Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION

SKENARIO 1

Disusun oleh:
Marturia Drifany (18700004)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I SKENARIO ................................................................................ 1
BAB II KATA KUNCI .......................................................................... 2
BAB III PROBLEM .............................................................................. 3
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................... 4
4.1 Batasan ............................................................................................ 4
4.1 Anatomi dan Histologi ..................................................................... 4
4.2 Patofisiologi ..................................................................................... 9
4.3 Gejala Klinis .................................................................................... 10
4.4 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 11
4.5 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 11
4.6 Jenis – Jenis Penyakit yang Berhubungan ......................................... 12
BAB V HIPOTESIS AWAL (DIFERENTIAL DIAGNOSIS) ................ 17
BAB VI ANALISIS DARI DIFERENTIAL DIAGNOSIS ..................... 18
BAB VII HIPOTESIS AKHIR ............................................................... 19
BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS ................................................. 20
BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH ........................ 21
9.1 Penatalaksanaan .............................................................................. 21
9.2 Pencegahan ...................................................................................... 23
BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI .......................................... 24
10.2 Prognosis ...................................................................................... 24
10.5 Komplikasi..................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
SKENARIO 1

Dimas, seorang anak laki-laki berusia 4 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas karena diare.

1
BAB II
KATA KUNCI

1. Diare
2. Anak usia 4 tahun

2
BAB III
PROBLEM

1. Apa penyebab anak tersebut mengalami diare?


2. Bagaimana patofisiologi diare?
3. Bagaimana cara menegakan diagnosis pada anak tersebut?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada anak tersebut?
5. Bagaimana prognosis pada kasus tersebut?
6. Bagaimana pencegahan pada kasus tersebut?

3
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Batasan
Batasan yang diperlukan dalam masalah yang terdapat pada kasus skenario
berhubungan keluhan diare yang diderita An.dimas, berusia 4 tahun. Diharapkan dengan
adanya batasan pada skenario ini tidak ada kesalahpahaman serta dapat memberikan informasi
yang tepat.

4.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari
tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu:

4
1. Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system
pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh
gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan
dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses
menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)
Tenggorokan (faring) merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi
dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian
inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut
nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai
di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.

5
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan
faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah
(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot
halus).

4. Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL),
dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel
lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana
yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara
membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam),
lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).
a). Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
6
dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke
dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa
di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

b). Usus kosong (Jejenum)


Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan
dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus.

c). Usus penyerapan (Illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam
empedu.

6. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama
organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan),
kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan
rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar
juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi
dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk
dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan
anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar) yang merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999).

8
4.3 Patofisiolgi Diare

9
4.4 Gejala Klinis
a. Anamnesis
 Nama : An. Dimas
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 4 Tahun
 Alamat : Jl. Pacar Kembang No.50

b. Keluhan Utama
 Diare (mencret) dan muntah

c. Riwayat Penyakit Sekarang


 Diare (mencret) dan muntah sejak kemarin malam
 Diare (mencret) 5x
 Tinja encer, darah(-), lendir(-)
 Muntah (hanya air) 2x, darah(-)
 Merasa haus terus
 Menangis terus-menerus
 Badan hangat

d. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pernah diare(mencret)

e. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama

f. Riwayat Pengobatan
 Tidak ada data

g. Riwayat Sosial
 Kadang jajan di luar

10
4.5 Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran umum : compos mentis (tampak sakit lemah)
b. Berat Badan : 11 kg
c. Tinggi Badan : 96 cm
d. Vital Sign : suhu 38°C
nadi 96x/menit
RR 30x/menit
f. Kepala dan Leher
 A/I/C/D : -/-/-/-
 Leher : tidak ada pembesaran KGB
 THT : dalam batas normal
 Thorax : dalam batas normal
 Abdomen
Inspeksi : dalam batas normal
Auskultasi : bising usus meningkat
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : turgor kulit menurun

e. Ekstremitas : dalam batas normal

4.6 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan darah lengkap
Hb : 12 g/dL
normal 12.0 – 14.0 g/Dl
HCT : 36%
Normal 36-44%
Hitung jenis :4/1/20/45/2/3 (eosinophilia)

11
4.7 Jenis-jenis Penyakit yang Berhubungan

1. Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian mukosa
dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. Diare adalah buang air
besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari
dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair (kandungan air pada feses lebih
banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut
adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari
disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari.

