Tanpa Judul
Tanpa Judul
TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu
hipertensi esensial (primer) merupakan hipertensi yang disebakan oleh
gaya hidup yang tidak baik seperti makan yang tidak terkontrol
sehingga menyebabkan berat badan berlebih atau bahkan terjadi
obesitas dimana hal tersebut dapat mencetus terjadinya hipertensi. Dan
hipertensi sekunder, merupakan tekanan darah tinggi akibat dari
seseorang yang mengalami penyakit seperti gagal jantung, gagal ginjal,
dan kerusakan sistem hormon dalam tubuh. Kehamilan, tumor, serta
penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal juga dapat
mengakibatkan terjadinya hipertensi sekunder.
Badan penelitian hipertensi di amerika yaitu Join National Comitten
on Detection Evolution and Treatment of High Blood Pressure
menentukan batasan tekanan darah yang berbeda. Pada orang dewasa
dengan usia 18 tahun dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
3. Etiologi
Hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik . Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu
faktor yang tidak dapat dikontrol dan yang dapat dikontrol.
a) Faktor tidak dapat dikontrol antara lain
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tekanan darah. Hal ini terjadi karena semakin
meningkatnya usia seseorang arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, karena itu darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
darah yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan
tekanan darah meningkat (Novitaningtyas, 2014).
Hilangnya elastisitas jaringan dan arteroklerosis serta
pelebaran pembuluh darah merupakan faktor terjadinya
hipetensi pada usia tua.
2) Genetik
Seseorang yang memiliki riwayat hipertensi kemungkinan
besar akan mengalami penyakit hipertensi. Hal tersebut
terjadi karena gen yang diturunkan oleh orang tuanya.
Hipertensi dapat dijumpai pada penderita kembar
monozigot (satu telur) jika salah satu dari mereka
menderita hipertensi. Hal ini dapat menyatakan bahwa
faktor genetik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor genetik dapat membuat keluarga menderita
hipertensi berhubungan dengan respon neurologis
terhadap stres, kelainan ekskresi, atau mengangkut Na
(Aspiani, 2014).
3) Jenis kelamin
Resiko hipertensi lebih rendah pada wanita dibanding
laki-laki. Akan tetapi perempuan cenderung akan
mengalami peningkatan resiko tekanan darah tinggi pada
saat sesudah menopause yaitu pada usia ≥ 45 tahun. Hal
ini karena adanya hormone esterogen dalam tubuh
wanita yang menjadi faktor pelindung dari penyakit
kardiovaskular. Peran hormone estrogen sebagai
antioksidan adalah untuk mencegah terjadinya oksida
LDL (Low Density Lipoprotein). Selain itu estrogen juga
berperan dalam memperlebar pembuluh darah jantung
sehingga aliran darah menjadi lancar dan suplai oksigen
jantung tercukupi (Kusumastuty dkk, 2016).
b) Faktor dapat dikontrol
1) Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh seperti
mentega, biskuit, produk daging dan krim dapat
meningkatkan tekanan darah. Kolestrol tinggi akan
menyebabkan arteri menyempit dan dapat menyumbat
peredaran darah dalam tubuh (Siringoringo dkk, 2013).
Makanan yang mengandung asupan tinggi natrium dapat
menyebabkan hipertensi melalui mekanisme peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Kelebihan asupan akan meningkatkan cairan ke sel,
dimana air akan bergerak ke arah larutan elektrolit yang
mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma darah dan
akan meningkatkan curah jantung, sehingga tekanan
darah meningkat. Selain itu, asupan tinggi natrium dapat
mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung memompa
lebih keras untuk mendorong volume darah yang
meningkat melalui ruang sempit (Anam & Saputra, 2016).
2) Stres
Stres akan merangsang kelenjar anak ginjal untuk
melepaskan hormon adrenalin serta memacu jantung
berdenyut lebih cepat hingga kuat, dan tekanan darah
menjadi meningkat (Prasetyorini dan Prawesti, 2012).
Apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama maka akan
timbul rangkaian reaksi dari organ tubuh lain. Perubahan
fungsional tekanan darah yang disebabkan stress dapat
menyebabkan hipertrofi kardiovaskular bila berulang
secara intermiten. Begitu pula stress yang dialami
penderita hipertensi, maka akan mempengaruhi
peningkatan tekanan darahnya yang cenderung menetap
atau bahkan dapat bertambah tinggi sehingga
menyebabkan kondisi hipertensi menjadi lebih berat.
Mengalami stres yang berkepanjangan dan disertai tidak
patuhnya penderita dalam mengkonsumsi obat akan
menambah keparahan penyakit hipertensi (Seke dkk,
2016).
3) Obesitas
Obesitas terjadi karena ketidak seimbangan jumlah kalori
di dalam makanan dan minuman yang masuk ke dalam
tubuh lebih besar dibandingkan jumlah kalori yang
dikeluarkan. Seseorang dikatakan obesitas apabila
Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30. Semakin besar IMT
seseorang, maka semakin meningkat volume darah yang
diperlukan untuk memasok O2 serta makan ke dalam
jaringan tubuh. Dinding arteri akan mendapatkan tekanan
lebih besar dan menyebabkan jantung bekerja lebih
keras dibandingkan sebelumnya sehingga tekanan darah
menjadi meningkat (Ponto dkk, 2016).
4) Aktifitas fisik
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktifitas fisik dan lebih
rendah ketika beristirahat. Selama melakukan aktifitas
fisik, otot membutuhkan energy diluar metabolisme untuk
bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energy untuk mengantarkan zat-zat gizi dan
oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-
sisa dari tubuh (Anam dan Saputra, 2016). Seseorang
yang kurang melakukan aktivitas dan olahraga maka
akan menyebabkan pembuluh darah dalam tubuh
menjadi kurang elastis dan akan mengalami pertahanan
atau penyumbatan di dalamnya. Orang yang tidak aktif
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantingnya harus bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot
jantung harus memompa, makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri.
5) Merokok
Nikotin yang terdapat dalam tembakau menyebabkan
peningkatan tekanan darah setelah hisapan pertama.
Selain dari durasi merokok, risiko muncul tergantung dari
seberapa banyak rokok yang dihisap. Konsumsi rokok
lebih dari satu pack perhari maka memiliki resiko 2 kali
lebih rentan terjadinya hipertensi dibandingkan dengan
yang tidak merokok (Jatmika dan Maulana, 2015).
6) Konsumsi Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan hipertensi karena terjadi
penimbunan lemak di dalam hati sehingga
mengakibatkan gangguan aliran darah dalam hati
sehingga menyebabkan adanya tekanan yang
menyebabkan hipertensi vena porta. Proses penimbunan
lemak dalam hati juga mengganggu aliran lemak tubuh
sehingga terjadi penimbunan flak yang elastisitas
pembuluh darah terganggu.
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Aspiani, 2014) pemeriksaan penunjang pada penderita
hipertensi antara lain :
a) Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim
ginjal
2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi
karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut
3) Darah perifer lengkap
4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa)
b) Elektrokardiografi
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miokard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
c) Foto Rontgen
1) Bentuk dan besar jantung noothing dari iga pada
koarktasi aorta
2) Pembendungan, lebarnya paru
3) Hipertrofi parenkim ginjal
4) Hipertrofi vascular ginjal
6. Komplikasi
Menurut Tryanto (2014) terdapat beberapa komplikasi karena
hipertensi, antara lain :
a) Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi karena tekanan darah tinggi di
otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah
selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi. Stroke dapat
terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah
ke area otak yang diperdarahi berkurang, arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b) Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri coroner yang arterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melewati
pembuluh darah. Pada hipertensi kronis hipertrofi, kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c) Gagal jantung
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus,
aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,
yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d) Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan keruang interstisial di seluruh susunan
saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta
kematian.
e) Kejang
Dapat terjadi pada wanita pre eklamsia, bayi yang lahir mungkin
berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,
kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan faktor resiko dilakukan dengan cara pengobatan
secara non-farmakologis, antara lain :
a) Penurun berat badan
Mengatasi obesitas pada sebagian orang dengan cara
menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan
volume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukkan bahwa
obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi ventrikel kiri.
