Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Hipertensi


1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal, hal ini dapat mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortilitas). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dengan tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan darah
diastolic diatas 90 mmHg (Aspiani, 2014).
Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer dalam satuan
millimeter air raksa (mmHg). Nilai tekanan darah dinyatakan dalam dua
angka, yaitu tekanan darah sistolik yang merupakan tekanan darah
saat fase kontraksi, sedangkan yang lebih rendah yaitu tekanan darah
diastolic merupakan tekanan darah saat fase relaksasi jantung (WHO,
2013).

2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu
hipertensi esensial (primer) merupakan hipertensi yang disebakan oleh
gaya hidup yang tidak baik seperti makan yang tidak terkontrol
sehingga menyebabkan berat badan berlebih atau bahkan terjadi
obesitas dimana hal tersebut dapat mencetus terjadinya hipertensi. Dan
hipertensi sekunder, merupakan tekanan darah tinggi akibat dari
seseorang yang mengalami penyakit seperti gagal jantung, gagal ginjal,
dan kerusakan sistem hormon dalam tubuh. Kehamilan, tumor, serta
penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal juga dapat
mengakibatkan terjadinya hipertensi sekunder.
Badan penelitian hipertensi di amerika yaitu Join National Comitten
on Detection Evolution and Treatment of High Blood Pressure
menentukan batasan tekanan darah yang berbeda. Pada orang dewasa
dengan usia 18 tahun dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kriteria Sistolik Diastolik


Normal <130 <85
Perbatasan (High Normal) 130-139 85-89
Hipertensi Derajat 1 : Ringan 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2: Sedang 160-179 100-109
Hipertensi Derajat 3 : Berat 180-209 110-119
Hipertensi Derajat 4 : Sangat Berat ≥210 ≥120
Tabel 1. Kriteria Hipertensi menurut JPC-V AS (Aspiani, 2014).

3. Etiologi
Hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik . Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu
faktor yang tidak dapat dikontrol dan yang dapat dikontrol.
a) Faktor tidak dapat dikontrol antara lain
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tekanan darah. Hal ini terjadi karena semakin
meningkatnya usia seseorang arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, karena itu darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
darah yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan
tekanan darah meningkat (Novitaningtyas, 2014).
Hilangnya elastisitas jaringan dan arteroklerosis serta
pelebaran pembuluh darah merupakan faktor terjadinya
hipetensi pada usia tua.
2) Genetik
Seseorang yang memiliki riwayat hipertensi kemungkinan
besar akan mengalami penyakit hipertensi. Hal tersebut
terjadi karena gen yang diturunkan oleh orang tuanya.
Hipertensi dapat dijumpai pada penderita kembar
monozigot (satu telur) jika salah satu dari mereka
menderita hipertensi. Hal ini dapat menyatakan bahwa
faktor genetik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor genetik dapat membuat keluarga menderita
hipertensi berhubungan dengan respon neurologis
terhadap stres, kelainan ekskresi, atau mengangkut Na
(Aspiani, 2014).
3) Jenis kelamin
Resiko hipertensi lebih rendah pada wanita dibanding
laki-laki. Akan tetapi perempuan cenderung akan
mengalami peningkatan resiko tekanan darah tinggi pada
saat sesudah menopause yaitu pada usia ≥ 45 tahun. Hal
ini karena adanya hormone esterogen dalam tubuh
wanita yang menjadi faktor pelindung dari penyakit
kardiovaskular. Peran hormone estrogen sebagai
antioksidan adalah untuk mencegah terjadinya oksida
LDL (Low Density Lipoprotein). Selain itu estrogen juga
berperan dalam memperlebar pembuluh darah jantung
sehingga aliran darah menjadi lancar dan suplai oksigen
jantung tercukupi (Kusumastuty dkk, 2016).
b) Faktor dapat dikontrol
1) Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh seperti
mentega, biskuit, produk daging dan krim dapat
meningkatkan tekanan darah. Kolestrol tinggi akan
menyebabkan arteri menyempit dan dapat menyumbat
peredaran darah dalam tubuh (Siringoringo dkk, 2013).
Makanan yang mengandung asupan tinggi natrium dapat
menyebabkan hipertensi melalui mekanisme peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Kelebihan asupan akan meningkatkan cairan ke sel,
dimana air akan bergerak ke arah larutan elektrolit yang
mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma darah dan
akan meningkatkan curah jantung, sehingga tekanan
darah meningkat. Selain itu, asupan tinggi natrium dapat
mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung memompa
lebih keras untuk mendorong volume darah yang
meningkat melalui ruang sempit (Anam & Saputra, 2016).
2) Stres
Stres akan merangsang kelenjar anak ginjal untuk
melepaskan hormon adrenalin serta memacu jantung
berdenyut lebih cepat hingga kuat, dan tekanan darah
menjadi meningkat (Prasetyorini dan Prawesti, 2012).
Apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama maka akan
timbul rangkaian reaksi dari organ tubuh lain. Perubahan
fungsional tekanan darah yang disebabkan stress dapat
menyebabkan hipertrofi kardiovaskular bila berulang
secara intermiten. Begitu pula stress yang dialami
penderita hipertensi, maka akan mempengaruhi
peningkatan tekanan darahnya yang cenderung menetap
atau bahkan dapat bertambah tinggi sehingga
menyebabkan kondisi hipertensi menjadi lebih berat.
Mengalami stres yang berkepanjangan dan disertai tidak
patuhnya penderita dalam mengkonsumsi obat akan
menambah keparahan penyakit hipertensi (Seke dkk,
2016).
3) Obesitas
Obesitas terjadi karena ketidak seimbangan jumlah kalori
di dalam makanan dan minuman yang masuk ke dalam
tubuh lebih besar dibandingkan jumlah kalori yang
dikeluarkan. Seseorang dikatakan obesitas apabila
Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30. Semakin besar IMT
seseorang, maka semakin meningkat volume darah yang
diperlukan untuk memasok O2 serta makan ke dalam
jaringan tubuh. Dinding arteri akan mendapatkan tekanan
lebih besar dan menyebabkan jantung bekerja lebih
keras dibandingkan sebelumnya sehingga tekanan darah
menjadi meningkat (Ponto dkk, 2016).
4) Aktifitas fisik
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktifitas fisik dan lebih
rendah ketika beristirahat. Selama melakukan aktifitas
fisik, otot membutuhkan energy diluar metabolisme untuk
bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energy untuk mengantarkan zat-zat gizi dan
oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-
sisa dari tubuh (Anam dan Saputra, 2016). Seseorang
yang kurang melakukan aktivitas dan olahraga maka
akan menyebabkan pembuluh darah dalam tubuh
menjadi kurang elastis dan akan mengalami pertahanan
atau penyumbatan di dalamnya. Orang yang tidak aktif
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantingnya harus bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot
jantung harus memompa, makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri.
5) Merokok
Nikotin yang terdapat dalam tembakau menyebabkan
peningkatan tekanan darah setelah hisapan pertama.
Selain dari durasi merokok, risiko muncul tergantung dari
seberapa banyak rokok yang dihisap. Konsumsi rokok
lebih dari satu pack perhari maka memiliki resiko 2 kali
lebih rentan terjadinya hipertensi dibandingkan dengan
yang tidak merokok (Jatmika dan Maulana, 2015).
6) Konsumsi Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan hipertensi karena terjadi
penimbunan lemak di dalam hati sehingga
mengakibatkan gangguan aliran darah dalam hati
sehingga menyebabkan adanya tekanan yang
menyebabkan hipertensi vena porta. Proses penimbunan
lemak dalam hati juga mengganggu aliran lemak tubuh
sehingga terjadi penimbunan flak yang elastisitas
pembuluh darah terganggu.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul menunjukkan adanya kerusakan
vaskular dengan manifestasi khas sesuai dengan sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah (Aspiani, 2014).
Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak
sama pada setiap orang, namun secara umum gejala yang dikeluhkan
oleh penderita hipertensi sebagai berikut :
a) Sakit kepala
b) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c) Perasaan berputar, serasa ingin jatuh
d) Berdebar atau detak jantung terasa cepat
e) Telinga berdenging
Sebagian besar gejala klinis yang timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun berupa :
a) Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekanan darah intracranial.
b) Penglihatan kabur karena kerusakan retina akibat hipertensi
c) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf pusat
d) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus
e) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
kapiler
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi, yaitu
Leher bagian belakang terasa pegal juga dirasakan oleh beberapa
penderita hipertensi, hal tersebut disebabkan karena terjadi
peningkatan pada dinding pembuluh darah di leher sehingga aliran
darah tidak lancar. Daerah leher kekurangan oksigen dan nurtsi mulai
tertimbun dan mengakibatkan peradangan pada bagian perlekatan otot
dan tulang sehingga memunculkan rasa nyeri. Nyeri yang dirasakan
akan mengganggu aktivitas penderitas sehari-hari (Rohimah dan
Kurniasih, 2015).

5. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Aspiani, 2014) pemeriksaan penunjang pada penderita
hipertensi antara lain :
a) Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim
ginjal
2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi
karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut
3) Darah perifer lengkap
4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa)
b) Elektrokardiografi
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miokard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
c) Foto Rontgen
1) Bentuk dan besar jantung noothing dari iga pada
koarktasi aorta
2) Pembendungan, lebarnya paru
3) Hipertrofi parenkim ginjal
4) Hipertrofi vascular ginjal

6. Komplikasi
Menurut Tryanto (2014) terdapat beberapa komplikasi karena
hipertensi, antara lain :
a) Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi karena tekanan darah tinggi di
otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah
selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi. Stroke dapat
terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah
ke area otak yang diperdarahi berkurang, arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b) Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri coroner yang arterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melewati
pembuluh darah. Pada hipertensi kronis hipertrofi, kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c) Gagal jantung
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus,
aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,
yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d) Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan keruang interstisial di seluruh susunan
saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta
kematian.
e) Kejang
Dapat terjadi pada wanita pre eklamsia, bayi yang lahir mungkin
berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,
kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan faktor resiko dilakukan dengan cara pengobatan
secara non-farmakologis, antara lain :
a) Penurun berat badan
Mengatasi obesitas pada sebagian orang dengan cara
menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan
volume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukkan bahwa
obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi ventrikel kiri.
Jadi, penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif
untuk menurunkan tekanan darah.
b) Pengaturan diet/pola makan
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat
dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal
gantung dan dapat memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri.
Beberapa diet yang dianjurkan :
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan
tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan
pengurangan konsumsi stimulasi sistem renin-
angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-
100 mmol atau setara dengan 3-5 gram perhari.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah
tetapi mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium
secara intervensi dapat menyebabkan vasodilatasi, yang
dipercaya dimediasi oleh oksida nitrat pada dinding
vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya
jantung coroner.
c) Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
keadaan jantung, olahraga isotonik dapat juga meningkatkan
fungsi endotel, vasodilatasi perifer dan mengurangi katekolamin
plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali
dalam 1 minggu sangant dianjurkan untuk menurunkan tekanan
darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL (High Density
Lipoprotein), yang dapat mengurangi terbentuknya
arterosklerosis akibat hipertensi. Aktivitas fisik dapat
menyebabkan aliran darah meningkat sehingga dapat
diproduksinya Nitrit Oksida (NO). Nitrit Oksida akan
merangsang pembentukan Endothelial Derife Relaxin Factor
(EDFR) yang berfungsi sebagai vasodilatasi atau melebarkan
arteri. Aktivitas fisik yang senantiasa aktif dan teratur akan
menyebabkan pembuluh darah cenderung lebih elastis
sehingga akan mengurangi tahanan perifer.
Aktivitas fisik yang teratur akan menyebabkan kerja jantung
menjadi lebih efisien sehingga curah jantung akan berkurang
dan akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Malakukan
olahraga berhubungan dengan dengan tekanan darah dikatakan
bahwa peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah sistolik sebanyak 5-10 mmHg dan diastolic sebanyak 1-6
mmHg (Wahyuddin & Andajani, 2016).
d) Management Stres
1) Terapi tertawa
Terapi tawa adalah salah satu cara untuk mencapai
kondisi rileks. Desinta, 2011 menjelaskan dengan tertawa
dapat meningkatkan sistem kerja syaraf parasimpatis
yang dapat membuat tubuh lebih rileks. Kondisi rileks
dapat diperoleh setelah melakukan tawa, serta dengan
tawa dapat menurunkan level stres. Pada saat tertawa
individu akan mengasup oksigen yang lebih banyak,
sehingga membuat tubuh menjadi lebih rileks dan dapat
menurunkan hormon adrenalin dan epinephrine. Kondisi
tubuh yang demikian akan membuat tubuh terhidar dari
masalah psikologis seperti burnout yang menyebabkan
kelelahan emosional, fisik, maupun mental.
2) Terapi relaksasi nafas dalam
Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik
pernafasan yang dirancang dan dijalankan untuk
mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien dan
untuk mencapai mengurangi kerja bernafas. Latihan
pernafasan dapat meningkatkan pengembangan paru
sehinggga ventilasi alveoli meningkat dan akan
meningkatkan konsentrasi oksigen dalam darah sehingga
kebutuhan oksigen terpenuhi. Latihan nafas dalam ini
akan membantu tubuh menjadi lebih rileks, karena saat
bernafas dalam-dalam, otak akan menerima pesan untuk
tenang. Otak kemudian akan melanjutkan pesan yang
sama ke seluruh tubuh. Latihan pernafasan juga akan
membantu membersihkan pikiran, karena sirkulasi tubuh
membaik dan lebih banyak oksigen mengalir ke otak.
3) Terapi Musik
Teknik ini digunakan untuk menyembuhkan suatu
penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama
tertentu. Jenis music yang digunakan dalam terapi music
dapat disesuaikan dengan keinginan, misalnya music
klasik, instrumentalia, music ber irama santai, orchestra
dan music modern lainnya.
Penatalaksanaan medis pada penderita hipertensi adalah sebagai
berikut :
a) Terapi oksigen
b) Pemantauan hemodinamik
c) Pemantauan jantung
d) Obat-obatan :
1) Diuretik
2) Penyekat saluran kalsium menurunkan konsentrasi otot
polos jantung atau arteri dengan mengintervensi infulks
kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi
3) Penghambat enzim mengubah angiotensin II atau
inhibitor ACE berfungsi menurunkan angiotensin II
dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
4) Antagonis (penyekat) reseptor beta (β- Blocker)
5) Angiotensin reseptor alfa (α – Blocker)
6) Vasodilator arteriol
7) Hipertensi gestasional dan preeklamsia-eklamsia
membaik setelah bayi lahir (Brunner & Suddart, 2002
yang dikutip dalam Aspiani, 2014)

