Anda di halaman 1dari 17

Efektivitas Pelatihan Perilaku Positif Untuk Meningkatkan

Kesejahteraan dan Menurunkan Agresivitas Anak Binaan Lembaga


Pemasyarakatan Kutoarjo Jawa Tengah

Hafsah Budi Argiati


Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta

Abstract
The aim of this research is to know wether the positive behavior will influence
aggresivity and well being of the adolescents offending criminal law who stay in
Kutoarjo prison. This study compared young adult sexual delinquents and violent
offenders via relevant psychological variables of two main areas: (I) anti-social
personality factors (aggression,), and (ii) predisposing personality factors (well
being). Participants are 30 violent and sexual offenders between 12 and 18 years of
age. They were incarcerated in a Kutoarjo youth prison and interviewed during their
prison term. The subjects were gathered in special place in prison. The positive
behavior was trained orally and physically and asked them to do physically by some
examples. T test was used to know the psychological factor's different before and
after positive behavior intervention. Result: There was significant different of the
psychological condition before and after intervention. The youth showed significantly
(p = 0,001) lowering impact behavior and improving their well being.

Key words: aggressive behavior; well being; positive behavor intervention

PENDAHULUAN
Menurunnya kualitas kehidupan moral masyarakat merupakan salah satu
ancaman yang dapat menghalangi proses pendidikan manusia seutuhnya. Dari
perspektif ini, maka optimasi dalam perkembangan moral individu merupakan salah

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 1


satu visi dari investasi aspek sumber daya manusia yang seharusnya dipikirkan secara
sungguh-sungguh guna membentuk masa depan bangsa yang lebih baik.
Tindak kekerasan yang telah terjadi akhir-akhir ini sudah mencapai tingkat
yang membahayakan. Peristiwa pemerkosaan, pencurian hand phone, laptop,
pemalakan, tawuran pelajar, tawuran antar sporter sepak bola sampai pembunuhan
merupakan berita yang seringkali menghiasi media masa yang ada. Berita dari mass
media yang melibatkan remaja remaja antara lain, empat orang siswa salah satu SD
swasta di Jakarta (3 perempuan dan 1 laki-laki) yang melakukan pengeroyokan
kepada salah seorang temannya yang menyebabkan lebam-lebam dan karena sudah
mempunyai penyakit dalam, korban akhirnya meninggal dunia setelah dirawat di
Rumah Sakit selama 2 hari (Kompas, 12 Maret 2007). Sekelompok siswa kelas 3
salah satu SMA swasta di Jember juga melakukan pengeroyokan pada pengawas
Ujian Akhir Nasional karena dianggap terlalu ketat dalam melakukan pengawasan
pada anak, sehingga guru tersebut harus dirawat di Rumah Sakit (Jawa Pos, 19 April
2007). Kakak beradik usia 18 tahun dan 15 tahun mencuri motor yang berakibat tidak
dapat meneruskan sekolah formal (Kedaulatan Rakyat, 29 Juli 2009).
Jumlah angka kasus anak binaan Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo
juga menunjukkan angka yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Jenis kasus yan
paling banyak terjadi adalah pencabulan/kesusilaan kemudian pembunuhan. Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah diperoleh data jenis kasus yang telah
dilakukan anak-anak binaan dan jumlah pelakunya seperti yang tercantum dalam
tabel sebagai berikut :
Dari data mass media cetak maupun elektronik dan data dari Lembaga
Pemasyarakatan Anak Kutoarjo yang telah dipaparkan diatas dapat dilihat adanya
peningkatan kuantitas dan kualitas. Peningkatan secara kuantitas ditunjukkan dengan
semakin banyaknya jumlah anak yang terlibat dalam kriminalitas. Sedangkan
peningkatan secara kualitas ditunjukkan dengan adanya semakin beragamnya
perilaku tindak pidana anak, seperti kasus perkosaan yang dilakukan oleh anak usia
11 tahun yang korbannya lebih dari lima orang anak dengan usia dibawah lima tahun

