Anda di halaman 1dari 28

PORTOFOLIO

LAPSUS PENYAKIT DIARE CAIR AKUT

Disusun oleh:
dr. Nur’aini Fatmawati

Pendamping:
dr. Nanda Permatasari
dr. Nur Lailaturriza

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENKES


RUMAH SAKIT NAHDLATUL ULAMA JOMBANG
Borang Portofolio
Nama Peserta : dr. Nur’aini Fatmawati
Nama Wahana : RS Nahdlatul Ulama Jombang
Topik : Diare
Tanggal (kasus) : 9-12-2019
Nama Pasien : An. Q No. RM : 200680
Tanggal Presentasi : 12-12-2019 Pendamping : dr. Nur Lailaturriza
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RS Nahdlatul Ulama Jombang
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Anak usia 9 bln, datang dg keluhan BAB Cair
□ Tujuan : Menentukan diagnosis dan tatalaksana penyakit diare cair akut
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :

Data Nama : An. Q/9bln/blimbing gudo No. Registrasi : 200680


Pasien :
Nama RS : RS Nahdlatul Ulama Jombang Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :


Keluhan Utama :
BAB Cair
Riwayat Penyakit Sekarang
BAB cair sejak 3 hari ini. BAB 6x/hari. BAB cair disertai darah(-) warna merah gelap
, Lendir (+) dan tidak berbau. Sekali BAB jumlahnya banyak. Mual (+), muntah (-). BAK
lancar, warna kuning. Nafsu makan/minum menurun.
2. Riwayat Pengobatan :
Tidak Ada
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :

Alergi -, diare-

4. Riwayat Keluarga : -
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : -

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
Status generalis:
– Keadaan umum: lemas, tampak sakit sedang
– Kesadaran: Compos mentis
Vital Sign:
– TD= 100/60 BB: 11 kg
– Suhu= 37.9
– Nadi = 106x/menit
– Respirasi = 21x/menit
 Bentuk : Normocephali
 Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Icterik (-/-)
 Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
 Mulut : Bibir kering (-), faring hiperemis (-),
 Telinga : Normal
 Leher : deviasi (-), pembesaran KGB (-),
 thorax
 Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas simetris,
 Auskultasi
Jantung : S1S2 reguler,murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler / vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus menigkat
 Palpasi : Nyeri tekan (-). Hepar dan
lien tidak teraba membesar.
 Perkusi : Timpani
Ekstermitas
 Akral HKM
 Oedem (-/-)
 CRT < 2’
8. Lain-lain :
Daftar Pustaka :
Simadibrata M. Diare akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD

FKUI; 2006;408-13.

Setiawan B. Diare akut karena infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2006;1772-6.

Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and Constipation. Dalam: Kasper, Braunwald, Fauci,

Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16thed, New

York: McGrawHill; 2005;224-31.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.

2011 Triwulan 2;2.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Propinsi Riau 2012.

http://www.depkes.go.id. Diakses pada 28 Januari 2016.

Carter E, Bryce J, Perin J, and Newby H. Harmful practices in the management of childhood

diarrhea in low and middleincome countries: a systematic review. BMC Public Health.

2015; 15:788.

WHO, 2009. Buku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit

Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta.

Karen, et al, 2018. NELSON Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Update Keenam. Elsevier

Singapore.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Pusat Data dan Informasi. Profil Kesehatan

Indonesia 2017.

Castelli F, Beltrame A, Carosi G. Principles and Management of The Ambulatory Treatment of

Traveller's Diarrhea. Bull Soc Pathol Exot 1998;91(5 Pt 1- 2):452-5. Diakses pada
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id pada tanggal 1-11-2018 pukul 13.00

Subagyo B, dkk. Buku Ajar Gartroenterologi Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.

Sukardi, Iskandar J., William, 2013. Manifestasi Klinis Diare Akut Pada Anak Di RSU Provinsi

NTB Mataram Serta Kolerasinya Dengan Derajad Dehidrasi.