B. Tinjauan Umum Stres


1. Pengertian Stres
Stres adalah suatu keadaan ketegangan yang menimbulkan
adanya ketidakseimbangan fisik, sehingga mempengaruhi emosi,
proses berpikir, dan kondisi seseorang. Orang yang mengalami stres
bisa merasakan kekhawatiran kronis dan juga menyebabkan tekanan
pada tubuh atau mental yang dapat menjadi faktor tumbuhnya penyakit
(Hidayat, 2016).
Stres sering diartikan sebagai pesaraan khawatir dan dapat
mempengaruhi seseorang dari segala usia, jenis kelamin dan
keadaaan yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan
fisik dan psikologis (American Psychological Association, 2018)

2. Tingkat stress
Tingkat stres yaitu hasil penilaian derajat stres yang dialami
individu. Tingkat stres dapat digolongkan menjadi stres normal, stres
ringan, stres sedang, stres berat dan sangat berat (American
Pyschological Association, 2018).
a) Stres Normal
Stres normal adalah stres yang bisa berkontribusi positif.
Jumlah stres yang cukup atau normal sangat perlu karena bisa
mengaktifkan kinerja otak. Stres bisa menyebabkan
berfungsinya beberapa sistem memori pada otak manusia.
Stres normal merupakan bagian alamiah dari kehidupan
misalnya kelelahan setelah mengerjakan tugas dan takut tidak
lulus ujian.
b) Stres Ringan
Stres ringan adalah bentuk stres yang paling umum dan dapat
muncul dalam kehidupan siapapun. Stres ringan tidak merusak
aspek fisiologis dari seseorang dan bisa diobati atau dikelola
jika tidak dialami terus menerus. Gejala yang paling umum
adalah gangguan emosional berupa kombinasi kemarahan atau
lekas marah, kecemasan dan depresi. Respon tubuh sementara
menyebabkan peningkatan tekanan darah, detak jantung yang
cepat, telapak tangan berkeringat, palpitasi jantung, pusing,
sakit kepala migrain, tangan atau kaki dingin, sesak napas dan
nyeri dada yang terjadi dalam hitungan menit atau jam.
c) Stres Sedang
Stres sedang dapat diakibatkan oleh perginya orang terdekat,
harapan yang belum tercapai, akibat beban kerja, dan merasa
khawatir tanpa henti. Seorang yang mengalami stres tingkat
sedang akan lebih mudah marah karena hal sepele, sulit
bersantai, mudah kesal, sulit beristirahat, gelisah, dan mudah
tersinggung. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh stres sedang
anatar lain sakit kepala, migrain, hipertensi, nyeri dada, dan
penyakit jantung yang dpaat berlangsung selama beberapa hari.
d) Stres Berat
Stres berat dapat diakibatkan oleh faktor ekonomi, disfungsional
keluarga, terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkan atau
dalam pekerjaan yang tidak disukai. Stres berat membuat
seseorang tidak pernah melihat jalan keluar dari suatu masalah
yang akan menyebabkan tekanan yang tak henti-hentinya
terjadi dalam kehidupan individu sehingga menyerah untuk
mencari solusi. Stres kronis dapat membuat seseorang
melakukan tindakan yang tidak diinginkan seperti bunuh diri.
e) Stres Sangat Berat
Stres sangat berat merupakan situsi kronis yang terjadi dalam
beberapa bulan dengan kurun waktu yang tidak dapat
ditentukan. Biasanya ditemukan kepada seseorang yang hidup
cenderung pasrah dan tidak memiliki motivasi untuk hidup.
Seseorang dalam tingkat stres ini biasanya teridentifikasi
mengalami depresi berat kedepannya.

3. Tahapan Stres
Gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena
perjalanan stres timbul secara lambat. Stres baru dirasakan ketika
tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya
sehari-hari di rumah, tempat kerja ataupun lingkungan sosialnya
(Hawari, 2016).
a) Stres Tahap 1
Stres tahap 1 merupakan stres yang paling ringan, dan
biasanya disertai perasaan sebagai berikut :
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
2) Penglihatan yang tajam, tidak sebagaimana biasanya.
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi
dihabiskan (all out) disertai dengan rasa gugup yang
berlebihan pula.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin
bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan
energi semakin menipis.
b) Stres Tahap II
Pada tahap ini banyak stres yang bermula menyenangkan,
keluhan pada tahap I mulai menghilang dan timbul keluhan
yang disebabkan cadangan energi tidak cukup sepanjang hari
karena tidak cukup beristirahat. Istirahat dengan tidur yang
cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan
energi yang mengalami kekurangan. Keluhan yang muncul
pada tahap 2 antara lain :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya
merasa segar.
2) Merasa mudah lelah setelah makan siang.
3) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort)
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-
debar)
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
7) Tidak santai
c) Stres Tahap III
Bila seseorang memaksakan diri dalam pekerjaan tanpa
menghiraukan keluhan tahap II maka individu tersebut akan
merasakan keluhan sebagai berikut :
1) Gangguan lambung dan usus, misal maag (gastritis),
buang air besar tida teratur (diare)
2) Ketegangan otot-otot semakin terasa
3) Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misal sukar untuk
memulai masuk tidur atau early insomnia, terbangun
tengah malam dan sukar kembali untuk tidur (middle
insomnia), atau bangun terlalu pagi dan tida kdapat tidur
kembali (late insomnia)
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan sempoyongan dan
terasa mau pingsan).
d) Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV akan muncul keluhan :
1) Terasa amat sulit untuk bertahan sepanjang hari
2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan
mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespons secara
memadai (adequate)
4) Ketidak mampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi yang
menegangkan
6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada
semangat dan kegairahan g. Daya konsentrasi dan daya
ingat menurun
7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya.
e) Stres Tahap V
Bila stres berlanjut maka akan timbul keluhan :
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam
(Physical and psychological exhaustion)
2) Ketidak mampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
sehari-hari yang ringan dan sederhana
3) Gangguan sistem pencernaan semain berat (gastro-
intestinal disorder)
4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang
semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f) Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimak dimana seseorang
mengalami gangguan panik (panic attack) dan perasaan takut
mati. Keluhan stres tahap VI adalah :
1) Debaran jantung teramat keras
2) Susah bernafas (sesak dan megap-megap)
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin, dan keringat
bercucuran
4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
5) Pingsan atau kolaps (collapse).