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 2


dan kasus pengeroyokan yang mengakibatkan kematian korban yang dilakukan oleh
anak usia 8 tahun. Jika keadaan ini dibiarkan dan tidak diberi perhatian khusus, maka
agresivitas yang dilakukan para remaja tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
secara fisikdan dapat mengakibtkan adanya korban jiwa yang lebih banyak lagi.
Seligman, mantan presiden APA (American Psychological Association),
suatu organisasi ilmuwan terbesar di dunia menyatakan pencegahan dan pengendalian
tersebut harus dilakukan oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan tokoh agama,
yaitu dengan mengubah kondisi psikologis remaja, yaitu dengan mengembangkan
emosi positif mereka. Pendapat ini dikuatkan kawan-kawan Seligman, dan
mencetuskan psikologi positif.
Pendapat Seligman ini bukannya tanpa alasan sama sekali. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa perilaku positif yang sifatnya universal, seperti
kejujuran, kasih sayang, kesetiaan, dan kedermawanan, doa, nerupakan faktor-faktor
yang mampu memperbaiki kondisi psikologis individu (Koenig, 2005; Frisby, 2005).
Perilaku agresif yang telah menjadi bagian kepribadian anak akan menjadi
sulit dikendalikan jika tidak dicegah dalam proses perkembangannya. Pencegahan
dan pengendalian tersebut harus dilakukan oleh orang tua, masyarakat, dan
pemerintah. Berdasarkan penelitian Stattin dan Magnusson (dalam Koeswara, 1988)
yang didukung Tremblay (2000) ditemukan bahwa kecenderungan agresivitas di
masa remaja biasanya didahului oleh perilaku agresi di masa kanak-kanak.
Selanjutnya Van Lawick-Godall (dalam Koeswara, 1988) juga mengemukakan bahwa
remaja lebih menunjukkan perilaku agresif dari kanak-kanak dan orang dewasa.
Kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masa kanak-kanak ikut menentukan
perilaku atau kepribadian di masa remaja.
Agresivitas remaja pada dasamya merupakan manifestasi dari pengetahuan
dan pengalaman yang diperolehnya dari hasil proses pengaruh lingkungan sekitar
yang terjadi sejak daya pikir remaja mulai berkembang. Sesuai dengan pola
perkembangan psikologis remaja, mereka lebih cenderung untuk mengidentifikasi
perilaku yang dilihatnya daripada mereka harus berpikir sendiri. Piaget (dalam

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 3


Haditono, 2004) menyatakan bahwa pada akhir masa remaja seperti halnya awal
remaja, kode moral sangat dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok dimana ia
mengidentifikasi diri. Pernyataan ini menunjukkan bahwa lingkungan dimana remaja
dibesarkan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangan kepribadiannya. Hal
ini menunjukkan bahwa apa yang dilihat dan diamati remaja mempunyai
kecenderungan besar untuk ditiru dan kemudian akan dipraktekkan dalam kehidupan
kehidupan sehari-hari. Remaja yang berkecenderungan berperilaku agresif menurut
Wallbot (dalam Basir, 2004) diperkuat untuk berperilaku agresif bila banyak
mengamati perilaku agresif di sekitarnya.
Kesejahteraan yang dulu tidak pernah atau jarang diteliti dalam psikologi,
sekarang menjamur karena nampak manfaatnya dalam mengurangi perilaku negatif
dikalangan remaja maupun dewasa (Emmons dan Mc Cullough, 2003). Emmons dan
Mc Cullough (2003), melakukan eksperimen dengan memberikan kepada sejumlah
mahasiswa untuk selalu menulis nikmat-nikmat yang mereka peroleh tiap hari. Hasil
penelitian menunjukkan emosi positif, kesejahteraan meningkat. Mc Cullough et al.,
(2004) melakukan hal serupa dengan memberi perlakuan memaafkan terhadap
sejumlah mahasiswa. Mereka yang banyak memaafkan ternyata memiliki
kesejahteraan yang lebih tinggi dan agresifitas yang lebih rendah. Karremas et al.,
(2003), menemukan hal yang mirip dengan apa yang ditemukan Mc Collough et al.,
(2004), bahwa perilaku positif (memaafkan) dapat meningkatkan kesejahteraan
psikologis individu (Haidt, 2003).
Diener dan Scollon (2003) menyebut dua komponen utama kesejahteraan
subjektif, yaitu kepuasan hidup dan afek. (1) Afek, perasaan (feeling) dan emosi
(emotion) merupakan bagian integral dari pengalaman manusia. Istilah perasaan
mengarah pada macam-macam emosi dalam aktivitas keseharian (Diener, 2000).
Selanjutnya Tellegen et al., (1998) menyatakan bahwa setiap pengalaman emosional
akan berkaitan dengan aspek afektif atau feeling-tone, yang dapat bervariasi antara
sangat menyenangkan sampai dengan sangat tidak menyenangkan.
Afek negatif menunjuk pada pengertian adanya ketegangan dan

