
 Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)

 Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)

 Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)

 Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan


suami(Thabrani)

 Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya


(saat suami tidak di rumah). (An-Nisa”: 34)

 Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3)
Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)

 Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat
bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

 Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

E.Hikmah Pernikahan

Hikmah manfaat Pernikahan Dalam Islam– Pernikahan adalah ikatan lahir dan
batin antara seorang laki-laki dan perempuan dalam suatu rumah tangga yang
berdasarkan pada tuntunan agama. pernikahan dapat pula diartikan suatu perjanjian
atau akad ijab dab qabul antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan
hubungan badaniyah sebagai suami istri yang sah serta mengandung syarat-syarat dan
rukun-rukun yang telah di tentukan dalam syariat islam.

Pernikahan merupakan salah satu sendi pokok dari pergaulan bermasyarakat. oleh
karena itu agama Islam memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan

28
pernikahan bagi yang sudah mampu sehingga dapat terhindar dari perbuatan yang
terlarang. Selain itu juga merupakan satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan
beragama dan bermasyarakat. Pernikahan bukan hanya suatu jalan untuk membangun
rumah tangga dan melanjutkan keturunan, Pernikahan juga dipandang sebagai jalan
untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali
silaturahmi diantara manusia.

Allah Swt dan Nabi saw menganjurkan kepada kita sebagai manusia untuk menikah,
pernikahan bagi manusia mempunyai hikmah dan manfaat yang sangat banyak, baik
untuk kehidupan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. berikut ini merupakan beberapa
hikmah atau manfaat pernikahan diantaranya yaitu:

Baca juga : Hukum Walimah Dalam Pernikahan

Hikmah atau manfaat pernikahan bagi Individu dan Keluarga

1. Menjadikan hidup tenang dan tenteram karena terjalinnya rasa cinta dan kasih
sayang diantara sesama. Allah Swt berfirman:

29
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu, dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS
Ar-Rum :21)

2. Terhindar dari perbuatan maksiat, dengan adanya pernikahan maka seseorang dapat
menyalurkan naluri seksualnya ke jalan yang benar, halal dan di ridhai Allah Swt. Nabi
Saw bersabda:

Artinya: “Wahai para pemuda siapa yang sudah mempunyai kesempatan untuk
menikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih dapat memelihara pandangan dan
memelihara kemaluan.”

Dalam sebuah hadist lain disebutkan.

Artinya: “Dari Jabir ra, bahwa sanya Nabi Saw telah bersabda,” sesungguhnya
perempuan menghadap (dari depan) menyerupai setan dan membelakangi juga
menyerupai setan, jika seorang diantara kamu tertarik kepada seseorang perempuan,
hendaklah ia datangi istrinya agar nafsunya dapat tersalurkan.” (HR Muslim, Abu Daud
dan Tirmidzi)

3. Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia
sekaligus merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran agama.
dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Nabi Saw menyatakan:

Artinya: “Bahwasanya Nabi saw, memerintahkan nikah dan melarang keras


membujang seraya beliau bersabda, “Nikahlah kamu dengan perempuan pecinta dan
banyak anak, karena sesungguhnya saya akan berbangga-bangga dengan banyaknya
kamu terhadap umat lain dihari kiamat nanti”.”

Dengan adanya pernikahan yang diatur oleh agama, maka anak-anak, keturunan akan
terpelihara dengan baik baik yang berkaitan dengan asal-usul seseorang (nasab) dan

30
terpelihara jasmani dan rohaninya. karena salah satu harapan dalam pernikahan adalah
mempunyai keturunan yang baik, sahaleh dan shalehah. Allah Swt berfirman:

ِّ ‫ّللاُ َج َع َل لَكُ ْم م ِّْن أ َ ْنفُ ِّسكُ ْم أ َ ْز َوا ًجا َو َج َع َل لَكُ ْم م ِّْن أ َ ْز َو‬
ً ‫اجكُ ْم َبنِّينَ َو َحفَدَة‬ َّ ‫َو‬

Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami dan istri) dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dan pasanganmu.” (QS An-Nahl :72)

4. Denga menikah dan mempunyai anak, naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh
dan berkembang untuk saling melengkapi

5. Nikah dapat mendorong seseorang terutama laki-laki untuk bersungguh-sungguh


dalam mencari rezeki yang banyak dan halal, sebab laki-laki lah yang harus
bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, baik yang berkaitan dengan
jasmani maupun rohani mereka.

6. Memperluas persaudaraan, pernikahan dalam arti luasa tidak hanya menyatukan dan
memperluas kekerabatan diantara dua keluarga besar yaitu keluarga laki-laki dan
keluarga perempuan. terlebih lagi jika terjadi pernikahan di luar suku, daerah maka
kekerabatan akan semakin luas, karena menyatukan kedua suku yang berbeda tradisi
dan kebudayaan.

7. Mendatangkan keberkahan, pernikahan akan mendorong seseorang terutama suami


untuk sungguh-sungguh untuk mencari nafkah yang banyak dan halal untuk anak dan
istrinya, sehingga dengan kerja kerasnya akan menimbulkan kemakmuran,
kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup berumah tangga.

Baca juga

Hikmah atau manfaat pernikahan bagi Masyarakat

Selain dalam lingkungan keluarga pernikahan juga menpunyai hikmah dalam


kehidupan bermasyarat diantaranya yaitu:

31
1. Terjaminnya ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat, karena masyarakat
dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat akibat dorongan naluri seksual yang
tidak tersalurkan kejalan yang benar dan halal.

2. Dapat meringankan beban masyarakat, karena semakin banyak jumlah keluarga


dalam masyarakat, maka tingkat kebersamaannya akan semakin tinggi, terutama dalam
bidang pembangunan fisik. banyak pekerjaan yang tidak disesaikan sendiri dan hanya
bisa diselesaikan dengan cara bergotong royong.

3. Dapat memperkokoh hubungan tali persaudaraan dan memperteguh rasa cinta dan
kasih sayang serta tolong menolong antar keluarga dalam bermasyarakat,sehingga
masyarakat akan menjadi kuat dan kesejahteraannya pun meningkat.

32
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya
melalui kata-kata secara lisan, sesuai dengan peraturan-
peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah
Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah
ummadku”.
Hadis lain Rasulullah Bersabda:
“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang


mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan
pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum
Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan, Perminangan, dan dalam pemilihan calon
suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu
sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah
tangga. Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan
hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa
iddah bagi kaum perempuan.

B. KRITIK DAN SARAN

Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan
ini pasti ada kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai
pernikahan berdasarkan Islam. Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke
penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan, materi, maupun
tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah yang telah dibuat.

33
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/3565-anjuran-untuk-menikah.html

https://penganten.com/pernikahan-dalam-islam/

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.html

https://pecintaquransunnah.wordpress.com/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-
islam/

https://www.muslimpintar.com/hikmah-manfaat-pernikahan-dalam-islam/

34

Anda mungkin juga menyukai