Anda di halaman 1dari 111

PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA

DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK


PENYANDANG DISABILITAS PADA
PILKADA JAKARTA 2017

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:
Amalia Stefani
1113112000014

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
ii
iii
iv
ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa tentang “Peran dan Upaya KPU DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017”.
Dalam pelaksanaan pilkada Jakarta 2017 tentunya mutlak dibutuhkan partisipasi
politik dari semua kalangan masyarakat Jakarta termasuk dari para penyandang
disabilitas. Meski penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas akan tetapi
para penyandang disabilitas pun memiliki hak politik yang sama seperti masyarakat
non-disabilitas lainnya. Mengacu pada pilkada Jakarta sebelumnya, banyak sekali
persoalan-persoalan yang dapat menghambat partisipasi penuh dari para penyandang
disabilitas, sehingga hal tersebut dapat berdampak pada rendahnya tingkat partisipasi
politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta sebelumnya. Belajar dari pilkada
Jakarta sebelumnya, maka dibutuhkanlah perhatian dan peranan khusus dari pihak
penyelenggara pilkada Jakarta utamanya KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terus
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran KPU Provinsi DKI Jakarta
dan relevansinya dengan tingkat partisipasi pemilih disabilitas di pilkada Jakarta
2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, kemudian teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen dan
literatur yang relevan dengan penelitian ini serta dengan melakukan wawancara.
Selanjutnya pada teknik analisis data, peneliti menggunakan model analisis
taksonomi. Teori yang digunakan adalah teori peran dan partisipasi politik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran KPU DKI Jakarta berpengaruh
signifikan terhadap tingkat partisipasi penyandang disabilitas. Menurut para
penyandang disabilitas dan LSM penyandang disabilitas (PPUA Penca) bahwasanya
peran KPU sudah bagus, dan upaya-upaya yang dilakukan oleh KPU untuk
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas pun sudah ada. Meski
memang masih harus disempurnakan akan tetapi peran dan upaya KPU Provinsi DKI
Jakarta tersebut sudah jauh lebih baik dibandingkan pilkada sebelumnya. Sehingga
tak heran jika partisipasi politik penyandang disabilitas meningkat cukup tajam di
pilkada Jakarta 2017 ini di bandingkan dengan pilkada-pilkada Jakarta sebelumnya.
Kata Kunci: Partisipasi Politik, Penyandang Disabilitas, Pilkada Jakarta, KPU
DKI Jakarta.

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan judul “Peran dan Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
Meningkatkan Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Pada Pilkada Jakarta
2017”. Untaian shalawat serta salam penulis curahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa perubahan besar bagi umat manusia.
Adapun dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mengalami banyak sekali
tantangan dan hambatan. Namun dengan adanya bimbingan, bantuan, dorongan serta
do’a yang tiada henti dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya terutama kepada Prof. Dr. Zulkifli selaku Dekan FISIP UIN
Jakarta; Dr. Inding Rosyidin, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP
UIN Jakarta; Suryani, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN
Jakarta; Dra. Gefarina Djohan, M.A. selaku dosen pembimbing penulis yang dengan
sabar telah membimbing penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dorongan dari beliau
penulis tentunya tidak akan bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik; dan
untuk seluruh dosen FISIP UIN Jakarta, penulis berterimakasih atas semua ilmu yang
telah diberikan kepada penulis.
Kemudian penulis juga sampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
untuk kedua orang tua penulis, yang selalu mendo’akan, memotivasi dan membiayai
penulis, sehingga penulis bisa memperoleh gelar sarjana seperti saat ini. Teruntuk
Komisioner Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, M.Si. yang telah membimbing
penulis dan telah memberikan banyak sekali literatur untuk penulisan skripsi ini,
penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. Selanjutnya untuk Septiyana,
terimakasih sudah dengan sepenuh hati mendo’akan,

vi
vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah .......................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ....................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 8
D. Tinjauan Pustaka .............................................................. 9
E. Metode Penelitian ............................................................. 12
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 14

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL


A. Teori Peran ....................................................................... 16
1. Pengertian Peran ......................................................... 16
2. Jenis-jenis Peran ......................................................... 17
3. Peran Sosialisasi KPU Provinsi DKI Jakarta
terhadap Penyandang Disabilitas ................................ 18
B. Teori Partisipasi Politik .................................................... 20
1. Pengertian Partisipasi Politik .................................... 20
2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik .............................. 24
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi Politik ....................................................... 27
C. Konsep Pilkada ................................................................. 30
1. Pengertian Pilkada ..................................................... 30
2. Fungsi dan Tujuan Pilkada ........................................ 32
3. Pelaksanaan Pilkada .................................................. 34

viii
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN
PENYANDANG DISABILITAS SERTA PELAKSANAAN
PILKADA JAKARTA 2017
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................ 37
1. KPU Provinsi DKI Jakarta ........................................ 37
2. PPUA Penca .............................................................. 41
B. Pengertian tentang Penyandang Disabilitas ..................... 45
C. Keikutsertaan Penyandang Disabilitas
di Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 50

BAB IV PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA SERTA


RELEVANSINYA DENGAN PENINGKATAN PARTISIPASI
POLITIK PENYANDANG DISABILITAS PADA PILKADA
JAKARTA 2017
A. Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
Meningkatkan Partisipasi Penyandang Disabilitas
di Pilkada Jakarta 2017...................................................... 54
B. Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam
Meningkatkan Partisipasi Penyandang Disabilitas
di Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 61
C. Keberhasilan Peranan dan Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta
Dalam Meningkatkan Partisipasi Penyandang
Disabilitas di Pilkada Jakarta 2017 .................................. 68
D. Tantangan dan Kendala KPU Provinsi DKI Jakarta
dalam Meningkatkan Partisipasi Politik
Penyandang Disabilitas di Pilkada Jakarta 2017 .............. 72

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 75
B. Saran ................................................................................. 76

Daftar Pustaka ................................................................................................. xv


Lampiran ......................................................................................................... xviii

ix
DAFTAR TABEL

Tabel III.B.1 Susunan Penasihat dan Dewan Pengurus


PPUA Penca .......................................................................... 43

Tabel III.C.1 Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017


Putaran Pertama ..................................................................... 51

Tabel III.C.1 Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017


Putaran Kedua ....................................................................... 51

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar III.A.1 Struktur Organisasi


KPU Provinsi DKI Jakarta ................................................ 38

Gambar III.C.1 Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas


di Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 52

Gambar IV.A.1 Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta ..................................... 58

Gambar IV.B.1 Aksesibilitas Lokasi TPS .................................................. 65

Gambar IV.B.2 Alat Bantu Coblos


(Braille Template) ............................................................. 65

Gambar IV.B.3 Form C3 untuk


Pendampingan Pemilih ...................................................... 68

Gambar IV.C.1 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Jakarta


di Pilkada Jakarta 2012 dan 2017 ...................................... 69

Gambar IV.C.2 Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas


di Pilkada Jakarta 2017 ..................................................... 70

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta 2017 .............................. xviii

Lampiran 2 Contoh TPS Akses untuk


Penyandang Disabilitas ...................................................... xx

Lampiran 3 Wawancara dengan Betty Epsilon Idroos,


(Komisioner KPU DKI Jakarta) ......................................... xxi

Lampiran 4 Wawancara dengan Ariani Soekanwo,


(Ketua Umum PPUA Penca) .............................................. xxvii

Lampiran 5 Wawancara dengan April Syar,


(Pemilih Disabilitas Netra) .................................................. xxx

Lampiran 6 Wawancara dengan Elih,


(Pemilih Disabilitas Daksa)................................................. xxxiv

xii
DAFTAR SINGKATAN

ASEAN Association of South East Asian Nation

Bawaslu Badan Pengawas Pemilihan Umum

CETRO Central for Electoral Reform

CRPD Convention on the Right of Persons with Disabilities

DKI Daerah Khusus Istimewa

DPD Dewan Perwakilan Daerah

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

FKPCTI Federasi Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia

Gerkatin Gerakan Tuna Netra Indonesia

HAM Hak Asasi Manusia

HIPENCA Hari Internasional Penyandang Cacat

HWPCI Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia

JPPR Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat

KPPS Kelompok Penyelenggara Pemilihan Umum

KPU Komisi Pemilihan Umum

KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah

PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa

Pemilu Pemilihan Umum

Pertuni Persatuan Tuna Netra Indonesia

Pileg Pemilihan Legislatif

xiii
Pilkada Pemilihan Kepala Daerah

Pilpres Pemilihan Presiden

PKPU Peraturan Komisi Pemilihan Umum

PPCI Persatuan Penyandang Cacat Indonesia

PPK Panitia Pemilihan Kecamatan

PPS Petugas Pemungutan Suara

PPUA Penca Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat

RI Republik Indonesia

SAW Shallallahu ‘Alaihi Wasalam

SLB Sekolah Luar Biasa

SWT Subhanahu Wa Ta’ala

TPS Tempat Pemungutan Suara

UN United Nation

UU Undang-Undang

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Pilkada merupakan sebuah ajang pesta demokrasi untuk masyarakat daerah

di mana dalam pesta demokrasi tersebut masyarakat daerah memiliki kekuasaan

penuh dalam rangka mencari, memilih, serta menentukan pemimpin kepala daerah

yang mereka kehendaki. Penyelenggaraan pilkada dapat diyakini sebagai praktik

politik yang dapat menjadi instrumen kontrol masyarakat terhadap pemimpin

kepala daerah. Sejatinya pelaksanaan pilkada ini menjadi wadah atau sarana untuk

masyarakat daerah dalam mengartikulasikan kepentingannya.

Setelah sukses menggelar pilkada serentak pada 2015 lalu, Indonesia

kembali menggelar pilkada serentak pada 15 Februari 2017. Hal ini tentunya

menjadi momentum bersejarah bagi demokrasi di Indonesia. DKI Jakarta menjadi

bagian dari salah satu daerah yang menggelar perhelatan akbar (pilkada) untuk

memilih Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

Meskipun penyelenggaraan pesta demokrasi ini digelar secara serentak, namun

tentunya implementasi demokrasi dari tiap-tiap daerah yang

menyelenggarakannya pasti berbeda-beda. Untuk menilai sebuah sistem politik

demokratis atau tidak, ada sejumlah kriteria yang bisa digunakan untuk

menilainya.

Kriteria demokrasi menurut Robert Alan Dahl terbagi menjadi lima, yang di

antaranya yaitu: (1) Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif

yang mengikat; (2) Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua

1
warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif; (3) Pembeberan

kekuasaan, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan

penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan; (4) Kontrol terakhir

terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk

menentukan agenda yang harus dan tidak harus diputuskan melalui pemerintahan;

dan (5) Terliputnya masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.1

Sedangkan menurut M. Amien Rais kriteria demokrasi terbagi menjadi

sepuluh, di antaranya adalah: (1) Adanya partisipasi masyarakat dalam pembuatan

keputusan; (2) Persamaan di depan hukum; (3) distribusi pendapatan secara adil;

(4) Kesempatan pendidikan yang sama; (5) Pengakuan dan penghargaan terhadap

empat macam kebebasan (kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan media

massa, kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama); (6) Ketersediaan dan

keterbukaan informasi; (7) Mengindahkan fatsoen (sopan santun); (8) Kebebasan

individu; (9) Semangat kerjasama; dan (10) Hak untuk protes.2

Dari beberapa kriteria demokrasi di atas, dapat dilihat bahwasanya kedua

tokoh tersebut memiliki kriteria yang sama mengenai partisipasi masyarakat dan

menjadikan partisipasi masyarakat sebagai tolak ukur dari sistem demokrasi.

Partisipasi politik masyarakat adalah sebuah pilar yang membangun keberhasilan

sistem demokrasi itu sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pilkada merupakan hak

asasi yang harus dijunjung tinggi dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut.

1
R. Siti Zuhro, dkk., Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Nilai-Nilai
Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, (Yogyakarta:
Ombak, 2009), 18.
2
Ayi Haryani dan Enung Huripah, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Netra dalam
Pemilihan Umum Tahun 2014 di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung”, Jurnal
Agregasi, Vol.2, No.1, (2014): 89-90.

2
Pada pelaksanaan pilkada DKI Jakarta tentu diakui adanya hak pilih secara

universal, tanpa terkecuali bagi para penyandang disabilitas. Sebab mereka juga

memiliki hak dan kesempatan yang sama di dalam pilkada, tanpa ada pembedaan

maupun hambatan atas haknya dikarenakan disabilitasnya. Para penyandang

disabilitas berhak terlibat aktif dalam berkehidupan politik sama seperti

masyarakat non-disabilitas lainnya.

Namun pada praktik demokrasi di Indonesia, hingga saat ini para

penyandang disabilitas masih seringkali menghadapi berbagai hambatan saat

menggunakan hak politiknya. Meski hak mereka sepenuhnya telah dilindungi oleh

berbagai instrumen hukum internasional seperti CRPD, The Bill of Electoral

Rights for Citizens with Disabilities, The UN Guideline Promoting the Electoral

Rights of Person with Disabilities; dalam hukum regional dilindungi oleh The Bali

Declaration on the Enhancement of the Role and Participation of Person with

Disabilities in the ASEAN Community, The Jakarta Declaration on Southeast

Asian Electoral Community; dan dalam hukum nasional dilindungi oleh Undang-

Undang. Akan tetapi pada realitanya semua instrumen hukum tersebut tidak cukup

untuk melindungi hak politik para penyandang disabilitas. Oleh sebab itu, maka

masih diperlukan beberapa perbaikan agar dapat memastikan hak politik para

penyandang disabilitas tersebut dapat terjamin dan terpenuhi.3

Di Indonesia, hak untuk memilih dan dipilih bagi para penyandang

disabilitas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang

Penyandang Disabilitas. Pada Pasal 13 Undang-Undang tersebut terdapat hak

3
M. Afifuddin, “Memastikan Hak Penyandang Disabilitas di Pilkada DKI Jakarta,” Jurnal
Bawaslu DKI Jakarta (November 2016): 86.

3
politik penyandang disabilitas, yang di antaranya yaitu: (1). Memilih dan dipilih

dalam jabatan publik; (2) Menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan;

(3) Memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam

pemilihan umum; (4) Membentuk, menjadi anggota, dan/atau pengurus organisasi

masyarakat dan/atau partai politik; (5) Membentuk dan bergabung dalam

organisasi penyandang disabilitas dan untuk mewakili penyandang disabilitas

pada tingkat lokal, (6) Nasional dan internasional; (7) Berperan serta secara aktif

dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap dan/atau bagian

penyelenggaranya; (8) Memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana

penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan

pemilihan kepala desa atau nama lain; dan (9) Memperoleh pendidikan politik.4

Dalam sistem demokrasi, diakui adanya konsep “satu orang, satu suara”.

Konsep tersebut menjadi salah satu konsep paling mendasar dalam demokrasi.

Hak memilih dan hak dipilih menyediakan kesempatan bagi semua orang untuk

mempengaruhi keputusan-keputusan dan mempengaruhi hak dasar untuk hidup

mereka. Akan tetapi, orang-orang dengan disabilitas sering kali didiskriminasi

dalam hal ini. Padahal diskriminasi terhadap suatu kelompok adalah cacat

demokrasi.

Diskriminasi terhadap hak politik penyandang disabilitas merupakan suatu

tindakan atau sikap yang secara langsung ataupun tidak langsung, telah

mengganggu hak-hak politik para penyandang disabilitas dalam pelaksanaan

pemilihan umum, seperti: hak atas akses ke TPS, hak untuk didaftar sebagai

4
Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

4
pemilih, hak atas pemberian suara yang rahasia, hak untuk dipilih menjadi

anggota legislatif, hak atas informasi mengenai pemilihan umum, hak untuk

menjadi bagian dan penyelenggara pemilihan umum, dan lain-lain.5

Sebagai bagian dari warga negara, pemilih disabilitas juga menjadi bagian

penting dalam mengukur sukses tidaknya pelaksanaan pilkada serentak tahun

2017. Sebab, pilkada sebagai pesta demokrasi idealnya dapat dinikmati dan diikuti

oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Penyandang disabilitas merupakan salah

satu kelompok minoritas yang paling rentan, yang masih belum dapat

memberikan hak politiknya secara optimal. Hak suara mereka seringkali

diabaikan dan hak untuk mendapatkan aksesibilitas sarana dan prasarana pada saat

pemilihan pun kerap kali tidak terpenuhi. Hal ini menjadi penghambat bagi

penyandang disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam setiap kegiataan

pemilihan umum.

KPU Provinsi DKI Jakarta sebagai penyelenggara pilkada di Jakarta,

tentunya harus menjamin hak pilih seluruh masyarakat Jakarta untuk dapat

memilih calon kepala daerah yang mereka kehendaki secara langsung. Oleh

karenanya, maka diharapkan seluruh tahapan pelaksanaan pilkada sebaiknya akses

bagi semua masyarakat Jakarta, terutama untuk kelompok rentan seperti para

penyandang disabilitas. Dengan diterapkannya aksesibilitas tersebut, maka hal itu

merupakan bagian dari penerapan nilai-nilai demokrasi.

Tantangan bagi pemilih penyandang disabilitas pada saat pelaksanaan

pilkada, tidak hanya sebatas pada aksesibilitas TPS saja, akan tetapi pada tahapan-

5
Muladi, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implkasinya Dalam Perspektif Hukum
dan Masyarakat (Bandung: Refika Aditama, 2005), 261.

5
tahapan sebelumnya juga banyak sekali tantangan yang dihadapi. Di antara

kendala yang dihadapi penyandang disabilitas dalam pilkada adalah: tidak terdata

sebagai pemilih, sosialisasi yang kurang akses sehingga mereka tidak bisa

mendapatkan informasi yang cukup tentang pilkada, tidak adanya alat bantu

coblos (braille template) bagi penyandang disabilitas netra, petugas KPPS yang

tidak mengerti bagaimana membantu pemilih disabilitas, dan lain-lain. Tantangan

dan kendala tersebut menghambat partisipasi penuh dari para penyandang

disabilitas. Oleh karenanya, masalah-masalah ini tidak hanya mempengaruhi hak-

hak penyandang disabilitas sebagai pemilih, tetapi juga sebagai warga negara.6

Dalam setiap tahapan pelaksanaan pilkada, penyandang disabilitas

membutuhkan aksesibilitas tertentu berdasarkan jenis disabilitasnya. Aksesibilitas

dalam setiap tahapan pilkada harus benar-benar diperhatikan oleh KPU Provinsi

DKI Jakarta, agar para pemilih penyandang disabilitas tidak kehilangan hak

pilihnya. Sebab apabila mereka kehilangan hak pilihnya maka hal ini

menunjukkan bahwa kinerja KPU Provinsi DKI Jakarta sebagai pihak

penyelenggara pilkada belum optimal. Dalam penyelenggaraan pilkada ini,

tentunya KPU Provinsi DKI Jakarta merupakan pihak yang paling bertanggung

jawab jika terdapat ketidakberesan pada saat menyelenggarakan pilkada.

