Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN UMUM

.1 Sejarah Singkat PT.ANTAM (Persero) Tbk Unit Bisnis Pertambangan

Nikel Sulawesi Tenggara (UBPN SULTRA)

Indonesia memiliki kekayaan alam berupa bahan galian yang berlimpah

serta terbesar diseluruh pelosok tanah air, diantaranya adalah bijih Nikel di

Sulawesi Tenggara yang mulai di eksploitasi dari tahun 1964 oleh PT. Nikel

(Pertambangan Nikel Indonesia). Sebelumnya pada tahun 1909 bijih nikel di

Pomalaa dieksploitasi dan ditambang oleh E.C.Abendadon kemudian beralih ke

eksploitasi berikutnya oleh Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tolo

Maatschappij. Proses penambangan dilakukan oleh OBM dan hasilnya diekspor

ke Jepang sebanyak 150.000 ton bijih nikel dan hal ini berlangsung sampai tahun

1942 (PT.ANTAM, 2017).

Pada masa Perang Dunia II yakni tahun 1942-1945 Indonesia diduduki

oleh Jepang. Tambang Nikel Pomalaa selanjutnya dikelola oleh Sumitomo Metal

Mining Crop (SMM) yang berhasil membangun sebuah pabrik pengolahan yang

menghasilkan Nickel Matte.Selama masa tersebut,pabrik tersebut menghasilkan

351 ton matte, dimana 30 ton diantaranya berhasil dikapalkan dan sisanya

ditinggalkan di Pomalaa. Hal ini terjadi karena pabrik pengolahan nikel di

Pomalaa terlanjur hancur oleh serangan sekutu hingga instalasi yang ada pada saat

itu hancur berantakan (PT. ANTAM, 2017).

2-1 Tinjauan Pustaka


Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, banyak pihak asing yang

melakukan eksplorasi di pertambangan Pomalaa tersebut seperti Freeport Sulfur

Co., Oost Borneo Maatschappijserta MMC yang bergerak di Malili, namun akibat

keadaan keamanan yang kurang memungkinkan saat itu sehingga usaha tersebut

mengalami kegagalan. Baru pada tahun 1957 usaha penambangan bijih nikel

dapat di ulangi lagi, kali ini oleh perusahaan NV Perto.

Mula-mula yang dikerjakan yaitu hanyalah mengekspor stok bijih nikel yang

tertinggal dari zaman Jepang. Pada tahun 1959-1960 perusahaan ini baru

melakukan penggalian di Pulau Maniang (PT. ANTAM, 2017).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29/1960 dan Undang-undang

Pertambangan Nomor 37/1960 yang menyatakan bahwa “Nikel sebagai bahan

galian strategis”, maka pada tahun 1960 usaha NV Perto diambil alih pemerintah

kemudian di bentuk sebuah perusahaan bersama antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah yang berstatus Perseroan Terbatas (PT) yang bernama PT.

Pertambangan Nikel Indonesia (PNI) (PT. ANTAM, 2017).

Usaha pertambangan di Pomalaa mulanya dalam lingkungan Biro urusan

Perusahaan Tambang Negara yang disingkat PUPTAN. Pada tahun 1961

perusahaan ini berada pada Lingkungan Pimpinan Umum Perusahaan-perusahaan

Tambang Umum (BPU-PERTAMBUN) (PT. ANTAM, 2017).

Akhir tahun 1962 berlangsung kontrak kerjasama antara BPU-

PERTAMBUN/PT. Pertambangan Nikel Indonesia dengan Sulawesi Nickel

2-2 Tinjauan Pustaka


Development Corporation Co.LTD (SUNIDECO) suatu perusahaan yang

dibentuk oleh para pemakai bijih nikel dan beberapa Trading Companies di

Jepang (PT. ANTAM, 2017).

Kemudian berdasarkan PP No. 26 tahun 1968 PT. Pertambangan Nikel

Indonesia bersama BPU-PERTAMBUN besertaPT/PN dan proyek di jajarannya

di satukan menjadi PN Aneka Tambang di Pomalaa selaku unit produksi dengan

nama Unit Pertambangan Nikel Pomalaa. Pada tanggal 30 Desember 1974 status

PNI berubah menjadi PT. Aneka Tambang(Persero) (PT. ANTAM, 2017).

