Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses terjadinya
penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung
tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban bencana. Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang
ada sering tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung
dapat menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak segera ditanggulangi akan menimbulkan
masalah di bidang kesehatan. Sementara itu, pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi
bencana sering menemui banyak kendala akibat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya
jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan dan dana operasional.
Kondisi ini tentunya dapat menimbulkan dampak lebih buruk bila tidak segera ditangani (Pusat
Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2001).
Permasalahan kesehatan yang dihadapi adalah permasalahan kecukupan gizi, korban
cedera, penduduk yang berada dalam kondisi tidak sehat, meningkatnya potensi kejadian
penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Bahkan, tidak jarang kejadian luar biasa
(KLB) untuk beberapa penyakit menular tertentu, seperti KLB diare dan disentri yang
dipengaruhi lingkungan dan sanitasi yang memburuk akibat bencana seperti banjir.
1. Reaksi Sosial
Setelah suatu bencana alam yang besar, sikap penduduk jarang mencapai tingkatan panik
atau berdiri diam. Tindakan individual yang spontan tetapi sangat terkelola bermunculan saat
mereka yang selamat pulih dengan cepat dari syok dan mulai bersiap diri untuk mencapai tujuan
personal yang jelas. Korban selamat gempa bumi kerap memulai upaya pencarian dan
penyelamatan segera setelah gempa berlangsung dan dalam hitungan jam mereka mungkin telah
membentuk kelompok-kelompok untuk membawa korban yang cedera ke pos pengobatan.
Perilaku antisosial yang aktif, misalnya penjarahan besar-besaran, hanya terjadi dalam kondisi
tertentu..
Pola perilaku itu menimbulkan dua dampak utama pada para pengambil keputusan
mengenai program kemanusiaan. pertama, pola perilaku dan permintaan akan bantuan emergensi
dapat dibatasi dan dimodifikasi dengan menjaga agar penduduk mengetahui informasi yang ada
dan dengan mendapatkan informasi yang diperlukan sebelum memulai program pemulihan yang
lebih luas. Kedua, populasi itu sendiri akan melaksanakan sebagian besar upaya penyelamatan
dan pertolongan pertama, membawa korban cedera ke rumah sakit jika rumah sakit itu dapat
dijangkau, membangun penampungan sementara, dan melakukan tugas esensial lainnya. Dengan
demikian, sumber daya tambahan harus diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat
dipequhi sendiri oleh korban yang selamat.
2. Penyakit Menular
Bencana alam tidak biasa menimbulkan KLB penyakit menular secara besar-besaran
walau pada keadaan tertentu bencana alam dapat meningkatkan potensi penularan penyakit.
Dalam jangka waktu yang singkat, peningkatan insidensi penyakit yang paling sering terlihat
terutama disebabkan oleh kontaminasi feses manusia pada makanan dan minuman. Dengan
demikian, penyakit semacam itu umumnya adalah penyakit enterik (perut). Risiko terjadinya
KLB epidemik penyakit menular sebanding dengan kepadatan penduduk dan perpindahan
penduduk. Kondisi ini meningkatkan desakan terhadap suplai air dan makanan serta risiko
kontaminasi (seperti dalam kamp pengungsi), gangguan layanan sanitasi yang ada seperti sistem
suplai air bersih dan sistem pembuangan air kotor, dan meningkatkan kegagalan dalam
pemeliharaan atau perbaikan program kesehatan masyarakat dalam periode segera setelah
bencana.
3. Perpindahan Penduduk
Jika terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran, spontan atau terkelola, suatu
kebutuhan mendesak akan pemberian bantuan kemanusian terbentuk. Penduduk mungkin akan
pindah ke daerah kota jika layanan umum tidak dapat menangani dan akibatnya adalah
peningkatan angka kesakitan dan kematian. Jika banyak rumah yang hancur, perpindahan
penduduk besar-besaran akan berlangsung dalam suatu wilayah perkotaan karena mereka
mencari tumpangan baik di rumah teman maupun kerabat.
4. Pengaruh Cuaca
Bahaya kesehatan dari pajanan terhadap unsur-unsur cuaca tidak besar, bahkan setelah
terjadi bencana di daerah beriklim sedang. Asalkan populasi tetap dalam kondisi kering,
berpakaian layak pakai, dan dapat menemukan perlindungan terhadap angin, kematian akibat
pajanan cuaca tampaknya bukan risiko utama pada penduduk Amerika Latin dan Karibia.
Dengan demikian, kebutuhan untuk mendirikan tempat perlindungan darurat sangat beragam
bergantung pada keadaan setempat.
Makanan dan Gizi Kekurangan bahan pangan segera setelah bencana dapat muncul
dalam dua cara. Kerusakan pada cadangan makanan di wilayah bencana dapat menyebabkan
penurunan tajam jumlah makanan yang tersedia atau terputusnya sistem distribusi dapat
menghalangi akses ke makanan walaupun kelangkaan yang sangat parah tidak terjadi.
Kekurangan makanan yang merata dan cukup parah untuk menyebabkan masalah gizi tidak
terjadi setelah gempa bumi. Banjir dan gelombang pasang sering merusak persediaan makanan
rumah tangga dan hasil panen, mengganggu jalur distribusi, dan menyebabkan kekurangan
pangan setempat yang cukup berat. Distribusi makanan, setidak-tidaknya dalam waktu singkat,
sering menjadi kebutuhan yang utama dan mendesak, tetapi impor/sumbangan makanan dalam
skala besar tidak selalu diperlukan.
5. Persediaan Air dan Sanitasi
Sistem persediaan air minum dan pembuangan air kotor sangat rentan pada bahaya
bencana dam, dan gangguan yang terjadi padanya akan menimbulkan risiko kesehatan yang
serius. Sistem itu sangat lugs, kerap dalam kondisi yang buruk, dan rentan terhadap berbagai
jenis bahaya. Kekurangan dalam jumlah dan mutu air minum, dan kesulitan dalam pembuangan
ekskreta serta limbah lainnya dapat mengakibatkan memburuknya sanitasi sehingga ikut
memberikan sumbangan terhadap kondisi yang memudahkan penyebaran penyakit enterik dan
penyakit lainnya.
6. Kesehatan Jiwa
Kecemasan, neurosis, dan depresi bukan masalah akut dan utama dalam kesehatan
masyarakat yang terjadi setelah bencana. Keluarga dan pemukiman di daerah pedesaan atau
masyarakat tradisional dapat mengatasinya dalam waktu singkat. Namun, satu kelompok yang
berisiko tinggi tampaknya adalah tenaga relawan kemanusiaan atau pekerja itu sendiri. Apapun
kemungkinannya, harus dilakukan upaya untuk melindungi keluarga dan struktur sosial
masyarakat. Penggunaan obat pereda nyeri dan penenang selama Ease penyembuhan darurat
sangat tidak dianjurkan. Pada daerah industri atau metropolitan di negara maju, masalah
kesehatan jiwa dilaporkan cukup bermakna selama masa rehabilitasi jangka panjang dan selama
masa rekonstruksi dan masalah itu harus dihadapi selama fase tersebut.
Bencana alam dapat menyebabkan kerusakan serius pada fasilitas kesehatan dan sistem
persediaan air bersih Berta sistem pembuangan air kotor, di samping dapat berdampak langsung
pada kesehatan masyarakat yang mengandalkan layanan tersebut. Jika bangunan rumah sakit dan
pusat kesehatan strukturnya tidak aman, bencana alam dapat membahayakan kehidupan
penghuni gedung dan membatasi kapasitas pemberian layanan kesehatan bagi korban bencana.