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 4


ketidaknyamanan sebagai akibat dari macam-macam mood yang tidak mengenakkan
seperti marah, direndahkan, tidak disukai, rasa bersalah, takut dan gelisah (Tellegen
et al., 1988). Pendapat serupa dikemukakan oleh Costa dan McCrae (1980) bahwa
emosionalitas, kemarahan dan lemahnya control berhubungan dengan afek negatif
yang tinggi. Kata-kata sifat untuk mengetahui afek negatif seseorang adalah:
distressed (tegang), upset (kecewa), guilty (rasa bersalah), scared (ngeri), hostile
(bermusuhan), irritable (mudah tersinggung), ashamed (malu), jittery (gugup),
nervous (gelisah) dan afraid (takut) (Tellegen et al., 1988). Menurut Costa dan
McCrae (1980), afek positif dan afek negatif saling berdiri sendiri dalam
mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Sepuluh kata sifat yang menunjukkan afek
positif dan sepuluh kata sifat yang menunjukkan afek negatif tersebut dimodifikasi
seperlunya dalam penelitian ini. Tujuannya adalah agar lebih dipahami subjek dan
agar lebih mengungkapkan afeksinya.
PenelitianPerilaku positif saat ini dianggap sangat perlu dilakukan, karena
kemampuannya untuk menununkan agresivitas dan perilaku negatif yang lain
(Fredrickson et al.,2003). Beberapa perilaku positif yang sudah muncul dalam jumal
ilmiah antara lain maaf, bersyukur, empati, dan asertif.

Perilaku Positif
Penelitian Perilaku positif saat ini dianggap sangat perlu dilakukan, karena
kemampuannya untuk menurunkan agresivitas danperilaku negatif yang lain
(Fredrickson et al.,2003). Beberapa perilaku positif yang sudahmunculdalam jumal
ilmiah antara lain maaf, bersyukur, empati, dan asertif. Perilaku aserdf hendaknya
dipandang sebagai mempunyai tempat di suatu kontinum (rangkaian kesatuan).
Dalam mengekspresikan pikiran, pikiran/ perasaan-perasaan dan keyakinan-
keyakinannya dengan cara meminta maaf, berhati-hati/tidak menonjolkan diri.
Perilaku pasif didasarkan pada keyakinan bahwa kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginannya kurang begitu penting dibandingkan kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keingina orang lain. Ciri khusus dari perilaku ini adalah penjelasan-

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 5


penjelasan yang panjang, memberi alasan yang mencela diri, mengambil muka,
berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan
orang lain. Berbeda dengan individu yang memberikan respon agresif yang dominan
dalam banyak situasi individu merasa bahwa hak-haknya lebih penting daripada hak-
hak orang lain. Mengekspresikan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan keyakinan-
keyakinan dengan cara yang kurang pantas dan tidak tepat, meski ia sendiri merasa
bahwa pandangan-pandangannya tepat.
Berdasarkan analisi rasional terhadap latar belakang permasalahan, maka
pelatihan perilaku positif pada anak binaan perlu dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan menurunkan tingkat agresivitas mereka. Penelitian
ini ingin menemukan efektivitas pelatihan perilaku positif untuk menurunkan tingkat
agresivitas dan meningkatkan kesejahteraan Lembaga Pemasyarakatan Anak
Kutoarjo.

Metode
Variable dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependent: 1) Kesejahteraan
2) Agresivitas dan variabel independent: Pelatihan Perilaku Positif. Agresivitas,
perilaku yang berasosiasi negatif yaitu mengarah pada perilaku menyakiti orang lain
baik secara fisik maupun mental yang dianggap sebagai mekanisme untuk
melepaskan energi destruktif sebagai cara melindungi stabilitas intrafisik pelakunya.
Kesejahteraan, menurut Diener (2000) kesejahteraan subjektif dapat didefinisikan
sebagai evaluasi kognitif sendiri merasa bahwa pandangan- dan afektif terhadap
kehidupan pandangannya tepat. Evaluasi kognitif orang yang bahagia berupa
kepuasan hidup yang tinggi, evaluasi afektifnya adalah banyaknya afek positif dan
sedikitnya afek negatif yang dirasakan (Diener et al., 1999).
Pelatihan perilaku positif, merupakan program yang disusun dalam bentuk
pelatihan yang diberikan kepada anak binaan Lembaga Pemasyarakatan Anak
Kutoarjo. Pelatihan dibagi dalam 6 sesi selama 12 jam, dalam waktu 3 hari,dengan
materi yang mengacu pada aspek-aspek perilaku positif berdasarkan yaitu :1)