4. Penyebab Stres pada Pasien Stroke


a) Kehilangan Fungsi Tubuh
Stroke disebabkan oleh adanya gangguan pada otak sehingga
fungsi otak sebagai pengendali tubuh terganggu yang
menyebabakan penderita stroke akan mengalami gejala-gejala
yang dapat menghambat aktivitas. Gejala yang sering muncul
pada pasien stroke seperti lumpuh separuh badan, mulut
mencong, gangguan seksual, afasia, kemampuan memori,
penghilatan, dan pendengaran menurun. Perubahan-perubahan
tersebut menunjukan keterbatasan fisik pada penderita stroke
karena kehilangan fungsi tubuh (Chaira, dkk, 2016).
b) Penurunan Harga Diri
Perubahan aktivitas yang terjadi pada penderita stroke dan
mengalami keterbatasan fisik akan membuat mereka memiliki
presepsi bahwa dirinya tidak berguna lagi karena aktifitas
mereka banyak bergantung pada orag lain sehingga mereka
merasa seperti orang yang tidak berdaya yang pada akhirnya
akan memiliki keinginan untuk bunuh diri (Chaira, dkk, 2016).
c) Penurunan Motivasi Diri
Stroke dapat menyebakan penderita mengalami gangguan
seperi kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, gangguan
proses pikir, gangguan daya ingat dan lainnya yang diakibatkan
oleh terganggunya fungsi otak. Kondisi tersebut menyebabkan
pederita merasa tidak berguna dan tidak ada gairah hidup serta
menyebabkan munculnya keputusaan yang diakibatkan oleh
penurunan motivasi diri penderita stroke (Arfina, 2017).
d) Pelaksanaan Tugas Kesehatan oleh Keluarga belum terpenuhi
Adapun tugas keluarga dalam pelaksanaan kesehatan antara
lain :
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap
anggota keluarga, hal yang perlu diketahui keluarga
tentang penyakit stroke yaitu pengertian, faktor risiko,
tanda dan gejala, serta dampak yang dapat ditimbulkan
oleh penyakit stroke. Keluarga yang telah memiliki
pemahaman terkait suatu penyakit, maka dapat
memperbaiki dan mencegah masalah kesehatan yang
ditemukan seperti stres pada pasien stroke.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang
tepat, Keluarga merupakan bagian terpenting dalam
pengambilan keputusan termaksud membuat keputusan
tentang masalah kesehatan keluarga, ini merupakan
upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan kondisi keluarga.
3) Merawat keluarga yang mengalami ganguan kesehatan,
anggota keluarga yang mengalami stroke akan
memerlukan perawatan terhadap dampak-dampak yang
dapat ditimbulkan oleh penyakit stroke seperti
ketidakmampuan pada pemenuhan kebutuhan
individunya. Tugas keluarga yang diharapkan adalah
membantu dalam memberikan perawatan sesuai dengan
kondisi pasien agar kebutuhan perawatannya terpenuhi
dan tidak menimbulkan stres pada pasien stroke.
Kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga
tidak lepas dari partisipasi petugas kesehatan dalam
memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan anggota keluarga dirumah.
4) Memodifikasi lingkungan untuk mempertahankan kondisi
kesehatan keluarga, seseorang yang mengalami stroke
akan merasakan perubahan motorik, mental, gangguan
komunkasi, dan gangguan emosional yang harus
membutuhkan perawatan dan modifikasi lingkungan baik
lingkungan fisik seperti menyediakan tempat yang aman
dan lingkungan sosial yang berupa dukungan dari
keluarga untuk meminimalisir stres yang bisa dirasakan
oleh anngota keluarga yang mengalami stroke.
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada,
Keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami
stroke harus sering melakukan kontrol kesehatan secara
rutin untuk menghindari Risiko stroke berulang dan tidak
menimbulkan stres (Pradini, 2017).
Beberapa dari keluarga pasien masih menganggap stroke
merupakan penyakit tua dan jarang untuk membantu pasien stroke
dalam meningkatkan kesehatannya. Keluarga tidak terlalu paham
mengenai larangan pada pasien stroke seperti makanan yang
harus dihindari, tidak paham bahwa latihan gerak dapat
mempercepat proses pemulihan stroke, keluarga jarang
berkomunikasi dengan pasien stroke karena keterbatasan yang
dialami oleh penderita stroke, dan keluarga lalai untuk
mengantarkan pasien stroke kontrol ke rumah sakitk karena
kesibukan keluarga. Beberapa faktor pencetus yang menyebabkan
pasien stres sangat dipengaruhi oleh penerapan tugas keluarga
kepada pasien yang menderita stroke karena mereka merasa
bahwa mereka tidak diperhatikan oleh keluarga yang pada akhirnya
akan menimbulkan stres.
5. Respon tubuh terhadap stres
Stres dapat mempengaruhi perilaku dan faktor risiko penyakit
jantung seperti kenaikan tekanan darah dan kolesrol yang akan
memperburuk kondisi stroke. Respon tubuh terhadap stres adalah
sakit kepala, sakit punggung, atau sakit perut. Stres juga dapat
menghasilkan energi, mengacaukan tidur, dan membuat gelisah.
Sehingga situsi stres dapat memicu serangakian kejadian. Tubuh
melepas adrenalin, hormon yang secara sementara menyebabkan
pernapasan dan detak jantung menjadi cepat dan tekanan darah
meningkat. Reaksi-reaksi ini mempersiapkan tubuh untuk menghadapi
ancaman dengan respon fight or fligth (lawan atau lari) (AHA, 2018).

6. Manajemen stress
Berikut cara mengatasi dan mengurangi dampak stres (Donsu,
2017), yaitu :
a) Manajemen stres dapat dilakukan melalui pendidikan
kesehatan. Pendidikan kesehatan diberikan selama pasien sakit
baik kepada keluarga maupun kepada pasien jika pasiennya
mampu. Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat berupa
menggunakan alat bantu berupa buku mengenai petunjuk
perawatan pasien stroke di rumah, Yang berisi pengetahuan
tentang penyakit stroke, stres pada stroke serta cara
menurunkan stress, perilaku adaptif pasca stroke serta cara
perawatan pasien stroke.
b) Apabila stresor memiliki komponen psikologis, individu didorong
untuk membicarakan tentang kekhawatirannya dengan
keluarga, teman atau ahli terapis. Penelitian menunjukkan,
walaupun hanya satu orang untuk berbagi cerita dan berbicara
dapat mengurangi efek stres akut.
c) Apabila stresornya fisik, maka intervensi untuk mengurangi
nyeri dan mencegah infeksi adalah hal yang penting. Gangguan
pada fisik berupa nyeri dan infeksi adalah stresor itu sediri,
tanpa penghentian atau meredakan nyeri, infeksi ini dapat
memperburuk efek stimulus awal. Jika terdapat stresor fisik atau
fisiologis dapat menggunakan teknik relaksasi, biofeedback, dan
terapi visualisasi. Olahraga juga dapat meningkatkan pelepasan
endorfin yang dapat mengurangi dampak stresor.
d) Cara lainnya yang digunakan dengan menilai stresor mana
yang potensial bagi hidup. Bagi stresor potensial yang tidak
dapat disingkirkan dapat menggunakan teknik efektif. Pertama
ikuti teknik relaksasi, bernafas dan visualisasi secara ketat.
Setelah beberapa minggu, akan muncul ketenangan dan
mampu mengubah pandangan anda tentang dunia sebagai
hasil menangani stress.
e) Relaksasi progresif yaitu teknik yang berfokus pada relaksasi
otot. Relaksasi progresif dapat dilakukan dengan cara
mengontrol telentang ditempat tidur atau bersandar pada kursi
yang nyaman atau tipe kursi yang yang dapat digunakan untuk
menyangga kepala.
f) Sikap yang positif, gaya hidup sehat, tidur yang cukup, diet yang
cukup serta bauh-buahan dan sayur-sayuran yang cukup
mampu mengurangi stress