Jadi, penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif
untuk menurunkan tekanan darah.
b) Pengaturan diet/pola makan
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat
dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal
gantung dan dapat memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri.
Beberapa diet yang dianjurkan :
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan
tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan
pengurangan konsumsi stimulasi sistem renin-
angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-
100 mmol atau setara dengan 3-5 gram perhari.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah
tetapi mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium
secara intervensi dapat menyebabkan vasodilatasi, yang
dipercaya dimediasi oleh oksida nitrat pada dinding
vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya
jantung coroner.
c) Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
keadaan jantung, olahraga isotonik dapat juga meningkatkan
fungsi endotel, vasodilatasi perifer dan mengurangi katekolamin
plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali
dalam 1 minggu sangant dianjurkan untuk menurunkan tekanan
darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL (High Density
Lipoprotein), yang dapat mengurangi terbentuknya
arterosklerosis akibat hipertensi. Aktivitas fisik dapat
menyebabkan aliran darah meningkat sehingga dapat
diproduksinya Nitrit Oksida (NO). Nitrit Oksida akan
merangsang pembentukan Endothelial Derife Relaxin Factor
(EDFR) yang berfungsi sebagai vasodilatasi atau melebarkan
arteri. Aktivitas fisik yang senantiasa aktif dan teratur akan
menyebabkan pembuluh darah cenderung lebih elastis
sehingga akan mengurangi tahanan perifer.
Aktivitas fisik yang teratur akan menyebabkan kerja jantung
menjadi lebih efisien sehingga curah jantung akan berkurang
dan akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Malakukan
olahraga berhubungan dengan dengan tekanan darah dikatakan
bahwa peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah sistolik sebanyak 5-10 mmHg dan diastolic sebanyak 1-6
mmHg (Wahyuddin & Andajani, 2016).
d) Management Stres
1) Terapi tertawa
Terapi tawa adalah salah satu cara untuk mencapai
kondisi rileks. Desinta, 2011 menjelaskan dengan tertawa
dapat meningkatkan sistem kerja syaraf parasimpatis
yang dapat membuat tubuh lebih rileks. Kondisi rileks
dapat diperoleh setelah melakukan tawa, serta dengan
tawa dapat menurunkan level stres. Pada saat tertawa
individu akan mengasup oksigen yang lebih banyak,
sehingga membuat tubuh menjadi lebih rileks dan dapat
menurunkan hormon adrenalin dan epinephrine. Kondisi
tubuh yang demikian akan membuat tubuh terhidar dari
masalah psikologis seperti burnout yang menyebabkan
kelelahan emosional, fisik, maupun mental.
2) Terapi relaksasi nafas dalam
Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik
pernafasan yang dirancang dan dijalankan untuk
mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien dan
untuk mencapai mengurangi kerja bernafas. Latihan
pernafasan dapat meningkatkan pengembangan paru
sehinggga ventilasi alveoli meningkat dan akan
meningkatkan konsentrasi oksigen dalam darah sehingga
kebutuhan oksigen terpenuhi. Latihan nafas dalam ini
akan membantu tubuh menjadi lebih rileks, karena saat
bernafas dalam-dalam, otak akan menerima pesan untuk
tenang. Otak kemudian akan melanjutkan pesan yang
sama ke seluruh tubuh. Latihan pernafasan juga akan
membantu membersihkan pikiran, karena sirkulasi tubuh
membaik dan lebih banyak oksigen mengalir ke otak.
3) Terapi Musik
Teknik ini digunakan untuk menyembuhkan suatu
penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama
tertentu. Jenis music yang digunakan dalam terapi music
dapat disesuaikan dengan keinginan, misalnya music
klasik, instrumentalia, music ber irama santai, orchestra
dan music modern lainnya.