Madry E, Fidler E, Walkowiak J. 2010. Lactose intolerance – current state of knowledge.

Acta Sci. Pl., Tecnol. Aliment.

Sherly, 2012. Intoleransi Laktosa. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

IDAI, 2014 Diagnosis Dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi. UKK Alergi Imunologi UKK

Gastrohepatologi UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik 2014.

Hasil Pembelajaran :
1. Memahami Diagnosis Penyakit Diare
2. Memahami Tatalaksana Penyakit Diare
BAB 1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Q
No. RM : 200680
Umur : 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status :-
Pekerjaan :-
Alamat : Blimbing Gudo Jombang
Tanggal Pemeriksaan : 9 Desember 2019

II. SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama : BAB cair

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


BAB cair sejak 2 hari ini. BAB 5x/hari. BAB cair disertai darah (-), lendir (+) dan tidak
berbau. Sekali BAB jumlahnya banyak. Mual (+) tiap makan dan minum, muntah (-). BAK
lancar, warna kuning. Nafsu makan/minum menurun.
3. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Diare darah-, alergi obat -, alergi makanan-.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : -
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : -

III. OBYEKTIF
Pemeriksaan Fisik
Status generalis:
– Keadaan umum: lemas, tampak sakit sedang
– Kesadaran: Compos mentis
Vital Sign:
– TD= 100/60 BB: 11 kg
– Suhu= 37.9
– Nadi = 106x/menit
– Respirasi = 21x/menit
– Bentuk : Normocephali
– Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Icterik (-/-)
– Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
– Mulut : Bibir kering (-), faring hiperemis (-),
– Telinga : Normal
– Leher : Deviasi (-), pembesaran KGB (-),
Thorax
– Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas simetris,
– Auskultasi
Jantung : S1S2 reguler,murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler / vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus menigkat
 Palpasi : Nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar.
 Perkusi : Timpani
Ekstermitas
Akral HKM
Oedem (-/-)
CRT < 2’

IV. PROBLEM LIST


Subjektif
BAB cair sejak 3 hari ini. BAB 6x/hari. BAB cair disertai darah(-) warna merah gelap , lendir
(+) dan tidak berbau. Sekali BAB jumlahnya banyak. Mual (+), muntah (-). BAK lancar,
warna kuning. Nafsu makan/minum menurun.

Objektif
Pemeriksaan Fisik
Status generalis:
– Keadaan umum: lemas, tampak sakit sedang
– Kesadaran: Compos mentis
Vital Sign:
– TD= 100/60 BB: 11 kg
– Suhu= 37.9
– Nadi = 106x/menit
– Respirasi = 21x/menit
– Bentuk : Normocephali
– Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Icterik (-/-)
– Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
– Mulut : Bibir kering (-), faring hiperemis (-),
– Telinga : Normal
– Leher : Deviasi (-), pembesaran KGB (-),
Thorax
– Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas simetris,
– Auskultasi
Jantung : S1S2 reguler,murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler / vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus menigkat
 Palpasi : Nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar.
 Perkusi : Timpani
Ekstermitas
Akral HKM
Oedem (-/-)
CRT < 2’

V. ASSESTMENT
Diare Cair Akut

VI. PLANNING
a. Diagnostik (PDx) : DL

Laboratorium Trombosit 203.000


Hb: 11,8 Widal: negatif
Eritrosit 5.05 Feses lengkap ??? ()
Leukosit 11.500

b. Terapi (PTx)
o Farmakologis :
Pemasangan infus set
Medikamentosa :
Inf. KAEN 3B 250cc/2 jam  500cc/6 jam  750 cc/24 jam
Inj. Ondancetron 3x1/3 amp
Oral:
Zink 1x1
L bio 1x1

o Non Farmakologis :
Edukasi orangtua pasien dan keluarga tentang penyakitnya, penyebabnya, pencegahan
kekambuhan, prognosisnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi

Diare adalah penyakit yang membuat penderitanya menjadi sering buang air besar,

dengan kondisi tinja yang encer. Pada umumnya, diare terjadi akibat akibat makanan dan

minuman yang terpapar virus, bakteri, atau parasit. 7

Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair

(mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam).7

2.1.2 Etiologi

Beberapa kondisi dapat menyebabkan seseorang mengalami diare, umumnya adalah

infeksi virus pada usus besar. Jenis-jenis virus tersebut meliputi rotavirus, norwalk,

cytomegalovirus,dan virus hepatitis. Rotavirus merupakan virus yang paling sering

menyebabkan diare pada anak-anak. 7

Selain infeksi virus, penyebab diare lainnya adalah:

 Infeksi bakteri, seperti Campylobacter, Clostridum difficile, Escherichia coli,

Salmonella, dan Shigella.

 Infeksi parasit, contohnya Giardia.

 Alergi makanan.

 Makanan yang mengandung pemanis buatan.

 Intoleransi fruktosa (pemanis alami pada madu dan buah-buahan) dan intoleransi

laktosa (zat gula yang terdapat pada susu dan produk sejenisnya).

 Efek samping obat-obatan, misalnya antibiotik yang dapat mengganggu

keseimbangan alami bakteri dalam usus sehingga menimbulkan diare.


Pada kasus diare yang berlangsung lama (kronis), faktor-faktor penyebabnya

meliputi:

 Radang pada saluran pencernaan, seperti pada penyakit Crohn, kolitis ulseratif, atau

kolitis mikroskopik.

 Irritable bowel syndrome.

2.1.3 Epidemiologi

Diare merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan data

informasi profil kesehatan Indonesia tahun 2017 dari Kemenkes RI, jumlah kasus diare

seluruh Indonesia adalah sekitar 7 juta, dan paling banyak terjadi di provinsi Jawa Barat

dengan 1,2 juta kasus.9

2.1.4 Patofisiologi

Berdasarkan mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya diare adalah: 7

1. Diare sekretorik :

Rangsangan tertentu misalnya salah satu contohnya adalah toksin pada dinding usus akan

menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus sehingga dapat

meningkatan isi rongga usus dan hal tersebut menyebabkan diare sekretorik

2. Diare osmotik :

Makanan atau zat tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

akan meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.

Kemudian isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga terjadi diare osmotik.

3. Gangguan motilitas usus:

Hiperperistaltik (peningkatan peristaltik yang berlebihan pada usus) akan menyebabkan

absorbsi pada usus akan berkurang dalam menyerap makanan sehingga makanan belum

terserap dengan sempurna yang akan menyebabkan terjadinya diare. Dan apabila
peristaltik pada usus menurun akan memicu pertumbuhan bakteri tumbuh berlebihan

sehingga dapat menyebabkan diare.

2.1.5 Patogenesis Diare

Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus


setelah berhasil melewati rintangan asam lambung

Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus

Oleh jasad renik dikeluarkan toksin ( toksin diaregenik)

Diare Akut

Bila diare berlanjut sampai 2 minggu/ lebih, kehilangan BB atau


tidak bertambah selama masa tersebut

Diare Kronik

Bila diarenya menetap dalam 2 minggu/ lebih dan disertai


gangguan pertumbuhan

Melanjutnya Kerusakan mukosa Diare persisten Perbaikan mukosa yang terlambat


2.1.6 Faktor Resiko11

• Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun.

• Status gizi kurang dan gizi buruk.

• Imunodefesiensi /Imunosupresi

• Pengunaan botol susu tidak hygine

• Menggunakan air minum yang tercemar

2.1.7 Pemeriksaan

Cari: 7

Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:

- Rewel atau gelisah

- Letargis/kesadaran berkurang

- Mata cekung

- Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat

- Haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.

- Darah dalam tinja

- Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah).