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 6


Pengelolaan diri positif; 2) ciri-ciri diri; 3) penetapan tujuan; pengelolaan emosi; 4)
rasa syukur; 5) perkembangan pribadi; 6) komunikasi.
Subjek Penelitian, anak binaan Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo yang
berjumlah 30 anak, herusia 10 sampai 18 tahun. Untuk mendapatkan data dengan
Pendekatan Kuantitatif, digunakan Skala Kesejahteraan yang diadaptasi dari Diener
(dalam Myers, 2005) yang sudah digunakan Diponegoro (2005) dan skala Agresivitas
diadaptasi dari Truston (2002) dan sudah digunakan Argiati (2007). Pendekatan
kualitatif : digunakan tehnik; (1) Wawancara mendalam, dilakukan kepada lima anak
binaan yang mempunyai kasus berat, hertujuan untuk mengeksplorasi temuan data-
data di lapangan. (2) Observasi, untuk mengamati anak binaan selama mengikuti
pelatihan, (3) Dokumentasi, jenis-jenis tindak pidana yang dilakukan dan jumlah
hukuman yang harus dijalani anak binaan dan usia, (4) Focus Group Discussion,
dengan diskusi kelompok terfokus responden dapat mengungkapkan masalah-
masalah mereka secara terbuka dan saling tukar informasi.

Rancangan Penelitian
Y1 X1 Y2 KE

Keterangan:
Y1 : pengukuran pretest
Y2 : pengukuran postes
X1: pelatihan perilaku positif

TeknikAnalisis Data:
Secara kuantitatif, menggunakan Uji t Mann Whithney (non parametrik),
karena jumlah subjek yang sedikit (tiga puluh atau kurang). Secara kualitatif,
digunakan metode observasi, wawancara dan Fokus Group Discussion, data dari
basil observasi dan Fokus Group Discussion dianalisis secara deskriptif,

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 7


sedangkan data dari basil wawancara dibuat verbatim.

Persiapan Alat Ukur


Alat ukur yang agresivitas yang digunakan dan diuji coba oleh Argiati (2008)
hasil validitas berkisar antara 0,267 sampai dengan 0,692. Sedangkan reliabilitas
sebesar 0,862. Sedangkan alat ukur kesejahteraan telah diuji oleh Diponegoro
(2004) dengan validitas dilihat dengan validitas isi dan konstruk sedang angka
reliabilitas sebesar 0,925.
a. Penyusunan Materi
Modul pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini disusun penulis,
mengacu pada konsep perilaku positif.
b. Prosedur Penelitian
Materi dalam pelatihan perilaku positif yang dibagi dalam 3 hari, setiap
hari ada 3 sesi, yakni : pengelolaan diri positif, ciri-ciri diri (jendela
Johari), penetapan tujuan, pengelolaan emosi, rasa syukur, refleksi diri,
bermain peran, komunikasi efektif, kerjasama, membuat buku harian :
rasa syukur dan memaafkan, refleksi diri, dan rasa syukur.

HASIL PENELITIAN
Hasil pre tes sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan dan memperoleh rerata
ketahanan dan semua faktor-faktornya lebih rendah daripada pada saat posttest tindak
lanjut. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa hipotesis diterima, yaitu
ada pengaruh yang signifikan pelatihan perilaku positif terhadap peningkatan
kesejahteraan dan penurunan agresivitas pada anak LPA Kutoarjo Jawa Tengah.
Rangkuman hasil Uji-t. hasil uji statistik dengan menggunakan uji t Mann Whithney
nonparametric.

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 8


Group Statistic
agresivitas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
VAR00002 1 30 48.3667 6.27795 1.14619
2 30 35.1000 19.60533 3.57943

T Df Sig. (2-tailed)
agresivitas Equal variances assumed 58 .001
Equal
3.530 variances not 34.885 .001
Assumed 3.530
Ranks

presatu N Mean Sum of Ranks


kesejahteraan 1.00 30 22.1 663.00
Rank
2.00 24 034.2 822.00
Total 54 5
Test Statistics'

Kesejahteraan
Mann-Whitney U 198.000
Wilcoxon W 663.000
Z -2.823
Asymp. Sig. (2-tailed) .005

a. Grouping Variable: presatu


Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan
peningkatan kondisi psikologis (penurunan agresivitas) remaja setelah intervensi
perilaku positif dan sebelum perlakuan.