C. Tinjauan Umum tentang Stroke Berulang


1. Defenisi Stroke
Penyakit stroke adalah gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke
otak mengalami gangguan (berkurang) sehingga mengakibatkan nutrisi
dan oksigen yang dibutuhkan otak tidak terpenuhi dengan baik (Arum,
2015).
Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya di Indonesia
(Harris, et al., 2018).
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak
terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah sehingga
terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di otak dan stroke
merupakan kondisi yang serius sehingga membutuhkan penanganan
cepat (Anies, 2018).
2. Klasifikasi Stroke
a. Stroke Iskemik
Menurut Yuniewati dan Amin dan Hardi (2015). Stroke
iskemia adalah keadaan dimana tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan terhentinya seluruh atau sebagian aliran
darah menuju otak. Stroke iskemik secara umum disebabkan
oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar
maupun yang kecil. Menurut Amin dan Hardi (2015), stroke
iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Stroke Trombolitik yaitu proses terbentuknya thrombus
yang membuat menggumpal.
2) Stroke Embolik yaitu tertutupnya pembuluh arteri oleh
bekuan darah.
3) Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah ke
seluruh tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Sitroke Hemorargik
Menurut Yuniewati dalam Amin dan Hardi (2015), stroke
hemorargik disebabkan oleh perdarahan didalam jaringan otak.
Stroke hemorargik merupakan stroke yang paling mematikan
dan merupakan sebagian kecil dari keseluruhan stroke yaitu
sebesar 10-15% untuk perdarahan intercerebrum dan sekitar
5% untuk perdarahan subarachnoid.
Menurut Amin dan Hardi (2015), stroke hemorargik dibagi
menjadi 2 jenis yaitu:
1) Hemorargik Intraserebral yaitu perdarahan yang terjadi di
dalam jaringan otak.
2) Hemorrgik Subaraknoid yaitu perdarahan yang terjadi
pada ruang subaraknoid.
3. Etiologi Stroke

Menurut Smeltzer (2001) yang dikutib dalam Ariani (2014).


Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian
yaitu sebagai berikut.
a. Thrombosis serebral.
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
adalah penyebab utama thrombosis serebral yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda thrombosis
serebral bervarians. Sakit kepala adalah onset yang tidak
umum.beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan
kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami onset yang tidak
dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral atau embolisme
serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi denga
tiba-tiba; dan kehiangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului onset paralis
berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral.
Embolus biasanya menyambut arteri serebrall tengah atau
cabang-cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset
hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia, tanpa
afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan
penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
ebolisme serebral.
c. Iskemia serebral.
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke
otak.
d. Hemoragi serebral.
1) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah
kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan
segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain,
dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan
hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural
biasanya jembatan vena robek. Oleh karena itu, periode
pembentukan hematoma lebih ama dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi sebdural kronik tanpa menunjukkan
tanda atau gejala.
3) Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat
trauma atau hipertensi, tetapi penyabab paling sering
adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi
dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.
4) Hemoragi intraserebral adalah perdarahan di substansi
dalam otak, paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral disebabkan oleh
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan rupture pembuluh darah. biasanya onset
tiba-tiba, dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologic yang terjadi
dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas
pada tanda vital.
4. Patofisiologi stroke
Menurut Hudda (2016), dalam bukunya menjelaskan patofisiologi
stroke yaitu Stroke Iskemik dan Stroke Hemorgik:
a. Stroke Iskmik
Stroke iskemik adalah stroke yang terjadi karena
penyumbatan disebabkan oleh tertutupnya pembuluh darah
oleh sumbatan secara cepat dan mendadak pada pembuluh
darah otak sehingga aliran darah terganggu. Jaringan otak yang
kekurangan oksigen akan menurun fungsinya. Thrombus
(penyumbatan) seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia
pada jaringan di otak dan dapat membuat kerusakan jaringan
neuron disekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia.
Sumbatan emboli yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam
sistem peredaran darah. biasanya di dalam jantung atau
sebagai komplikasi dari fibrilasi atrium yang terlepas dan
masuk ke sirkulasi darah otak, dapat pula mengganggu sistem
sirkulasi otak, yang dapat menyebabkan defisit neurologis.
Defisit neurologis dari stroke iskemik tidak hanya bergantung
pada luas daerah inti dan penumbra saja tetapi juga pada
kemampuan sumbatan menyebabkan kekakuan pembuluh
darah atau vasospsme.
b. Stroke Hemorargik
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah yang disertai ekstravasasi / rembesan darah ke jaringan
otak yang mengakibatkan penyebab non-traumatis. Stroke
perdarahan sering terjadi pada pembuluh darah yang lemah.
Ektravasasi darah ke jaringan otak ini berpotensi merusak
jaringan sekitar melalui kompresi jaringan akibat dari perluasan
hematoma.
Ekstravasasi darah ke jaringan otak terjadi dalam waktu
beberapa jam dan jika area ekstravisasi luas maka akan
mempengaruhi jaringan sekitarnya melalui peningkatan tekanan
intracranial. Tekanan tersebut dapat menyebabkan hilangnya
suplai darah ke jaringan yang terkena dan pada akhirnya dapat
menghasilkan infark.
Selain itu darah yang keluar selama ekstravasasi memiliki
efek toksik pada jaringan otak yang dapat menyebabkan
inflamasi pada jaringan otak. Peradangan jaringan otak dapat
menyebabkan cedera otak sekunder setelahnya. Proes dan
onset yang cepat pada stroke perdarahan yang cepat.
Penanganan yang cepat dan tepat menjadi hal ang penting.

5. Tanda dan Gejala Stroke


Pentingnya mengetahui tanda dan gejala stroke secara dini, akan
memberikan peluang besar untuk menyelamatkan hidup dari stroke.
Tanda dan gejala stroke yaitu mati rasa tiba-tiba atau kelemahan di
wajah, lengan, atau kaki, terutama disatu sisi tubuh, kesulitan
berbicara, atau kesulitan memahami ucapan. Tiba-tiba kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, kesulitan pada saat berjalan, pusing,
kehilangan keseimbangan, atau kurangnya koordinasi, dan mengalami
sakit kepala berat mendadak tanpa sebab yang diketahui (Centers for
Disease Control and Prevention, 2018).
Tanda dan gejala stroke dapat diketahui dengan menggunakan
singkatan “FAST” yaitu Face drooping, Arm weakness, Speech
Dificulty, dan Time. Face dropping (wajah tidak simetris) yaitu pada
saat tersenyum separuh wajah tampak susah digerakan. Arm
weakness (kelemahan lengan) yaitu pada saat mengangkat kedua
lengan akan merasa lemah. Speech Dificulty (kesulitan berbicara) yaitu
pada saat berbicara kesulitan dalam mengutarakan kata-kata atau pelo,
dan yang terakhir yaitu Time to call dengan tidak menunda pengobatan
ke rumah sakit (American Stroke Association , 2018).