- Tanda-tanda gizi buruk

- Perut kembung
11
Sumber : http://sehatnegeriku.kemkes.go.id

2.1.8 Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan Diare7

Penilaian Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan Sedang Dehidrasi Berat


Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar, stupor
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak haus Haus, ingin minum banyak Malas minum
Turgor kulit Kembali cepat <2 dtk Kembali lambat >2 dtk Kembali sangat lambat

Bentuk klinis diare7

Diagnosa Didasarkan pada keadaan


Diare cair akut - Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung
kurang dari 14 hari
- Tidak mengandung darah
Kolera - Diare air cucian beras yang sering dan banyak
dan cepat menimbulkan dehidrasi berat, atau
- Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi
KLB kolera, atau
- Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V.
cholerae O1 atau O139
Disenteri Diare berdarah
Diare persisten Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk
Diare terkait antibiotik (Antibiotic Associated Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum
Diarrhea) luas
Invaginasi - Dominan darah dan lendir dalam tinja
- Massa intra abdominal (abdominal mass)
- Tangisan keras dan kepucatan pada bayi.

Diare Cair
Tanda dan Rotavirus ETEC Vibrio cholerae
Gejala
Mual dan + + +
muntah
Panas + + +
Nyeri perut + + +
Gejala lain Tanpa disertai
tenesmus, dehidrasi
FESES

Konsistensi berair Berair berair , diare seperti air


cucian beras, diare
masif
Darah - - -
Terapi Suportif Cotrimoxazole Tetrasiklin (>8 tahun)
50 mg/kgbb/hari dibagi
4 dosis selama 3 hari,

Cotrimoxazole 
Trimtroprin
10mg/kgBB/hari dan
Sulfametoksazol
50mg/kgBB/hari dibagi
2 dosis selama 5 hari
Disentri (diare lendir darah)
Etiologi Gejala, tanda, diagnosis Terapi

Balantidium coli Riwayat tinggal disekitar Metronidazole


peternakan sapi
Napas atau muntah bau tinja
Pemeriksaan feses :

Tropozoid dan kista


berbentuk bulat, memiliki
makro dan mikronukleus

Salmonela thypii Demam lebih dari 7 hari Kloramfenikol


Diare lendir darah
Pemeriksaan penunjang:
Widal, IgM anti salmonela,
kultur darah

Shigella disentri Diare lendir darah, disertai Cotrimoxazole 


dehidrasi
Trimetrophin
Pasien tampak toksik 10mg/kgBB/hari dan
sulfametoksazol
Pemeriksaan feses: 50mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis selama 5 hari
Leukosit dan eritrosit
meningkat, bakteri gram
negatif

Entamoeba hystolitica Diare lendir darah, biasanya Metronidazole


tanpa dehidrasi/ringan
30mg/kgBB/hari dibagi 3
Komplikasi: abses hepar dosis selama 5-7 hari
Pemeriksaan feses:
Kista: bulat dan inti 4

Tropozoid: bentuk irregular


dengan pseudophoda,
sitoplasma bergranular
mengandung eritrosit, inti sel
dengan kariosom ditengah
dan kromatin diperifer
Diare Lemak
Jenis Mual dan Demam Nyeri Terapi Keterangan lain
muntah perut

Giardia Parasit + + + Metronidazole Diare cair + berlemak


lamblia
15mg/kgBB/ Pemeriksaan feses:
hari dibagi 3
dosis selama 5- Kista oval berinti 4,
7 hari tropozoid berbentuk
seperti jambu monyet/buah
pir/layang-layang

2.1.9 Terapi7

1. Rencana Terapi A / Tanpa Dehidrasi

 Cairan oralit diberikan:

< 2 tahun 50 sampai 100 ml setiap kali BAB

> 2 tahun 100 sampai 200 ml setiap kali BAB

 Berikan zink

Dibawah umur 6 bulan ½ tablet (10mg) per hari selama 10 hari

Umur 6 bulan keatas 1 tablet (20mg) per hari selama 10 hari

 Lanjutkan ASI/makanan

2. Rencana Terapi B/Dehidrasi Ringan-Sedang

Umur Sampai 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 bulan


BB <6kg 6-10kg 10-12kg 12-19kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
Jumlah oralit yang di perlukan = 75ml/kg BB
 Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas, berikan sesuai

kehilangan cairan yang sedang berlangsung.

 Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga 100 - 200 ml air

matang selama periode ini.

 Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin makan.

 Lanjutkan pemberian ASI.


 Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan Oralit.

 Minumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari cangkir/mangkok/gelas.

 Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat.

 Lanjutkan ASI selama anak mau.

 Berikan tablet Zinc selama 10 hari. Setelah 3 jam: Ulangi penilaian dan klasifikasikan

kembali derajat dehidrasinya.

 Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang

sebelum pengobatan selesai:

 Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit di rumah.

 Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan di rumah untuk

menyelesaikan 3 jam pengobatan.

 Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi

sesuai yang dianjurkan dalam Rencana Terapi A.

Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah:

1. Beri cairan tambahan

2. Lanjutkan pemberian makanan

3. Beri tablet zink selama 10 hari

4. Kapan harus kembali

 Beri tablet Zinc

Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak:

Di bawah umur 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari

6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari

 Pemberian Makan

Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen yang penting

dalam tatalaksana diare. ASI tetap diberikan meskipun nafsu makan anak belum membaik,
pemberian makan tetap diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih. Jika anak biasanya

tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu memulai lagi pemberian ASI

setelah dihentikan) atau beri susu formula yang biasa diberikan. Jika anak berumur 6 bulan

atau lebih atau sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar

dimasak, ditumbuk atau digiling. Berikut adalah makanan yang direkomendasikan:

 Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan kacang-

kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok teh minyak sayur

yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.

 Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.

 Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk penambahan

kalium. Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari.

Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan tambahan per harinya

selama 2 minggu.

3. Rencana Terapi C/ Dehidrasi Berat

Umur Pemberian pertama 30ml/kg Pemberian berikut 70ml/kg


selama: selama:
Bayi (dibawah 12 bulan) 1 jam 5 jam
Anak (12 bulan-5 tahun) 3 jam 2 ½ jam
Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah/ tidak teraba

Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba. Periksa kembali anak

setiap 15 - 30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.

Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya sesudah 3-4

jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet Zinc sesuai dosis dan jadwal yang

dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan

Dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan

penanganan.
Rujuk segera untuk pengobatan intravena. Jika anak bisa minum, beri ibu larutan

oralit dan tunjukkan cara meminumkan pada anak sedikit demi sedikit selama dalam

perjalanan. Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut:

beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg). Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

 Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.

 Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena

Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian tentukan

rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan penanganan.

Catatan:

Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk meyakinkan

bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian cairan oralit per oral.

2.1.10 Diagnosis Banding

Dysentri Watery diarrhea Steatorrhoe


Balantidium coli Rotavirus Giardia lamblia
Salmonella thypi Enterovirus
Adenovirus
Shigella dysentriae ETEC

Entamoeba hystolytica Vibrio Cholera

EIEC, EHEC, EPEC, EAEC

Campylobacter jejuni

2.1.11 Komplikasi7

1. Hipokalemi

2. Kejang

3. Syok hipovolemik

4. Gagal ginjal

5. Demam tinggi

6. Sindroma hemolitik-uremik

2.1.12 Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab yang mendasarinya dan tergantung pada

penanganan yang tepat dan cepat. 11

2.1.13 Pencegahan

Untuk mengatasi penyakit diare, berikut tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa

dilakukan di tingkat rumah tangga jika balita mengalami diare: 11

1. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya.

2. Pemberian oralit untuk mencegah dehidrasi sampai diare berhenti.

3. Memberikan obat Zinc yang tersedia di apotek, Puskesmas, dan rumah sakit.

Diberikan sekali sehari selama 10 hari berturut-turut meskipun diare sudah berhenti.

Zinc dapat mengurangi parahnya diare, mengurangi dursi dan mencegah berulangnya

diare 2 sampai 3 bulan ke depan.

