2 (2019): 338-348
ISSN: 0125-9687 (Cetak)
E-ISSN: 2503-1465 (Online)
Ridwan *
* Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sebelas Maret
Korespondensi: ridwanozil16@yahoo.com
Naskah dikirim: 24 Oktober 2018
Naskah diterima untuk diterbitkan: 13 Januari 2019
Abstract
Medical secrets are the patient's rights. This medical secret is a moral obligation
based on moral norms derived from Hippocrates' oath. This secret is also known in
various professions including advocates, religious scholars and priests, notaries and
so on, but the medical profession is the oldest profession that is obliged to keep
medical secrets. Maintaining the secret of medicine is an obligation for the medical
profession in carrying out its duties and practices as a respect for human dignity.
Medical secrets are regulated in international law, especially the law on human
rights, Declaration of Human Rights and the 1945 Indonesian Constitution and more
specifically in Article 48 of Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practices.
Medical secrets are not absolute because they can be opened in certain circumstances
according to the laws and regulations. If this medical secret is leaked, it can be held to
account for the violator, especially Article 322 of the Criminal Code (KUHP).
Keywords: Secret Medicine, Criminal law accountability, Health Service.
Abstrak
Rahasia kedokteran atau rahasia medis merupakan hak pasien, Rahasia kedokteran ini
merupakan kewajiban moril berdasarkan norma kesusilaan yang berasal dari sumpah
Hippokrates. Rahasia ini dikenal juga dalam berbagai profesi diantaranya advokat,
alim ulama ustat dan pastor, notaris dan sebagainya, tetapi profesi kedokteran adalah
profesi tertua yang diwajibkan menjaga rahasia kedokteran. Menjaga rahasia
kedokteran merupakan kewajiban bagi profesi kedokteran dalam menjalankan tugas
dan praktiknya sebagai penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Rahasia
kedokteran diatur dalam hukum Internasional terutama hukum tentang hak asasi
manusia Declaration of Human Rights dan UUD 1945 dan lebih khusus lagi dalam
Pasal 48 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran. Rahasia
kedokteran tidak bersifat absolut karena dapat dibuka dalam keadaan tertentu sesuai
peraturan perundang-undangan. Apabila rahasia kedokteran ini dibocorkan dapat
dimintai pertanggungjawaban hukum bagi pelanggarnya khususnya Pasal 322 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kata Kunci: Rahasia Kedokteran, pertanggungjawaban hukum Pidana, Pelayanan
Kesehatan.
I. PENDAHULUAN
Menjaga kerahasiaan kedokteran menjadi kewajiban profesi kedokteran dalam
bidang pelayanan kesehatan sesuai sumpah Hippokrates yang menjadi dasar sumpah
dokter diseluruh dunia.1 Kewajiban ini bukan saja merupakan kewajiban profesi
melainkan juga kewajiban moril berdasarkan norma kesusilaan yang menjadi
pegangan bagi dokter sejak dahulu kala yang menyatakan “segala sesuatu yang kulihat
dan kudengar dalam melakukan praktikku akan aku simpan sebagai rahasia”.2
Kewajiban ini, sebagai bentuk penghargaan terhadap kerahasiaan ini, selain
dalam sumpah Hippokrates, kewajiban menyimpan rahasia medis ini juga terdapat
pada: Declaration of Geneve suatu sumpah Hippokrates yang di mordenisasi dan di
Introduksikan oleh Medical Association yang berbunyi: ”I will respect the secrets
which are confided in me, even after the patient has died”.3
Rahasia kedokteran merupakan hak asasi manusia hak atas privacy yang harus
dijaga sebagai bentuk penghormatan harkat dan martabat manusia serta hak
konstitusional. Dalam pembukaan Undang-Undang 1945 dengan tegas dicantumkan
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam “Declaration of Human Rights”