Gastroenteritis bisa disebabkan oleh 4 hal, yaitu faktor infeksi (bakteri, virus, parasit),
faktor malabsorbsi dan faktor makanan dan faktor fisiologis. Diare karena infeksi seperti
bakteri, berawal dari makanan/minuman yang masuk kedalam tubuh manusia. Bakteri
tertelan masuk sampai lambung. Yang kemudian bakteri dibunuh oleh asam lambung.
Namun jumlah bakteri terlalu banyak maka ada beberapa yang lolos sampai ke duodenum
dan berkembang biak. Pada kebanyakan kasus gastroenteritis, organtubuh yang sering
diserang adalah usus. Didalam usus tersebut bakteri akan memproduksi enzim yang akan
mencairkan lapisan lendir yang menutupi permukaan usus, sehingga bakteri
mengeluarkan toksin yang merangsang sekresi cairan-cairan usus dibagian kripta vili dan
menghambat absorbsi cairan. Sebagai akibat dari keadaan ini volume cairan didalam
lumen usus meningkat yang mengakibatkan dinding usus menggembung dan tenaga dan

12
sebagian dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas untuk
mengalirkan cairan diusus besar. Apabila jumlah cairan tersebut melebihi kapasitas
absorbsi usus maka akan terjadi diare.
Diare yang disebabkan karena malabsorbsi makanan akan menyebabkan makanan atau
zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit keadaan rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.
ertelannya makanan yang beracun juga dapat menyebabkan diare karena akan
mengganggu motilitas usus. Iritasi mukosa usus menyebabkan hiperperistaltik sehingga
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare. Sebaliknya jika peristaltic menurun akan mengakibatkan bakteri akan
tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. ertelannya makanan yang beracun juga
dapat menyebabkan diare karena akan mengganggu motilitas usus. Iritasi mukosa usus
menyebabkan hiperperistaltik sehingga mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltic menurun
akan mengakibatkan bakteri akan tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Gastroenteritis dapat terjadi karena adanya kontak langsung dengan penderita. Makanan
dan minuman yang dimasak tidak baik atau telah terkontaminasi juga dapat menyebabkan
terjadinya gastroenteritis Gejala gastroenteritis berlangsung dalam waktu yang pendek
(2-5 hari, tetapi terkadang ada beberapa hari tambahan), gejala yang muncul pada
gastroenteritis antara lain: diare tidak berdarah, mual, muntah (kadang-kadang kurang dar
48 jam), nyeri perut (hilang timbul, karena pergerakan usus). Gejala lain yang dapat
muncul antara lain demam ringan (sekitar 37,70C), terkadang nyeri kepala, nyeri otot dan
perasaan lelah. Semua gejala tersebut dapat berkembang menjadi gastroenteritis yang
berat seperti dehidrasi yang dapat mengancam jiwa, terutama pada anak-anak. Menurut
Suriadi & Yuliani (2006) manifestasi dari gastroenteritis adalah: terdapat tanda dan gejala
dehidrasi (ditandai dengan turgor kulit jelek atau elastisitas kulit menurun), ubun-ubun
dan mata cekung, membrane mukosa kering, keram abdominal, demam, mual disertai
muntah, anoreksia, lemah, pucat, perubahan tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan
cepat) dan menurunnya atau tidak ada pengeluaran urine.

13
2. Disentri Basiler
Disentri basiler atau shigellosis merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi di kolon
yang disebabkan oleh bakteri genus shigella. Gejala klinis shigellosis ditandai dengan
diare cair akut (tinja bercampur darah, lendir, dan nanah), pada umumnya disertai demam,
nyeri perut, dan tenesmus. Disentri basiler dapat ditemukan di seluruh dunia. Disentri ini
dapat terjadi di daerah yang populasinya padat tetapi sanitasinya sangat buruk.
Penyebarannya dapat terjadi melalui kontaminasi makanan atau minuman dengan kontak
langsung atau melalui vektor, misalnya lalat. Namun faktor utama dari disentri basiler ini
adalah melalui tangan yang tidak dicuci sehabis buang air besar.