Pada saat gelaran pilkada tahun 2012 lalu, KPU Provinsi DKI Jakarta

mendapatkan catatan negatif, baik itu dari pemilih disabilitas ataupun dari

organisasi-organisasi penyandang disabilitas. Hal ini dikarenakan peranan KPU

Provinsi DKI Jakarta yang kurang optimal dalam memenuhi hak politik para

6
M. Afifuddin, “Memastikan Hak Penyandang Disabilitas di Pilkada DKI Jakarta,” 83.

6
pemilih disabilitas pada saat pelaksanaan pilkada. Seperti yang ditegaskan oleh

Koordinator Nasional JPPR, Mochammad Afifuddin, yang sekarang menjabat

sebagai Komisioner Bawaslu RI. Pada saat pilkada Jakarta 2012 silam, menurut

Mochammad Afifuddin:

Indonesia masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Pada


pilkada DKI Jakarta tahun 2012, fasilitas bagi penyandang disabilitas
belum maksimal. KPU Provinsi DKI Jakarta sama sekali tidak
menyediakan kertas suara huruf braille bagi tunanetra. Setelah ditegur
dan diberikan bimbingan, KPU Provinsi DKI Jakarta akhirnya
menyediakan kertas suara huruf braille pada putaran kedua.7

Pernyataan ini disampaikan oleh Afifuddin saat berada di dalam forum diskusi, di

Hotel Kempinski Jakarta, pada 30 Juli 2013.

Oleh sebab itu, belajar dari pengalaman pilkada Jakarta 2012 lalu, maka

penulis menganggap perlu diteliti lebih jauh bagaimana penyelenggaraan pilkada

Jakarta 2017 terkait dengan pemenuhan hak-hak politik para penyandang

disabilitas. Walau bagaimanapun jumlah pemilih disabilitas di DKI Jakarta

tentunya tidak sedikit. Adapun jumlah pemilih disabilitas pada pilkada Jakarta

2017 di putaran pertama sebanyak 7.740 pemilih disabilitas. Lalu pada putaran

kedua sebanyak 7.568 pemilih disabilitas.8 Meski jumlah mereka hanya beberapa

persennya saja dari masyarakat non-disabilitas lainnya, akan tetapi

memperjuangkan hak pilih para penyandang disabilitas dalam setiap pemilihan

umum sangatlah penting. Mengingat hak pilih merupakan salah satu hak dasar

bagi setiap warga negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih.

7
Sabrina Asril, “Hak Politik Penyandang Disabilitas yang Dibungkam”, Kompas.com,
Selasa 30 Juli 2013 [berita on-line]; tersedia di https://www.kompas.com/; Internet; diakses pada
28 Februari 2017.
8
Amir A Gofur dan Nurul Agustina, ed., Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017,
(Jakarta: KPU Provinsi DKI Jakarta, 2017), 23.

7
Berdasarkan pada uraian di atas, penulis terinsipirasi dan berminat untuk

membahas “Peran dan upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan

partisipasi politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017” sebagai judul

dari penelitian yang akan penulis teliti.

B. Pertanyaan Penelitian

Pada pemaparan pernyataan masalah di atas, maka penulis merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan

partisipasi politik penyandang disabilitas pada pelaksanaan pilkada Jakarta

2017?

2. Apa saja upaya yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

meningkatkan partisipasi pemilih disabilitas?

3. Apa saja tantangan dan kendala KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas, pada pelaksanaan

pilkada Jakarta 2017?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini di antaranya yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

meningkatkan partisipasi politik pemilih disabilitas pada Pilkada DKI

Jakarta 2017.

2. Untuk menjelaskan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan KPU

Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang

disabilitas; dan

8
3. Untuk menjelaskan apa saja tantangan dan kendala yang dihadapi KPU

Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik pemilih

disabilitas pada pelaksanaan pilkada Jakarta 2017.

Adapun manfaat dari penelitian ini di antaranya yaitu:

1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan

memperluas khazanah ilmu pengetahuan sosial khususnya studi ilmu

politik yang memfokuskan kajian terhadap penyelenggara pemilihan

umum dan partisipasi penyandang disabilitas, dengan menjadikan KPU

sebagai objek penelitian.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan masukan baik untuk pemerintah, KPU dan penyelenggara pemilihan

umum lainnya dalam memaksimalkan peranan mereka untuk terus

meningkatkan partisipasi politik para penyandang disabilitas serta

memenuhi hak-hak politik para penyandang disabilitas pada pelaksanaan

pemilu.

D. Tinjauan Pustaka

Terkait dengan penelitian ini, penulis meninjau literatur penelitian terdahulu

yang cukup relevan dengan penelitian ini. Peninjauan ini penting dilakukan, agar

dapat memberikan keragaman perspektif yang dapat dijadikan perbandingan

dalam melakukan penelitian ini. Penelitian pertama mengenai penyandang

disabilitas diteliti oleh Nissa Nurul Fathia yang berjudul “Partisipasi Politik

Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Bandar Lampung

Tahun 2015” dari Universitas Bandar Lampung. Penelitian yang dilakukan oleh

9
Nissa secara garis besar membahas tentang partisipasi politik penyandang

disabilitas pada pelaksanaan pilkada Kota Bandar Lampung. Penelitian Nissa

melihat bahwasanya dalam pemilihan umum sebelumnya para penyandang

disabilitas yang merupakan kelompok minoritas kurang diperhatikan

keberadaannya. Selain itu, para penyandang disabilitas juga kurang aktif dalam

berpartisipasi di setiap kegiatan pemilu yang dilaksanakan di Kota Bandar

Lampung, mulai dari bergabung dalam kelompok kepentingan, mengikuti

kegiatan kampanye sampai dengan pemberian hak suara. Tujuan dari penelitian

Nissa yaitu untuk mengetahui partisipasi politik penyandang disabilitas dalam

pilkada Kota Bandar Lampung pada tahun 2015. Metode penelitian Nissa

menggunakan metode kualitatif dan teori yang digunakan yaitu teori bentuk

partisipasi politik konvensional yang diperkenalkan oleh Abramsom dan

Haerckwik.

Hasil penelitian Nissa menunjukkan bahwa partisipasi politik penyandang

disabilitas dalam pilkada Kota Bandar Lampung tahun 2015, tergolog ke dalam

partisipasi “terbatas”, yaitu hanya sebatas memberikan hak pilih pada saat

pemungutan suara saja. Hal ini dibuktikan dengan:

a. Minimnya intensitas dari partisipasi politik penyandang disabilitas dalam

bergabung ke tim sukses para calon kepala daerah Kota Bandar Lampung.

Walaupun beberapa dari mereka masih ada yang ingin masuk dan

bergabung dalam kegiatan tersebut tetapi sebagaian besar dari mereka

enggan untuk melakukan hal tersebut.

10
b. Minimnya partisipasi politik penyandang disabilitas dalam mengikuti

kegiatan kampanye yang dilaksanakan oleh para calon kepala daerah Kota

Bandar Lampung tahun 2015.

c. Penyandang disabilitas lebih cenderung memilih memberikan suaranya

dan menggunakan hak pilihnya pada saat pilkada Kota Bandar Lampung

tahun 2015. Dari 20 kecamatan yang tersebar di Kota Bandar Lampung

keseluruhan jumlah penyandang disabilitas yang terdaftar dalam DPT

sebanyak 141 orang dan hanya 123 orang dari mereka yang ikut

berpartisipasi dalam pilkada tahun 2015 di Kota Bandar Lampung dengan

keseluruhan persentase sebanyak 87%.

Perbedaan penelitian Nissa dengan yang penelitian penulis terletak pada

obyek penelitiannya. Obyek penelitian Nissa adalah penyandang disabilitas,

sedangkan obyek penelitian penulis adalah KPU Provinsi DKI Jakarta. Di mana

penelitian Nissa hanya meneliti tentang tingkat partisipasi politik dari para

penyandang disabilitas dalam pilkada Kota Bandar Lampung. Sedangkan penulis

meneliti tentang peranan KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan

partisipasi politik pemilih disabilitas, yang di dalamnya meliputi upaya-upaya apa

saja yang telah dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan

partisipasi politik penyandang disabilitas, serta tantangan dan kendala apa saja

yang dihadapi oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi

politik penyandang disabilitas pada pelaksanaan pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

Informan dari penelitian Nissa adalah para penyandang disabilitas yang

sudah terdaftar sebagai pemilih tetap. Sedangkan informan penulis yaitu

11
Komisioner KPU Provinsi DKI Jakarta, ketua umum PPUA Penca serta

penyandang disabilitas yang telah menggunakan hak pilihnya pada gelaran

pilkada Jakarta 2017.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan salah satu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan

dan perilaku orang-orang yang diamati. Kemudian, penelitian kualitatif ini

diharapkan mampu menghasilkan uraian mendalam tentang ucapan, tulisan atau

perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, ataupun

organisasi tertentu dalam suatu keadaan tertentu yang dikaji dari sudut pandang

yang utuh, dan menyeluruh. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk

memahami fenomena atau gejala sosial dengan cara memberikan pemaparan

berupa penggambaran yang jelas tentang fenomena atau gejala sosial tersebut

dalam bentuk rangkaian kata yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah

teori.9

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data,

di antaranya yaitu:

a. Studi dokumen dan literatur

Studi dokumen dan literatur merupakan salah satu metode pengumpulan

data kualitatif. Sebagian besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang

9
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka baru press, 2014), 6.

12
berbentuk dokumentasi dan literatur.10 Penulis melakukan teknik studi dokumen

dan literatur ini dengan mengumpulkan fakta dan data yang berasal dari buku,

jurnal, arsip foto, berita online, internet dan lain sebagainya yang relevan dengan

penelitian ini.

b. Wawancara

Wawancara merupakan sebuah proses memperoleh penjelasan untuk

mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab, cara ini bisa

dilakukan dengan bertatap muka langsung ataupun tanpa tatap muka yaitu hanya

melalui media komunikasi antara pewawancara dengan orang yang

diwawancarai.11

Adapun narasumber wawancara dalam penelitian ini diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu narasumber utama dan narasumber pendukung. Sebagai

narasumber utama dalam penelitian ini yaitu: Komisioner KPU Provinsi DKI

Jakarta, Betty Epsilon Idroos. Sedangkan narasumber pendukung dalam penelitian

ini antara lain yaitu: Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca), April Syar

(pemilih disabilitas netra), dan Elih (pemilih disabilitas daksa).

2. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,

mengelompokkan, dan mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan

berdasarkan fokus atau masalah yang ingin di jawab. Melalui beberapa kegiatan

tersebut, data kualitatif dapat disederhanakan dan dipahami dengan mudah.

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian. Dalam

10
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, 33.
11
Ibid, 31.

13
penelitian ini, analisis data berlangsung secara bersamaan dengan proses

pengumpulan data dengan alur tahapan reduksi data, penyajian data, penyimpulan

dan verifikasi, serta kesimpulan akhir. Model analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu model analisis taksonomi, di mana dalam model ini penulis

berupaya memahami ranah-ranah tertentu yang sesuai dengan fokus masalah atau

sasaran penelitian. Masing-masing ranah ini dipahami dan dibagi lagi menjadi

beberapa sub, dan kemudian dari sub-sub ini dibagi lagi menjadi beberapa bagian

yang paling khusus hingga tidak ada yang tersisa.12

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang utuh serta

menyeluruh dalam skripsi ini, penulis menyusun penelitian ini dalam lima bab

yang terdiri dari beberapa sub-sub tersendiri. Bab-bab tesebut secara keseluruhan

akan saling berkaitan dengan satu dan yang lainnya. Adapun sistematika penulisan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I. Merupakan bab pendahuluan, pada bab ini penulis akan memaparkan

pernyataan masalah mengenai peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta

2017, yang dapat dirumuskan dengan beberapa pertanyaan. Penelitian ini pun

memiliki beberapa tujuan dan manfaat, lalu ada juga tinjauan pustaka agar dapat

membedakan masalah yang penulis angkat sama atau tidak dengan masalah yang

sudah diteleti oleh penulis lain sebelumnya, serta dalam penelitian ini penulis

12
Ibid, 34-37.

14
menggunakan metode kualitatif dan menggunakan sistematika penulisan agar

lebih spesifik dalam menguraikan pembahasan dalam skripsi ini.

Bab II. Pada bab ini penulis akan memaparkan kerangka teori ataupun

konsep yang dipergunakan dalam pendeketan yang menjelaskan pokok

permasalahan penelitian ini, yang meliputi teori peran, partisipasi politik dan

konsep pilkada.

Bab III. Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang gambaran umum

lokasi penelitian yang terdiri dari KPU Provinsi DKI Jakarta dan PPUA Penca,

serta penulis akan menjelaskan pengertian tentang penyandang disabilitas dan

keikutsertaan penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017.

Bab IV. Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil temuan dan hasil

wawancara mengenai peran KPU Provinsi DKI Jakarta dan relevansinya dalam

peningkatan partisipasi politik pemilih disabilitas pada pelaksanaan pilkada

Jakarta 2017.

Bab V. Merupakan Bab terakhir atau bab penutup, pada bab ini penulis akan

menyimpulkan pembahasan mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada

pokok permasalahan mengenai Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017.

15
BAB II

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

Landasan teori merupakan salah satu unsur terpenting dalam suatu

penelitian. Landasan teori juga menjadi suatu ciri bahwa suatu penelitian

dilakukan dengan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Menurut Neumen, seperti

yang dikutip dalam buku Sugiyono, disebutkan bahwa teori dapat dipahami

sebagai serangkaian konsep, definisi dan proporsi yang digunakan untuk melihat

suatu kejadian secara terorganisir, melalui proses hubungan antar variabel, yang

nantinya dapat digunakan untuk memaparkan dan meramalkan fenomena.13

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori dan konsep sebagai berikut:

A. Teori Peran

1. Pengertian Peran

Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan artinya, ketika seseorang

telah melaksanakan atau menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu

peran. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilaku seseorang, di samping

itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada

batas-batas tertentu. Sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri

dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.14

Menurut Soerjono Soekanto, bahwasanya peran dapat diartikan sebagai

suatu aspek dinamis yang dapat berbentuk tindakan atau perilaku yang dilakukan

13
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
CV. Alfa Beta, 2010), 52.
14
Suyanto Bagong & Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana, 2004), 158-159.

16
oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu jabatan dan melaksanakan

hak-hak serta kewajibannya sesuai dengan kedudukannya tersebut.15 Sementara

itu, pengertian peran menurut The Liang Gie adalah dinamisasi dari status atau

penggunaan hak-hak dan kewajiban, atau bisa juga disebut status subjektif.16

Dalam penelitian ini peran yang dimaksud adalah peran KPU Provinsi DKI

Jakarta dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak dan kewajibannya sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum, Peraturan KPU serta surat edaran KPU. Adapun peran KPU Provinsi DKI

Jakarta yang di maksud dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 serta

dalam PKPU dan surat edaran KPU, yang berhubungan dengan penelitian ini

yaitu: (1) Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur dan/atau

yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;

(2) Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan

dan diserahkan oleh pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau

pemilihan kepala daerah terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih.

2. Jenis-jenis Peran

Menurut Soerjono Soekanto peran terbagi menjadi tiga 3 jenis, di antaranya

yaitu:

a. Peranan Normatif

Peranan normatif adalah jenis peran yang dapat dilakukan oleh seseorang

ataupun lembaga yang di dasarkan pada seperangkat norma yang berlaku

dalam kehidupan masyarakat.


15
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 242.
16
Hessel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2005), 43.

17
b. Peranan Ideal

Peranan Ideal adalah jenis peran yang dilakukan oleh seseorang atau

lembaga yang di dasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya

dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.

c. Peranan Faktual

Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau

lembaga yang di dasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau

kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.17

Dalam penelitian ini jenis peran yang dijalankan oleh KPU Provinsi DKI

Jakarta adalah jenis peranan normatif, yang mana KPU DKI Jakarta sebagai

lembaga penyelenggara pilkada menjalankan peranannya di dasarkan pada

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

3. Peran Sosialisasi KPU Provinsi DKI Jakarta terhadap Penyandang

Disabilitas

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwasanya dalam Undang-

Undang Nomor 15 tahun 2011 terdapat serangkaian tugas dan wewenang KPU

Provinsi DKI Jakarta yang berkaitan dengan perannannya sebagai penyelenggara

pemilihan umum yang salah satunya yaitu melakukan sosialisasi kepada para

penyandang disabilitas. Pelaksanaan sosialisasi tentang pemilihan kepala daerah

ini pun diatur pula dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah beserta Wakil Kepala

Daerah.

17
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 243.

18
Sosialisasi politik yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta terhadap

para penyandang disabilitas, dapat dikatakan sebagai suatu proses atau kegiatan

untuk mengenalkan sebuah sistem politik yang dapat berisikan pendidikan, pesan

ataupun informasi politik kepada para penyandang disabilitas, dan bagaimana

penyandang disabilitas tersebut nantinya bisa mengenali sistem politik yang telah

dikenalkan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta kepadanya. Sehingga kemudian

penyandang disabilitas tersebut akan menentukan reaksinya terhadap peristiwa-

peristiwa politik yang sedang terjadi.

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sosialisasi

politik, berikut ini ada beberapa definisi sosialisasi politik menurut beberapa ahli

terkemuka. Menurut Michael Rush dan Phillip Althof, sosialisasi politik adalah

sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok bisa mengenali sistem

politik yang kemudian individu atau kelompok tersebut akan menentukan

tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap keadaan-keadaan politik yang sedang

terjadi. Sistem politik tersebut bisa saja berbentuk input politik, proses politik,

output politik, ataupun orang-orang yang menjalankan sistem pemerintahan.18

Sementara itu, menurut Efriza sosialisasi politik adalah suatu bagian dari

proses sosial. Sosialisasi merupakan sebuah media pendidikan yang dilakukan

oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain yang dapat terjadi secara

alamiah. Dengan demikian, pengajaran dan pembelajaran tersebut berkaitan

dengan nilai-nilai politik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwasanya nilai-

18
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2015), 167-170.

19
nilai politik yang ada pada setiap individu itu berbeda-beda dan hal tersebut dapat

dilihat salah satunya dari partisipasi politik.19

Sosialisasi politik dapat dijalankan oleh berbagai macam agen. Agen

sosialisasi politik menjadi sarana untuk menyampaikan pesan dan informasi

politik kepada masyarakat. Rush dan Althoff menyebutkan beberapa agen

sosialisasi politik tersebut, di antaranya yaitu: keluarga; sekolah; kelompok

pergaulan; media massa; pemerintah dan partai politik.20 Adapun menurut Efriza,

agen sosialisasi politik terbagi ke dalam enam bagian, di antaranya: keluarga;

sekolah; kelompok teman sebaya; media massa; situs jejaring sosial dan kontak-

kontak politik langsung.21

Dalam penelitian ini agen sosialisasi yang dimaksud adalah pemerintah atau

kontak politik langsung yaitu KPU DKI Jakarta. KPU DKI Jakarta menjadi agen

sosialisasi politik yang penting untuk para penyandang disabilitas, sebab sebagai

penyelenggara pilkada, KPU Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas dan

wewenang untuk melakukan sosialiasasi politik terhadap masyarakat Jakarta

termasuk kepada para penyandang disabilitas. Tugas dan wewenang dalam

melakukan sosialisasi tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan peran KPU

Provinsi DKI Jakarta.

B. Teori Partisipasi Politik

1. Pengertian Partisipasi Politik

Dalam khazanah ilmu sosial dan ilmu politik, terma partisipasi politik

menjadi salah satu terma yang cukup ramai didiskusikan oleh para ahli. Secara
19
Efriza, Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung: Alphabeta, 2012), 17.
20
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, 180.
21
Efriza, Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik, 58.