Penatalaksanaan medis pada penderita hipertensi adalah sebagai
berikut :
a) Terapi oksigen
b) Pemantauan hemodinamik
c) Pemantauan jantung
d) Obat-obatan :
1) Diuretik
2) Penyekat saluran kalsium menurunkan konsentrasi otot
polos jantung atau arteri dengan mengintervensi infulks
kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi
3) Penghambat enzim mengubah angiotensin II atau
inhibitor ACE berfungsi menurunkan angiotensin II
dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
4) Antagonis (penyekat) reseptor beta (β- Blocker)
5) Angiotensin reseptor alfa (α – Blocker)
6) Vasodilator arteriol
7) Hipertensi gestasional dan preeklamsia-eklamsia
membaik setelah bayi lahir (Brunner & Suddart, 2002
yang dikutip dalam Aspiani, 2014)
2. Tingkat stress
Tingkat stres yaitu hasil penilaian derajat stres yang dialami
individu. Tingkat stres dapat digolongkan menjadi stres normal, stres
ringan, stres sedang, stres berat dan sangat berat (American
Pyschological Association, 2018).
a) Stres Normal
Stres normal adalah stres yang bisa berkontribusi positif.
Jumlah stres yang cukup atau normal sangat perlu karena bisa
mengaktifkan kinerja otak. Stres bisa menyebabkan
berfungsinya beberapa sistem memori pada otak manusia.
Stres normal merupakan bagian alamiah dari kehidupan
misalnya kelelahan setelah mengerjakan tugas dan takut tidak
lulus ujian.
b) Stres Ringan
Stres ringan adalah bentuk stres yang paling umum dan dapat
muncul dalam kehidupan siapapun. Stres ringan tidak merusak
aspek fisiologis dari seseorang dan bisa diobati atau dikelola
jika tidak dialami terus menerus. Gejala yang paling umum
adalah gangguan emosional berupa kombinasi kemarahan atau
lekas marah, kecemasan dan depresi. Respon tubuh sementara
menyebabkan peningkatan tekanan darah, detak jantung yang
cepat, telapak tangan berkeringat, palpitasi jantung, pusing,
sakit kepala migrain, tangan atau kaki dingin, sesak napas dan
nyeri dada yang terjadi dalam hitungan menit atau jam.
c) Stres Sedang
Stres sedang dapat diakibatkan oleh perginya orang terdekat,
harapan yang belum tercapai, akibat beban kerja, dan merasa
khawatir tanpa henti. Seorang yang mengalami stres tingkat
sedang akan lebih mudah marah karena hal sepele, sulit
bersantai, mudah kesal, sulit beristirahat, gelisah, dan mudah
tersinggung. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh stres sedang
anatar lain sakit kepala, migrain, hipertensi, nyeri dada, dan
penyakit jantung yang dpaat berlangsung selama beberapa hari.
d) Stres Berat
Stres berat dapat diakibatkan oleh faktor ekonomi, disfungsional
keluarga, terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkan atau
dalam pekerjaan yang tidak disukai. Stres berat membuat
seseorang tidak pernah melihat jalan keluar dari suatu masalah
yang akan menyebabkan tekanan yang tak henti-hentinya
terjadi dalam kehidupan individu sehingga menyerah untuk
mencari solusi. Stres kronis dapat membuat seseorang
melakukan tindakan yang tidak diinginkan seperti bunuh diri.
e) Stres Sangat Berat
Stres sangat berat merupakan situsi kronis yang terjadi dalam
beberapa bulan dengan kurun waktu yang tidak dapat
ditentukan. Biasanya ditemukan kepada seseorang yang hidup
cenderung pasrah dan tidak memiliki motivasi untuk hidup.
Seseorang dalam tingkat stres ini biasanya teridentifikasi
mengalami depresi berat kedepannya.
3. Tahapan Stres
Gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena
perjalanan stres timbul secara lambat. Stres baru dirasakan ketika
tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya
sehari-hari di rumah, tempat kerja ataupun lingkungan sosialnya
(Hawari, 2016).
a) Stres Tahap 1
Stres tahap 1 merupakan stres yang paling ringan, dan
biasanya disertai perasaan sebagai berikut :
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
2) Penglihatan yang tajam, tidak sebagaimana biasanya.
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi
dihabiskan (all out) disertai dengan rasa gugup yang
berlebihan pula.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin
bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan
energi semakin menipis.
b) Stres Tahap II
Pada tahap ini banyak stres yang bermula menyenangkan,
keluhan pada tahap I mulai menghilang dan timbul keluhan
yang disebabkan cadangan energi tidak cukup sepanjang hari
karena tidak cukup beristirahat. Istirahat dengan tidur yang
cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan
energi yang mengalami kekurangan. Keluhan yang muncul
pada tahap 2 antara lain :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya
merasa segar.