Evaluasi Terhadap Kegiatan Pelatihan Perilaku Positif

Rerdasarkan angket evaluasi disimpulkan bahwa pada aspek 1 semua peserta

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 9


menilai fasilitator ntenguasai dalam menyampaikan materi. Aspek 2 yaitu penguasaan
fasilitator dalam menjawab masalah dinilai oleh 20 peserta sangat baik, dan 5 peserta
menilai sedang. Aspek 3,25 peserta menilai bahwa mati yang disampaikan fasilitator
sangat jelas dan sangat menarik dan 5 peserta menilai baik. Penggunaan media dan
alat bantu dalam pelatihan ini dinilai sangat baik oleh 25 peserta dan oleh 5 peserta.
Ketrampilan memandu diskusi dinilai sangat baik oleh 19 peserta dan dinilai sedang
oleh 11 peserta. Dua puluh tujuh peserta menyatakan materi pelatihan sangat
memberi manfaat, 3 orang menyatakan bermanfaat bagi mereka.

PEMBAHASAN
Penelitian ini berkaitan dengan psikologis positif yang sekarang sedang
populer dan naik daun. Tujuan psikologis positif adalah membangun kekuatan
dengan meningkatkan kemampuan individu yang mereka punyai. Yaitu memperbaiki
kondisi psikologis dan fisiologis individu dan menumbuhkan kekuatan yang ada di
dalam diri mereka (Snyder and Lopez, 2007). Psikologis positif yang sering dikaitkan
dengan psikologi transpersonal dan psikologi humanistik dan sekarang sedang gencar
digunakan untuk mengatasi berbagai problematika remaja (Engler, 2008).
Intervensi perilaku positif yang dilakukan untuk meningkatkan kondisi
psikologis positif. Intervensi selalu dibungkus dengan kisah nyata yang memang
menjadi sebab-sebab keluarnya (hadis) atau turunnya (asbabunnuzul) peraturan
tersebut, sehingga menimbulkan kekuatan pendorong untuk bertindak adil dan ingin
diberlakukan dengan adil, penuh keberanian, kebenaran, dan transcendental (Hood,
dkk., 2009). Bahkan cinta dan spiritualitas (Rubin, 2008) serta menumbuhkan
moralitas keadilan, dan perilaku positif baik secara penampakan dan praktik adil
(Emmons and Mc Cullough, 2004).
Dampak perilaku positif dapat dilihat dalam kondisi psikologis praktek
kehidupan remaja di lapas sebagai intervensi. Implementasi perilaku positif setelah
penyuluhan adala ketentraman dan ketenangan, rasa tawaddu’ yan teradiasi dalam
ruangan. Ketertiban sholat dan perhatian terhadap mater-materi intervensi pada hari-

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 10


hari berikutnya, dan ketenangan pada sesi berikutnya. Contoh kerja keras remaja yang
dimaksud adalah membantu oranng yang sangat membutuhkan. Kerja keras positif
bila dilihat dari konsep flow akan menghasilkan kondisi psikologis yang lebih baik,
seperti rasa senang, atau emosi positif yang lebih tinggi atau kondisi psikologis yang
lebih baik.
Bersyukur karena tidak dimasa tatkala melakukan tindak kejahatan yang sarat
dengan pelanggaran hukum pidana, baik islam maupun hukum positif. Allah
sebenarnya bisa saja, langsung menghukum dengan cara menyiksa semua kesalahan-
kesalahannya. Tetapi sebagian mereka tidak tedak tertangkap massa, sehingga tidak
mengalami cidera sebagaimana banyak ditemukan dalam kasus-kasus pidana, bahkan
ada yang di hukum sampai mati.
Variasi amal untuk membebaskan diri dari konsekwensi pidana yang
dilanggar, banyak diberikan dalam bentuk kisah keagamaan. Membantu masyarakat
dengan cara membersihkan sepeda motor, membuat batu bata sebagaimana terlihat di
lapangan. Remaja hanya diperintah melaksanakan pengamalan yang is mampu untuk
melakukan. Banyaknya alternative amal, ini menurut teori flow juga dapat
meningkatkan emosi positif atau kesejahteraan psikologis individu (Nettle, 2006).
Flow yang merupakan kajian dalam psikologi positif yang hanyak memiliki
kemiripan dengan ajaran samawi sudah di kembangankan di kalangan remaja sekolah
(Gilman and Furlong, 2009; Snyder and Lopez, 2009). Peneliti jug amempromosikan
syukur, yang saat ini popular dalam kalangan psikologi positif yang juga
dipromosikan di kalangan remaja. Ibid 83 Aktivitas yang diajarkan Qur'an untuk
menaati dan mendukung terlaksananya hukum-hukum Allah juga telah menjadi bahan
penelitian psikologi positif seperti menghitung nikmat (counting blessing), Top of
Form syukur, (Conoley and Conoley, 2009) maaf, dan menikmati alam semesta
(Diener dkk., 2007). Secara khusus (Haidt, 2002) menyebut emosi positif yang
berhubungan dengan menikmati keindahan perbuatan atau keindahan alam dengan
awe, yang aktif menikmati keadaan lingkungannya akan meningkatkan kondisi
psikologis, berupa kepuasan hidup (Post and Neimark, 2007). Csikszentmihalyi