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB, 1948) dengan jelas dirumuskan HAM yang antara
lain berbunyi sebagai berikut. (1) Setiap orang dilahirkan merdeka dan memiliki hak
yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan kehendaknya bergaul satu sama lain
dalam persaudaraan. (2) manusia dihormati sebagai manusia tanpa memperhatikan
wilayah asal dan keturunannya.4
Wajib simpan rahasia kedokteran adalah kewajiban seorang dokter di sarana
pelayanan kesehatan pada saat melaksanakan praktik, misalnya praktik mandiri,
puskesmas, balai pengobatan, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain bahkan
setelah melakukan praktik, kewajiban menjaga rahasia ini juga tertera, Pasal 48
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran mengatakan
bahwa setiap dokter atau dokter gigi wajib menyimpan rahasia kedokteran.5 Kode etik
dalam praktik kedokteran di Indonesia di adopsi dari International Code of Medical
Ethics, sehingga hingga saat ini Privacy dan Confidentiality ini diatur baik dalam kode
Etik Kedokteran Indonesia.6
Setiap orang mempunyai rahasia yang tidak ingin ia ceritakan kepada siapapun,
rahasia ini akan disembunyikan sehingga tidak seorangpun mengetahuinya. Pasien
bersedia menceritakan segala hal-hal yang terkait dengan penyakitnya karena dia
percaya bahwa rahasia itu akan disimpan oleh dokter yang mengobati atau
merawatnya.7 Dari uraian pasienlah sang dokter akan mengetahui kira-kira penyakit
pasiennya. Sebelumnya dokter tidak mengetahui apa yang dideritanya. Jadi asal
mulanya rahasia medis adalah dari pasien itu sendiri yang menceritakan kepada
dokter. Dan sewajarnyalah bahwa pasien itu sendiri adalah yang dianggap sebagai
pemilik rahasia medis itu atas dirinya, bukanlah dokter yang diberitahukan dan
menarik kesimpulan tentang penyakit yang diderita pasiennya. Jadi apa yang dahulu
1
Widodo Tresno Novianto, Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan, (Surakarta:UNS Press, 2017),
hal. 113.
2
Ibid.
3
Guwandi, Rahasia Medis, (Jakarta: FKUI,2010), hal. 3.
4
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, “Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan”, (Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran, 2017), hal. 66.
5
Judi, Tata Kelola Dokumen Rekam Medis Sebagai Upaya Menjaga Rahasia medis di
Pelayanan Kesehatan, Vol. 5 No 1 2017, hal. 99.
6
C.B Kusmaryanto, Bioetika, (Yogyakarta:Buku Kompas, 2018), hal.165.
7
Ratna Winahyu Lestari Dewi, 2013, Wajib Simpan Rahasia Kedokteran versus Kewajiban
Hukum Sebagai Saksi Ahli, Vol XVIII No. 3 2013, hal. 138.
340 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.2 April-Juni 2019
III. PEMBAHASAN
Pertanggungjawaban hukum terhadap pelanggaran rahasia medis oleh dokter dan
tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan dapat diterapkan aturan Umum
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 322, ayat (1), yang berbunyi,
“barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan dan pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu diancam dengan
8
Guwandi, Op. Cit, hal. 10.
9
K. Bertens, 2015, Etika Boimedis, (Yogyakarta:Kanisius, 2015), hal. 164.
10
Guwandi, Op. Cit. hal. 65.
11
C.B Kusmaryanto, Bioetika, Op. Cit hal. 164
12
Antarielya Dewi, Tanggung Jawab hukum Dokter Dalam Menjaga Rahasia Kedokteran, 2017,
hal. 6.
13
Ibid, hal. 181
Pertanggungjawaban Hukum Pidana, Ridwan 341
pidana penjara selama sembilan bulan dan denda enam ratus rupiah (2) jika kejahatan
ini dilakukan terhadap seseorang tertentu, ia hanya dituntut atas orang itu.”14 Hal ini
dikarenakan rahasia kedokteran atau medis juga merupakan rahasia jabatan, yang
diatur dalam KUHP.