Berdasarkan penyebabnya, disentri dapat dibagi menjadi dua yakni disentri basiller
penyebabnya yakni bakteri Shigella sp dan disentri amuba penyebabnya yakni bakteri
Entamoeba histolytica.Dalam perkembangannya diketahui bahwa banyak penyebab lain
yang berupa parasit dan bakteri, yaitu Shigella sp, Salmonella sp, Campylobacter sp,
Vibrio parahaemolyticus, I’leisomonas shigelloides, EIEC (Enteriinnasive E. Coil),
Aeromonus sp, Entamoeba histolytica atau biasa disebut Giardia lambha. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan risiko epidemic Shigella seperti sanitasi dan kebersihan
personal yang buruk, tidak tersedianya air, malnutrisi, dan peningkatan penduduk.
Disentri yang disertai muntah dan kejang perut, dapat datang secara tiba-tiba (nausea).
Penularannya melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri yang
terdapat dalam muntahan maupun feses penderita. Shigella sp juga penyebab utama

14
disentri basiler, yakni suatu penyakit dengan gejala disentri yaitu nyeri perut hebat, berak
yang sering, dan sakit dengan volume tinja sedikit disertai lendir dan darah.

3. Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh satu atau lebih
manifestasi klinis seperti sakit perut, diare, mual, kembung, produksi gas di usus
meningkat setelah konsumsi laktosa atau makanan yang mengandung laktosa. Jumlah
laktosa yang menyebabkan gejala bervariasi dari individu ke individu, tergantung pada
jumlah laktosa yang dikonsumsi, derajat defisiensi laktosa, dan bentuk makanan yang
dikonsumsi.

Gejala intoleransi laktosa biasanya terjadi 30 menit hingga 2 jam setelah


mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung laktosa. Di antaranya
adalah:

 Mual.
 Diare.
 Kram perut.
 Perut kembung.
 Sering buang angin

15
Beberapa terminologi yang berkaitan dengan intoleransi laktosa antara lain:
 Malabsorbsi Laktosa
Permasalahan fisiologis yang bermanifestasi sebagai intoleransi laktosa dan
disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah laktosa yang yang
dikonsumsi dengan kapasitas laktase untuk menghidrolisa disakarida.
 Defisiensi laktase primer
Tidak adanya laktase baik secara relatif maupun absolut yang terjadi pada anak-
anak pada usia yang bervariasi pada kelompok ras tertentu dan merupakan
penyebab tersering malabsorbsi laktosa dan intoleransi laktosa. Defisiensi
laktase primer juga sering disebut hipolaktasia tipe dewasa, laktase
nonpersisten, atau defisiensi laktase herediter.
 Defisiensi laktase sekunder
Defisiensi laktase yang diakibatkan oleh injuri usus kecil, seperti pada
gastroenteritis akut, diare persisten, kemoterapi kanker, atau penyebab lain
injuri pada mukosa usus halus, dan dapat terjadi pada usia berapapun, namun
lebih sering terjadi pada bayi.
 Defisiensi laktase kongenital
Merupakan kelainan yang sangat jarang yang disebabkan karena mutasi pada
gen LCT. Gen LCT ini yang memberikan instruksi untuk pembuatan ensim
lactase.
Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak bisa
dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk. Laktosa
merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme di kolon, dimana laktosa
akan difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan menghasilkan asam laktat, gas
methan (CH4) dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut memberikan perasaan
tidak nyaman dan distensi usus dan flatulensia. Asam laktat yang diproduksi oleh
mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan menarik air ke lumen usus, demikian
juga laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Bila
cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan menghambat penyerapan nutrisi
lainnya seperti protein dan lemak.