6. Pemeriksaan Diagnostik Stroke


Menurut Amin dan Huda (2015), pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan agar dapat menegakkan diagnose stroke adalah:
a. Angiografi Serebri untuk membantu menentukan penyebab dari
stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya rupture dan untuk mencari perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal Pungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Imaging Resnance
(MRI).
c. USG Doppler untuk mengidentifikasi adanya penyakit
arteriovena (masalah sistem karotis).

7. Penatalaksanaan Medis Stroke


Menurut Oktavianus (2014), penatalaksanaan medis pasien stroke
adalah:
a. Stroke Hemoragik (SH) / Intra Cerebral Hemoragik (ICH)
1) Observasi dan tirah baring terlalu lama.
2) Mungkin diperlukan ligase pembuluh yang pecah dan
evakuasi hematom secara bedah.
3) Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
4) Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotic.
5) Metode-metode untuk menurunkan tekanan intrakranium
termasuk pemberian diuretic dan obat inflamasi.
6) Intervensi bedah digunakan hanya bila lesi terus meluas
dan menyebabkan penyimpangan neurologis lanjut.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH) / Cerebero Vaskuler Accident
(CVA), untuk penatalaksanaan ini digunakan pedoman 5B yaitu:
1) Breathing : harus dijaga agar jalan nafas bebas dan
bahwa fungsi paru-aru cukup baik. Pengobatan engan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang..
2) Brain : edema otak dan kejang-kejang harus dicegah dan
diatasi. Bila terjadi edema otak, dapat dilihat dari
keadaan penderita yang mangantuk, adanya bradikari
atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan
monitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul
dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3) Blood : pengobatan hipertensi pada fase akut dapat
mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah
iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup
baik untuk metabolism otak. Pemberian infus glukosa
harus dicegah karena akan menambah terjadinya
asidosis di daerah infark yang ini akan mempermudah
terjadinya edema. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4) Bowel : defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari
terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien
gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan
nasogastric tube.
5) Bladder : miksi dan balance cairan harus diperhatikan.
Jangan sampai terjadi retention urinae. Pemasangan
kateter jika terjadi inkontinensia..

8. Komplikasi Stroke
Stroke dapat menyebabkan beberapa dampak jika tidak ditangani
dengan baik. Berikut beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
stroke (Hanas, Lestari & Asni, 2016).
a) Gangguan fungsi kognitif
sebagian besar pasien pasca stroke akan mengalami gangguan
fungsi kognitif. Stroke terjadi akibat adanya proses penyumbatan
pada pembuluh darah serebral dan pecahnya pembuluh darah
sehingga menyebabkan timbulnya lesi di otak. Lesi tersebut
akan mengakibatkan penurunan jumah darah yang mengalir
serta mengangkut oksigen dan glukosa yang penting dalam
proses metabolisme oksidatif di otak. Gangguan kognitif pasca
stroke merupakan salah satu komplikasi stroke yang dapat
terjadi. Gangguan kognitif yang terjadi biasanya berupa
kehilangan memori, penurunan perhatian, konsentrasi, dan
bahasa.
b) Hemiplegia
Hemiplegia atau kelumpuhan salah satu sisi tubuh sering terjadi
setelah mengalami cedera otak terutama diakibatkan oleh
stroke. Hemiplegia merupakan penyebab kecacatan jangka
panjang utama pada pasien stroke sehingga kondisi ini membuat
penderita kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
c) Hemiparesis
Hemiparesis merupakan kelemahan pada satu sisi tubuh.
Kelamahan disatu sisi dapat terjadi pada lengan, tangan, kaki,
dan otot wajah. Jika terjadi kelemahan pada satu sisi tubuh
maka akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari seperti makan, berdandan, dan menggunakan kamar
mandi, hilangnya keseimbangan, kesulitan berjalan, dan
gangguan untuk menangkap objek. Stroke akan mempengaruhi
kelemahan pada satu sisi tubh tergantung pada lokasi otak yang
terganggu. Cedera pada sisi kiri otak yang mengontrol bahasa
dan berbicara akan menyebabkan kelemahan pada sisi kanan
tubuh. Sebaliknya, cedera pada sisi kanan otak yang mengontrol
komunikasi nonverbal dan perilaku akan menyebabkan
kelemahan pada sisi kiri tubuh (NSA, 2018).