Untuk memperpanjang jangka waktu pertambangan nikel di Pomalaa,

serta mengingat cadangan bijih nikel laterit yang berkadar rendah (Ni<1,82%)

yang dapat dimanfaatkan cukup besar, sedangkan bijih nikel laterit yang berkadar

tinggi (2,30%) semakin menipis jumlah cadangannya. Agar bijih nikel dengan

kadar rendah tersebut dapat bernilai, kemudian didirikan pabrik peleburan bijih

nikel menjadi produk logam FeNi (PT. ANTAM, 2017).

Pelaksanaan pembangunan Pabrik FeNi Unit I dimulai pada tanggal 12

Desember 1973 dengan pemanjangan tiang pertama dan selesai dikerjakan selama

dua tahun.Tanggal 14 Agustus 1976 dapur listrik Pabrik FeNi Unit I dengan daya

18MW memulai produksi secara komersial dan selanjutnya Pabrik FeNi I

diresmikan oleh Wakil Presiden RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tanggal

23 Oktober 1976. Sampai saat ini PT Aneka Tambang (Persero) Pomalaa telah

berhasil membangun Tiga Unit Pabrik FeNi. Pabrik FeNi Unit II mulai dibangun

pada tanggal 2 November 1992 dan pada bulan Februari 1995 sudah memulai

2-3 Tinjauan Pustaka


produksi. Pabrik FeNi II diresmikan oleh Presiden RI Soeharto untuk produksi

dalam pasar internasional, dan mulai bulan Desember 2003 telah dibangun Pabrik

FeNi III dan mulai berproduksi di awal tahun 2006 (PT. ANTAM, 2017).

Untuk menjalankan proses produksi pabrik UBPN Sultra maka digunakan

alat dengan mesin diesel sebagai pembangkit listrik, yang terdiri dari dua

unit,yaitu Unit PTLD I dan Unit PTLD II yang diinterkoneksikan secara paralel

sebelum di distribusikan kemasing-masing peralatan. Kemudian pada bulan

Oktober 2005, Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono meresmikan PLTD III

Dual Fring yang berkekuatan masing-masing 17MW yang mendukung seluruh

kebutuhan listrik Pabrik FeNi I, FeNi II dan Pabrik FeNi III. Sementara PLTD

lama yang berkekuatan 50MW akan menjadi backupkebutuhan listrik ketiga

pabrik tersebut.Pada tahun 2006 ada perubahan logo perusahaan dan PT. Aneka

Tambang disingkat menjadi PT. ANTAM (Persero) Tbk (PT. ANTAM, 2017).

Perjalanan PT. ANTAM (Persero) Tbk.melintas masa selama kurang lebih

40 tahun telah mencatat berbagai dinamika penting dibidang penambangan pasir

besi di Cilacap (Jawa Tengah), penambangan dan pengolahan nikel di Pomalaa

(Sulawesi Tenggara), penambangan di Pulau Gebe (Maluku Utara), serta

penambangan emas dan perak di Cikotok (Banten) (PT. ANTAM, 2017).

Segmen usaha nikel PT. ANTAM (Persero) Tbk.Pomalaa terdiri dari

komoditas feronikel dan bijih nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel

di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara serta pabrik feronikel di Sulawesi

Tenggara. PT. ANTAM (Persero) Tbk. Pomalaa mengoperasikan dua tambang

2-4 Tinjauan Pustaka


nikel di Sulawesi Tenggara yakni di Pomalaa dan Tapunopaka, satu tambang nikel

di Maluku Utara yakni di Buli, serta tiga pabrik pengolahan feronikel di Pomalaa,

Sulawesi Tenggara. Bijih nikel PT. ANTAM (Persero) Tbk. Unit Bisnis

Pertambangan Nikel (UBPN SULTRA) yang diekspor memiliki karakteristik

kadar nikel dengan kisaran 1.55% sampai di atas 2,0% (PT. ANTAM, 2017).

Sementara komoditas feronikel yang dihasilkan PT.ANTAM (Persero)

Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN SULTRA) memiliki kadar karbon

tinggi atau kadar karbon rendah sesuai permintaan konsumen (PT. ANTAM,

2017).

2.2 Lokasi Penelitian

Pertambangan bijih nikel Pomalaa dikelola oleh PT. ANTAM (Persero)

Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel(UBPN SULTRA) dengan Luas IUP (Izin

Usaha Pertambangan) Keseluruhan ±6.323,50 Ha (PT. ANTAM , 2017).