2) Merasa mudah lelah setelah makan siang.
3) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort)
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-
debar)
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
7) Tidak santai
c) Stres Tahap III
Bila seseorang memaksakan diri dalam pekerjaan tanpa
menghiraukan keluhan tahap II maka individu tersebut akan
merasakan keluhan sebagai berikut :
1) Gangguan lambung dan usus, misal maag (gastritis),
buang air besar tida teratur (diare)
2) Ketegangan otot-otot semakin terasa
3) Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misal sukar untuk
memulai masuk tidur atau early insomnia, terbangun
tengah malam dan sukar kembali untuk tidur (middle
insomnia), atau bangun terlalu pagi dan tida kdapat tidur
kembali (late insomnia)
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan sempoyongan dan
terasa mau pingsan).
d) Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV akan muncul keluhan :
1) Terasa amat sulit untuk bertahan sepanjang hari
2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan
mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespons secara
memadai (adequate)
4) Ketidak mampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi yang
menegangkan
6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada
semangat dan kegairahan g. Daya konsentrasi dan daya
ingat menurun
7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya.
e) Stres Tahap V
Bila stres berlanjut maka akan timbul keluhan :
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam
(Physical and psychological exhaustion)
2) Ketidak mampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
sehari-hari yang ringan dan sederhana
3) Gangguan sistem pencernaan semain berat (gastro-
intestinal disorder)
4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang
semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f) Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimak dimana seseorang
mengalami gangguan panik (panic attack) dan perasaan takut
mati. Keluhan stres tahap VI adalah :
1) Debaran jantung teramat keras
2) Susah bernafas (sesak dan megap-megap)
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin, dan keringat
bercucuran
4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
5) Pingsan atau kolaps (collapse).
6. Manajemen stress
Berikut cara mengatasi dan mengurangi dampak stres (Donsu,
2017), yaitu :
a) Manajemen stres dapat dilakukan melalui pendidikan
kesehatan. Pendidikan kesehatan diberikan selama pasien sakit
baik kepada keluarga maupun kepada pasien jika pasiennya
mampu. Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat berupa
menggunakan alat bantu berupa buku mengenai petunjuk
perawatan pasien stroke di rumah, Yang berisi pengetahuan
tentang penyakit stroke, stres pada stroke serta cara
menurunkan stress, perilaku adaptif pasca stroke serta cara
perawatan pasien stroke.
b) Apabila stresor memiliki komponen psikologis, individu didorong
untuk membicarakan tentang kekhawatirannya dengan
keluarga, teman atau ahli terapis. Penelitian menunjukkan,
walaupun hanya satu orang untuk berbagi cerita dan berbicara
dapat mengurangi efek stres akut.
c) Apabila stresornya fisik, maka intervensi untuk mengurangi
nyeri dan mencegah infeksi adalah hal yang penting. Gangguan
pada fisik berupa nyeri dan infeksi adalah stresor itu sediri,
tanpa penghentian atau meredakan nyeri, infeksi ini dapat
memperburuk efek stimulus awal. Jika terdapat stresor fisik atau
fisiologis dapat menggunakan teknik relaksasi, biofeedback, dan
terapi visualisasi. Olahraga juga dapat meningkatkan pelepasan
endorfin yang dapat mengurangi dampak stresor.
d) Cara lainnya yang digunakan dengan menilai stresor mana
yang potensial bagi hidup. Bagi stresor potensial yang tidak
dapat disingkirkan dapat menggunakan teknik efektif. Pertama
ikuti teknik relaksasi, bernafas dan visualisasi secara ketat.