4. Memberikan cairan rumah tangga, seperti sayur, kuah sup, dan air mineral.

5. Segera membawa Balita diare ke sarana kesehatan.

6. Pemberian makanan sesuai umur :

7. Bayi berusia 0-6 bulan : hanya diberikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8

kali sehari (pagi, siang, maupun malam hari). Jangan berikan makanan atau minuman

lain selain ASI.

8. Bayi berusia 6-24 bulan: Teruskan pemberian ASI, mulai memberikan Makanan

Pendamping ASI (MP ASI) yang teksturnya lembut seperti bubur, susu, dan pisang.

9. Balita umur 9 sampai 12 bulan: Teruskan pemberian ASI, berikan MP ASI lebih padat

dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi, tambahkan

10. telur/ayam/ikan/tempe/wortel/kacang hijau.

11. Balita umur 12 sampai 24 bulan: teruskan pemberian ASI, berikan makanan keluarga

secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak.


12. Balita umur 2 tahun lebih: berikan makanan keluarga 3x sehari, sebanyak 1/3-1/2 porsi

makan orang dewasa. Berikan pula makanan selingan kaya gizi 2x sehari di antara

waktu makan.

2.1.14 Diare Non Infeksi 14

Etiologi:

Diare akibat susu formula

Klasifikasi:

Intoleransi laktosa, alergi susu sapi

Gejala dan tanda:

BAB cair,bau asam, pantat merah, ampas sedikit, tinja berbuih, BAB nyemrpot, perut

kembung, muntah.

Patofisiologi Intoleransi Laktosa

Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak bisa

dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk. Laktosa

merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme di kolon, dimana laktosa akan

difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan menghasilkan asam laktat, gas methan (CH4)

dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut memberikan perasaan tidak nyaman dan

distensi usus dan flatulensia. Asam laktat yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif

secara osmotik dan menarik air ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna

juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya

diare tadi akan menghambat penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak. 15

Pataofisiologi Alergi Susu Sapi


Alergen dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan besar

molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik. Pada pemurnian

alergen pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan walaupun jumlahnya hanya

sedikit. Pada telur ovomukoid diketahui merupakan alergen utama. Betalaktoglobulin (BLG),

Alflalaktalbumin (ALA), Bovin Serum albumin (BSA) dan Bovin gama globulin (BGG)

merupakan alergen utama dalam susu sapi diantaranya BLG adalah alergen yang paling kuat.

Protein kacang tanah yang terpenting sebagai alergen adalah arachin dan conarachin,

sedangkan pada pemurnian ditemukan alergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu

glikoprotein dengan berat molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang mendapatkan

Allergen-1 dan Allergen-2 masing-masing dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000

dalton. Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen utama pada gandum.

Umumnya Susu sapi adalah alergen pertama pada bayi, sekali respons IgE terhadap

susu sapi terjadi Proses akan berlanjut dalam kehidupan bayi Sensitisasi terhadap protein

makanan yang lain akan terjadi

Pada paparan awal, alergen makanan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk

selanjutnya mengekspresikan pada sel-T secara langsung atau melalui sitokin. Sel-T

tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe.
Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel

pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada kebanyakan

anak-anak membentuk antibodi dari subtipe IgG, IgA dan IgM.

Pada anak-anak atopi cenderung terbentuk IgE lebih banyak selanjutnya mengadakan

sensitisai sel mast pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit. Bayi yang sangat atopi juga

mendapat sensitisasi melalui susu ibu terhadap makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi-bayi

dengan alergi awal terhadap satu makanan misalnya susu, juga mempunyai resiko yang tinggi

untuk berkembang menjadi alergi terhadap makanan lain. Pembuatan antibodi IgE dimulai

sejak paparan awal dan rupanya berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi.

Komplemen akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibodi.

Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai

berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil

dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya

komplek imun akan menarik netrofil. Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa

terjadi pada IgE yang telah melekat pada sel mast atau komplek IgE-Alergen terjadi ketika

IgE masih belum melekat pada sel mast atau IgE yang telah melekat pada sel mast diaktifasi

oleh pasangan non spesifik, akan menimbulkan degranulasi mediator. Gejala klinis yang

timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang ditimbulkannya.
Intoleransi Laktosa
Definisi Gejala klinis akibat tidak terhidrolisnya laktosa secara optimal di
dalam usus halus akibat enzim laktase yang berkurang.
Riwayat Laktosa merupakan kandungan terbanyak pada ASI dan susu
formula, sehingga riwayat perubahan pola pemberian ASI/susu
formula penting ditanyakan.
Etiologi Primer (idiopaatik) atau sekunder (riwayat diare terutama akibat
rotavirus).
Gejala dan Tanda Diare, perut kembung, nyeri perut, muntah, sering flatus, merah
disekitar anus, tinja berbau asam, berbuih.
Pemeriksaan penunjang Hidrogen breath test
Tatalaksana Pencegahan dehidrasi
ASI tetap dilanjutkan
Hentikan susu formula, pertimbangkan pemberian susu formula
bebas laktosa
Sumber: rekomendasi IDAI 2010. 12

Alergi Susu Sapi


Definisi Reaksi yang tidak di inginkan yang diperantarai secara imunologis
terhadap protein susu sapi (reaksi hipersensitivitas tipe 1)
Riwayat Riwayat minum susu sapi
Gejala klinis dapat muncul cepat (reaksi cepat) maupun lama
(reaksi tipe lambat) setelah minum susu sapi
Riwayat alergi/atopi pada keluarga
Gejala dan Tanda Gejala gastrointestinal : diare, kembung, sering flatus, muntah.
Gejala kulit : ruam kemerahan
Gejala pernafasan : batuk, pilek, sesak
Pemeriksaan penunjang Uji tusuk kulit (prick test), kadar IgE
Tatalaksana Menghindari segala bentuk produk susu sapi
Untuk bayi yang minum ASI  Ibu menghindari segala bentuk
produk susu sapi
Untuk bayi/anak yang minum susu formula  susu formula
hipoalergenik/ terhidrolis atau susu formula soya
Sumber : Diagnosis dan tatalaksana alergi susu sapi IDAI 2010. 12
DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata M. Diare akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen IPD FKUI; 2006;408-13.

2. Setiawan B. Diare akut karena infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2006;1772-6.

3. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and Constipation. Dalam: Kasper, Braunwald,

Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16thed,

New York: McGrawHill; 2005;224-31.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan. 2011 Triwulan 2;2.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Propinsi Riau 2012.

http://www.depkes.go.id. Diakses pada 28 Januari 2016.

6. Carter E, Bryce J, Perin J, and Newby H. Harmful practices in the management of

childhood diarrhea in low and middleincome countries: a systematic review. BMC

Public Health. 2015; 15:788.

7. WHO, 2009. Buku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman Bagi

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta.

8. Karen, et al, 2018. NELSON Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Update Keenam.

Elsevier Singapore.

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Pusat Data dan Informasi. Profil

Kesehatan Indonesia 2017.

10. Castelli F, Beltrame A, Carosi G. Principles and Management of The Ambulatory

Treatment of Traveller's Diarrhea. Bull Soc Pathol Exot 1998;91(5 Pt 1- 2):452-5.


11. Diakses pada http://sehatnegeriku.kemkes.go.id pada tanggal 1-11-2018 pukul 13.00

12. Subagyo B, dkk. Buku Ajar Gartroenterologi Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI; 2010.

13. Sukardi, Iskandar J., William, 2013. Manifestasi Klinis Diare Akut Pada Anak Di

RSU Provinsi NTB Mataram Serta Kolerasinya Dengan Derajad Dehidrasi.

14. Madry E, Fidler E, Walkowiak J. 2010. Lactose intolerance – current state of

knowledge. Acta Sci. Pl., Tecnol. Aliment.

15. Sherly, 2012. Intoleransi Laktosa. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

16. IDAI, 2014 Diagnosis Dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi. UKK Alergi Imunologi

UKK Gastrohepatologi UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik 2014.

Anda mungkin juga menyukai