(Gambar 2.1)

2-5 Tinjauan Pustaka


Gambar 2.1 Lokasi Kerja Praktek (Google Maps Indonesia)

Wilayah pertambangan tersebut secara admistratif terletak di Kecamatan

Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara dan secara geografis

terletak antara 4º10’00” sampai 4˚27’25” Lintang Selatan dan 121˚31’30” sampai

121˚39’03” Bujur Timur.Luas wilayah pertambangan PT. ANTAM (Persero) Tbk.

UBPN Sultra yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), PT. ANTAM

(Persero) Tbk. UBPN Sultra di bagi menjadi 4 wilayah, yaitu:(PT. ANTAM,

2017).

1. Tambang Utara

Wilayah IUP Tambang Utara memiliki Luas sebesar 1.954 Ha.Wilayah

Tambang Utara dibatasi oleh Sungai Kumoro dan Sungai Huko-huko.

2. Tambang Tengah

Wilayah IUP Tambang Tengah memiliki Luas sebesar 2.712

Ha.Wilayah Tambang Tengah dibatasi oleh Sungai Kumorodan Sungai

Sopura.

3. Tambang Selatan

Wilayah IUP Tambang Selatan memiliki dua wilayah IUP dengan luas

wilayah yang berbeda, yaitu: Luas sebesar 584,3 Ha dan 878,2 Ha. Wilayah

Tambang Selatan dibatasi oleh sungai Sopura dan Sungai Oko-oko.

4. Tambang Pulau Maniang

2-6 Tinjauan Pustaka


Tambang Pulau Maniang memiliki Luas sebesar 195 Ha.Tambang

Pulau Maniang ini berada dipulau – pulau kecil yaitu Pulau Maniang, Pulau

Lemo, Pulau Padamarang, dan Pulau Buaya.Namun sekarang tidak

beroperasi lagi.

1.3 Keadaan Lingkungan Daerah

1.3.1 Keadaan Daerah Sekitar

Keadaan daerah sekitar PT. ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra

umumnya adalah gunung, perbukitan dan beberapa sungai yang menunjang

kebutuhan warga seperti persawahan dan lainnya (PT. ANTAM, 2017).

1.3.2 Penduduk dan Mata Pencaharian

Penduduk di daerah sekitar tempat penelitian terdiri atas beberapa suku

asli Sulawesi antara lain Suku Tolaki, Suku Bugis dan Suku Toraja, serta sebagian

adalah penduduk transmigran dari Jawa, Sumatera, Madura, Bali dan Transmigran

lokal.

Mata pencaharian penduduk umumnya adalah nelayan, berkebun dan

sebagian kecil sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun yang bekerja sebagai

karyawan di PT.ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra atau mitra yang menjalin

kerjasama.Umumnya penduduk di daerah penelitian beragama Islam dan sebagian

kecil adalah Transmigran beragama Hindu dan Nasrani (PT. ANTAM, 2017).

1.3.3 Iklim

2-7 Tinjauan Pustaka


Daerah Pomalaa merupakan daerah yang beriklim tropis dimana setiap

tahunnya terdiri dari dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Wilayah

PT.ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultrayang terletak diKabupaten Kolaka

berada di sekitar garis khatulistiwa dan dekat dengan laut dan memiliki suhu

maksimum 31o dan suhu minimum 12o dengan suhu rata-rata 24o-28o (PT.

ANTAM, 2017).

1.3.4 Flora dan Fauna

Flora yang terdapat di daerah sekitar terdiri dari tumbuhan vegetasi primer

dan vegetasi sekunder. Vegetasi primer yaitu tumbuhan yang sudah sejak awal

ada dan belum terganggu aktivitas pertambangan, tumbuhannya antara lain kayu

besi, belimbing bajo, melinjo, jambu mete dan kakao.Sedangkan vegetasi

sekunder yaitu tumbuhan yang ditanam ulang akibat dari kegiatan penambangan,

antara lain mangga-mangga, cemara, gamal, bitti, johar, sengon laut, dan

trambesi.Fauna yang terdapat di daerah sekitar area penambangan yaitu monyet

dan babi hutan (PT. ANTAM, 2017)

1.3.5 Topografi

Pada umumnya keadaan topografi di daerah kerja praktek di Pomalaa

berupa perbukitan dengan ketinggian yang bervariasi antara 50-200 meter di atas

permukaan laut. Perbedaan terjadi pada tambang selatan dan utara, pada tambang

selatan perbukitan cenderung lebih curam dan terjal sedangkan tambang utara

cenderung mendatar (PT. ANTAM, 2017).