Setelah beberapa minggu, akan muncul ketenangan dan
mampu mengubah pandangan anda tentang dunia sebagai
hasil menangani stress.
e) Relaksasi progresif yaitu teknik yang berfokus pada relaksasi
otot. Relaksasi progresif dapat dilakukan dengan cara
mengontrol telentang ditempat tidur atau bersandar pada kursi
yang nyaman atau tipe kursi yang yang dapat digunakan untuk
menyangga kepala.
f) Sikap yang positif, gaya hidup sehat, tidur yang cukup, diet yang
cukup serta bauh-buahan dan sayur-sayuran yang cukup
mampu mengurangi stress
8. Komplikasi Stroke
Stroke dapat menyebabkan beberapa dampak jika tidak ditangani
dengan baik. Berikut beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
stroke (Hanas, Lestari & Asni, 2016).
a) Gangguan fungsi kognitif
sebagian besar pasien pasca stroke akan mengalami gangguan
fungsi kognitif. Stroke terjadi akibat adanya proses penyumbatan
pada pembuluh darah serebral dan pecahnya pembuluh darah
sehingga menyebabkan timbulnya lesi di otak. Lesi tersebut
akan mengakibatkan penurunan jumah darah yang mengalir
serta mengangkut oksigen dan glukosa yang penting dalam
proses metabolisme oksidatif di otak. Gangguan kognitif pasca
stroke merupakan salah satu komplikasi stroke yang dapat
terjadi. Gangguan kognitif yang terjadi biasanya berupa
kehilangan memori, penurunan perhatian, konsentrasi, dan
bahasa.
b) Hemiplegia
Hemiplegia atau kelumpuhan salah satu sisi tubuh sering terjadi
setelah mengalami cedera otak terutama diakibatkan oleh
stroke. Hemiplegia merupakan penyebab kecacatan jangka
panjang utama pada pasien stroke sehingga kondisi ini membuat
penderita kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
c) Hemiparesis
Hemiparesis merupakan kelemahan pada satu sisi tubuh.
Kelamahan disatu sisi dapat terjadi pada lengan, tangan, kaki,
dan otot wajah. Jika terjadi kelemahan pada satu sisi tubuh
maka akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari seperti makan, berdandan, dan menggunakan kamar
mandi, hilangnya keseimbangan, kesulitan berjalan, dan
gangguan untuk menangkap objek. Stroke akan mempengaruhi
kelemahan pada satu sisi tubh tergantung pada lokasi otak yang
terganggu. Cedera pada sisi kiri otak yang mengontrol bahasa
dan berbicara akan menyebabkan kelemahan pada sisi kanan
tubuh. Sebaliknya, cedera pada sisi kanan otak yang mengontrol
komunikasi nonverbal dan perilaku akan menyebabkan
kelemahan pada sisi kiri tubuh (NSA, 2018).
9. Stroke Berulang
Stroke berulang merupakan stroke yang terjadi lebih dari satu kali
dan hal yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat
memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan. Bahaya
yang ditimbulkan oleh stroke berulang adalah kecatatan dan bisa
mengakibatkan kematian. (Djuwartini, 2018)
Seseorang yang pernah mengalamu stroke perlu mewaspadai
datangnya stroke berulang. Sekitar 25% orang yang berhasil mengatasi
stroke yang pertama cenderung mengalami stroke berulang dalam
kurun waktu lima tahun. Stroke susulan dapat menyebabkan dampak
yang lebih berat dan sering menyebabkan cacat permanen atau
kematian.
Dalam penelitian Safitri ( 2012), didapatkan data bahwa sebagian
besar pasien stroke telah mengalami setidaknya 2 kali serangan stroke
yaitu 47 orang (79,66%). Serangan stroke ulang pada umumnya
berakibat lebih fatal dibandingkan dengan serangan yang pertama hal
ini diakibatkan oleh kegagalan dalam mengontrol faktor resiko,
khususnya pengendalian terhadap hipertensi dan stress yang
berkepanjangan.
a. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stroke
Berulang.
Stroke berulang dapat terjadi sesaat setelah stroke pertama,
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Stroke tidak
mempunyai penyebab tunggal, melainkan banyak penyebab
yang dapat mempengaruhi seseeorang mengalami stroke.