9. Stroke Berulang
Stroke berulang merupakan stroke yang terjadi lebih dari satu kali
dan hal yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat
memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan. Bahaya
yang ditimbulkan oleh stroke berulang adalah kecatatan dan bisa
mengakibatkan kematian. (Djuwartini, 2018)
Seseorang yang pernah mengalamu stroke perlu mewaspadai
datangnya stroke berulang. Sekitar 25% orang yang berhasil mengatasi
stroke yang pertama cenderung mengalami stroke berulang dalam
kurun waktu lima tahun. Stroke susulan dapat menyebabkan dampak
yang lebih berat dan sering menyebabkan cacat permanen atau
kematian.
Dalam penelitian Safitri ( 2012), didapatkan data bahwa sebagian
besar pasien stroke telah mengalami setidaknya 2 kali serangan stroke
yaitu 47 orang (79,66%). Serangan stroke ulang pada umumnya
berakibat lebih fatal dibandingkan dengan serangan yang pertama hal
ini diakibatkan oleh kegagalan dalam mengontrol faktor resiko,
khususnya pengendalian terhadap hipertensi dan stress yang
berkepanjangan.
a. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stroke
Berulang.
Stroke berulang dapat terjadi sesaat setelah stroke pertama,
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Stroke tidak
mempunyai penyebab tunggal, melainkan banyak penyebab
yang dapat mempengaruhi seseeorang mengalami stroke.
Berbagai faktor yang terdapat pada seseorang, bisa merupakan
penyebab terjadinya stroke pada suatu ketika, hal tersebut
mengakibatkan seseorang yang sudah pernah mengalami
stroke kemungkinan dapat terjadi seragan kedua (stroke
berulang) apabila faktor-faktor resiko masih tetap ada dan tidak
ditanggulangi dengan baik. Faktor-faktor resiko stroke berulang
antara lain:
1) Hipertensi
Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik menjadi
faktor resiko penyebab terjadinya stroke ulang melalui
tiga cara, yaitu memperburuk aterosklerosis dalam arcus
aorta dan arteri - arteri servikoserebral, menyebabkan
ateriosklerosis dan lipohialinosis dalam diameter kecil
dan arteri serebral, menyokong terjadinya penyakit
jantung (Friday, 2002 yang dikutip dalam Andromeda,
2014). Terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah
otak yang semakin banyak akan memperburuk keadaan
endotel pembuluh darah dan mengganggu aliran darah
menuju jaringan otak. Kemudian hal ini akan
menyebabkan penurunan darah otak sehingga timbul
hipoksia dan bahkan iskemik yang lebih besar pada
jaringan otak dan akirnya terjadi kematian sel saraf
sehingga timbul gejala klinis defisit neurologis.
2) Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan kadar lemak darah
meningkat karena konversi lemak tubuh yang terganggu.
Bagi penderita diabetes mellitus peningkatan kadar
lemak darah sangat meningkatkan resiko penyakit stroke.
Diabetes mempercepat terjadinya arterosklerosis baik
pada pembuluh darah keci (mikroangiopati) maupun
pembuluh darah besar (makroangiopati) diseluruh
pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak dan
jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke
akan memperbesar meluasnya area infark (sel mati)
karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme
glukosa yang dilakukan secara anaerob (oksigen sedikit)
yang termasuk jaringan otak (Junaidi, 2011). Penderita
diabetes mellitus tubuhnya tidak menangani gula secara
tepat, tidak dapat memproses lemak secara efisien dan
akan mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya
hipertensi. Diabetes juga berperan pada kemampuan
tubuh untuk mencegah gumpalan darah beku,
meningkatkan resiko stroke iskemik.
Kelainan jantung sering berhubungan dengan stroke
berulang adalah aterosklerosis, disritmia jantung
khususnya fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik,
infark miokard dan gagal jantung.
3) Kelainan jantung
Penderita dengan kelainan jantung beresiko tinggi
terhadap terjadinya stroke bila dibandingkan dengan
yang tidak mempunyai kelainan jantung. Penyakit jantung
hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat
pada EKG, sangat terkait dengan kenaikan resiko baik
stroke iskemik maupun pendarahan. Lesi dijantung dapat
pula melepaskan emboli ke sirkulasi arterial, seperti
mural thrombus akibat infark yang lama atau thrombus
yang terjadi pada fibrilasi atrium.
4) Merokok
Merokok memberikan konstribusi terbentuknya plak pada
arteri. Asap rokok mengandung beberapa zat berbahaya
yang sering disebut zat oksidator. Zat oksidator ini
menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi
tempat penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol,
penyempitan dan pergeseran arteri diseluruh tubuh
termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga merokok
dapat memicu terjadinya aterosklerosis, mengurangi
aliran darah, dan menyebabkan darah menggumpal
sehingga beresiko terkena stroke (Pinzon & Asanti,
2010).
5) Aktifitas fisisk
Seseorang yang pasif atau kurang aktifitas fisik
cenderung menimbulkan masalah berat badan dan dapat
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang nantinya
memicu terjadinya aterosklerosis bila masalah berat
badan tidak diimbangi dengan olahraga yang cukup.
6) Kepatuhan control
Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya
kedokter atau rumah sakit. Selain kontrol kedokter
penderita stroke harus mengontrol kolesterol, penderita
stroke juga harus mengontrol gula darahnya.
7) Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama
bila disertai dengan dislipedemia dan hipertensi melalui
proses aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur
dan tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai
oksigen secara mendadak di otak. Obesitas juga
membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan
darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes
juga meningkatkan produk sampingan metabolisme yang
berlebihan yaitu oksidan atau radikal bebas (Junaidi,
2011).
8) Stress
Banyak insiden stroke susulan dialami oleh pasien yang
mengalami stress kronis yang tidak dengan baik atau
karena stress akut yang membuat jiwanya terguncang.
Stroke diikuti oleh gangguan psikologis termasuk
gangguan konsep diri yang terjadi karena dua faktor.
Faktor yang pertama adalah pada penderita stroke terjadi
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak yang
menyebabkan jalur komunikasi ke daerah otak tersebut
menjadi terhambat dan gangguan fungsi perasaan
sehingga gangguan suasana perasaan dan tingkah laku.
Selain itu, gangguan psikologis pada pasien stroke juga
disebabkan karena adanya ketidakmampuan pasien
dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan
sebelum terkena stroke. Hal ini terkadang menyebabkan
pasien menjadi merasa dirinya tidak berguna lagi karena
banyaknya keterbatasan yang ada dalam diri pasien
akibat penyakitnya, sehingga terjadi stres.
9) Alkohol
Alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah
sehingga dapat meningkatkan resiko stroke. Minum
alkohol dalam jumlah sedikit pun dapat meningkatkan
tekanan darah, oleh karena itu harus dihindari untuk
seorang yang memiliki riwayat hipertensi karena dapat
menimbulkan komplikasi berat.