16
BAB V
HIPOTESIS AWAL
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Dari pemaparan data penyakit yang dijelaskan diatas dapat dirumuskan untuk hipotesis
awal dari keluhan An. Dimas :
1). Gastroenteritis Akut
2). Disentri Basiler
3). Intoleransi Laktosa

17
BAB VI
ANALASIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Gejala Klinis
No. Gastroenteritis Disentri Intoleransi
Gejala Akut Basiler Laktosa
1. Diare (konsitensi tinja cair) + + +
2. Muntah + + +
3. Demam + - +
4. Dehidrasi + + -

Pemeriksaan Penunjang
No. Gastroenteritis Disentri Intoleransi
Pemeriksaan Akut Basiler Laktosa
1. Eosinofil ↑ ↑ normal
2. HB normal normal normal
3 HCT normal normal normal

18
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR

Berdasarkan analisa yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pasien An. Dimas
menderita Gastroenteritis Akut.

19
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Compos
mentis (tampak sakit lemah)
Berat Badan : 11 kg
Tinggi badan : 96 cm
Identitas Pasien
Nadi : 96x/menit
RR : 30x/menit
Nama : An. Dimas
Suhu : 38°C
Jenis kelamin : Laki-laki
Kepala : A-/B-/C-/D-
Umur : 4 tahun
THT : dalam batas
Alamat : Jl. Pacar Kembang No.50
normal
Leher : Pembesaran
a. Keluhan Utama
KGB (-)
Diare (mencret) dan muntah Thorax : Cord dan
Pulmo dalam batas normal
Abdomen
b. Riwayat Penyakit Sekarang Inspeksi : dalam batas
• Diare (mencret) dan muntah sejak kemarin malam normal
• Diare (mencret) 5x Auskultasi : bising usus
• Tinja encer, darah(-), lendir(-) meningkat
• Muntah (hanya air) 2x, darah(-) Perkusi : tidak
• Merasa haus terus dilakukan
• Menangis terus-menerus Palpasi : turgor kulit
• Badan hangat menurun
c. Riwayat Penyakit Dahulu Extremitas : dalam batas
Pernah diare (mencret) normal

d. Riwayat Penyakit Keluarga Pemeriksaan Penunjang


- Tidak ada keluarga yang menderita seperti ini - Hb :12 g/dL (normal)
- HCT : 36%
e. Riwayat Sosial/Kebiasaan - Hitung jenis :4/1/20/45/2/3
Kadang (eosinophilia) ↑

Differential Diagnosis:
Diagnosis 1. Gastroenteritis Akut
2. Disentri basiler
Gastroenteritis Akut 3. Intoleransi laktosa

20
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 Penatalaksanaan
Terapi pada pasien dengan Gastroenteritis dapat diberikan dengan:
a. Memberikan cairan dan diet adekuat
1. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehindrasi.
2. Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi lactase transien.
3. Hindari minuman yang mengandung alcohol atau kafein, karena dapat meningkatkan
motilitas dan sekresi usus.
4. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya tidak mengandung gas dan mudah dicerna.
b. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti diare untuk mengurangi gejala dan
antimikroba untuk terapi definitif.
c. Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami
infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat
infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur tergantung penyebabnya.
Antimikroba, antara lain:
1. Golongan kuinolon yaitu ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau
2. Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1 tablet/hari.
3. Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, metronidazole dapat digunakan dengan dosis
3x500 mg/ hari selama 7 hari.
4. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan etiologi.
d. Obat antidiare, antara lain:
1. Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinktur opium.
2. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai demam, dan
penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi.
3. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seeprti HIV, karena dapat
meningkatkan resiko terjadinya bismuth encephalopathy.
4. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/hari atau smectite 3x1 sachet diberikan
tiap BAB encer sampai diare stop.
5. Obat anti sekretori atau anti enkelafiase: Hindrasec 3x1/hari.
e. Terapi probiotik dapat mempercepat penyembuhand diare akut.
f. Konseling dan edukasi.

21
Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk membantu asupan cairan.
Edukasi juga diberikan untuk mencegah terjadinya Gastroenteritis akut dan penularannya.
Edukasi yang harus diberikan kepada orangtua berupa Cegah Dehidrasi dan pertahankan
kecukupan gizi anak.
1. Asi diteruskan, selingi dengan Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
2. Berikan minum yang banyak
- Bila terjadi dehidrasi ringan-sedang, pemberian makanan diteruskan dan tidak ada
pembatasan jenis makanan.
- Bila terjadi dehidrasi berat, stop makanan hingga dehidrasi membaik
3. Kapan harus kembali ke dokter
- Diare cair semakin sering
- Darah pada tinja
- Muntah terus-menerus
- Demam
- Nyeri perut hebat
- Terdapat tanda dehidrasi sedang/berat.