Berbagai faktor yang terdapat pada seseorang, bisa merupakan
penyebab terjadinya stroke pada suatu ketika, hal tersebut
mengakibatkan seseorang yang sudah pernah mengalami
stroke kemungkinan dapat terjadi seragan kedua (stroke
berulang) apabila faktor-faktor resiko masih tetap ada dan tidak
ditanggulangi dengan baik. Faktor-faktor resiko stroke berulang
antara lain:
1) Hipertensi
Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik menjadi
faktor resiko penyebab terjadinya stroke ulang melalui
tiga cara, yaitu memperburuk aterosklerosis dalam arcus
aorta dan arteri - arteri servikoserebral, menyebabkan
ateriosklerosis dan lipohialinosis dalam diameter kecil
dan arteri serebral, menyokong terjadinya penyakit
jantung (Friday, 2002 yang dikutip dalam Andromeda,
2014). Terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah
otak yang semakin banyak akan memperburuk keadaan
endotel pembuluh darah dan mengganggu aliran darah
menuju jaringan otak. Kemudian hal ini akan
menyebabkan penurunan darah otak sehingga timbul
hipoksia dan bahkan iskemik yang lebih besar pada
jaringan otak dan akirnya terjadi kematian sel saraf
sehingga timbul gejala klinis defisit neurologis.
2) Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan kadar lemak darah
meningkat karena konversi lemak tubuh yang terganggu.
Bagi penderita diabetes mellitus peningkatan kadar
lemak darah sangat meningkatkan resiko penyakit stroke.
Diabetes mempercepat terjadinya arterosklerosis baik
pada pembuluh darah keci (mikroangiopati) maupun
pembuluh darah besar (makroangiopati) diseluruh
pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak dan
jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke
akan memperbesar meluasnya area infark (sel mati)
karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme
glukosa yang dilakukan secara anaerob (oksigen sedikit)
yang termasuk jaringan otak (Junaidi, 2011). Penderita
diabetes mellitus tubuhnya tidak menangani gula secara
tepat, tidak dapat memproses lemak secara efisien dan
akan mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya
hipertensi. Diabetes juga berperan pada kemampuan
tubuh untuk mencegah gumpalan darah beku,
meningkatkan resiko stroke iskemik.
Kelainan jantung sering berhubungan dengan stroke
berulang adalah aterosklerosis, disritmia jantung
khususnya fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik,
infark miokard dan gagal jantung.
3) Kelainan jantung
Penderita dengan kelainan jantung beresiko tinggi
terhadap terjadinya stroke bila dibandingkan dengan
yang tidak mempunyai kelainan jantung. Penyakit jantung
hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat
pada EKG, sangat terkait dengan kenaikan resiko baik
stroke iskemik maupun pendarahan. Lesi dijantung dapat
pula melepaskan emboli ke sirkulasi arterial, seperti
mural thrombus akibat infark yang lama atau thrombus
yang terjadi pada fibrilasi atrium.
4) Merokok
Merokok memberikan konstribusi terbentuknya plak pada
arteri. Asap rokok mengandung beberapa zat berbahaya
yang sering disebut zat oksidator. Zat oksidator ini
menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi
tempat penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol,
penyempitan dan pergeseran arteri diseluruh tubuh
termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga merokok
dapat memicu terjadinya aterosklerosis, mengurangi
aliran darah, dan menyebabkan darah menggumpal
sehingga beresiko terkena stroke (Pinzon & Asanti,
2010).
5) Aktifitas fisisk
Seseorang yang pasif atau kurang aktifitas fisik
cenderung menimbulkan masalah berat badan dan dapat
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang nantinya
memicu terjadinya aterosklerosis bila masalah berat
badan tidak diimbangi dengan olahraga yang cukup.
6) Kepatuhan control
Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya
kedokter atau rumah sakit. Selain kontrol kedokter
penderita stroke harus mengontrol kolesterol, penderita
stroke juga harus mengontrol gula darahnya.
7) Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama
bila disertai dengan dislipedemia dan hipertensi melalui
proses aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur
dan tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai
oksigen secara mendadak di otak. Obesitas juga
membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan
darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes
juga meningkatkan produk sampingan metabolisme yang
berlebihan yaitu oksidan atau radikal bebas (Junaidi,
2011).
8) Stress
Banyak insiden stroke susulan dialami oleh pasien yang
mengalami stress kronis yang tidak dengan baik atau
karena stress akut yang membuat jiwanya terguncang.