Berbagai sengketa yang terjadi terkait dokter atau tenaga kesehatan diselesaikan
melalui melalui Majelis Kehormatan Disiplin Dokter Indonesia (MKDKI) tetapi
MKDKI tidak punya kewenagan untuk memeriksa terhadap perkara Pidana. Tugas dan
keberadaan MKDKI hanya menerima pengaduan, memeriksa, dan memberikan sanksi
disiplin terhadap dokter yang melakukan pelanggaran sesuai ketentuan Pasal 66 ayat
(3) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yaitu
pengaduan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.15 Pelanggaran
terhadap rahasia kedokteran atau rahasia jabatan, pertanggungjawaban hukum tidak
diatur atau tidak bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
bidang kesehatan, akan tetapi pertanggungjawaban hukum pelanggaran rahasia medis
bersumber pada kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) aturan umum.
Penelitian ini juga ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan oleh Antarielya
Dewi dengan judul tanggung jawab hukum dokter dalam menjaga rahasia kedokteran
persamaan dalam penilitian ini pelanggaran terhadap rahasia kedokteran dapat
dimintai pertanggungjawaban Hukum pidana Khususnya Pasal 322 bagi yang
Pelanggarnya.16
14
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Op. Cit, hal. 102.
15
Widodo Tresno Novianto, Sengketa Medik, (Surakarta:UNS Press, 2017), hal. 100.
16
Antarielya Dewi, Tanggung Jawab hukum Dokter Dalam Menjaga Rahasia Kedokteran, Op.
Cit,hal. 98.
17
H. Muntaha, Hukum Pidana Malpraktik, (Jakarta:Sinar Grafika, 2017), hal. 100.
18
Ibid, hal. 103.
342 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.2 April-Juni 2019
yang sebagai pejabat struktural atau dokter yang bekerja sebagai fungsional serta
tenaga kesehatan lainnya wajib merahasiakan keterangan langsung diperoleh dari
pasien tentang penyakitnya dan dicatat dalam rekam medik. Hak pasien dilindungi
oleh hukum dan sanksi bagi pelanggarnya pada Pasal 322 ayat (1) KUHP.19
Rekam medis juga merupakan unsur-unsur yang sangat penting untuk dijaga
kerahasiaannya, rekam medis berisikan dokumen tentang identitas pasien dan semua
pelayanan yang telah diberikan baik itu pengobatan, pemeriksaan subjektif dan
obyektif serta tindakan-tindakan yang telah diberikan oleh dokter atau tenaga
kesehatan lain, dokumen ini dijaga agar tidak tercecer dan dijangkau bagi yang tidak
berhak dan tidak berkepentingan, pelanggaran kerahasiaan ini mempunyai
konsekuensi dibidang hukum, karena kewajiban ini ditetapkan juga dalam hukum,
dalam hal ini ketentuan-ketentuan hukum disetiap negara bebeda.20 Biasanya hukum
tidak khusus bicara tentang rahasia medis tapi tentang rahasia profesi pada umumnya.
Di Indonesia membuka rahasia pasien oleh dokter dapat dihukum berdasarkan Pasal
322 KUHP:
a) Barang siapa degan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak
enam ratus rupiah.
b) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.21
19
Widodo Tresno Novianto, Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan, Op. Cit, hal.116.
20
K. Bertens, Etika Boimedis, Op. Cit, hal. 171.
21
Ibid.
22
K. Bertens, Op. Cit, hal. 164-165.
23
C.B Kusmaryanto, Bioetika, Op. Cit, hal. 172.
Pertanggungjawaban Hukum Pidana, Ridwan 343
24
Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia
Medis, Pasal 5 ayat (1) dan (2)
25
Eko Yudhi Haryanto, Kedudukan Rekam Medis Dalam Pembuktian Perkara Malpraktik di
Bagian Kedokteran, Vol IV No 2, 2015, hal.155.
26
Ibid.
27
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir,Op.Cit, hal. 105-106.
28
Ibid.
29
Widodo Tresno Novianto, Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan, Op. Cit, hal. 120.
344 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.2 April-Juni 2019
30
Ibid, hal. 119
31
Muhamad Sadi Is, Etika Hukum Kesehatan, (Jakarta:Prenamedia Group, 2015), hal. 95.
32
Ibid.
33
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 322 Ayat (1) dan (2)
34
Endang Wahyati Yustina, Hak atas Informasi Publik dan Hak atas Rahasia Medis: Problem
Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kesehatan, Vol. 1 No. 2, 2014, hal. 259.