20
umum, terma partisipasi politik sering dipakai untuk melihat aktivitas warga

negara, baik sebagai perseorangan maupun yang tergabung dalam suatu kelompok

untuk ikut serta dalam bidang politik.

Definisi mengenai partisipasi politik banyak dikemukakan oleh para ahli

terkemuka, seperti Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Norman H. Nie

dan Sidney Verba, Herbert McClosky dan beberapa nama lainnya. Menurut

Huntington dan Nelson, partisipasi politik merupakan sikap politik yang

mencakup segala kegiatan atau aktivitas yang mempunyai relevansi politik

ataupun hanya memengaruhi pejabat-pejabat pemerintah dalam pengambilan

keputusan pemerintah.22

Selanjutnya Nie dan Verba, mendefinisikan partisipasi politik sebagai suatu

aktivitas masyarakat yang legal, dan bertujuan untuk memengaruhi pemilihan

pejabat-pejabat negara atau langkah-langkah yang digunakan oleh mereka, dan

yang dilihat terutama adalah langkah-langkah yang bertujuan untuk memengaruhi

kebijakan-kebijakan pemerintah, yang dapat mempengaruhi alokasi nilai secara

otoritatif untuk masyarakat.23

McClosky memaknai istilah partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan

yang dilakukan secara sukarela oleh warga masyarakat, di mana mereka

mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung

maupun tidak, masyarakat terlibat dalam proses pembentukan kebijakan umum.24

22
Muslim Mufti dan Ahmad Syamsir, Pembangunan Politik, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2016), 15.
23
Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, (Malang: Intrans Publishing,
2017), 273.
24
Gun Gun Heryanto, Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa Media di Panggung Politik,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 127-128.

21
Ramlan Surbakti, berpendapat bahwa partisipasi politik merupakan suatu bentuk

keikutsertaan warga negara dalam memilih pemimpin-pemimpinnya. Selain itu

dalam partisipaasi politik masyarakat juga dapat menentukan segala pelaksanaan

kebijakan umum, yang berkaitan serta mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik

masyarakat yang dilakukan melalui pengawasan terhadap proses perumusan,

pelaksanaan dan penilaian suatu kebijakan pemerintah tentu akan berpengaruh

positif dalam suatu pembangunan. Partisipasi politik masayarakat ini dapat terjadi

baik di tingkat nasional, daerah maupun tingkat desa.25

Miriam Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik sebagai suatu bentuk

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, untuk ikut secara

aktif dalam kegiatan politik, yaitu dengan cara memilih pemimpin negara. Dengan

demikian kegiatan ini secara langsung ataupun tidak akan berpengaruh terhadap

kebijakan pemerintah. Kegiatan ini meliputi pemberian hak pilih dalam pemilu,

mengikuti rapat umum, menjadi bagian dari suatu partai politik, menjadi bagian

dari kelompok kepentingan, berhubungan dengan penguasa atau anggota

parlemen.26

Dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang ada di lingkungan kita,

bahwasanya tidak semua anggota masyarakat berkehendak untuk berpartisipasi

dalam kegiatan politik. Hanya segelintir orang yang secara sukarela berpartisipasi

aktif dalam kegiatan politik. Sementara itu, jumlah orang yang tidak mau

berpartisipasi dalam kegiatan politik pun cukup besar. Bahkan adapula orang-

25
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,
1999), 137.
26
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1998), 3.

22
orang yang menghindari diri dari segala kegiatan partisipasi politik, atau hanya

ikut berpartisipasi dalam tingkatan yang paling rendah.27

Dari beberapa uraian di atas, dapat diketahui bahwasanya partisipasi politik

merupakan suatu tindakan sukarela, penuh kesadaran dan tanpa adanya paksaan

atau tekanan dari siapapun. Partisipasi politik dalam hal ini juga merupakan suatu

bentuk kegiatan, yang tentunya tidak sulit untuk dilakukan oleh setiap orang.

Bahkan partisipasi politik adalah kegiatan yang sangat sederhana dan mudah

untuk dilakukan oleh siapapun. Inti dari partisipasi politik ini adalah memberikan

suara dalam penyelenggaraan pemilu, mengikuti kegiatan kampanye, menjadi

bagian dari partai politik atau kelompok kepentingan, berhubungan dengan

penguasa atau anggota parlemen dan lain sebagainya.

Partisipasi politik merupakan salah satu indikator terpenting dari sebuah

sistem demokrasi, di mana seluruh anggota masyarakat berhak terlibat untuk

berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan pemilu ataupun pilkada.

Partisipasi politik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah partisipasi

politik para penyandang disabilitas pada pelaksanaan pilkada Jakarta 2017.

Partisipasi politik para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017 patut

diperhitungkan, sebab para penyandang disabilitas pun sama-sama memiliki peran

yang sangat penting seperti masyarakat non disabilitas lainnya, dalam mengukur

sukses atau tidaknya demokratisasi di pilkada DKI Jakarta 2017. Tanpa adanya

partisipasi politik yang aktif dari para penyandang disabilitas maka demokratisiasi

di pilkada DKI Jakarta 2017 dapat dikatakan belum berhasil.

27
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), 156.

23
2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Bentuk-bentuk partisipasi politik masyarakat dapat diteropong melalui

aktivitas-aktivitas politiknya. Para ahli tentunya telah merumuskan berbagai

macam bentuk partisipasi politik. Dari berbagai pandangan ahli yang ada,

tentunya mereka memiliki perbedaan mendasar dalam membagi bentuk-bentuk

partisipasi politik.

Ramlan Surbakti membagi partisipasi politik menjadi dua bagian, yaitu:

a. Partisipasi aktif

Bentuk kegiatan partisipasi aktif di antaranya adalah mengusulkan suatu

kebijakan umum, mengusulkan alternatif kebijakan umum yang berbeda

dengan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah, mengkritik dan

mengusulkan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak,

dan memilih calon pemimpin. Dengan kata lain, partisipasi aktif berarti

kegiatan yang berdasarkan pada input, proses dan output politik.

b. Partisipasi pasif

Partisipasi pasif merupakan kebalikan dari partisipasi aktif. Partisipasi

pasif berbentuk kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan

melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. Partisipasi pasif di sini

merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses output.28

Selanjutnya Gabriel Almond membagi bentuk partisipasi politik menjadi

dua, yaitu:

a. Partisipasi politik konvensional

28
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 142-143.

24
Yang dimaksud dengan partisipasi politik konvensional yaitu suatu

bentuk partisipasi politik yang “normal” dalam demokrasi modern.

Partisipasi politik konvensional ini meliputi kegiatan pemberian hak pilih

(voting), mengadakan diskusi politik, mengikuti kampanye, membentuk

dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta melakukan

komunikasi dengan pejabat pemerintah dan administratif.

b. Partisipasi politik non konvensional

Bentuk partisipasi politik ini merupakan bentuk yang tidak biasa

dilakukan dalam kondisi normal, sebab partisipasi ini dapat berupa

kegiatan illegal, penuh dengan kekerasan dan revolusioner. Kegiatan

yang termasuk ke dalam ranah ini di antaranya yaitu: mengajukan

permohonan resmi kepada pemerintah, berdemonstrasi, melakukan aksi

pemogokan, melakukan tindakan kekerasan politik terhadap benda dan

manusia, serta melakukan perang gerilya dan revolusi.29

Huntington dan Nelson membagi dua bentuk partisipasi politik pada

masyarakat daerah, yaitu:

a. Partisipasi yang berbentuk otonom (bersifat mandiri)

Bentuk partisipasi politik yang otonom adalah ketika seseorang

berpartisipasi karena keinginannya sendiri atau secara suka rela. Hal

tersebut dilakukan karena adanya rasa tanggung jawab terhadap kegiatan

politik.

b. Partisipasi yang dimobilisasi (bersifat kelompok).

29
Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, 290.

25
Bentuk partisipasi yang dimobilisasi adalah ketika seorang individu ikut

berpartisipasi dalam kegiatan politik, namun tidak berdasarkan atas

keinginannya sendiri (tidak suka rela), tetapi karena ada permintaan dari

kelompoknya atau digerakkan oleh oknum politik langsung seperti

partai politik, para kandidat calon pemimpin, tim sukses, pejabat

pemerintah, kelompok kepentingan dan lain-lain. Oleh karenanya bentuk

partisipasi politik seperti ini disebut sebagai partisipasi yang

dimobilisasi.30

Dari berbagai macam bentuk partisipasi politik ini, dapat dilihat

bahwasanya kegiatan dalam partisipasi politik sangatlah beragam. Dari bentuk

kegiatan yang paling sederhana sampai yang kompleks, dari bentuk kegiatan yang

cenderung aktif sampai ke yang pasif, dari bentuk-bentuk yang mengutamakan

perdamaian sampai bentuk-bentuk yang melakukan tindakan kekerasan, serta dari

bentuk-bentuk yang bertindak secara sukarela sampai yang dimobilisasi. Namun

walau bagaimanapun, segala bentuk kegiatan ini termasuk dalam kategori

partisipasi politik. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan proses kebijakan, dan

partisipan terlihat untuk mempengaruhi jalannya proses tersebut agar dapat sesuai

dengan kepentingan dan aspirasinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan

bentuk partisipasi politik Samuel Huntington dan Joan M. Nelson. Partisipasi

politik penyandang disabilitas pada pilkada Jakarta 2017 tentunya ada yang

30
Anwar Arifin, Komunikasi Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 213.

26
berbentuk otonom (bersifat mandiri atau secara sukarela) dan ada pula yang

dimobilisasi atau dipengaruhi oleh kelompok lain.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik

Partisipasi politik pada dasarnya merupakan hak setiap warga negara. Di

negara-negara yang menganut sistem demokrasi, jika semakin tinggi angka

partisipasi politik masyarakat maka hal ini dianggap sangat baik. Dalam hal ini

tingginya partisipasi masyarakat maka menunjukkan bahwa masyarakat mengikuti

dan memahami segala persoalan politik yang ada, dan ingin terjun langsung dalam

kegiatan-kegiatan tersebut. Namun sebaliknya, jika angka partisipasi politik

masyarakat cenderung rendah, maka hal ini dapat dikatakan kurang baik, sebab

menunjukkan rendahnya perhatian masyarakat terhadap masalah politik. Meski

demikian, persentase partisipasi politik masyarakat di tiap-tiap wilayah tentunya

berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh kadar partisipasi politik yang juga

bervariasi.

Partisipasi politik sebagai bentuk dari suatu kegiatan, tentu didasari oleh

beberapa faktor. Faktor tersebut bisa berasal dari faktor internal maupun eksternal

dari dalam diri seseorang, bahkan ada pula yang menggabungkan keduanya.

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat

menurut para ahli.

Menurut Weimar, ada lima faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

partisipasi politik, yakni:

27
a. Modernisasi

Modernisasi yang terjadi di berbagai aspek, berkaitan pada

komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatnya laju urbanisasi,

peningkatan kualitas pendidikan, meluasnya peran media massa dan

komunikasi. Kemajuan tersebut berdampak pada peningkatan partisipasi

masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan, untuk

berpartisipasi dalam kegiatan politik.

b. Terjadinya perubahan struktur kelas esensial

Yang dimaksud di sini adalah lahirnya kelas menengah dan pekerja baru

yang semakin meluas dalam masa industrialisasi. Kemunculan mereka

tenju saja bersamaan dengan adanya tuntutan-tuntutan baru yang pada

akhirnya akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah.

c. Pengaruh kelompok intelektual dan meningkatnya komunikasi massa.

Gagasan-gagasan mengenai nasionalisme, liberalisme, dan egalitarisme

memunculkan tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam proses

penentuan kebijakan. Komunikasi yang semakin meluas mempermudah

masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.

d. Terjadinya konflik antar pemimpin politik.

Para pemimpin politik yang saling meperebutkan kekuasaan, seringkali

memperoleh kemenangan dengan cara mencari dukungan massa. Dalam

hal ini, seringkali terjadi partisipasi yang dimobilisasi.

e. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam segi sosial,

ekonomi dan kebudayaan.

28
Meluasnya ruang gerak pemerintah seringkali menimbulkan tuntutan

yang terorganisasi untuk turut serta dalam mempengaruhi pengambilan

kebijakan politik. Hal seperti itu merupakan dampak dari aktivitas

pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan. 31

Ramlan Surbakti, membagi dua macam faktor-faktor yang diperkirakan

mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang, yaitu:

a. Kesadaran politik

Kesadaran politik adalah kesadaran seseorang terhadap hak dan

kewajibannya sebagai warga negara. Oleh karenanya, kesadaran politik

sangat berkaitan erat dengan pengetahuan, keinginan dan perhatian

seseorang tentang lingkungan masyarakat dan keadaan politik yang

sedang terjadi.

b. Kepercayaan terhadap pemerintah (sistem politik)

Kepercayaan terhadap pemerintah dapat diartikan sebagai penilaian

seseorang terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Apakah pemeritah

itu dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak.32

Selanjutnya menurut Nimmo, keterlibatan seseorang dalam partisipasi

politik dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

1. Peluang resmi, artinya ada kesempatan seseorang terlibat dalam partisipasi

karena didukung kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

2. Sumber daya sosial, artinya partisipasi ditentukan oleh kelas sosial dan

peredaan geografis. Dalam kenyataannya tidak semua orang memiliki

31
Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, 323.
32
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 144.

29
peluang yang sama berkenaan dengan sumberdaya sosial dan sumberdaya

ekenomi untuk terlibat dalam partisipasi politik. berkaitan dengan

perbedaaan demografis, terdapat juga perbedaan partisipasi seperti usia,

jenis kelamin, suku, tempat tinggal, agama dan lain-lain.

3. Motivasi personal, artinya motif yang mendasari kegiatan berpolitik sangat

bervariasi. Motif ini bisa sengaja atau tidak disengaja, rasional atau tidak

emosional, dipahami psikologis atau sosial, diarahkan dari dalam diri

sendiri atau dari luar, dan dipikirkan atau tidak dipikirkan.33

Menurut Sherry R. Arnstein faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

partisipasi politik masyarakat terbagi menjadi empat yang di antaranya adalah:

komunikasi politik; kesadaran politik; pengetahuan masyarakat terhadap proses

pengambilan keputusan; dan kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik.34

Dari beberapa faktor yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, banyak

sekali yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan

politik. Akan tetapi dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan teori Sherry

R. Arnstein dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

politik penyandang disabilitas.

C. Konsep Pilkada

1. Pengertian Pilkada

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepada daerah adalah pelaksanaan

kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih kepala

daerah beserta wakilnya secara langsung dan demokratis. Hal tersebut termaktub
33
Yalvema Miaz, Partisipasi Politik: Pola Perilaku Pemilih Pemilu Masa Orde Baru dan
Reformasi, (Padang:UNP Press, 2012), 24.
34
Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Sistem Politik Indonesia, 317.

30
dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepal Daerah, Nomor 8 Tahun 2015,

Pasal 1 ayat 1.35 Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008

tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Nomor 6 Tahun 2005 tentang

Pemilihan, Pengesahan Pengangakatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah dijelaskan bahwa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksana kedaulatan

rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih

kepala daerah dan wakil kepala daerah.36

Menurut Cakra Arbas, pilkada merupakan kegiatan yang dilakukan di

Indonesia untuk memilih pemimpin daerah dan wakilnya secara langsung oleh

penduduk daerah setempat yang telah memenuhi syarat.37 Sedangkan menurut

Siswanto Sunarno, pilkada merupakan pesta rakyat untuk memilih kepala daerah

beserta wakilnya dari usulan partai politik tertentu, gabungan partai politik atau

secara independen dan yang telah memenuhi persyaratan.38

Berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan

bahwasanya pilkada adalah sebuah mekanisme politik, untuk merotasi

kepemimpinan di daerah dan untuk mengartikulasikan aspirasi serta kepentingan

masyarakat daerah, dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum kepala

35
Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota.
36
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangakatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
37
Cakra Arbas, Jalan Terjal Calon Independen Pada Pemilukada di Provinsi Aceh,
(Jakarta: Sofmedia, 2012), 31.
38
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), 131.

31
daerah. Masyarakat berhak dan berkewajiban untuk memilih satu pasangan calon

kepala daerah beserta wakilnya, secara langsung dan demokratis. Adapun kepala

daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud di sini adalah gubernur beserta

wakilnya untuk memimpin di daerah provinsi, bupati beserta wakilnya untuk

memimpin di daerah kabupaten, dan walikota beserta wakilnya untuk memimpin

di daerah kota.

Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk meneliti pilkada DKI Jakarta

tahun 2017. Di mana pilkada yang digelar adalah untuk memilih calon gubernur

dan wakil gubernur yang akan memimpin DKI Jakarta dalam kurun waktu lima

tahun ke depan.

2. Fungsi dan Tujuan Pilkada

Fungsi dan tujuan pilkada dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,

terbagi menjadi tiga poin utama, yaitu:

a. Memilih pemimpin daerah yang sesuai dengan keinginan masyarakat,

sehingga kepala daerah yang terpilih nantinya, diharapkan dapat

memenuhi dan mewujudkan keinginan masyarakat daerah tersebut.

b. Melalui penyelenggaraan pemilihan kepala daerah ini diharapkan

masyarakat daerah memilih pemimpin dengan didasarkan pada misi, visi,

program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah. Sebab dengan

dilaksanakannya pemilihan tersebut akan menentukan sejauh mana

keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

32
c. Pemilihan kepala daerah menjadi sebuah sarana pertanggungjawaban yang

sekaligus menjadi sebuah sarana untuk mengevaluasi dan mengontrol

seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang menopangnya.39

Melalui penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, masyarakat diharapkan

dapat memutuskan apakah akan memperpanjang atau menghentikan mandat

seorang kepala daerah, dan juga apakah organisasi politik penopang masih dapat

dipercaya atau tidak. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemilihan umum, maka

pemilihan kepala daerah harus diselenggarakan secara demokratis sehingga betul-

betul dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut. Pelanggaran dan kelemahan

yang dapat menyesatkan nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan pemilihan

kepala daerah harus diperbaiki dan dicegah semaksimal mungkin.40

Tujuan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tentunya adalah agar

masyarakat daerah dapat memilih pemimpin kepala daerah secara langsung dan

demokratis. Penyelenggaraan pemilihan tersebut secara otomatis membuka ruang

untuk masyarakat agar ikut serta dalam berbagai aktivitas politik di tingkat

daerah. Oleh karenanya, pelaksanaan pilkada adalah rangka untuk memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk melaksanakan hak dan kewajibannya.

Selain itu tujuan lain dari penyelenggaraan pilkada adalah untuk merotasi

kepemimpinan yang lama dan digantikan dengan kepemimpinan yang baru

sebagai produk dari pelaksanaan pilkada itu sendiri. Pemimpin yang telah dipilih

secara langsung oleh masyarakat diharapkan lebih akuntabel dan lebih

berorientasi pada kepentingan rakyat. Sehingga mereka dapat memenuhi hak-hak

39
Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Kontpress, 2012), 85.
40
Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, 85.

33
masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat. Kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah daerah akan dapat diawasi secara langsung dan dapat dipertanggung

jawabkan kepada masyarakat, karena masyarakat terlibat secara langsung dalam

penyelenggaraan pemerintah melalui proses pemilihan kepala daerah.