b. Pencegahan Stroke Berulang


Pengelolaan faktor resiko sebagai pencegahan terhadap stroke
berulang menjadi aspek penting. Pengelolaan terhadap faktor
resiko hipertensi dapat dilakukan dengan cara berhenti
merokok,menghindari minuman beralkohol, mengonsumsi
makanan sumber protein rendah lemak, mengurangi asupan
garam, memperbanyak makan berserat, mengontrol tekanan
darah, olah raga secara teratur, manajemen stres yang baik
dan mengontrol gula darah dan lemak. Apabila pengelolaan
faktor resiko ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka
kejadian stroke berulang pada pasien juga dapat dicegah.
1) Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan salah satu cara mencegah
terjadinya stroke. Ada banyak alasan yang masuk akal
mengapa harus berhenti merokok, antara lain: bahan
yang terdapat di dalamnya mampu merusak pembuluh
darah, resiko terserang berulang akan berkurang lebih
kecil resikonya terkena serangan jantung.
2) Menghindari Minuman Beralkohol
Ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh minuman
beralkohol, antara lain: minuman beralkohol mengandung
zat adiktif, jika zat ini masuk ke tubuh walau dalam
jumlah yang kecil akan menimbulkan kecanduan yang
luar biasa, minuman beralkohol juga dapat meningkatkan
tekanan darah, jika tekanan darah semakin tinggal dan
tidak terkontrol lama-kelamaan memicu terjadinya stroke,
mengonsumsi minuman beralkohol secara terus menerus
dapat menimbulkan kerusakan saraf otak yang
menyebabkan orang yang mengonsumsi mudah hilang
akal, keseimbangan dan indera peraba menjadi semakin
berkurang kepekaannya serta orang yang mengonsumsi
minuman beralkohol maka tingkah sosialnya menjadi
berkurang, pendiam, emosi meningkat, mudah
tersinggung, melambatnya kemampuan bereaksi, dan
tingkat konsentrasi menurun.
3) Mencari Sumber Protein Yang Rendah Lemak
Sebisa mungkin menghindari daging merah, cobalah
lebih banyak mengonsumsi ikan sebaiknya tidak
memakan kulitnya yang penuh dengan lemak jenuh.
Lemak jenuh dan lemak trans juga dapat menyebabkan
seseorang mengalami gangguan pada pembuluh darah.
Pembuluh darah yang tersumbat karena lemak dapat
menyebabkan stroke. Adanya sumbatan yang terjadi
pada pembuluh darah mengakibatkan aliran darah
menjadi terganggu, termasuk aliran darah yang menuju
ke otak.
4) Mengurangi Konsumsi Garam
Seperti yang diketahui hipertensi merupakan salah satu
penyebab penyakit stroke. Hal penting yang harus
dilakukan adalah mengurangi konsumsi garam agar
terbebas dari stroke. Mengurangi garam dapat
membantu tubuh untuk mengurangi kadar natrium yang
berlebihan di dalam darah.
5) Memperbanyak Makanan Berserat
Fungsi dari serat adalah mengurangi lemak yang ada
didalam aliran darah. Lemak yang tinggi dalam darah
dapat menyumbat pembulu darah. Maka hal terbaik yang
bisa dilakukan adalah memperbanyak makan berserat,
seperti sayuran dan buah.
6) Rutin Memeriksa Tekanan Darah
Tekanan darah harus dikontrol secara rutin, agar tekanan
darah normal, tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Batas tekanan darah adalah 140 mmHg untuk sistol
tekanan tertinggi yang dicapai arteri dan 85 mmHg untuk
diastole tekanan terendah. Pemeriksaan tekanan darah
harus diperiksa dengan cara yang benar.
7) Mengelola Stres
Pengelolaan manajemen stress pasien stroke sangat
penting untuk mencegah terjadinya stroke berulang
kembali, adapun cara mengurangi stres pasca stroke
yaitu perlu adanya dukungan, cinta serta perawatan
penuh dari keluarga yang kuat dalam meningkatkan
kemampuan emosional pasien stroke, perlu adanya
upaya untuk meningkatkan penerimaan diri pasien stroke
karena pada pasien stroke terjadi gangguan
keseimbangan penerimaan diri sehingg Individu yang
memiliki penerimaan kurang baik, cenderung mengalami
stres.
8) Mengontrol Gula Darah Dan Lemak
Diabetes merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya stroke. Diabetes menyebabkan terbentuknya
deposit lemak di dalam arteri, terutama di pembulu-
pembuluh darah kecil di otak yang meningkatkan
kemungkinan pembuluh darah ini tertutup dan
menyebabkan stroke.
Kolesterol adalah molukul sejenis lipid yang ditemukan
dalam aliran darah dan sel tubuh. Kolesterol diproduksi di
hati dan dibutuhkan untuk prosess metabolism tubuh,
seperti membantu pembentukan sel baru dan hormone,
akan tetapi koleterol dalam tubuh tidak boleh berlebih.
Kelebihan kolesterol dapat mengakibatkan penumpukan
lemak dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh
darah. Paada akhirnya, jantung dan otak akan
kekurangan pasokan darah yang dapat menimbulkan
serangan jantung dan stroke. (Puspita, 2015)

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual
Stroke merupakan kelainan yang terjadi pada otak yang
menyebabkan sumbatan dan gangguan pada otak. Stroke dapat
menyerang siapa saja yang dapat mengakibatkan kelumpuhan bahkan
lebih parahnya dapat menyebabkan kematian. Setiap orang yang pernah
mengalami stroke, tidak menutup kemungkinan akan mengalami serangan
stroke serangan berulang. Stroke rekuren atau stroke berulang
merupakan kejadian stroke yang terjadi lebih dari satu kali setelah
serangan stroke yang pertama dan biasanya mengakibatkan prognosa
kelumpuhan serta kecacatan yang lebih parah dari serangan stroke
sebelumnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan stroke berulang
terjadi. Adapun faktor penyebab serangan stroke berulang tersebut
diantaranya hypertensi, diabetes melitus, merokok, gaya hidup/aktifitas
fisisk, konsumsi alcohol, kepatuhan control, obesitas dan stres
berkepanjangan jika faktor resiko diatas tidak dikontrol dan dimanajemen
dengan baik maka akan memicu serrangan stroke berulang.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan serangan
stroke berulang akibat perburukan aterosklerosis yang mengganggu aliran
darah otak sehingga timbul hipoksia bahkan iskemik yang lebih besar
sehingga terjadi kematian sel saraf dimana akan timbul gejala klinis defisit
neurologis bahkan kecacatan permanen. Hipertensi tanpa manajemen
yang baik akan beresiko tinggi menyebabkan stroke berulang.
Stres berkepanjangan juga dapat menyebabkan serangan stroke
berulang hal ini diakibatkan oleh spikologis pasien yang merasa menyerah
terhadap penyakit dan kondisi tubuhnya yang mengalami kecacatan atau
kelumpuhan jangka panjang pasca stroke membuat penderita tidak dapat
melakukan aktivitas dan berperan seperti sebelumnya, rendahnya
motivasi dan harapan sembuh penderita serta kurangnya dukungan dan
perawatan dari keluarga sangat berpotensi menimbulkan beban dan
berujung pada stress. Stres tanpa manajemen yang baik dari keluarga
maupun orang yang merawat pasien akan mengakibatkan perburukan
kondisi pasien.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka peneliti membuat
kerangka konsep penelitian yang digambarkan dalam bentuk bagan
sebagai berikut :
Variabe Independen Variabel Dependen

Hipertensi
Kejadian stroke
berulang
Stress
Tanpa manajemen
Kelainan jantung yang baik

Merokok

Gaya Hidup/Aktifitas
Hiperlipidemia
fisik
Obesitas

Alkoholik

Diabetes melitus
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel Perancu
: Garis penghubung variabel independen
dengan variabel dependen
: Garis penghubung variabel perancu dengan
variabel dependen

B. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konsep yang telah
dikembangkan, maka hipotesis yang dianjurkan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan
kejadian stroke berulang
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara stres dengan
kejadian stroke berulang
C. Definisi Operasional
Tabel 2
N Variabel Definisi Parameter Cara Skala Skor
o Ukur Ukur

1. Indepen Peningkatan Tekanan Alat Rasio Tidak


den: tekanan Sistolik dan ukur : hipertensi : TD
darah Tekanan Spyg <140 Sistolik
Hiperten
persisten diastolik noma dan <90
si
pada mom Diastolik
pembuluh eter
Hipertensi : TD
darah arteri
>140 Sistolik
dan >90
Diastolik321

2. Indepen Suatu Gejala-gejala Kuesi Rasio Ringan: Jika


den : respon dari stress : oner skore ≤ 28
tubuh
Stres a. Gejala Sedang: Jika
terhadap
psikologis skor >28-42
setiap
b. Gejala
tuntutan Berat: Jika skor
fisik
yang > 42
c. Gejala
dihadapi
perilaku
yang
meliputi
respon
psikologi,
fisik dan
perilaku

3 Depend Keadaan Frekuensi Waw Ordin Stroke


dimana kejadian ancar berulang :
en : terjadi stroke lebih a/tan al stroke lebih dari
serangan dari satu kali ya 1 kali dalam
Kejadia
stroke lebih pasca jawab kurun waktu
n stroke
dari satu serangan lebih dari atau
berulan
kali, dalam stroke sama dengan 1
g
kurun waktu pertama tahun post
minimal 1 stroke pertama
tahun post
Stroke tidak
stroke
berulang :
serangan
pertama Stroke tidak
terjadi dalam
waktu lebih dari
atau sama
dengan 1 tahun
post stroke
serangan
pertama.

Anda mungkin juga menyukai