2-8 Tinjauan Pustaka


1.3.6 Sosial

Beberapa kegiatan sosial yang dilakukan Corporate Sosial Responsibility

(CSR)PT.ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra yaitu memberikan fasilitas

pendidikan, serta fasilitas penunjang lainnya seperti tempat ibadah, pekerjaan,

olahraga dan bantuan dalam bentuk lain. Sehingga hubungan antara masyarakat

pendatang maupun masyarakat asli dan pihak perusahaan berlangsung dengan

sangat baik (PT. ANTAM, 2017).

1.4 Keadaan Geologi

Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah kepulauan

Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km². Bentuknya yang unik menyerupai

huruf K dengan empat semenanjung, yang mengarah ke timur, timur laut,

tenggara dan selatan.Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat, Filipina

di sebelah utara, Flores di sebelah selatan, Timor di sebelah tenggara dan Maluku

di sebelah timur.Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks

karena merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu; lempeng Indo-

Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke arah

barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan-tenggara serta lempeng

yang lebih kecil yaitu lempeng Filipina (Armstrong F. Sompotan, 2012).

Proses tumbukan keempat lempeng tersebut menyebabkan Pulau

Sulawesi memiliki empat buah lengan dengan proses tektonik yang berbeda-beda

membentuk satu kesatuan mosaik geologi.

2-9 Tinjauan Pustaka


Pulau ini seakan dirobek oleh berbagai sesar seperti; sesar Palu-Koro,

sesar Poso, sesar Matano, sesar Lawanopo, sesar Walanae, sesar Gorontalo, sesar

Batui, sesar Tolo, sesar Makassar dan lain-lain, dimana berbagai jenis batuan

bercampur sehingga posisi stratigrafinya menjadi sangat rumit. Pada bagian utara

pulau Sulawesi terdapat palung Sulawesi utara yang terbentuk oleh subduksi

kerak samudera dari laut Sulawesi, sedangkan di bagian tenggara Sulawesi

terdapat sesar Tolo yang merupakan tempat berlangsungnya subduksi antara

lengan tenggara Pulau Sulawesi dengan bagian utara laut Banda, dimana

keduastruktur utama tersebut dihubungkan oleh sesar Palu-Koro dan Matano.

Adapun dibagian barat Sulawesi terdapat selat Makassar yang

memisahkan bagian barat Sulawesi dengan busur Sunda yang merupakan bagian

lempeng Eurasia yang diperkirakan terbentuk dari proses pemekaran lantai

samudera pada masa Miosen, sedangkan dibagian timur terdapat fragmen-fragmen

benua yang berpindah karena strike-slip faults dari New Guinea (Armstrong F.

Sompotan, 2012).

Sulawesi sudah dikenal dengan daerah yang mempunyai sejarah tektonik

yang kompleks, yang menghasilkan kondisi geologi dan jenis batuan yang

kompleks. Busur Timur Sulawesi yang terdir idari Sulawesibagian Timur

danTenggara, sebagian besarditempatiolehsuatukompleksluasterdiri darikelompok

batuan ultrabasayang diperkirakan berumurmesozoik hinggatersierbawah.Batuan–

batuantersebutdijumpai bersama dengan intrusi–intrusi batuan beku yang

bersusunan gabro. Kompleks batuan ultrabasa ini merupakan suatu lajur yang

2-10 Tinjauan Pustaka


terputus–putus, dan dapat di ikuti dari bagian paling Timur dari Sulawesi kearah

Barat dan membelok mengikuti arah struktur Sulawesi Tenggara.

Kompleks ini terdiri dari berbagai batuan ultra basa terutama harzburgit

dan lherzolit serta dunit dan piroksenit. Sebagian besar daerah ini terdiri dari

batuan-batuan ultra basa yang mengalami berbagai derajat serpentinisasi

(Sukamto,1975).