3. Pelaksanaan Pilkada

Pada prakteknya, proses pelaksanaan pilkada dilaksanakan oleh KPUD,

berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dasar hukum

pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini telah diatur dalam Undang-Undang

tentang Pemerintahan Daerah, Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 57 ayat 1 yang

menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggung jawab kepada DPRD; lalu pada

ayat 2 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan

laporan penyelenggaraan pilkada kepada DPRD; dan pada ayat 3 disebutkan

bahwasanya dalam mengawasi penyelenggaraan pilkada, dibentuk panitia

pengawas pilkada yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan,

perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.41

Selain Pasal 57 yang telah diuraikan di atas, dasar hukum penyelenggaraan

pilkada pun terdapat pada pasal 65 ayat 1 yang menyebutkan bahwasanya pilkada

diselenggarakan melalui masa persiapan dan tahap pelaksanaan; lalu pada ayat 2

disebutkan bahwa dalam masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi: a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya

masa jabatan; b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya

41
Lihat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

34
masa jabatan kepala daerah; c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan

tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah; d.

Pembentukan Panitia Pengawas, PKK, PPS dan KPPS; e. Pemberitahuan dan

pendaftaran pemantau; dalam ayat 3 dijelaskan bahwa tahap pelaksanaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penetapan daftar pemilih; b.

Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah; c.

Kampanye; d. Pemungutan suara; e. Penghitungan suara; dan f. Penetapan

pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan

pelantikan; dan pada ayat 4 dijelaskan pula tentang tata cara pelaksanaan masa

persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tahap pelaksanaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur KPUD dengan berpedoman pada

Peraturan Pemerintah.42

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemilu juga mengatur

tentang penyelenggaraan pemilihan umum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam Pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum Provinsi,

selanjutnya disebut KPU Provinsi adalah penyelenggara pemilu yang bertugas

melaksanakan pemilu di provinsi. Selanjutnya pada ayat 8 dijelaskan bahwa

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU

Kabupaten/Kota, adalah penyelenggara pemilu yang bertugas melaksanakan

pemilu di kabupaten/kota. Berdasarkan pada peraturan dalam Undang-Undang

tersebut sangat jelas bahwasanya praktek pilkada provinsi (gubernur dan wakil

gubernur) yang notabene-nya dilaksanakan di provinsi merupakan tugas yang

42
Lihat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

35
diselenggarakan oleh KPU Provinsi. Sedangkan pilkada kabupaten/kota

diselenggarakan oleh KPU Kabupaten/Kota.43

Selain Undang-Undang, pelaksanaan pilkada pun telah di atur dalam

Peraturan KPU dan surat edaran KPU. Jadi dalam proses pelaksanaan pilkada,

pelaksanaannya tergantung pada Undang-Undang dan Peraturan yang telah dibuat

oleh KPU.

43
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

36
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYANDANG

DISABILITAS SERTA PENYELENGGARAAN PILKADA DKI

JAKARTA TAHUN 2017

A. Gambaran Umum tentang KPU DKI Jakarta dan PPUA Penca

1. KPU DKI Jakarta

Komisi Pemilihan Umum adalah nama lembaga negara yang

menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang

tentang Penyelenggara Pemilu, Nomor 15 Tahun 2011, Pasal 1 ayat 6 dijelaskan

bahwasanya Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU adalah

lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri yang

bertugas melaksanakan pemilu.44

Dalam penelitian ini, KPU yang dimaksud adalah KPU Provinsi DKI

Jakarta. KPU Provinsi bertugas melaksanakan pemilu di wilayah provinsi. KPU

Provinsi dibentuk berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011

pasal 3 tentang wilayah kerja KPU, pasal 4 ayat 2 tentang kedudukan KPU

Provinsi serta pasal 6 tentang jumlah anggota KPU Provinsi dan tidak mengubah

pembagian tugas, fungsi, wewenang dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal dan

mekanisme pemilu DPR, DPD, DPRD, presiden dan wakil presiden, serta kepala

daerah dan wakil kepala daerah. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU berpedoman

pada asas mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggara pemilu,

44
Lihat Undnag-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

37
kepentingan umum, dan keterbukaan.45 Beranjak dari keputusan No 16 Tahun

1999 dan dengan diundangkannya Undang-Undang penyelenggara pemilihan

umum, maka terbentuklah Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang di dalamnya

meliputi KPU Provinsi DKI Jakarta. Adapun struktur organisasi KPU Provinsi

DKI Jakarta, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar III.A.1
Struktur Organisasi KPU Provinsi DKI Jakarta

Ketua

Sumarno

Angggota Angggota Angggota Angggota


Komisioner Komisioner Komisioner Komisioner
Moch. Sidik Betty Epsilon Idroos Dahliah Umar M. Fadillah

Sekretaris

Martin Nurhusin

Bagian Program, Data Bagian Keuangan, Umum Bagian Hukum, Teknis


Organisasi dan SDM dan Logistik dan Hupmas
Suharyono Saono Binsar Siagian

Sub Bagian Sub Bagian Umum


Keuangan dan Logistik
Farida Rivan

Sub Bagian Sub Bagian Teknis


Sub Bagian Sub Bagian SDM
dan Hupmas
Program dan Data Hukum
M. Douglas A.
Andi Setyo Pranata Sandi Sutra Raharja Hangga Pramaditya Ondang

Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta

45
Lihat Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Nomor 15 Tahun 2011.

38
a. Visi dan misi KPU Provinsi DKI Jakarta yakni:

1) Visi

Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan

Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel,

demi tercapainya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Misi

a) Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki

kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan

Pemilihan Umum.

b) Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota DPR, DPD,

DPRD, presiden dan wakil presiden serta kepala daerah dan wakil kepala

daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel,

edukatif dan beradab.

c) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bersih,

efisien dan efektif.

d) Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara adil

dan setara serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara konsisten

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e) Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam

Pemilihan Umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang

demokratis.46

46
Diakses dari website KPU Jakarta pada 20 Mei 2017, tersedia di http://kpujakarta.go.id/

39
b. Tugas dan Wewenang KPU Provinsi DKI Jakarta

Dalam Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 9

ayat 3, dijelaskan bahwa tugas dan kewenangan KPU Provinsi dalam

penyelenggaraan pemilihan gubernur di antaranya adalah merencanakan program,

anggaran dan jadwal pemilihan gubernur; menyusun dan menetapkan tata kerja

KPU serta pedoman teknis penyelenggaraan pemilihan gubernur; menerima daftar

pemilih dari KPU Kabupaten/Kota; memutakhirkan data pemilih; menetapkan

calon gubernur; mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara; membuat

berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;

menetapkan dan mengumumkan hasil pemilihan gubernur; mengumumkan calon

gubernur terpilih dan membuat berita acaranya; menindaklanjuti rekomendasi

Bawaslu provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran pemilihan;

melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat; melakukan evaluasi dan membuat

laporan penyelenggaraan pemilihan gubernur serta menyampaikan laporan

tersebut kepada DPR, Presiden, Gubernur dan DPRD Provinsi; dan melaksanakan

tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/ atau peraturan

perundang-undangan.47

c. Jumlah Keanggotaan KPU

Jumlah keanggotaan KPU Provinsi DKI Jakarta di atur dalam Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pasal 6

ayat 1-7. Pada ayat 1 disebutkan jumlah anggota KPU Provinsi sebanyak lima

orang; selanjutnya pada ayat 2 disebutkan bahwa keanggotaan KPU Provinsi

47
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

40
terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota; pada ayat 3 disebutkan

bahwa ketua KPU Provinsi dipilih dari dan oleh anggota; pada ayat 4 dijelaskan

bahwasanya setiap anggota KPU Provinsi mempunyai hak suara yang sama; lalu

pada ayat 5 disebutkan pula komposisi keanggotaan KPU Provinsi

memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%; pada ayat 6

dijelaskan tentang masa keanggotaan KPU Provinsi yaitu selama lima tahun

terhitung sejak pengucapan janji; dan pada ayat 7 disebutkan bahwa sebelum

berakhirnya masa keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat 6,

calon anggota KPU Provinsi yang baru harus sudah diajukan dengan

memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.48

2. PPUA Penca

a. Profil PPUA Penca

Terbentuknya PPUA Penca 2004 didorong oleh rasa keprihatinan atas

kurangnya kesetaraan dalam menemukan hak berpolitik bagi kelompok pemilih

penyandang disabilitas. Keprihatinan tersebut dilandasi fakta riil bawha pemilu

yang telah berlangsung selama ini tidak adil dan diskriminasi khususnya bagi

kelompok pemilih penyandang disabilitas. Hal ini terlihat dalam berbagai kasus

sebagai contoh: untuk pemilih penyandang disabilitas netra mereka didampingi

oleh panitia pemilihan umum, bukan orang yang ditentukan oleh penyandang

disabilitas itu sendiri, dan tidak adanya sangsi hukum bagi tidak terlaksananya

azaz rahasia, di samping semakin memperbesar peluang untuk merekayasa dan

memanipulasi suara oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Bagi kelompok

48
Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

41
penyandang disabilitas pengguna kursi roda, kelompok ini dalam pemilu 2004

sama sekali tidak dapat secara langsung mempergunakan hak suaranya karena

tidak tersedianya bilik suara yang akses bagi pemilih berkursi roda.

Kondisi tersebut adalah sebagian dari perlakuan diskriminasi dan kondisi ini

diperburuk lagi dengan kebijakan dan produk undang-udnang yang berkaitan

dengan pemenuhan hak berpolitik yang membatasi hak-hak penyandang

disabilitas untuk dipilih. Hal-hal ini mengemuka secara tajam dalam seminar

demokratisasi politik melalui sistem pemilu yang diselenggarakan oleh Panitia

HIPENCA pada 3 desember 2001 yang bekerjasama dengan CETRO yang

bertempat di Hotel Sahid Jaya Jakarta.

Seminar ini ditindak lanjuti dengan pertemuan-pertemuan organisasi

penyandang cacat tingkat nasional yakni PPCI, HWPCI, Pertuni, FKPCTI, dan

Gerkatin untuk membicarakan kemungkinan dibentuknya suatu lembaga advokasi

pemilu akses. Selanjutnya dari seminar ini kemudian disepakati dan dibentuklah

organisasi “PPUA penca” pada 22 April 2002. Organisasi ini dibentuk dengan

tujuan untuk mengadvokasi hak-hak politik penyandang cacat dalam pemilu 2004

khususnya bagi penyediaan sarana dan prasarana yang aksesibel bagi pemilih

penyandang disabilitas. 49 Adapun susunan penasihat dan dewan pengurus PPUA

Penca dapat dilihat pada gambar berikut ini:

49
Diakses dari website PPUA Penca pada 20 Mei 2017, tersedia di http://ppuapenca.org/.

42
Gambar III.B.1
Susunan Penasihat dan Dewan Pengurus PPUA Penca
Jabatan Nama Organisasi
H. Siswadi, MBA Persatuan Penyandang Cacat
Indonesia
Otje Soedioto, SH -
Penasihat
Hadar Nafis Centre for Electoral Reform
Gumay
J. Kristiadi CSIS
DR. Saharudin Komisioner HAM
Daming
Dewan
Pengurus:

Ketua Umum Dra. H. Ariani Pusat Pemilihan Umum Akses


Penyandang Cacat
Ketua I Heppy Sebayang, Persatuan Penyandang Cacat
SH Indonesia
Ketua II Drs. Harpalis Alwi Pusat Pemilihan Umum Akses
Penyandang Cacat
Sekretaris Made Adi Persatuan Penyandang Cacat
Umum Gunawan, S.IP. Indonesia
M.Si.
Sekretaris I Kasih Ani, SH Persatuan Tuna Netra Indonesia
Sekretaris II Ridwan Sumantri Federasi Kesejahteraan Penyandang
Cacat Tubuh Indonesia
Bendahara Maulani A. Federasi Kesejahteraan Penyandang
Umum Rotinsulu, BA Cacat Tubuh Indonesia

Wakil Rina Prasarani Himpunan Wanita Penyandang


Bendahara Cacat Indonesia
Umum
Ketua Nahroni Affandy Persatuan Tuna Netra Indonesia
Departemen
Advokasi
Sekretaris Mahretta Maha, SH Persatuan Penyandang Cacat
Departemen Indonesia
Advokasi

43
Ketua Maisi A.W Persatuan Tuna Netra Indonesia
Departemen
Komunikasi
Sekertaris Endang Ikatan Sindrom Down
Departemen Purwaningsih
Komunikasi
Ketua Welly Ferdinandus Himpunan Wanita Penyandang
Departemen Cacat Indonesia
Pengembangan
Oragnisasi
Sekertaris Syamsuddin Sar Persatuan Penyandang Cacat
Departemen Indonesia
Pengembalangan
Organisasi
Ketua Mahmud Fasa Federasi Kesejahteraan Penyandang
Departemen Cacat Tubuh Indonesia
Pendidikan
Politik
Sekertaris Drg. Juniati Effendi Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu
Departemen Indonesia.
Pendidikan
Politik
Sumber: PPUA Penca

b. Visi, Misi dan Tujuan PPUA Penca

Adapun visi, misi dan tujuan dari PPUA Penca yaitu:

1) Visi

Terselenggaranya pemilihan umum yang aksesibel dan non diskriminatif

sehingga menjamin penyandang cacat dapat secara langsung, bebas, rahasia dan

mandiri menyalurkan aspirasi politiknya.

2) Misi

a) Adanya kesamaan hak dan kesetaraan perlakuan bagi penyandang cacat

dalam menyampaikan hak bepolitik untuk memilih dan dipilih.

44
b) Tercapainya kesadaran dan pemahaman serta realisasi pengambil

kebijakan akan pentingnya perlindungan dan pemenuhan HAM bagi

penyandang cacat.

c) Terwujudnya produk undang-undang dan kebijakan lain bidang politik dan

hukum yang memberikan peluang bagi terpenuhinya kesamaan hak antara

penyandang cacat dan non penyandang cacat.

d) Terwujudnya pemilu yang akses untuk penyandang cacat.

3) Tujuan

Mewujudkan aspirasi hak-hak politik peyandang cacat dalam pemilu agar

lebih terjamin dan terlindungi, atas dasar kesetaraan dan kesamaan hak dalam

menyalurkan hak untuk dipilih dan hak untuk memilih secara mandiri, langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, adil, aksesibel dan non diskriminasi.50

B. Pengertian tentang Penyandang Disabilitas

Setiap penyandang disabilitas pada hakikatnya membutuhkan kondisi sosial,

kultural, dan politik di mana mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan dan

kegiatan sehari-hari. Di masa lalu, penyandang disabilitas dipandang sebagai

pasien yang memiliki kebutuhan medis, atau sebagai penerima amal dan layanan

sosial. Namun, pergerakan hak-hak penyandang disabilitas internasional telah

mengubah pemahaman atas disabilitas, dengan mengedepankan pendekatan

berdasarkan hak azasi manusia, yang bertujuan untuk memberdayakan para

penyandang disabilitas. Istilah disabilitas saat ini mengacu kepada orang yang

memiliki disabilitas fisik, psikososial, intelektual, atau panca indera jangka

50
Diakses dari website PPUA Penca pada 20 Mei 2017, tersedia di http://ppuapenca.org/.

45
panjang yang menghadapi tantangan terkait lingkungan dan sikap sehingga

menghambat partisipasi mereka secara penuh dan efektif di masyarakat dalam

basis yang setara dengan orang tanpa disabilitas.51

Secara umum, masyarakat Indonesia menyebut penyandang disabilitas

sebagai “penyandang cacat”, kemudian secara resmi diganti menjadi “penyandang

disabilitas” setelah Indonesia meratifikasi CRPD PBB melalui UU No 19 tahun

2011. Istilah baru “penyandang disabilitas” tidak memiliki makna yang sama

dengan istilah Bahasa Inggris “persons with disabilities”, karena istilah

“penyandang disabilitas” secara eksplisit berfokus pada disabilitas seseorang alih-

alih kemampuan yang mereka miliki. Komunitas disabilitas di Indonesia sering

menggunakan istilah “difabel” yang artinya adalah orang-orang yang memiliki

kemampuan berbeda ata “differently able” untuk mendorong hak setara

penyandang disabilitas dalam kerangka pembangunan.52

Pengertian penyandang disabilitas berbeda-beda dari satu negara ke negara

lainnya. Adapun pengertian disabilitas berdasarkan pada pasal 1 Konvensi PBB

tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas dalam CRPD yaitu penyandang

disabilitas mencakupi mereka yang memiliki penderitaan fisik, mental, intelektual,

atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana interaksi dengan berbagai

hambatan dapat menyulitkan partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat

berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.53

51
AGENDA, Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Indonesia, (Jakarta: AGENDA,
2015), 25-30.
52
AGENDA, Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Indonesia, 30.
53
Lihat Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

46
Selanjutnya pengertian penyandang disabilitas berdasarkan Undang-

Undang tentang Penyandang Disabilitas, Nomor 8 Tahun 2016, Pasal 1,

menyebutkan bahwa setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, mental,

intelektual dan/ atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi

secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan

hak.54

Adapun definisi lain tentang disabilitas yang dikemukakan oleh para ahli, di

antaranya yaitu Vans dan Wright, yang juga dikutip oleh Ayi Haryani dan Enung

Huripah. Menurut Vans kata disabilitas mengarah pada adanya kekurangan secara

fisiologis, anatomis ataupun psikologis yang disebabkan karena luka, kecelekaan

maupun cacat sejak lahir dan cenderung menetap. Sedangkan menurut Wright

disabilitas merupakan kondisi yang tidak lengkap, baik secara fisik maupun

mental.55

1. Jenis-jenis Penyandang Disabilitas

Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, Pasal 4 ayat 1

disebutkan bahwa “Ragam penyandang disabilitas meliputi penyandang

disabilitas fisik; penyandang disabilitas intelektual; penyandang disabilitas

mental, dan/atau penyandang disabilitas sensorik”. Selanjutnya pada ayat 2

dijelaskan bahwa “Ragam penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama

54
Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
55
Ayi Haryani dan Enung Huripah, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Netra dalam
Pemilihan Umum Tahun 2014 di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung”, 94.

47
yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”.

Adapun penjelasan mengenai ragam penyandang disabilitas tersebut yakni:

a. Disabilitas Fisik

Disabilitas fisik merupakan gangguan pada tubuh yang membatasi fungsi

salah satu anggota badan bahkan lebih atau membatasi kemampuan

motorik seseorang. Jenis disabilitas ini meliputi empat macam, yaitu:

1) Tuna daksa (kelainan tubuh) yaitu seseorang yang memiliki gangguan

gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur

tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan

organ tubuh), polio dan lumpuh.

2) Tuna netra (kelainan indera penglihatan) yaitu seseorang yang

memiliki hambatan dalam penglihatan. Tuna netra dapat

diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan

low vision.

3) Tuna rungu (kelainan pendengaran) yaitu di mana seseorang memiliki

hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen,

karena memiliki hambatan dalam pendengaran seseorang yang

menderita tuna rungu memiliki hambatan juga dalam berbicara.