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 11


(2006) juga menunjukkan istilah yang senlpa yaitu wonder. Yang merupakan emosi
yang penting untuk meningkatkan spiritualitas dan kondisi psikologi individu, dan
mendapat perhatian empiris yang banyak dari para psikolog.

Bottom of Form
Perilaku positif dan telah diteliti dalam psikologi positif adalah menceritakan
hal yang positif dalam kehidupan (Gable et al., 2004). Penelitian (Gable et al., 2004)
menunjukkan bahwa menceritakan pengalaman positif seperti Nabi Musa yangsecara
lahir telah melakukan pelanggaran hukum pidana (membunuh orang Mesir) dalam
kerajaan Fir’aun lalu kemudian mohon ampunan dari Allah akan meningkatkan afek
positif individu atau remaja yang mendengarkan. Bersyukur dapat diartikan
mengingat-ingat berbagai hal yang menyenangkan, baik di masa lalu, sekarang dan
masa yang akan datang. Remaja pelanggar hukum pidana yang masuk penjara, masih
sempat bersyukur setelah mereka tahu bahwa pelanggaran mereka dalam islam dapat
menyebabkan mereka menanggung hukuman yang cukup berat, misalnya mereka
yang membunuh dapat mendapat hukuman mati, atau yang memerkosa dapat
dihukum berat. Bila saat ini mereka diberi kesempatan bertobat, hal ini merupakan
sesuatu yang menyenangkan. Mengingat hal-hal yang menyenangkan, menurut
Diener et al., (1999) juga akan meningkatkan afek emosi positif yang selanjutkan
akan memperbaiki kondisi psikologis mereka. Pendekatan perilaku positif yang juga
merupakan penelitian motivatif mendukung keuntungan orientasi tujuan positif,
mereka diminta untuk memfokuskan pada tujuan positif, daripada menghindari suatu
masalah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa memfokuskan diri pada tujuan
positif menimbulkan optimisme daripada menghindari masalah. Misalnya, saya ingin
memiliki hubungan yang hangat dengan penganiaya saya atau orang yang telah
melanggar hak-hak saya daripada saya tidak mau berkelahi dengan penganiaya saya
atau saya tidak mau berpikir lagi tentang hubungan dengan orang itu/penganiaya.
Disini ada unsur memaafkan yang dapat meningkatkan kondisi psikologis individu
maupun fisiologis (Conoley and Conoley, 2009).

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 12


Secara khusus, pengetahuan mengenai kisah-kisah positif, seperti kisah nabi
Muhammad yang meminta orang untuk memaafkan mereka yang seharusnya
mendapat hukuman mati, atau kisah pembunuh yang telah menghabisi 100 orang,
tetapi tetap saja Allah masih menerima taubatnyadan mengampuninya juga akan
meningkatkan kondisi psikologis mereka (Peterson, 2006). Hal ini nampak pada
wajah-wajah yang tenang, penuh harap, dan semangat untuk hidup yamglebih baik
sebagaimana ditemukan dalam catatan harian mereka, yang diberi peneliti.
Memaafkan terhadap penganiaya ternyata menimbulkan efekkondisi psikologis yang
luar biasa (Weiten, 2010). Sebagaimana disebutkan dalam hadis engkau maafkan
orang yang menganiaya kamu, dan melihat peristiwa positif menurut penelitian
psikolog yang tergabung dalam psikologi positif (Haidt, 2003) mampu meningkatkan
emosi positif elevasi. Elevasi (elevation) merupakan salah situ bagian afek positif
individu dengan memahami perilaku positif secara teori akan meningkatkan kondisi
psikologis di penjara dan dimengerti maksudnya akan meningkatkan kondisi
psikologis remaja Lapas dengan cara menurunkan agresivitas dan meningkatkan
emosi positif. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku positif berpengaruh positif terhadap kondisi emosional remaja Lapas
Kutoarjo.
Secara empiris, orang-orang yang menang lotre ternyata kegembiraannya
cepat sirna (Brickman et al, 1978). Dalam intervensi jugamelarang untuk merasa
sedih yang berkepanjangan yang mengarah pads putus asa. Misalnya merasa sudah
terlanjur banyak melanggar hukum positif, kemudian merasa sudah tidak ada lagi
pintu tobat untuk dirinya. Segala sesuatu harus diambil hikmahnya. Pengambilan
hikmah dalam suatu peristiwa dalam penelitian psikologi dapat meningkatkan
kepuasan hidup (Abraido-Lanza et al., 2004). Pelaksanaannya tidaklah sulit, karena
secara alami manusia sangat mudah untuk beradaptasi, walaupun tertimpa musibah
yang cukup besar (Chwalisz, et al., 1988).
Tebusan terhadap pelanggaran Hukum pidana yang berhubungan dengan
manusia mencakup kegiatan-kegiatan memberikan makan dan infaq. Kegiatan-