Stroke diikuti oleh gangguan psikologis termasuk
gangguan konsep diri yang terjadi karena dua faktor.
Faktor yang pertama adalah pada penderita stroke terjadi
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak yang
menyebabkan jalur komunikasi ke daerah otak tersebut
menjadi terhambat dan gangguan fungsi perasaan
sehingga gangguan suasana perasaan dan tingkah laku.
Selain itu, gangguan psikologis pada pasien stroke juga
disebabkan karena adanya ketidakmampuan pasien
dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan
sebelum terkena stroke. Hal ini terkadang menyebabkan
pasien menjadi merasa dirinya tidak berguna lagi karena
banyaknya keterbatasan yang ada dalam diri pasien
akibat penyakitnya, sehingga terjadi stres.
9) Alkohol
Alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah
sehingga dapat meningkatkan resiko stroke. Minum
alkohol dalam jumlah sedikit pun dapat meningkatkan
tekanan darah, oleh karena itu harus dihindari untuk
seorang yang memiliki riwayat hipertensi karena dapat
menimbulkan komplikasi berat.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konseptual
Stroke merupakan kelainan yang terjadi pada otak yang
menyebabkan sumbatan dan gangguan pada otak. Stroke dapat
menyerang siapa saja yang dapat mengakibatkan kelumpuhan bahkan
lebih parahnya dapat menyebabkan kematian. Setiap orang yang pernah
mengalami stroke, tidak menutup kemungkinan akan mengalami serangan
stroke serangan berulang. Stroke rekuren atau stroke berulang
merupakan kejadian stroke yang terjadi lebih dari satu kali setelah
serangan stroke yang pertama dan biasanya mengakibatkan prognosa
kelumpuhan serta kecacatan yang lebih parah dari serangan stroke
sebelumnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan stroke berulang
terjadi. Adapun faktor penyebab serangan stroke berulang tersebut
diantaranya hypertensi, diabetes melitus, merokok, gaya hidup/aktifitas
fisisk, konsumsi alcohol, kepatuhan control, obesitas dan stres
berkepanjangan jika faktor resiko diatas tidak dikontrol dan dimanajemen
dengan baik maka akan memicu serrangan stroke berulang.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan serangan
stroke berulang akibat perburukan aterosklerosis yang mengganggu aliran
darah otak sehingga timbul hipoksia bahkan iskemik yang lebih besar
sehingga terjadi kematian sel saraf dimana akan timbul gejala klinis defisit
neurologis bahkan kecacatan permanen. Hipertensi tanpa manajemen
yang baik akan beresiko tinggi menyebabkan stroke berulang.
Stres berkepanjangan juga dapat menyebabkan serangan stroke
berulang hal ini diakibatkan oleh spikologis pasien yang merasa menyerah
terhadap penyakit dan kondisi tubuhnya yang mengalami kecacatan atau
kelumpuhan jangka panjang pasca stroke membuat penderita tidak dapat
melakukan aktivitas dan berperan seperti sebelumnya, rendahnya
motivasi dan harapan sembuh penderita serta kurangnya dukungan dan
perawatan dari keluarga sangat berpotensi menimbulkan beban dan
berujung pada stress. Stres tanpa manajemen yang baik dari keluarga
maupun orang yang merawat pasien akan mengakibatkan perburukan
kondisi pasien.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka peneliti membuat
kerangka konsep penelitian yang digambarkan dalam bentuk bagan
sebagai berikut :
Variabe Independen Variabel Dependen
Hipertensi
Kejadian stroke
berulang
Stress
Tanpa manajemen
Kelainan jantung yang baik
Merokok
Gaya Hidup/Aktifitas
Hiperlipidemia
fisik
Obesitas
Alkoholik
Diabetes melitus
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel Perancu
: Garis penghubung variabel independen
dengan variabel dependen
: Garis penghubung variabel perancu dengan
variabel dependen
B. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konsep yang telah
dikembangkan, maka hipotesis yang dianjurkan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan
kejadian stroke berulang
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara stres dengan
kejadian stroke berulang
C. Definisi Operasional
Tabel 2
N Variabel Definisi Parameter Cara Skala Skor
o Ukur Ukur