4) Tuna wicara (kelainan bicara) yaitu suatu kondisi di mana seseorang

yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui

bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh

orang lain. Tuna wicara ini dapat bersifat fungsional di mana

48
kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan. dan organik yang

memang disebabkan karena danya ketidakmampuan organ bicara

maupun adanya gangguan pada organ motoric yang berkaitan dengan

bicara.56

b. Disabilitas Intelektual

Disabilitas intelektual merupakan suatu pengertian yang sangat luas

mencakup berbagai kekurangan intelektual yang juga dapat meliputi

disabilitas mental. Sebagai contohnya yaitu ketika seseorang mengalami

ketidakmampuan dalam belajar. Jenis disabilitas seperti ini bisa muncul

pada seseorang dengan usia berapapun.57

c. Disabilitas Mental

Yaitu kelainan mental dan atau tingkah laku baik bawaan maupun akibat

dari suatu penyakit. Jenis disabilitas mental ini terbagi dalam empat

macam yang meliputi: 1). retardasi mental, 2) gangguan psikiatrik

fungsional, 3). alkoholisme, 4). gangguan mental organik dan epilepsi.58

d. Disabilitas Sensorik

Disabilitas sensorik merupakan gangguan yang terjadi pada salah satu

indera. Istilah ini biasanya digunakan terutama pada penyandang

56
Nur Kholis Raefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Imperium,
2013), 17.
57
Nissa Nurul Fathia, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan Kepala
Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2015”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
(Universitas Bandar Lampung, 2016) 28.
58
Argyo Demartoto, Menyibak Sensitivitas Gender dalam Keluarga Difabel, (Surakarta:
Sebelas Maret University Press.,2005), 11.

49
disabilitas yang mengacu pada gangguan pendengaran, penglihatan dan

indera lainnya yang juga bisa terganggu.59

Berdasarkan pada pemaparan di atas tentang jenis-jenis penyandang

disabilitas yang meliputi disabilitas fisik, mental, intelektual dan sensorik, maka

dalam penelitian ini untuk lebih spesifiknya penyandang disabilitas yang

dimaksud oleh penulis adalah penyandang disabilitas dengan jenis disabilitas fisik

seperti tuna daksa, tuna netra, tuna rungu, serta tuna wicara.

C. Keikutsertaan Penyandang Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017

Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi bagian dari 101 gelaran pilkada serentak

di berbagai wilayah di Indonesia. Euforia pilkada Jakarta kali ini dapat dirasakan

oleh seluruh elemen masyarakat Jakarta termasuk para penyandang disabilitas.

Para penyandang disabilitas sangat antusias mengikuti pelaksanaan pilkada untuk

memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta. Antusiasme pemilih disabilitas

pada pelaksanaan pilkada kali ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah penyandang

disabilitas yang telah menggunakan hak pilihnya pada saat hari pemungutan suara

berlangsung. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah pemilih disabilitas yang

telah terdaftar dalam dalam pemilih tetap dan yang telah menggunakan hak

pilihnya pada gelaran pilkada DKI Jakarta putaran pertama dan kedua.

59
Nissa Nurul Fathia, “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan Kepala
Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2015”, 28.

50
Tabel III.C.1.
Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017 Putaran Pertama
No. Kota Jumlah Pemilih Jumlah Pemilih Disabilitas
Disabilitas yang Menggunakan Hak
Pilih
1 Jakarta Pusat 993 924
2 Jakarta Utara 956 905
3 Kabupaten 42 38
Kepulauan Seribu
4 Jakarta Timur 1.568 1.522
5 Jakarta Selatan 1.322 1.092
6 Jakarta Barat 2.859 970
Jumlah 7.740 5.451
Sumber: KPU DKI Jakarta
Tabel III.C.2.
Data Pemilih Disabilitas Pada Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua
No. Kota Jumlah Pemilih Jumlah Pemilih Disabilitas
Disabilitas yang Menggunakan Hak
Pilih
1 Jakarta Pusat 1.008 945
2 Jakarta Utara 1.084 1.041
3 Kabupaten 70 63
Kepulauan Seribu
4 Jakarta Timur 1.484 1.416
5 Jakarta Selatan 1.338 1.288
6 Jakarta Barat 2.584 1.138
Jumlah 7.568 5.891
Sumber: KPU DKI Jakarta

Dari kedua tabel di atas, dapat diketahui bahwasanya pada pilkada DKI

putaran pertama ada 7.740 pemilih disabilitas yang telah terdaftar sebagai pemilih

tetap, namun yang menggunakan hak pilihnya hanya 5.451 pemilih disabilitas.

Masih ada 2.289 pemilih disabilitas yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Sedangkan pada pilkada DKI putaran kedua, data pemilih disabilitas mengalami

perubahan dari 7.740 pemilih disabilitas, menjadi 7.568 dan yang menggunakan

hak pilihnya ada 5.891 pemilih disabilitas. Pada putaran kedua masih ada 1.677

pemilih disabilitas yang tidak menggunakan hak pilihnya. Tingkat partisipasi

51
politik pemilih disabilitas pada pilkada putaran pertama mencapai 70,43%.

Sedangkan pada pilkada putaran kedua angka partisipasinya naik menjadi

77,84%.60

Adapun tingkat tinggi rendahnya partisipasi politik penyandang disabilitas

di berbagai kota di daerah Jakarta dapat dilihat dari gambar berikut ini:

Gambar III.C.1
Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Pilkada Jakarta 2017
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Jakarta BaratJakarta Pusat Jakarta Jakarta Jakarta Utara Kepulauan
Selatan Timur Seribu

Pilkada Putaran Pertama Pilkada Putaran Kedua

Sumber: KPU DKI Jakarta

Berdasarkan gambar tersebut, kita dapat melihat seberapa besar tingkat

partisipasi para penyandang disabilitas dari berbagai kota di Jakarta. Tingkat

partisipasi tersebut cendurung meningkat pada saat pilkada putaran kedua.

Penyandang disabilitas yang memberikan hak pilihnya pada saat pilkada tentu

didasari oleh tingkat kesadaran politik yang sangat tinggi. Meski mereka

seringkali menghadapi berbagai hambatan dan tantangan serta sering kali

didiskriminasi saat memberikan hak pilihnya, akan tetapi mereka tetap antusias

untuk memberikan hak pilihnya pada saat pilkada 2017 kali ini. Memberikan hak

60
Amir A Gofur dan Nurul Agustina, ed., Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017,
23.

52
pilih pada saat pemilihan umum merupakan hak dan kewajiban seluruh warga

negara Indonesia. Penyandang disabilitas yang menggunakan hak pilihnya pada

saat pelaksanaan pilkada Jakarta tentunya terdorong oleh keyakinan bahwa

melalui pilkada ini, para penyandang disabilitas dapat menyalurkan aspirasi

mereka atau sekurang-kurangnya mereka bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah

dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dibuat nantinya akan lebih berpihak

kepada mereka.

53
BAB IV

PERAN DAN UPAYA KPU PROVINSI DKI JAKARTA SERTA

RELEVANSI DENGAN PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK

PENYANDANG DISABILITAS PADA PILKADA JAKARTA 2017

A. Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam Meningkatkan Partisipasi

Pemilih Disabilitas Pada Pilkada Jakarta 2017

Pemilihan kepala daerah sejatinya menjadi sebuah sarana atau wadah untuk

menampung aspirasi dan kepentingan masyarakat melalui penyeleksian calon

kepala daerah. Sejak pemerintah membuat kebijakan untuk menyelenggarakan

pilkada secara langsung, maka hal ini menjadi kesempatan politik yang baik untuk

seluruh masyarakat daerah sebagai sebuah sarana menuju demokratisasi. Dengan

diberlakukannya pilkada secara langsung, maka dalam gelaran pilkada Jakarta

2017 ini, seluruh elemen masyarakat berkesempatan untuk ikut telibat dalam

setiap tahap pelaksanaan pilkada, tak terkecuali untuk para penyandang

disabilitas, sebab mereka pun mempunyai hak politik yang sama seperti masyakat

non disabilitas lainnya. Mengingat hak politik merupakan hak seluruh warga

negara Indonesia, maka tak pantas jika ada pihak lain yang mengesampingkan

hak-hak politik para penyandang disabilitas. Sebab hak politik para penyandang

disabilitas pun telah dilindungi oleh berbagai regulasi baik dari dalam maupun

luar negeri.

Di pilkada Jakarta sebelumnya, hak politik para penyandang disabilitas

masih terabaikan, maka dari itu perlu adanya peran dan upaya dari pihak

penyelenggara pilkada utamanya KPU Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan

54
hak politik para penyandang disabilitas ini, terpenuhi di pilkada Jakarta 2017.

Selain hak politik yang harus dipenuhi, aksesibilitas para penyandang disabilitas

di pilkada pun harus turut diperhatikan, sebab hal ini akan berpengaruh pada

tingkat partisipasi politik para penyandang disabilitas itu sendiri. KPU Provinsi

DKI Jakarta mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan

partisipasi politik para penyandang disabilitas, karena partisipasi politik

merupakan salah satu indikator untuk menilai sukses atau tidaknya demokratisasi

di pilkada Jakarta.

Menurut Soerjono Soekanto, bahwasanya peran dapat diartikan sebagai

suatu aspek dinamis yang dapat berbentuk tindakan atau perilaku yang dilakukan

oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu jabatan dan melaksanakan

hak-hak serta kewajibannya sesuai dengan kedudukannya tersebut.61

Sebagaimana penjelasan Soekanto di atas, maka dalam hal ini peran KPU Provinsi

DKI Jakarta yang meliputi pelaksanaan tugas, wewenang, hak dan kewajibannya

dalam penyelenggaraan pilkada Jakarta 2017 adalah menjalankan apa yang telah

diamanatkan oleh Undang-Undang. Hal ini sejalan dengan perkataan Komisioner

KPU Provinsi DKI Jakarta, Betty Epsilon Idross, menurutnya:

Oh ya tentu saja peran kami sebagai penyelenggara perhelatan pemilu


termasuk juga pilkada, tentu saja mengeksekusi di lapangan apa yang
telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Pemilu dan peraturan yang mengatur
dibawahnya yaitu PKPU dan surat edaran KPU.62

61
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 242.
62
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.

55
Adapun terkait dengan pemarapan Komisioner KPU Jakarta di atas, maka

peran KPU Provinsi DKI Jakarta yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu di antaranya yaitu:

1. Mengadakan sosialisasi pilkada Jakarta 2017 kepada para penyandang

disabilitas

Sosialisasi menjadi salah satu bentuk dari peran yang dilakukan oleh KPU

Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas pada

pilkada Jakarta 2017. Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff bahwasanya

sosialisasi politik sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok bisa

mengenali sistem politik yang kemudian individu atau kelompok tersebut akan

menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap keadaan-keadaan politik

yang sedang terjadi.63 Melalui proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh KPU

DKI Jakarta kepada para penyandang disabilitas ternyata penyandang disabilitas

menunjukkan reaksi yang sangat positif terhadap keadaan politik yang ada.

Keadaan politik dalam hal ini dimaknai dengan pelaksanaan pilkada Jakarta 2017.

Dalam melakukan sosialisasi kepada para penyandang disabilitas, KPU

Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan PPUA Penca dan relawan demokrasi

khusus penyandang disabilitas untuk sama-sama memberikan pendidikan politik

kepada para penyandang disabilitas agar para penyandang disabilitas

mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya mengikuti pilkada

Jakarta 2017. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ketua Umum PPUA

Penca, Ariani Soekanwo:

63
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, 167.

56
KPU Jakarta itu bekerjasama dengan PPUA Penca dan relawan
demokrasi dalam melakukan sosialisasi ke para penyandang
disabilitas. Setiap mengadakan sosialiasasi, KPU mengundang PPUA
Penca atau relawan demokrasi untuk membantu KPU memberikan
pendidikan politik kepada para pemilih disabilitas. Sosialisasi yang
diadakan KPU tidak hanya melibatkan para penyandang disabilitas
secara perorangan, tetapi juga melibatkan komunitas-komunitas
disabilitas yang sudah ada seperti Pertuni, Gerkatin, FKPCTI, dan
juga SLB-SLB yang ada di Jakarta. Dengan mengundang komunitas-
komunitas ini maka akan lebih memudahkan KPU untuk menjangkau
pemilih disabilitas, dan massa yang datang untuk mengikuti sosialisasi
pun juga lebih banyak. Oleh karena itu langkah KPU ini patut
diapresiasi. Jadi tidak salah, jika penyandang disabilitas akhirnya
sangat antusias untuk bisa menyalurkan hak pilihnya sehingga
partisipasi penyandang disabilitas meningkat di pilkada kali ini.64

Dalam hal ini KPU DKI Jakarta menjadi salah satu agen sosialisasi dari

lembaga pemerintah yang dapat kita lihat juga sebagai komunikator dalam proses

sosialisasi untuk memberikan informasi, pengetahuan, dan sistem-sistem politik

yang ada. Sehingga KPU DKI Jakarta dalam proses sosialisasi turut melakukan

komunikasi politik dengan menstransmisikan perihal pilkada kepada para

penyandang disabilitas di Jakarta.

Bila dikorelasikan dengan teori Sherry R. Arnstein mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik seseorang yang salah satunya

adalah komunikasi politik, maka dalam penelitian ini jelas terlihat bagaimana

komunikasi yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta melalui sosialisasi politik

menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkat partisipasi politik

penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017. Sebab seperti yang kita ketahui

bahwa proses sosialisasi politik dan partisipasi politik itu bergantung pada

komunikasi politiknya. Semakin bagus komunikasi politik yang dilakukan oleh

64
Wawancara langsung dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca) Jakarta, 14
September 2017.

57
KPU DKI Jakarta kepada para penyandang disabilitas pada saat melakukan

sosialisasi, maka akan semakin bagus pula tingkat partisipasi politik penyandang

disabilitas di pilkada Jakarta.

Sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta terhadap

penyandang disabilitas tentunya sekaligus memberikan pendidikan politik untuk

para pemilih disabilitas sehingga sosialisasi yang dilakukan tentunya

meningkatkan kesadaran politik para penyandang disabilitas. Kesadaran politik

para penyandang disabilitas akan mempengaruhi tingkat partisipasi politik

mereka. Seperti teori Sherry R. Arnstein bahwasanya faktor yang mempengaruhi

tingkat partisipasi seseorang selain komunikasi politik adalah kesadaran politik.

Dalam rangka upaya meningkatkan partisipasi pemilih disabilitas, selain

mengadakan sosialisasi secara langsung, KPU DKI Jakarta pun telah melakukan

sosialisasi melalui poster, spanduk, baliho, dan iklan di media elektronik juga

media cetak. Adapun bahan-bahan sosialisasi KPU DKI Jakarta tersebut dapat

dilihat pada pada gambar berikut ini:

Gambar IV.A.1
Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta

Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta

Adapun bahan sosialiasi pilkada Jakarta yang lain dapat dilihat pada lampiran 1.

58
Sosialisasi politik yang dilakukan secara intensif kepada para penyandang

disabilitas, mampu meningkatkan partisipasi para penyandang disabilitas di

bandingkan dengan pilkada Jakarta 2012 lalu. Hal ini diperkuat dengan

pernyataan Komisioner KPU DKI Jakarta, yang mengatakan “Partisipasi

masyarakat Jakarta di pilkada 2017, itu tertinggi sepanjang sejarah paska

reformasi. Jadi tentu saja berimbas kepada pemilih termasuk pemilih disabilitas”.

Lalu lanjut Komisioner KPU DKI Jakarta, faktor signifikan yang mempengaruhi

tingkat partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta adalah:

Pertama karena kami sosialisasi itu sampai menyeluruh, jadi pasti


akan menjaring disabilitas, itu pasti. Yang kedua ketika kami
melakukan kegiatan sosialiasasi tentu kami harus menyiapkan bahan
untuk sosialisasinya. Misalnya kami bawa bahan sosialiasasi tentang
visi misi pasangan calon yang template braille, kami bagikan untuk
mereka yang bisa baca braille. Kalau tidak kami visualisasikan
melalui audio, dibicarakan kepada mereka bahwa ada calon ini gitu,
silahkan bapak dan ibu kenali mereka. Atau kalau bapak ibu tidak
terdaftar dalam daftar pemilih, apa yang bapak ibu harus lakukan,
kami selalu sosialisasikan seperti itu. Jadi bentuk-bentuk kerjasama itu
juga tadi melibatkan relawan demokrasi. Relawan demokrasi kami itu
ada dari kelompok disabilitas, untuk apa? Sebagai corongnya kami
untuk mudah masuk ke mereka, bicara untuk menggunakan hak
pilihnya di pilkada.65

2. Melakukan Pemutakhiran Data Pemilih Disabilitas

Sebagaimana diketahui bahwa pada pilkada Jakarta 2012 lalu, tidak ada data

mengenai tingkat partisipasi penyandang disabilitas, dikarenakan KPU Provinsi

DKI Jakarta tidak melakukan pendataan pemilih disabilitas berdasarkan jenis

disabilitasnya. Hal ini terbukti dari perkataan Komisioner KPU DKI Jakarta, Betty

Epsilon Idroos, yang mengatakan “Di pilkada tahun 2012 itu tidak ada data

65
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.

59
disabilitas, data disabilitas itu ada sejak pileg dan pilpres tahun 2014. Jadi, di

pilkada 2012 tidak ada pembagian pemilih berdasarkan jenis disabilitas”. 66

Permasalahan-permasalahan yang terjadi di pilkada Jakarta 2012 rupanya

menjadi pembelajaran penting untuk KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terus

meningkatkan peranan KPU Provinsi DKI Jakarta. Di pilkada Jakarta kali ini

KPU Provinsi DKI Jakarta lebih memusatkan perhatian mereka kepada para

penyandang disabilitas, sehingga mereka melakukan pendataan pemilih disabilitas

dengan menyediakan kolom khusus untuk pemilih disabilitas. Hal ini dilakukan

agar pemilih disabilitas dapat terlayani dengan baik oleh petugas KPPS. Hal ini

selaras dengan pernyataan Komisioner KPU DKI Jakarta, Betty Epsilon, yang

mengatakan:

Sejak kami melakukan pendataan pemilih, kami itu punya form di


ujung kolom paling kanan, apakah yang bersangkutan itu disabilitas
atau tidak, disabilitasnya jenis apa? tuna netra, tuna rungu, tuna
wicara, tuna mental atau tuna apa itu ada jenis-jenisnya. Kalau kita
punya data kan enak. Misal yang tuna netra, berapa orang nih yang
tuna netra? nah kenapa harus ada data? karena kan harus disediakan
template surat suaranya atau nanti kami harus membimtek petugas
kpps kami, untuk bagaimana melayani yang tuna netra, bagaimana
melayani yang tuna rungu, bagaimana melayani yang tuna wicara,
bagaimana melayani yang tuna daksa. Makanya kita butuh datanya
untuk bisa melayani mereka semua.67

66
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
67
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.

60
B. Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam Meningkatkan Partisipasi

Politik Penyandang Disabilitas Pada Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017

Penyandang disabilitas tentunya mempunyai andil yang cukup besar dalam

mengukur sukses atau tidaknya pelaksanaan pilkada Jakarta 2017. Mengingat

bahwa hak politik para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2012 lalu masih

dikesampingkan, maka tak heran jika para lembaga penyelenggara pilkada

utamanya KPU Provinsi DKI Jakarta terus berupaya untuk meningkatkan kualitas

pelayanan mereka untuk memenuhi hak-hak para penyandang disabilitas. Hal ini

dilakukan agar para penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara penuh pada

pelaksanaan pilkada kali ini. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh KPU DKI

Jakarta dalam meningkatkan partisipasi para penyandang disabilitas pada pilkada

Jakarta 2017 di antaranya yaitu:

1. Menyediakan aksesibilitas untuk para pemilih disabilitas

Aksesibilitas di sini dapat diartikan sebagai layanan atau kemudahan yang

disediakan untuk memfasilitasi para penyandang disabilitas. Medapatkan

aksesibilitas dalam pilkada merupakan bagian hak politik dari para penyandang

disabilitas. Pemenuhan aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas dimaksudkan

untuk menjamin hak pilih mereka dapat terpenuhi pada setiap tahapan pemilihan.