Pertanggungjawaban Hukum Pidana, Ridwan 345
35
Widodo Tresno Novianto, Sengketa Medik , Cetakan I,(Surakarta: UNS Press, 2017), hal. 86.
36
Ibid, hal. 99-100.
37
Ibid, hal. 91.
38
Ibid, hal. 92
39
H. Muntaha, Op. Cit, hal. 215.
346 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.2 April-Juni 2019
40
Widodo Tresno Novianto, Sengketa Medik, Op. Cit, hal. 33.
41
H. Muntaha, Op. Cit, hal. 227.
42
Ibid, hal. 165
43
Tolib Effendi, Hukum Acara Pidana, (Malang:Setara Press, 2015), hal.173.
44
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012)
Jakarta, hal.139.
45
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Jakarta;Prenadamedia Group, 2015), hal. 332.
Pertanggungjawaban Hukum Pidana, Ridwan 347
IV. PENUTUP
Rahasia kedokteran merupakan hak autonomy setiap orang, rahasia yang wajib
dijaga kerahasiaanya oleh dokter di sarana pelayanan kesehatan, kewajiban ini
merupakan kewajiban moril berdasarkan norma kesusilaan, rahasia kedokteran tidak
bersifat absolut dan dapat dibuka pada beberapa keadaan tertentu yaitu: atas
permintaan pasien, karena daya paksa, memenuhi peraturan perundang-undangan,
adanya perintah jabatan dan kepentingan umum. Tetapi jika hak atas rahasia tersebut
dilanggar oleh dokter maupun tenaga kesehatan tidak sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku, pelanggar tersebut telah melakukan perbuatan melanggar
hukum yaitu pelanggaran pidana khususnya ketentuan yang ada dalam KUHP Pasal
322 dan Penegakkan hukumnya bisa diterapkan ke ranah hukum pidana bagi
pelanggarnya sehingga hukum dapat di tegakkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sulistiyono, Adi dan Isharyanto, Sistem Peradilan Di Indonesia Dalam Teori dan
Praktik, Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum & Teori Peradilan, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2017.
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Kusmaryanto, C.B, Bioetika, Yogyakarta: Buku Kompas, 2018.
Guwandi, Rahasia Medis, Jakarta: FKUI, 2010.
Muntaha, H, Hukum Pidana Malpraktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2017
Asshiddiqie, Jimly Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Sinar Grafika,
2012
Bertens, K, Etika Boimedis, Yogyakarta: Kanisius,2015
Novianto, Widodo Tresno, Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan, Surakarta: UNS
Press, 2017
Novianto, Widodo Tresno, Sengketa Medik, Surakarta: UNS Press, 2017
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, 2017
46
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum & Teori Peradilan, (Jakarta:Prenadamedia Group, 2017)
Group, hal. 388
47
Adi Sulistiyono dan Isharyanto, Sistem Peradilan Di Indonesia Dalam Teori dan Praktik,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018) hlm. 116
348 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.2 April-Juni 2019
Sadi Is, Muhamad, Etika Hukum Kesehatan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2017
Efendi, Tolib, Hukum Acara Pidana, Malang: Setara Press, 2014
Jurnal
Judi, “Tata Kelola Dokumen Rekam Medis Sebagai Upaya Menjaga Rahasia medis di
Pelayanan Kesehatan”, Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 5 No 1 2017.
Ratna Winahyu Lestari Dewi, “Wajib Simpan Rahasia Kedokteran versus Kewajiban
Hukum Sebagai Saksi Ahli, Jurnal Vol XVIII No. 3, 2013.
Antarielya Dewi, “Tanggung Jawab hukum Dokter Dalam Menjaga Rahasia
Kedokteran”, 2017.
Eko Yudhi Haryanto, “Kedudukan Rekam Medis Dalam Pembuktian Perkara
Malpraktik di Bagian Kedokteran”, Jurnal Vol IV No 2, 2015
Endang Wahyati Yustina, “Hak atas Informasi Publik dan Hak atas Rahasia Medis:
Problem Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kesehatan,” Padjadjaran Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 1 No. 2, 2014
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Tambahan
Negara Republik Indonesia Nomor 431
Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia Medis,
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 915.