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 13


kegiatan tersebut tercakup dalam aspek budi pekerti atau akhlaq. Kegiatan yang
secara teori perbandingan (downward comparison) dan temuan empiris berperan
meningkatkan kondisi psikologis individu adalah membantu orang yang kesusahan.
Implikasi perilaku positif yang dalam penelitian psikologi terlihat mampu
meningkatkan kondisi psikologis adalah silaturrohim, yang erat hubungannya dengan
pemaafan dalam hukum pidana. Kata sillaturrohim berarti menyambung kasih sayang
dapat menyambung kohesivitas dan dukungan sosial (Myers, 2003). Dalam ajaran
agama islam juga, individu tidak diperkenankan untuk memutuskan hubungan antar
keluarga, saling membelakangi dan meremehkan orang lain. Walaupun dia secara
hukum dalam bicara yang sama.
Manusia tidak mungkin mencapai kondisi psiklogis yang optimal dengan
berhubungan harmonis terhadap orang lain. Faktor-faktor perilaku positif yang
diasumsikan dapat meningkatkan kepuasan hidup adalah menghormati manusia,
syukur (berterima kasih) terhadap nikmat-nikmat yang kecil, dan mengingat-ingat
nikmat Tuhan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh positif perilaku positif remaja dengan kondisi emosi remaja.
Intervensi perilaku positif akan meningkatkan rasa keadilan, tanggung jawab,
semangat untuk tumbuh mirip dengan apa yang ada dalam psikolog positif (Zeider,
dkk. 2009). Beberapa remaja juga menampakkan perubahan kerpibadian, dari pribadi
pesimis menjadi pribadi yang optimis, dua bentuk kepribadian yan sering fluktuatif
dalam diri remaja (Boyle, Matthews, & Saklofske, 2008). Dapat disimpulkan bahwa
perilaku positif berpengaruh positif terhadap kondisi psikologis remaja penghuni
Lapas Kutoarjo.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa intervensi perilaku
positif berpengaruh positif terhadap penurunan agresivitas dan peningkatan
kesejahteraan remaja penghuni Lapas.
Saran

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 14


1. Untuk lembaga pemasyarakatan, lebih banyak untuk meningkatkan perilaku
positif dengan dilandasi ajaran agama yang sudah ada dikalangan mereka atau
sedikit banyak sudah dikenal mereka.
2. Untuk peneliti yang akan datang dapat melakukan penambahan subjek penelitian
yang masih ada, dan diperluas pada lapas remaja lainnya yang berdada di kota
lain (Malang dan lainnya). Menambah jam pelatihan dan jumlah intervensi
dengan durasi yang sesuai, sehingga tidak membosankan subjek. Aspek agama
yang nampaknya merupakan hal yang bersifat indijenus dapat diperbanyak,
karena pada umumnya penghuni lapas berasal dari keluarga yang menganut
agama tertentu.
3. Untuk masyarakat dapat membantu pemulihan remaja dengan memberikan
dukungan positif terhadap pelatihan positif.

DAFTAR PUSTAKA
Basir, A. S., 2004. Perilaku demonstran ditinjau dari Pola asuh orangtua, penanaman
norma agama dan Media massa. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Pasca Sarjana
UGM.
Berkowitz, L., 2003. Emotional Behavior : Mengenali Perilaku dan Tindakan
kekerasan di lingkungan sekitar kita dan cara penanggulangannya. Jakarta. CV.
Taruna Gravica
Bruno, F. J. 1989. Kamus Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius.
Comstock ,G 2008. A Sociological Perspective on Television Violence and
Aggression
American Behavioral Scientist; Volume 51 Number 8 April 2008 1184-1211
Crocker, J., dkk, 2003. When Grades determine self-worth: Consequences of
contingent welf-worth for male and female engineering and psycholog majors.
Journal ofPersonality and Social Psychology, 85, 507-516.
Csikszentmihalyi, M. 1999. If we are so rich, why aren't we happy? American
Psychologist, 55, 821-827
Diener, E. & Diener, R. B., 2003. Finding on Subjective Well-Being and The
implications for Empowerment this paper was presented at the Workshop on
Measuring Empowerment: Cross-Disciplinary Perspectives held at the World
Bank in Washington, DC on February 4 and 5, 2003.
Diener, E. & Scollon, C. 2003. Subjective well being is desirable, but not the
summun bonum. Paper delivered at the University of Minnesotainter disciplinary
Workshop on Well-Being, October 23-25, 2003, Minneapolis.