Sebab penyandang disabilitas seringkali mendapatkan hambatan dalam

menyalurkan aspirasinya dikarenakan kurang aksesnya sarana dan prasarana pada

saat hari pemungutan suara berlangsung. Untuk mewujudkan pilkada Jakarta 2017

yang aksesibel untuk para penyandang disabilitas, maka dibutuhkan peran dan

upaya dari pihak penyelenggara untuk memberikan aksesibilitas tersebut. Selain

61
itu, dibutuhkan pula regulasi yang mengatur mengenai pilkada akses yang

memenuhi prinsip-prinsip aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas.

Ada beberapa hal yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

menyediakan aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta

2017. Hal-hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pilkada Jakarta 2017 ramah

untuk para pemilih disabilitas sehingga tidak menghilangkan hak-hak para

penyandang disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam gelaran pilkada Jakarta

2017. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta tersebut

antara lain adalah:

a. Menyediakan braille template (alat bantu coblos) untuk penyandang

disabilitas netra. Di pilkada Jakarta sebelumnya alat bantu coblos ini

tidak disediakan di pilkada putaran pertama, dan disediakan di pilkada

putaran kedua setelah KPU Provinsi DKI Jakarta mendapatkan teguran

dari berbagai organisasi penyandang disabilitas.

b. KPU Provinsi DKI Jakarta membuat regulasi mengenai TPS akses yang

harus dibuat oleh para petugas TPS pada hari pemungutan suara. Jika di

pilkada sebelumnya lokasi TPS kurang akses untuk para penyandang

disabilitas, maka lain halnya pada pelaksanaan pilkada kali ini. Di

pilkada 2017 ini lokasi TPS untuk penyandang disabilitas sudah jauh

lebih akses untuk para penyandang disabilitas di bandingkan dengan

pilkada sebelumnya.

62
c. KPU Provinsi DKI Jakarta mengatur mengenai pendampingan untuk

para penyandang disabilitas pada saat menggunakan hak suaranya, agar

hak suara mereka tetap terjamin kerahasiaannya.

d. KPU Provinsi DKI Jakarta juga menyediakan interpreter (penerjemah

bahasa isyarat) pada saat debat kampanye cagub dan cawagub DKI

Jakarta 2017 yang ditayangkan di TV. Adanya interpreter di debat

pilkada ini tidak lain adalah untuk memfasilitasi para penyandang

disabilitas rungu untuk mendapatkan informasi mengenai visi dan misi

cagub dan cawagub DKI Jakarta 2017.

Segala upaya yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

memberikan aksesibilitas tersebut tidak lain untuk memudahkan para penyandang

disabilitas menggunakan hak suaranya pada pilkada Jakarta 2017 ini. Menurut

Elih, salah seorang pemilih disabilitas yang turut memberikan hak suaranya pada

saat pilkada Jakarta 2017, bahwasanya:

Di pilkada kemarin ini sudah jauh lebih baik sih ya, kalau kemarin
kebetulan kan kita di satu tempat, kebetulan saya di panti bina daksa,
dan itu sudah difasilitasi dengan lumayan ramah, kalau di tempat lain
saya kurang tau ya kalau untuk perorangan, karena itu kan sudah di
kolektif ya, semua pengguna kursi roda dan penduduk sekitar di satu
spot itu, jadi sudah lumayan akses untuk pengguna kursi roda.
Sekarang bilik suaranya juga sudah disejajarin sama pengguna kursi
roda, terus kotak suaranya juga sudah pendek ya, jadi memudahkan
pengguna kursi roda untuk memasukkan surat suara ke kotak suara
itu, beda banget sama pilkada yang sebelumnya, jadi pas kita mau
masukin surat suara, kotak suaranya harus di miringin dulu sama
petugas KPPSnya.68

68
Wawancara langsung dengan Elih (pemilih disabilitas), Jakarta, 04 April 2018.

63
Hal senada juga disampaikan oleh April Syar salah seorang penyandang

disabilitas. Berikut ini penuturannya mengenai aksesibilitas di pilkada Jakarta

2017:

Masih berproses kalau sempurna sih belum, tapi kalau mendekati


aksesibel yang semakin sempurna iya, karena kalau dibandingkan
dengan tahun-tahun atau periode-periode sebelumnya itu memang
aksesibilitas untuk penyandang disabilitas itu memang belum seberapa
signifikan, tapi mulai 2017 kemarin pilkada akses (TPS akses) itu
sudah mulai disuarakan baik di KPU RI, KPU Provinsi DKI Jakarta,
ataupun di KPU Kota itu sudah sampai ke PPK, termasuk ke tingkat
TPS-TPS itu sudah memperhatikan aksesibilitas untuk penyandang
disabilitas dalam memilih. Walaupun ada beberapa yang belum,
karena disebabkan oleh beberapa situasi dan kondisi yang memang
terkadang berubah, seperti cuaca, lingkungan, termasuk juga kualitas
atau keberadaan SDMnya juga yang mempengaruhi aksesibilitas di
TPS-TPS itu. Di lokasi saya milih juga sudah akses, sudah lumayan
ya. Pengalaman tahun kemaren memang beragam informasi tentang
situasi TPS itu memang tidak sama, ada yang memang bagus banget
ada yang tidak bagus dan tidak akses sama sekali.69

Dari pernyataan Elih dan April Syar di atas dapat kita ketahui bahwasanya

ada kemajuan dari peran dan upaya KPU DKI Jakarta, dalam menyelenggarakan

pilkada akses untuk para penyandang disabilitas. Jika dibandingkan dengan

pilkada tahun sebelumnya, maka di pilkada kali ini terlihat sangat jelas bagaimana

KPU DKI Jakarta benar-benar melakukan peranannya dengan baik dalam

menyediakan aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas. Contoh aksesibilitas

lokasi TPS dan alat bantu coblos (braille template) yang dimaksud di atas dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

69
Wawancara langsung dengan April Syar, (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadi
relawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.

64
Gambar IV.B.1
Aksesibilitas Lokasi TPS

Sumber: PPUA Penca

Gambar IV.B.2
Alat Bantu Coblos (Braille Template)

Sumber: PPUA Penca

Adapun contoh aksesibilitas lokasi TPS lainnya dapat di lihat pada lampiran 2.

2. Melakukan rekrutmen relawan demokrasi untuk para penyandang

disabilitas

Pembentukkan relawan demokrasi bertujuan untuk meningkatkan partisipasi

dan kualitas pemilih disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya. Pembentukkan

relawan demokrasi ini melibatkan peran serta dari para penyandang disabilitas

65
yang aktif terkait isu-isu disabilitas di mana mereka nantinya akan memberikan

pendidikan politik bagi komunitasnya. Relawan demokrasi di sini menjadi rekan

KPU DKI Jakarta dalam melakukan sosialiasasi dan pendidikan pemilih untuk

para penyandang disabilitas.

Pembentukkan relawan demokrasi sebenarnya didasari oleh partisipasi

pemilih disabilitas yang cenderung rendah. Oleh sebab itu dalam upaya

meningkatkan partisipasi politik pemilih disabilitas, KPU DKI Jakarta

mengadakan pengrekrutan untuk relawan demokrasi. Selain sebagai mitra untuk

meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas, relawan demokrasi pun

menjadi jembatan penghubung untuk para penyandang disabilitas yang tidak

mampu dijangkau secara keseluruhan oleh KPU DKI Jakarta. Seperti yang telah

dipaparkan oleh Betty sebelumnya mengenai relawan demokrasi, bahwasanya

relawan demokrasi sebagai corong dari KPU DKI Jakarta untuk mudahkan KPU

DKI Jakarta berkomunikasi dengan para penyandang disabilitas agar mereka mau

untuk menggunakan hak pilihnya di pilkada Jakarta.70 April Syar yang juga turut

menjadi relawan demokrasi di pilkada Jakarta 2017, mengatakan:

Di pilkada 2017 kemarin saya terlibat di relawan demokrasi untuk


DKI Jakarta, waktu itu yang melantik KPU DKI Jakarta. Jadi saya di
samping sebagai pemilih juga sebagai relawan demokrasi yang
memberikan pendidikan politik untuk pemilih disabilitas, dan saya
juga ikut mensosialisasikan hak-hak disabilitas dalam memilih. Waktu
itu saya ga sendiri banget sih, tapi ditemani sama relawan-relawan
penyandang disabilitas yang lain, dan kami juga waktu itu difasilitasi
sama KPU DKI.71

70
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.
71
Wawancara langsung dengan April Syar (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadi
relawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.

66
Merujuk pada pemaparan Komisioner KPU DKI sebelumnya, dan yang

kemudian dipertegas pula oleh pernyataan April Syar di atas, bahwasanya dengan

adanya pembentukkan relawan demokrasi maka diharapkan mereka dapat

menggerakkan dan meningkatkan kesadaran politik para penyandang disabilitas

terhadap pentingnya memberikan suara di pelaksanaan pilkada. Sehingga

partisipasi pemilih disabilitas di pilkada Jakarta 2017 dapat meningkat

dibandingkan dengan pilkada tahun-tahun sebelumnya.

Pemaparan penulis di atas mengenai upaya-upaya yang telah dilakukan oleh

KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang

disabilitas dipertegas pula oleh pemaparan Komisioner KPU DKI Jakarta secara

langsung, mengenai upaya-upaya yang telah dilakukan oleh KPU DKI Jakarta

dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta

2017:

Pertama dari semua kegiatan sosialisasi yang kami lakukan, kami


selalu mengutamakan kelompok disabilitas se DKI Jakarta, jadi kami
kerjasama dengan panti sosial, kami bekerjasama dengan kelompok-
kelompok komunitas disabilitas, dan itu sosialiasasi untuk mengajak
mereka mau menggunakan hak pilihnya di hari H. lalu yang kedua
kami juga melakukan rekrutmen relawan demokrasi juga untuk
kelompok disabilitas itu se kota di DKI Jakarta punya perwakilan.
Dan yang ketiga tentu ketika kami melayani mereka di hari H itu kan
ada standard operasional prosedurnya, bagaimana kami melayani
pemilih yang tuna netra, sekalipun tuna netra tidak semua tuna netra
itu bisa membaca huruf braille, sekalipun dia bisa baca dia kan harus
didampingi, katakan ketika dia butuh pendampingan kami
menyiapkan form C3. C3 itu adalah surat pendampingan termasuk
bagi disabilitas yang ingin didampingi ketika menggunakan hak
pilihnya. Lalu yang ke empat kami juga mengukur pintu masuk ke
TPS minimum 1 m, untuk apa ? untuk memudahkan mereka yang
menggunakan kursi roda. Atau tinggi meja untuk naro kotak surat
suara, itu tidak boleh di atas 80 cm, untuk apa ? supaya mereka yang

67
menggunakan kursi roda dapat memasukkan surat suara mereka secara
mandiri. Itu semua ada SOP nya.72

Adapun form C3 untuk pendampingan pemilih disabilitas yang dimaksud

oleh Komisioner KPU DKI Jakarta di atas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar IV.B.3
Form C3 untuk Pendampingan Pemilih

Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta

C. Keberhasilan Peranan dan Upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dalam

Meningkatkan Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Pilkada

Jakarta 2017

Meriahnya pesta rakyat Jakarta pada pelaksanaan pilkada kali ini, tentunya

tidak bisa dilepaskan dari peran KPU DKI Jakarta sebagai lembaga penyelenggara

pilkada di Jakarta, yang terus bekerja keras untuk mensukseskan penyelenggaraan

72
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.

68
pilkada Jakarta 2017. Tanpa adanya peran dan upaya yang signifikan dari KPU

Jakarta, tentunya pelaksanaan pilkada di Jakarta tidak akan dapat diselenggarakan

dengan sukses dan lancar. KPU Provinsi DKI Jakarta tidak hanya sukses dan

berhasil dalam menyelenggarakan pilkada Jakarta 2017 saja. Akan tetapi, KPU

Provinsi DKI Jakarta juga mampu meningkatkan partisipasi politik masyarakat

Jakarta secara keseluruhan yang tentunya berimbas pula pada partisipasi politik

penyandang disabilitas. Hal ini didukung dengan adanya data pembanding antara

tingkat partisipasi politik masyarakat Jakarta di pilkada Jakarta sebelumnya yakni

di tahun 2012 lalu dengan tingkat partisipasi politik masyarakat Jakarta di pilkada

Jakarta 2017. Tingkat partisipasi politik masyarakat Jakarta tersebut dapat dilihat

pada gambar berikut ini:

Gambar IV.C.1.
Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Jakarta
Pada Pilkada Jakarta tahun 2012 dan 2017
80%
75%
70%
Putaran Pertama
65%
Putaran Kedua
60%
55%
Pilkada Tahun 2012 Pilada Tahun 2017

Sumber: KPU DKI Jakarta

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwasanya tingkat partisipasi politik

masyarakat Jakarta di pilkada Jakarta 2012 lalu mencapai angka 65% pada

putaran pertama dan 68% pada putaran kedua. Lalu pada pilkada Jakarta 2017

angka partisipasi meningkat menjadi 75,75% pada putaran pertama dan 77,08%

69
pada putaran kedua.73 Sedangkan untuk tingkat partisipasi politik penyandang

disabilitas di pilkada Jakarta 2017 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar IV.C.2.
Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Di Pilkada Jakarta 2017

80%

75%

70%

65%
Putaran Pertama Putaran Kedua

Sumber: KPU DKI Jakarta

Dari gambar di atas dapat dilihat, bahwasanya tingkat partisipasi politik

penyandang disabilitas cukup tinggi di pilkada Jakarta 2017. Bahkan di pilkada

putaran kedua tingkat partisipasi penyandang disabilitas melonjak cukup tajam.

Berdasarkan kedua gambar di atas, jelas terlihat bagaimana kenaikan tingkat

partisipasi politik masyarakat Jakarta jika dibandingkan dengan pilkada tahun

sebelumnya. Namun amat disayangkan tidak ada data untuk tingkat partisipasi

pemilih disabilitas di pilkada Jakarta 2012 lalu. Hal ini disebabkan karena KPU

Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan pendataan pemilih disabilitas di pilkada

Jakarta sebelumnya. Hal ini pun di pertegas dengan pernyataan Komisioner KPU

DKI Jakarta, Betty Epsilon, “Di pilkada tahun 2012 itu tidak ada data disabilitas,

data disabilitas itu ada sejak pileg dan pilpres tahun 2014. Jadi, di pilkada 2012

tidak ada pembagian pemilih berdasarkan jenis disabilitas”. 74

73
Amir A Gofur dan Nurul Agustina, ed., Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017,
24.
74
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.

70
Keberhasilan peran dan upaya KPU Provinsi DKI Jakarta dibuktikan pula

dengan adanya beberapa pemaparan yang dipaparkan oleh beberapa narasumber

disabilitas, pertama ada pemaparan dari Ketua Umum PPUA Penca, Ariani

Soekanwo, menurutnya:

Peran KPU sudah berhasil sih ya, tapi untuk aksesibilitas TPSnya
belum berhasil sepenuhnya. Sedangkan untuk yang lain-lain seperti
meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas itu sudah bagus.
Peraturan dari KPU juga sudah akses untuk penyandang disabilitas
akan tetapi implementasi memang menjadi suatu persoalan tersendiri.
Tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Jadi upaya-upaya dari
KPU dalam memenuhi hak-hak politik penyandang disabilitas itu
sudah ada, namun implementasi mengenai TPS akses itu masih belum
sepenuhnya terealisasi.75

Lalu menurut April Syar:

Kalau dibilang berhasil itu kan ada tingkatannya, jadi kalau berhasil
itu kan sudah sempurna ya, tapi perannya itu sudah mendekati
berhasil. Jadi kalau dipresentasikan secara nilai itu kan cukup bagus,
bagus, sangat bagus, kalau sangat bagus sih belum, kalau cukup bagus
kayanya masih kebangetan karena memang pilkada DKI 2017 ini
sudah mulai akses. Jadi peran KPUnya itu bagus lah. Walaupun
memang masih banyak lagi yang harus disempurnakan.76

Selanjutnya menurut Elih “Peran KPU belum sepenuhnya berhasil sih ya, tapi

saya rasa di pilkada kemarin ini sudah jauh lebih baik ya dibandingkan yang

sebelumnya”.77

Dari ketiga pernyataan di atas jelas telihat bahwasanya peranan dan upaya

yang telah dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta pada pilkada Jakarta 2017

sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pilkada 2012 lalu.

75
Wawancara langsung dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca), Jakarta, 14
September 2017.
76
Wawancara langsung dengan April Syar (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadi
relawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.
77
Wawancara langsung dengan Elih (pemilih disabilitas), Jakarta, 04 April 2018.

71
D. Tantangan dan Kendala KPU Provinsi DKI Jakarta dalam Meningkatkan

Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas

Meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas tentunya tidaklah mudah.

untuk KPU DKI Jakarta. Ada banyak persoalan yang harus dihadapi dan ditangani

oleh KPU DKI Jakarta untuk dapat meningkatkan partisipasi penyandang

disabilitas. Berikut ini adalah tantangan dan kendala KPU DKI Jakarta dalam

meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas:

1. Sulitnya menjangkau keberadaan para pemilih disabilitas

Penyandang disabilitas termasuk dalam kategori pemilih rentan, yang

seringkali keberadaannya sulit di jangkau oleh KPU Provinsi DKI Jakarta. Hal ini

disebabkan lantaran keberadaan para penyandang disabilitas yang seringkali

masih disembunyikan oleh pihak keluarga mereka. Komisioner KPU DKI Jakarta

mengatakan:

Dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas kita


terkendala di lapangan, karena banyak sekali warga itu yang tidak mau
menyatakan bahwa ada anggota keluarganya yang disabilitas, karena
mungkin merasa malu atau karena mungkin apa, padahal kebutuhan
kami adalah melayani para penyandang disabilitas itu berdasarkan
data yang kami miliki. Jadi sekali lagi dalam meningkatkan partisipasi
penyandang disabilitas itu ada faktor-faktor yang tidak dapat kita
tutup mata ya. Tidak semua keluarga berani menyatakan bahwa ada
anggota keluarganya yang disabilitas, dan kita kan ga bisa maksa
ketika kita coklit gitu, ketika kita turun ke lapangan, ditanya ada ga
keluarga ibu yang disabilitas? jawabannya oh ga ada, padahal
sebetulnya ada, dan kami sih berupaya sepenuh yang kami bisa.
Ketika kami membimtek petugas kami di tingkat bawah, kami itu
selalu mengimbau dan mengingatkan petugas kami untuk melayani
pemilih disabilitas dengan baik. Jadi usaha-usaha itu selalu kami
lakukan termasuk menggandeng PPUA Penca.78

78
Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta), Jakarta, 22 Maret 2018.