Rencana Terapi pada Diare


a. Recana Terapi A (penanganan diare dirumah)
1. Berikan Cairan Tambahan (sebanyak anak mau)
2. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri 6 bungkus oralit (200 ml) untuk
digunakan dirumah.
3. Tunjukan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai
tambahan bagi kebutuhan cairan sehari-hari:

umur Berat badan (kg) Jumlah cairan (mL)


s/d 4 bulan >6 200-400
4-12 bulan 6-10 400-700
12-24 bulan 10-12 700-900
2-5 tahun 12-19

Katakan kepada ibu:


- Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering

22
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan lagi dengan pemberian secara
perlahan
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

9.2 Pencegahan
Langkah pencegahan utama gastroenteritis adalah rajin cuci mencuci tangan, terutama sebelum
makan, setelah beraktivitas diluar rumah, dan setelah bang air kecil atau buang air besar.
Gastroenteritis juga dapat dicegah dengan:
1. Tidak berbagi penggunaan peralatan makan dan mandi dengan orang lain.
2. Membersihkan barang yang difuga telat terkontaminasi virus atau bakteri.
3. Menghindari konsumsi makanan mentah atau belum matang sempurna.
4. Membersihkan kamar mandi dan dapur secara rutin, terutama gagang pintu, dudukan toilet,
peralatan masak dan lantai dapur.
5. Mengkonsumsi air minum kemasan dan hindari penggunaan es batu saat sedang bepergian.
Sebagai pencegahan jangka panjang, anak dapat menjalani vaksinasi rotavirus. Vaksin ini efektif untuk
mencegah gastroenteritis akibat infeksi rotavirus. Ada dua jenis vaksin rotavirus di Indonesia, yaiu yang
diberikan 3 kali, saat bayi berusia 6-14 minggu, 18-22 minggu, dan 8 bulan: dan yang diberikan 2 kali,
saat bayi berusia 10 minggu dan 14 minggu.

23
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
10.1 Prognosis
Dalam kasus ini prognosis dari pasien An. Dimas adalah dubia ad bonam, dimasa pasien
masih dalam kategori dehidrasi ringan-sedang.

10.2 Komplikasi
Muntah dan diare yang dialami penderita gastroenteritis menyebabkan tubuh
kehilangan banyak cairan dan nutrisi. Kondisi ini dapat memicu munculnya gejala dehidrasi
yang meliputi: pusing mudah lelah dan mengantuk, rasa haus terus-menerus, mulut kering,
urine berwarna pekat atau gelap.

24
DAFTAR PUSTAKA

Syaifudin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3,


Editor Monica Ester. Jakarta: EGC
Monroe, S. S., 2011. Control and Prevention of Viral Gastroenteritis.Emerging Infectious
Disease 17 (8) : 1347-1348
Prewitt, E. M., 2005. Fever : Facts, Fiction, Pathophysiology. Critical Care Nurse. Ohio :
Summa Health System
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
Sujono Hadi. 2002. Lambung. Dalam: Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung: Alumni. h.146-
247.
Beatrix S. Traa, Christa L. F., Melinda Munos, and Robert E. B., 2010, Antibiotics
for the Treatment of Dysentery in Children,Internasional Journal of
Epidemiology, Department of Molukular Microbiology and
Immunology, the johns Hopkins Bloomberg school of public health,
baltimore, MD, USA.
Suriadi, Rita Yuliani., 2006, Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :
Sagung setia.
WHO, 2005. The Treatment Of Diarrhea, A manual for physicians and other senior health
rkers, USA: WHO
WGO. 2012. Acute Diarrhea in Adults and Children : A Global Perspective. World
Gastroenterology Organisation
Amon, R. Sjostrom. M, & Nilsson, T.
(2013). Lactase nonpersistence as a determinant of milk avoidance and calcium intake
in children and adolescents. Nutr Sci
Dzialanski, Z. Barany, M.&Engfeldt, P.(2016). Lactase persistence versus
lactose intolerance: Is there an intermediate phenotype?. ClinBiochem4(9): 248–252.

25

Anda mungkin juga menyukai