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 15


Diponegoro, A.M., & Thalib, S.B. 2001. Meta-Analisis tentang Perilaku Koping
Preventif dan Stress. Psikologika, 12, 51-62.
Diponegoro, A.M. 2005a Afek dan Kepuasan Hidup Santri. Jurnal Psikologi Islami
Volume 1; Nomor, Desember 2005. ISSN: 1858-1161.
Diponegoro, A.M. 2005b_Remaja Jogja: Pengetahuan Moral Tinggi, Perilaku Moral
Rendah. Hasil Penelitian disajikan dalam Seminar Nasional Mencapai
Perkembangan Manusia yang Utuh Melalui Pendidikan Emansipatoris. Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma yang diselenggarakan pads tanggal 22-23
Juli 2005.
Diponegoro, A.M. 2005e Peran Moralitas Jawa Terhadap Kualitas Hidup Remaja
(Sebuah studi kearifan local Serat Centini). Hasil Penelitian disaj ikan dalam
Temu Ilmiah Nasional (Kongres Nasional Ikatan Psikologi Perkembangan
Indonesia) di Universitas Soegijopranoto Semarang, tanggal 8-10 September
2005
Diponegoro, A.M. 2005f The Construct Validity of The Javanese Local Wisdom
Measrument. Hasil Penelitian disajikan dalam Temu Ilmiah Nasional (Konggres
Nasional) Ikatan Psikologi perkembangan Indonesia di Universitas
Sugijopranoto Semarang, pada tanggal: 8-10 September 2005
Diponegoro, A.M. 2005g Peran Etika Agama Terhadap Kualitas Hidup Remaja
Penelitian disajikan dalam Temu Ilmiah Nasional "Psikologi dan Problem
Bangsa". Tempat: Universitas Airlangga Surabaya, pdatanggal: 19 November
2005
Diponegoro, A.M. 2006" The Contribution of Religiousity towards the Life Quality
of Adults After Earthquake in DIY"Journal of Organizational and Behavioral
Research, November 2006
Durkin, K. (1995). Developmental social psychology. Massachusetts: Blackwell.
Dwairy, M, Achoui Mustafa, Reda Abouserie, Adnan Farah, Maya A. Sakhleh, Mona
Fayad and Hassan K. Khan. 2006. Parenting Styles in Arab Societies: A First
Cross-Regional Research Study Journal of Cross-Cultural Psychology ,Vol. 37
No. 3, May 2006 230-247
Ellis, L.A, J.L.,Marsh, H.W., and Craven, R.G. 2000. The Self concept of preschool
children: Measurement and Multidimensional structure. In R.G. Craven and H.W.
Marsh (Eds) Self —concept theory, research and practice: Advances for the new
millenium (pp.217-230). Sidney: University of Western.
Gerungan, 2000. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Gilligan, J. 1997. Violence. New York:Vintage Books.
Grusec, J.E. 1997. A history of research on parenting strategies and children's
internalization of values. In J.E. Grusec and I., Kuczynki (Eds.) Parenting and
children's internalization of values (pp. 3-22). New York: John Wiley & Sons,
Inc.
Haditono, S.R., 2004. Psikologi Perkembangan. Gadjah Mada University Press.
Hay, I., Ashman, A., and Balinger, M. 2000. Invitigating the factors that influnce the

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 16


formation of adolescens emotional stability and general self-concept. In R.G.
craven and H.W. Marsh (Eds). Self-concept theory, research and practice:
Advances for the new millenium (pp.263-270). Sidney: University of Western.
Leaper, C. and Ayres M M. Speech, and Assertive Speech A Meta-Analytic Review
of Gender Variations in Adults' Language Use: Talkativeness, Affiliative.

Jurnal SPIRITS, Vol.1, No.2, Mei 2011.97-224 ISSN : 2087-7641 17

Anda mungkin juga menyukai