72
2. Faktor cuaca dan lingkungan

Lokasi TPS dalam pelaksanaan pilkada seharusnya didesain seakses

mungkin untuk memudahkan para penyandang disabilitas menyalurkan hak

politiknya dengan baik. Meski KPU Provinsi DKI Jakarta telah menginstruksikan

untuk membagun TPS yang ramah (aksesibel) untuk para penyandang disabilitas,

namun ternyata masih terdapat beberapa lokasi TPS yang tidak akses bagi para

penyandang disabilitas. Menurut April Syar, lokasi TPS yang tidak akses

disebabkan karena:

Sebetulnya lokasi TPS yang tidak akses bukan karena sepenuhnya


kesalahan KPU. Bukan juga karena petugas TPS kurang memahami
mengenai TPS akses, tapi ada faktor-faktor alam yang mempengaruhi
seperti cuaca. Contohnya TPS itu kan harus di bangun di tempat atau
di lapangan, yang pertama pintu masuknya tidak berundak-berundak,
yang kedua tidak berbatu-batu, yang ketiga ukuran pintu TPS minimal
1 m kecilnya, dengan ketinggian kotak suara 80 cm. Bukan hanya dari
sekedar si pembuat TPS, tapi memang dari kondisi cuaca, lingkungan,
itu mempengaruhi. Sehingga dari situ timbullah ragam permasalahan
keberadaaan TPS. Ada yang memang seharusnya TPS dibangun di
lapangan tapi karena kondisinya sedang hujan deras dan lapangannya
jadi becek jadi lokasi TPS nya dipindahkan ke gedung-gedung
sekolahan yang bertangg-tangga, atau yang memang seharusnya di
bangun di lapangan karena di tempat itu tidak ada lapangan jadi
TPSnya di bangun di jalan raya sempit, atau bisa juga karena memang
lingkungannya padat penduduk, sehingga lokasi TPSnya kanan
kirinya got. Jadi hal-hal seperti itu seringkali terjadi karena memang
ada faktor yang tidak bisa di hindari, dan seandainya pun terpaksa di
hindari yang akan berbicara nantinya anggaran, dan kita tidak
menyalahkan itu. Oke kita bangun secara profesional di tempat yang
sangat signifikan tapi nanti yang bicaranya dana, uang tendanya mana,
uang ini nya mana, uang itunya mana, gitu kan nanti pastinya. Oke
kita akan meratakan tanah buat lokasi TPS yang akses, lalu nanti biaya
nya mana? Apalagi ini kan hari pemungutan suara itu cuman sehari.79

79
Wawancara langsung dengan April Syar (pemilih disabilitas yang sekaligus menjadi
relawan demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.

73
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwasanya dari

kendala pertama mengenai kesalahan pihak keluarga saat para petugas melakukan

pendataan, maka hal itu akan menimbulkan masalah baru terhadap aksesibilitas

para penyandang disabilitas pada saat hari pemungutan suara berlangsung.

Pendataan yang tidak akurat akan mempengaruhi pelayanan untuk para

penyandang disabilitas. Seperti contoh kurangnya ketersediaan Braille Template

untuk penyandang disabilitas netra.

Selanjutnya mengenai kendala yang kedua, kita tidak bisa menyalahkan

KPU secara serta merta karena tidak aksesnya lokasi TPS untuk para penyandang

disabilitas, sebab memang kendala yang kedua ini dikarenakan beberapa faktor

yang sama sekali tidak bisa dihindari oleh siapapun. Lokasi TPS yang tidak akses

ini akan berdampak pada tingkat partisipasi pemilih disabilitas. Jika lokasi

TPSnya tidak akses, pemilih disbailitas tentunya tidak mau memberikan hak

suaranya pada hari H. Sebab mereka menganggap tidak ada yang mengakomodir

kepentingan mereka, dan tidak ada yang memperhatikan mereka.

74
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peran KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik

penyandang disabilitas adalah melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan

tertib seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang di antaranya yakni: (1) Melakukan

sosialisasi politik kepada para penyandang disabilitas; dan (2) memutakhirkan

data pemilih disabilitas.

Upaya yang dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan

partisipasi politik penyandang disabilitas di antaranya yaitu: (1) Menyediakan

aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas yang meliputi penyediaan alat

bantu coblos (braille template) untuk penyandang disabilitas netra; membuat

regulasi mengenai TPS akses untuk penyandang disabilitas; mengatur

pendampingan untuk para penyandang disabilitas pada saat menggunakan hak

suaranya; menyediakan interpreter (penerjemah bahasa isyarat) pada saat debat

kampanye cagub dan cawagub DKI Jakarta 2017 yang ditayangkan di TV; dan (2)

Mengadakan rekrutmen relawan demokrasi yang bertujuan untuk membantu KPU

DKI Jakarta dalam meningkatkan kesadaran politik para penyandang disabilitas.

Adapun tantangan dan kendala yang dihadapi oleh KPU Provinsi DKI

Jakarta dalam meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas di

antaranya yaitu: (1) Masih banyaknya warga masyarakat yang menyembunyikan

anggota keluarganya yang disabilitas, sehingga berakibat pada pendataan yang

75
salah dan pelayanan yang kurang maksimal untuk para peyandang disabilitas; dan

(2) faktor cuaca dan lingkungan yang menjadi hambatan tidak aksesnya lokasi

TPS untuk para penyandang disabilitas.

Merujuk pada pernyataan beberapa narasumber pemilih disabilitas, dan

Ketua Umum PPUA Penca bahwasanya peran dan upaya yang dilakukan oleh

KPU Provinsi DKI Jakarta dalam rangka meningkatkan partisipasi politik

penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017 sudah jauh lebih baik

dibandingkan dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Sehingga partisipasi politik

penyandang disabilitas meningkat cukup tajam pada pelaksanaan pilkada Jakarta

2017. Dengan demikian, maka peran KPU DKI Jakarta berpengaruh terhadap

meningkatnya partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017.

B. Saran

Untuk KPU Provinsi DKI Jakarta, agar partisipasi politik para penyandang

disabilitas di pilkada-pilkada selanjutnya lebih meningkat, maka KPU sebagai

pihak penyelenggara harus terus melakukan evaluasi hasil pilkada sebelumnya.

Dengan demikian KPU akan mengetahui kekurangan apa saja yang harus di

perbaiki di pilkada selanjutnya. Selain itu KPU pun harus terus melakukan

koordinasi dengan LSM-LSM disabilitas, agar dapat mengetahui apa saja yang

dibutuhkan oleh para penyandang disabilitas, yang belum terpenuhi di pilkada

Jakarta 2017 ini. Melalui hal ini KPU akan mengetahui hal apa yang harus

dilakukan untuk penyelenggaraan pilkada selanjutnya.

Selain itu, KPU juga harus lebih serius dalam melakukan pendataan

terhadap para penyandang disabilitas, agar data yang diperoleh dapat menujukkan

76
jumlah penyandang disabilitas yang akurat sehingga nantinya para penyandang

disabilitas dapat dilayani dengan baik oleh para petugas di TPS. KPU juga harus

membimtek para petugas KPPS dengan benar agar mereka paham bagaimana cara

melayani para penyandang disabilitas saat hari pemungutan suara berlangsung.

Hal yang terpenting untuk KPU adalah bagaimana KPU terus memberikan

pendidikan politik untuk para pemilih disabilitas dengan cara melakukan

sosialisasi politik, sebab jika kesadaran pemilih itu tinggi maka partisipasi mereka

juga akan tinggi.

77
DAFTAR PUSTAKA

Buku

AGENDA. Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas di Indonesia. Jakarta:


AGENDA, 2015.

Arbas, Cakra. Jalan Terjal Calon Independen Pada Pemilukada di Provinsi Aceh.
Jakarta: Sofmedia, 2012.

Arifin, Anwar. Komunikasi Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Bagong, Suyanto. dan Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana, 2004.

Budiardjo, Miriam. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 1998.

Demartoto, Argyo. Menyibak Sensitivitas Gender dalam Keluarga Difabel.


Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2005.

Efriza. Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alphabeta. 2012.

Gaffar, Janedri M. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Kontpress, 2012.

Gofur, Amir A dan Nurul Agustina, ed. Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta
2017. Jakarta: KPU Provinsi DKI Jakarta, 2017.

Heryanto, Gun Gun. Media Komunikasi Politik:Relasi Kuasa Media di Panggung


Politik. Yogyakarta: IRCiSoD, 2018.

Maran, Rafael Raga. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2007.

Miaz, Yalvema. Partisipasi Politik: Pola Perilaku Pemilih Pemilu Masa Orde
Baru dan Reformasi. Padang: UNP Press, 2012.

Mufti, dan Ahmad Syamsir. Pembangunan Politik. Bandung: CV Pustaka Setia,


2016.

Muladi. Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implkasinya Dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama, 2005.

Nogi S. Tangkilisan, Hessel. Manajemen Publik. Jakarta: PT Gramedia


Widiasarana Indonesia, 2005.

xv
Prihatmoko, Joko J. Mendemokratiskan Pemilu: Dari Sistem Sampai Elemen
Teknis. Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2008.

Raefani, Nur Kholis. Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta:


Imperium, 2013.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:


Prenadamedia Group, 2015.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, 2002.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung: CV. Alfa Beta, 2010.

Sujarweni, V. Wiratna. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustakabarupress,


2014.

Sunarno, Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar


Grafika, 2006.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana


Indonesia. 1999.

Zuhro, R. Siti, dkk. Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Nilai-Nilai


Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan
Bali. Yogyakarta: Ombak, 2009.

Jurnal

Afifuddin, M. “Memastikan Hak Penyandang Disabilitas di Pilkada DKI Jakarta.”


Jurnal Bawaslu DKI Jakarta (November 2016): 83-96.

Haryani, Ayi dan Enung Huripah. “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas


Netra dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Panti Sosial Bina Netra
Wyata Guna Bandung.” Jurnal Agregasi, Vol.2, No.1, (2014):89-104.

Skripsi

Fathia, Nissa Nurul. “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan


Kepala Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2015.” Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bandar Lampung, 2016.

xvi
Produk Hukum

Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2008 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangakatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan


Walikota.

Wawancara

Wawancara langsung dengan Betty Epsilon Idroos (Komisioner KPU Provinsi


DKI Jakarta) Jakarta, 22 Maret 2018.

Wawancara langsung dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca),


Jakarta, 14 September 2017.

Wawancara langsung dengan Elih (Pemilih Disabilitas), Jakarta, 04 April 2018.

Wawancara langsung dengan April Syar (Pemilih Disabilitas yang juga menjadi
Relawan Demokrasi), Jakarta, 04 April 2018.

Internet

.. “Visi Misi PPUA Penca.” tersedia di http://ppuapenca.org/profil/visi-


misi/; Internet; di akses pada Kamis, 20 Mei 2017.

Asril, Sabrina. “Hak Politik Penyandang Disabilitas yang Dibungkam.”


Kompas.com, Selasa 30 Juli 2013 [berita on-line]; tersedia di
https://www.kompas.com/; Internet; diakses pada 28 Februari 2017.

KPU Provinsi DKI Jakarta, “Visi Misi KPU Provinsi DKI Jakarta.” tersedia di
http://www.kpujakarta.go.id/visimisi/; Internet; diakses pada 20 Mei 2017

PPUA Penca. “Profil PPUA Penca.” tersedia di http://ppuapenca.org/profil/;


Internet; di akses pada Kamis, 20 Mei 2017.
LAMPIRAN

xvii
Lampiran 1 Bahan Sosialisasi Pilkada Jakarta 2017

Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta

xviii
Sumber: KPU Provinsi DKI Jakarta

xix
Lampiran 2 Contoh Lokasi TPS Akses untuk Penyandang Disabilitas

Sumber: PPUA Penca

xx
Lampiran 3

Wawancara dengan Betty Epsilon


Idroos (Komisioner KPU Provinsi DKI
Jakarta).

Penulis: Sebagai pihak penyelenggara pemilihan umum, tentunya KPU DKI


Jakarta harus berperan aktif dalam penyelenggaraan pilkada Jakarta 2017, lalu
peran seperti apa yang telah dilakukan KPU DKI Jakarta pada pilkada kali ini?

Narasumber: Oh ya tentu saja peran kami sebagai penyelenggara perhelatan


pemilu termasuk juga pilkada, tentu saja mengeksekusi di lapangan apa yang telah
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Pemilu dan peraturan yang mengatur dibawahnya yaitu PKPU
dan surat edaran KPU.

Penulis: KPU DKI Jakarta harus memastikan hak politik masyarakat Jakarta
terpenuhi pada saat pelaksanaan pilkada Jakarta 2017, termasuk juga hak-hak para
penyandang disabilitas yang memang membutuhkan perhatian khusus dari KPU
DKI Jakarta, peranan seperti apa yang diemban KPU DKI Jakarta dalam
menjamin hak politik pemilih disabilitas terpenuhi pada pilkada Jakarta 2017?

Narasumber: Jadi hak politik itu kan ditandai dengan 1. Pemilih itu terdaftar
dalam daftar pemilih, 2. Pemilih itu dapat menggunakan hak pilih. Sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di negara kita. Nah definisi pemilih itu di UU jelas, usia
17 tahun ke atas dan atau sudah menikah, nah tidak ada urusan bahwa dia itu
disabilitas atau tidak, kecuali dalam UU disebutkan lagi sepanjang dia dapat
menggunakan hak pilihnya artinya dia tidak kehilangan hak politiknya karena
dicabut oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, lalu sepanjang yang
bersangkutan tidak terganggu mentalnya atau sepanjang dokter tidak mengatakan
bahwa dia itu tidak bisa menggunakan hak pilihnya, maka dia bisa menggunakan
hak pilihnya. Katakan misalnya di panti sosial di Jakarta itu banyak disabilitas
yang secara mental terganggu atau gila, tapi ternyata sepanjang mereka sadar

21
ketika pencoblosan suara maka mereka dapat menggunakan hak pilihnya. Dan
mereka harus terdaftar dalam DPT. Jika tidak terdaftar maka ada lagi yang disebut
dalam DPTB. Jadi kami selaku peyelenggara tentu tidak membedakan seseorang
itu dapat menggunakan hak pilihnya karena dia itu disabilitas atau tidak,
sepanjang memenuhi persyaratan.

Penulis: KPU Provinsi DKI Jakarta sebagai pihak penyelenggara pilkada,


seberapa ramah memfasilitasi para penyandang disabilitas di pilkada Jakarta
2017?

Narasumber: Sejak kami melakukan pendataan pemilih, kami itu punya form di
ujung kolom paling kanan, apakah yang bersangkutan itu disabilitas atau tidak,
disabilitasnya jenis apa? tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna mental atau tuna
apa itu ada jenis-jenisnya. Kalau kita punya data kan enak. Misal yang tuna netra,
berapa orang nih yang tuna netra? nah kenapa harus ada data? karena kan harus
disediakan template surat suaranya atau nanti kami harus membimtek petugas
KPPS kami, untuk bagaimana melayani yang tuna netra, bagaimana melayani
yang tuna rungu, bagaimana melayani yang tuna wicara, bagaimana melayani
yang tuna daksa. Makanya kita butuh datanya untuk bisa melayani mereka semua.

Penulis: Partisipasi politik penyandang disabilitas di pilkada Jakarta 2017,


meningkat cukup tajam dibandingkan dengan pilkada tahun 2012 lalu, apakah
angka partisipasi politik penyandang disabilitas ini sudah memenuhi target KPU?
Dapatkah digambarkan kenaikan yang dimaksud? Lalu, adakah data pembanding
yang dimaksud?

Narasumber: Kalau dikatakan tingkat partisipasi, partisipasi di pilkada 2017 itu


tertinggi sepanjang sejarah paska reformasi, jadi tentu saja berimbas kepada
pemilih termasuk pemilih disabilitas. Kalau dikatakan puas tidak puas tentu
selaku penyelenggara kan menilai partisipasi di atas 60% itu kan tinggi, namun
kepuasan itu tidak dapat diukur dari hanya sekedar angka, tapi kepuasan itu juga
harus di ukur dari bagaimana kualitas demokrasi itu terselenggara. Dari sisi
penyelenggara tentu kami tergantung juga dari bagaimana kualitas kami melayani
mereka sebagai pemilih, sebagai peserta pemilu, itu kan juga tidak dapat
dikatakan ada linkert sistem itu puas atau tidak puas. Pilkada 2012 itu tidak ada
data disabilitas, data disabilitas itu ada sejak pileg dan pilpres 2014. Jadi tidak ada
pembagian pemilih berdasarkan jenis disabilitas.

Penulis: Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh KPU DKI Jakarta dalam
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas?

22
Narasumber: Pertama dari semua kegiatan sosialisasi yang kami lakukan, kami
selalu mengutamakan kelompok disabilitas se DKI Jakarta, jadi kami kerjasama
dengan panti sosial, kami bekerjasama dengan kelompok-kelompok komunitas
disabilitas, dan itu sosialiasasi untuk mengajak mereka mau menggunakan hak
pilihnya di hari H. lalu yang kedua kami juga melakukan rekrutmen relawan
demokrasi juga untuk kelompok disabilitas itu se kota di DKI Jakarta punya
perwakilan. Dan yang ketiga tentu ketika kami melayani mereka di hari H itu kan
ada standard operasional prosedurnya, bagaimana kami melayani pemilih yang
tuna netra, sekalipun tuna netra tidak semua tuna netra itu bisa membaca huruf
braille, sekalipun dia bisa baca dia kan harus didampingi, katakan ketika dia
butuh pendampingan kami menyiapkan form C3. C3 itu adalah surat
pendampingan termasuk bagi disabilitas yang ingin didampingi ketika
menggunakan hak pilihnya. Lalu yang ke empat kami juga mengukur pintu masuk
ke TPS minimum 1 m, untuk apa? untuk memudahkan mereka yang
menggunakan kursi roda. Atau tinggi meja untuk naro kotak surat suara, itu tidak
boleh di atas 80 cm, untuk apa ? supaya mereka yang menggunakan kursi roda
dapat memasukkan surat suara mereka secara mandiri. Itu semua ada SOP nya.

Penulis: Tantangan dan kendala apa saja yang menghambat upaya KPU dalam
meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas?

Narasumber: Dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas kita itu


terkendala di lapangan, karena banyak sekali warga itu yang tidak mau
menyatakan bahwa ada anggota keluarganya yang disabilitas, karena mungkin
merasa malu atau karena mungkin apa, padahal kebutuhan kami adalah melayani
para penyandang disabilitas itu berdasarkan data yang kami miliki. Jadi sekali lagi
dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas itu ada faktor-faktor yang
tidak dapat kita tutup mata ya. Tidak semua keluarga berani menyatakan bahwa
ada anggota keluarganya yang disabilitas, dan kita kan ga bisa maksa ketika kita
coklit gitu, ketika kita turun ke lapangan, ditanya ada ga keluarga ibu yang
disabilitas? jawabannya oh ga ada, padahal sebetulnya ada, dan kami sih berupaya
sepenuh yang kami bisa. Ketika kami membimtek petugas kami di tingkat bawah,
kami itu selalu mengimbau dan mengingatkan petugas kami untuk melayani
pemilih disabilitas dengan baik. Jadi usaha-usaha itu selalu kami lakukan
termasuk menggandeng PPUA Penca.

Penulis: Faktor signifikan apa saja yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik
penyandang disabilitas itu meningkat di pilkada Jakarta 2017?

Narasumber: Pertama karena kami sosialisasi itu sampai menyeluruh, jadi pasti
akan menjaring disabilitas, itu pasti. Yang kedua ketika kami melakukan kegiatan

23
sosialiasasi tentu kami harus menyiapkan bahan untuk sosialisasinya. Misalnya
kami bawa bahan sosialiasasi tentang visi misi pasangan calon yang template
braille, kami bagikan untuk mereka yang bisa baca braille. Kalau tidak kami
visualisasikan melalui audio, dibicarakan kepada mereka bahwa ada calon ini gitu,
silahkan bapak dan ibu kenali mereka. Atau kalau bapak ibu tidak terdaftar dalam
daftar pemilih, apa yang bapak ibu harus lakukan, kami selalu sosialisasikan
seperti itu. Jadi bentuk-bentuk kerjasama itu juga tadi melibatkan relawan
demokrasi. Relawan demokrasi kami itu ada dari kelompok disabilitas, untuk apa?
Sebagai corongnya kami untuk mudah masuk ke mereka, bicara untuk
menggunakan hak pilihnya di pilkada. Di debat-debat KPU juga kami
menyediakan interpreteur atau penerjemah untuk bahasa isyarat. Untuk apa?
Untuk membantu disabilitas rungu mendapatkan informasi.

Penulis: Pada putaran pertama ada 7.740 pemilih disabilitas yang telah terdaftar
dalam daftar pemilih tetap. Namun pada putaran kedua angka pemilih disabilitas
mengalami perubahan menjadi 7.568 pemilih. Berarti jumlahnya berkurang
sebanyak 172 pemilih, mengapa terjadi penurunan demikian?

Narasumber: Kalaupun menurun kita kan tidak tau ya, karena gini mba
menggunakan hak pilih itu kan hak seseorang, tidak kewajiban di Indonesia ini
kan. Kalau di Australi tidak menggunakan hak pilih anda dapat denda sekitar 250
dolar. Kalau kita kan engga siapapun yang menggunakan hak pilihnya itu kan
tergantung dia, tergatung kesadarannya mau ga datang ke TPS, jadi menurut saya
kenapa angka pemilih itu berubah kami belum punya riset, jadi saya ga mau klaim
karena ini, karena ini, engga.

Penulis: Menurut ibu, bagaimana pola partisipasi politik pemilih disabilitas di


pilkada kali ini? Apakah bersifat otonom (suka rela) atau karena dimobilisasi
(digerakkan)?
Narasumber: Sebenarnya tidak terbatas kepada kelompok disabilitas atau tidak ya,
karena kesadaran politik itu kan dibangun oleh dirinya sendiri. Kenapa dia harus
menggunakan hak pilih, siapa yang harus saya pilih, kenapa saya harus memilih
dia, itu kan semua termasuk pendidikan politik yang tidak hanya dapat dilakukan
oleh KPU tapi juga oleh pasangan calon, oleh partai politik, sebagai peserta
pemilu. Termasuk kepada mereka, ketersediaan informasi itu kan tidak mudah,
mereka yang tuna netra tentu harus dengan audio dan dapat mengerti siapa dan
kenapa mereka mau menggunakan hak pilihnya. Ketika di debat salah satu tema
debat kami juga tentang bagaimana calon gubernur dan wakil gubernur itu punya
kepedulian lebih kepada masyarakat kita yang disabilitas, dan ketika menentukan
tema, itu kan kita yang menentukan dan salah satu panelis yang membuat soal itu
dari kelompok disabilitas. Jadi ketika pilgub, itu kami kemas sebaik mungkin

24
sehingga mereka merasa ada yang
menyuarakan apa yang mereka inginkan
sebagai warga negara disabilitas yang
tinggal di Jakarta.

Lampiran 4

Wawancara dengan Ariani Soekanwo (Ketua Umum PPUA Penca)

25
Penulis: Bagaimana tanggapan ibu mengenai pilkada DKI Jakarta 2017? Apakah
pilkada DKI Jakarta 2017 ini sudah akses untuk penyandang disabilitas?

Narasumber: pelaksanaan pilkada DKI Jakarta pada hari H belum akses


sepenuhnya, tapi sudah menuju ke akses. Pelibatan penyandang disabilitas dalam
penyelenggaraan pilkada DKI Jakarta sudah bagus. akan tetapi TPS nya masih
banyak yang belum akses.

Penulis: Apakah regulasi yang dibuat oleh KPU sudah akses untuk penyandang
disabilitas?

Narasumber: Regulasi yang dibuat KPU sudah akses, akan tetapi implementasinya
belum akses, karena TPS masih sering dibuat di lapangan yang banyak tonggak-
tonggaknya.

Penulis: Menurut ibu apakah pada pilkada DKI Jakarta 2017, KPU Jakarta telah
berhasil melakukan peranannya dalam memenuhi hak-hak politik penyandang
disabilitas?

Narasumber: Peran KPU sudah berhasil sih ya, tapi untuk aksesibilitas TPSnya
belum berhasil sepenuhnya. Sedangkan untuk yang lain-lain seperti meningkatkan
partisipasi penyandang disabilitas itu sudah bagus. Peraturan dari KPU juga sudah
akses untuk penyandang disabilitas akan tetapi implementasi memang menjadi
suatu persoalan tersendiri. Tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Jadi
upaya-upaya dari KPU dalam memenuhi hak-hak politik penyandang disabilitas
itu sudah ada, namun implementasi mengenai TPS akses itu masih belum
sepenuhnya terealisasi.

Penulis: Menurut pengamatan PPUA PENCA apakah partisipasi politik


penyandang disabilitas pada pilkada DKI Jakarta 2017 ini sudah cukup tinggi?

Narasumber: Partisipasi penyandang disabilitas meningkat di pilkada kali ini

Penulis: Apakah dalam melakukan sosialisasi politik terhadap penyandang


disabilitas, KPU bekerjasama dengan PPUA Penca?

Narasumber: KPU Jakarta itu bekerjasama dengan PPUA Penca dan relawan
demokrasi dalam melakukan sosialisasi ke para penyandang disabilitas. Setiap
mengadakan sosialiasasi, KPU mengundang PPUA Penca atau relawan demokrasi
untuk membantu KPU memberikan pendidikan politik kepada para pemilih
disabilitas. Sosialisasi yang diadakan KPU tidak hanya melibatkan para
penyandang disabilitas secara perorangan, tetapi juga melibatkan komunitas-

26
komunitas disabilitas yang sudah ada seperti Pertuni, Gerkatin, FKPCTI, dan juga
SLB-SLB yang ada di Jakarta. Dengan mengundang komunitas-komunitas ini
maka akan lebih memudahkan KPU untuk menjangkau pemilih disabilitas, dan
massa yang datang untuk mengikuti sosialisasi pun juga lebih banyak. Oleh
karena itu langkah KPU ini patut diapresiasi. Jadi tidak salah, jika penyandang
disabilitas akhirnya sangat antusias untuk bisa menyalurkan hak pilihnya sehingga
partisipasi penyandang disabilitas meningkat di pilkada kali ini.

Penulis: Apa saja upaya-upaya yang dilakukan oleh PPUA PENCA untuk terus
mendorong KPU Provinsi DKI Jakarta untuk terus melakuan perbaikan dalam
memberikan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas?

Narasumber: Kita melakukan advokasi, membuat desain alat bantu coblos untuk
tuna netra, membantu membuat regulasi untuk uji coba pemenuhan hak
disabilitas. jika KPU DKI membutuhkan massa untuk melakukan sosialiasasi atau
simulasi pilkada, kita carikan massa disabilitas, kita juga menjadi narasumber, dan
mengusulkan menggunakan bahasa isyarat atau interpreter dalam kampanye.

Penulis: Hal apa saja yang dilakukan oleh PPUA Penca untuk terus mendorong
para penyandang disabilitas agar mau menggunakan hak pilihnya?

Narasumber: Kita mengajak mereka untuk ikut simulasi pilkada, ikut kampanye,
lalu kita juga memobilisisasi massa disabilitas melalui berbagai organisasi.

27
Lampiran 5

Wawancara dengan April Syar (Pemilih Disabilitas Netra)

Penulis: Apa yang mendasari bapak menggunakan hak suara di pilkada Jakarta
2017?

Narasumber: Yang pertama saya warga Jakarta, terus yang kedua saya sebagai
manusia yang mempunyai hak asasi, yang ketiga saya termasuk pemilih aktif dan
termasuk yang memperjuangkan kelompok disabilitas khususnya di Kota Jakarta.

Penulis: Apakah bapak ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang lain pada
saat menjelang pilkada? Seperti ikut pendidikan politik, ikut mensosialisasikan
pilkada kepada penyandang disabilitas yang lain atau kepada masyarakat non-
disabilitas, lalu ikut bergabung dengan kelompok kepentingan seperti partai
politik atau hanya memberikan hak suara saja pada saat pilkada?

Narasumber: Saya pribadi ikut terlibat di pemerhati pemilu itu dari tahun 2004,
terus 2007 (pilgub), terus 2009 saya juga sudah aktif, kalau memilih saya sudah

28
memilih dari tahun 1992 sejak usia saya 20 tahun, tapi saya terlibat sebagai
pemerhati pemilu yang ikut memperjuangkan hak disabilitas dalam memilih itu
sejak 2009. 2009 saya ikut dalam memperjuangkan hak pemilih disabilitas,
bagaimana pemilih disabilitas bisa ikut memilih bukan hanya tuna netra tapi juga
tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, supaya mereka bisa ikut memilih dan
mendapatkan haknya sebagai pemilih. Kemudian 2013 saya direkrut dan dilantik
secara nasional sebagai relawan demokrasi, waktu itu memang peruntukkannya
untuk DKI Jakarta tapi waktu itu yang melatih KPU RI, lalu pada tahun 2017
kemarin saya juga terlibat di relawan demokrasi untuk DKI Jakarta yang melantik
KPU DKI Jakarta dan sampai sekarang saya terlibat di PPUA Penca, sebenarnya
secara tidak langsung saya sudah lama terlibat di PPUA Penca tapi secara
langsungnya saya baru terlibat di PPUA Penca baru bulan September kemarin
sampai sekarang. Jadi saya disamping sebagai pemilih juga sebagai relawan
demokrasi yang ikut mensosialisasikan hak-hak disabilitas dalam memilih juga
kalau sekarang kita sedang berproses bagaimana disabilitas itu bukan hanya yang
dipenuhi itu hak memilih tetapi juga hak dipilih termasuk juga hak terlibat sebagai
penyelenggara pemilu, seprti PPK, KPPS.

Penulis: Menurut bapak, apakah pilkada DKI Jakarta tahun 2017 ini sudah akses
untuk penyandang disabilitas? Dan adakah perubahan yang cukup signifikan dari
pilkada sebelumnya?

Narasumber: Masih berproses kalau sempurna sih belum, tapi kalau mendekati
aksesibel yang semakin sempurna iyah, karena kalau dibandingkan dengan tahun-
tahun atau periode-periode sebelumnya itu memang aksesibilitas untuk
penyandang disabilitas itu memang belum seberapa signifikan, tapi mulai 2017
kemarin pilkada akses (TPS akses) itu sudah mulai disuarakan baik di KPU RI,
KPU Provinsi DKI Jakarta, ataupun di KPU Kota itu sudah sampai ke PPK,
termasuk ke tingkat TPS-TPS itu sudah memperhatikan aksesibilitas untuk
penyandang disabilitas dalam memilih. Walaupun ada beberapa yang belum,
karena disebabkan oleh beberapa situasi dan kondisi yang memang terkadang
berubah, seperti cuaca, lingkungan, termasuk juga kualitas atau keberadaan
SDMnya juga yang mempengaruhi aksesibilitas di TPS-TPS itu. Di lokasi saya
milih juga sudah akses, sudah lumayan ya. Pengalaman tahun kemaren memang
beragam informasi tentang situasi TPS itu memang tidak sama, ada yang memang
bagus banget ada yang tidak bagus dan tidak akses sama sekali.

Penulis: Kenapa pak ko bisa terjadi seperti demikian? Apa karena petugas KPPS
nya yang memang kurang memahami mengenai TPS akses?

29
Narasumber: Sebetulnya lokasi TPS yang tidak akses bukan karena sepenuhnya
kesalahan KPU. Bukan juga karena petugas TPS kurang memahami mengenai
TPS akses, tapi ada faktor-faktor alam yang mempengaruhi seperti cuaca.
Contohnya TPS itu kan harus di bangun di tempat atau di lapangan, yang pertama
pintu masuknya tidak berundak-berundak, yang kedua tidak berbatu-batu, yang
ketiga ukuran pintu TPS minimal 1 m kecilnya, dengan ketinggian kotak suara 80
cm. Bukan hanya dari sekedar si pembuat TPS, tapi memang dari kondisi cuaca,
lingkungan, itu mempengaruhi. Sehingga dari situ timbullah ragam permasalahan
keberadaaan TPS. Ada yang memang seharusnya TPS dibangun di lapangan tapi
karena kondisinya sedang hujan deras dan lapangannya jadi becek jadi lokasi TPS
nya dipindahkan ke gedung-gedung sekolahan yang bertangg-tangga, atau yang
memang seharusnya di bangun di lapangan karena di tempat itu tidak ada
lapangan jadi TPSnya di bangun di jalan raya sempit, atau bisa juga karena
memang lingkungannya padat penduduk, sehingga lokasi TPSnya kanan kirinya
got. Jadi hal-hal seperti itu seringkali terjadi karena memang ada faktor yang tidak
bisa di hindari, dan seandainya pun terpaksa di hindari yang akan berbicara
nantinya anggaran, dan kita tidak menyalahkan itu. Oke kita bangun secara
profesional di tempat yang sangat signifikan tapi nanti yang bicaranya dana, uang
tendanya mana, uang ini nya mana, uang itunya mana, gitu kan nanti pastinya.
Oke kita akan meratakan tanah buat lokasi TPS yang akses, lalu nanti biaya nya
mana? Apalagi ini kan hari pemungutan suara itu cuman sehari.

Penulis: Kalau boleh tau bapak waktu itu milih di mana ya?

Narasumber: Saya waktu itu memilih di TPS 6 Muara Kasih, Tanjung Priok.

Penulis: Apa lokasi TPSnya sudah akses?

Narasumber: Sudah akses, sudah lumayan ya, dan kebetulan saya juga di tahun
2017 terlibat sebagai panitia pemantau pemilu juga secara independent gitu bukan
di KPU, kalau di KPU kan saya sebagai relawan demokrasi. Jadi ya ada semacam
komplikasi jadi sebagai pemantau pemilu tapi sebagai relawan juga, kan kalau
relawan sebagai penyelenggara, tapi saya kemarin untuk meyakinkan akomodasi
terhadap penyandang disabilitas dalam memilih terutama untuk akses TPS, saya
terlibat di pemantauaan.

Penulis: Menurut Bapak, apakah KPU DKI Jakarta telah berhasil melakukan
peranannya sebagai lembaga penyelenggara pilkada dalam memenuhi hak politik
para penyandang disabilitas?

Narasumber: Kalau dibilang berhasil itu kan ada tingkatannya, jadi kalau berhasil
itu kan sudah sempurna ya, tapi perannya itu sudah mendekati berhasil. Jadi kalau

30
dipresentasikan secara nilai itu kan cukup bagus, bagus, sangat bagus, kalau
sangat bagus sih belum, kalau cukup bagus kayanya masih kebangetan karena
memang pilkada DKI 2017 ini sudah mulai akses. Jadi peran KPUnya itu bagus
lah. Walaupun memang masih banyak lagi yang harus disempurnakan.

Penulis: Jadi ada peningkatan ya pak dibandingkan pilkada 2012 lalu?

Narasumber: Iya betul ada peningkatan dipilkada 2012 lalu, ya mudah-mudahan


di pilpres tahun 2019 akan semakin baik lagi.

Penulis: Kalau bapak sendiri waktu nyoblos pakai braille template ya pak ?

Narasumber: Pakai braille template saya, saya tidak didampingi, saya mandiri.
Saya memberikan suara secara mandiri, tanpa pendampingan, ya didampingi
paling-paling menuju pintu area TPS.

Penulis: Apakah partisipasi penyandang disabilitas di pilkada kali ini mengalami


peningkatan ?

Narasumber: Iya mengalami peningkatan, karena memang adanya layanan


sosialisasi itu, belum signifikan sih karena memang banyak sekali faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi dari disabilitas itu. Jadi
disabilitas itu kan ada yang memang fakum, ada yang aktif, ada yang punya
pemikiran positif mengenai pilkada ini, ada juga yang memang acuh tak acuh, jadi
yah pinter-pinternya kita mengarahkan mereka. Karena kita menyampaikan
mereka gini, jadi bukan hanya sekedar wajib memilih dan dipilih, tapi kita harus
menanamkan ke mereka itu bahwa ini kan sedang terjadi proses pemilihan, kalau
kita tidak memilih kemungkinan kita mempersilahkan orang yang tidak kita
senangi untuk menjadi pemimpin.

Penulis: Apakah bapak juga memberikan pendidikan pemilih kepada penyandang


disabilitas yang lain?

Narasumber: Iya termasuk itu, terus terang saya tidak melakukannya sendiri
banget sih, tapi saya di fasilitasi oleh KPU, karena saya waktu itu kan terlibat jadi
relawan demokrasi.

31
Lampiran 6

Wawancara dengan Elih (Pemilih


Disabilitas Daksa)

Penulis: Apa yang mendasari ibu menggunakan hak suara di pilkada DKI Jakarta?
Apakah karena keinginan sendiri (sukarela) atau karena didorong oleh orang lain
(dimobilisasi)?

Narasumber: saya memilih karena sukarela ya

Penulis: Apakah ibu ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang lain pada saat
menjelang pilkada? Seperti ikut pendidikan politik, ikut mensosialisasikan pilkada
kepada penyandang disabilitas yang lain atau kepada masyarakat non-disabilitas,
lalu ikut bergabung dengan kelompok kepentingan seperti partai politik atau
hanya memberikan hak suara saja pada saat pilkada?

Narasumber: tidak, saya hanya ikut mencoblos waktu hari H saja

Penulis: Menurut ibu, apakah pilkada DKI Jakarta tahun 2017 ini sudah akses
untuk penyandang disabilitas? Dan adakah perubahan yang cukup signifikan dari
pilkada sebelumnya?

Narasumber: Di pilkada kemarin ini sudah jauh lebih baik sih ya

Penulis: KPU sebagai penyelenggara pilkada seberapa ramah memfasilitasi para


penyandang disabilitas di pilkada kali ini?

32
Narasumber: Kalau kemarin kebetulan kan kita di satu tempat, kebetulan saya di
panti bina daksa, dan itu sudah difasilitasi dengan lumayan ramah, kalau di tempat
lain saya kurang tau ya kalau untuk perorangan, karena itu kan sudah di kolektif
ya, semua pengguna kursi roda dan penduduk sekitar di satu spot itu, jadi sudah
lumayan akses untuk pengguna kursi roda.

Penulis: Menurut ibu, apakah KPU DKI Jakarta telah berhasil melakukan
peranannya sebagai lembaga penyelenggara pilkada dalam memenuhi hak politik
para penyandang disabilitas?

Narasumber: Belum sepenuhnya berhasil sih ya, tapi saya rasa di pilkada
kemarin ini sudah jauh lebih baik ya dibandingkan yang sebelumnya.

Penulis: Apakah lokasi TPS saat ibu memberikan suara sudah akses?

Narasumber: Sekarang bilik suaranya juga sudah disejajarin sama pengguna kursi
roda, terus kotak suaranya juga sudah pendek ya, jadi memudahkan pengguna
kursi roda untuk memasukkan surat suara ke kotak suara itu, beda banget sama
pilkada yang sebelumnya, jadi pas kita mau masukin surat suara, kotak suaranya
harus di miringin dulu sama petugas KPPSnya.

33

Anda mungkin juga menyukai