Secara garis besar geologi Sulawesi dapat dibedakan menjadi empat

kompleks geologi, yaitu :

1. Zona Bagian Barat ( Sulawesi bagian selat andan Utara ) ,terdiri dari

basement kompleks akibat subduction pada zaman Cretacous, endapan

Tersier dan komplek vulkanik tersier dengan beberapa intrusi granitik

(Hamilton, 1979).

2. Zona Bagian Timur, yang terdiri dari Sulawesi bagian timur dan

tenggara, terdiri dari fragmen ofiolit dan komplek subduction ke arah

barat pada masa neogen (Hamilton, 1979).

3. Zona BagianTengah, terutama terdiri dari jalur batuan metamorf dan

ofiolit melange (Hamilton, 1979).

4. Fragmen batuan continental menempati zona sisa daerah Sulawesi,

meliputi Banggai Sula danTukang Besi (Hamilton, 1979).

2-11 Tinjauan Pustaka


Gambar 2.2 Peta Geologi Sulawesi (Hamilton, 1979)

2.5 Geologi Regional Lembar Kolaka, Sulawesi

Lengan tenggara Sulawesi dibagi menjadi tiga bagian: ujung utara, bagian

tengah, dan ujung selatan. Lembar Kolaka menempati bagian tengah dan ujung

selatan dari lengan tenggara Sulawesi. Ada lima satuan morfologi pada bagian

tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi, yaitu morfologi

pegunungan, morfologi perbukitan tinggi, morfologi perbukitan rendah, morfologi

pedataran dan morfologi karst (Van bemmelen, 1945).

2.5.1 Morfologi Lembar Kolaka

a. Morfologi pegunungan

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini,

terdiri atas Pegunungan Mekongga, Pegunungan Tangkelemboke, Pegunungan

2-12 Tinjauan Pustaka


Mendoke dan Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung selatan Lengan

Tenggara. Puncak tertinggi pada rangkaian pegunungan Mekongga adalah

Gunung Mekongga yang mempunyai ketinggian 2790 mdpl.Pegunungan

Tangkelamboke mempunyai puncak Gunung Tangkelamboke dengan ketinggian

1500 mdpl.Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan

kemiringan lereng tinggi.Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunyai

pola yang hampir sejajar berarah barat laut–tenggara.Arah ini sejajar dengan pola

struktur sesar regional di kawasan ini.Pola ini mengindikasikan bahwa

pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar

regional. Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat

oleh batuan ofiolit.Ada perbedaan yang khas di antara kedua penyusun batuan

itu.Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai punggung gunung

yang panjang dan lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang

tajam.Sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh batuan malihan, punggung

gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng yang tidak rata walaupun

bersudut tajam (Van bemmelen, 1945).

b. Morfologi perbukitan tinggi


Morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara,

terutama di selatan Kendari.Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai

ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar.Batuan penyusun morfologi ini

berupa batuan sediman klastika Mesozoikum dan Tersier (Van bemmelen, 1945).

c. Morfologi perbukitan rendah

2-13 Tinjauan Pustaka


Morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung

selatan Lengan Tenggara Sulawesi.Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah

dengan morfologi yang bergelombang.Batuan penyusun satuan ini terutama

batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier (Van bemmelen, 1945).

d. Morfologi pedataran

Morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan

Tenggara Sulawesi.Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara

berbatasan langsung dengan morfologi pegunungan.Penyebaran morfologi ini

tampak sangat dipengaruhi oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem

Sesar Konaweha).Kedua sistem ini diduga masih aktif, yang ditunjukkan oleh

adanya torehan pada endapan aluvial dalam kedua dataran tersebut.Sehingga

sangat mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari

penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, di antaranya

pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang

semakin parah setiap tahunnya(Surono dkk, 1997).

Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung selatan Lengan

Tenggara, merupakan dataran rendah.Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir

kuarsa dan konglomerat kuarsa Formasi Langkowala.Dalam dataran ini mengalir

sungai-sungai yang pada musim hujan berair melimpah sedang pada musim

kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan konglomerat sebagai

dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk ke dalam

tanah. Sungai tersebut di antaranya Sungai Langkowala dan Sungai

2-14 Tinjauan Pustaka


Tinanggea.Batas selatan antara Dataran Langkowala dan Pegunungan Rumbia

merupakan tebing terjal yang dibentuk oleh sesar berarah hampir barat-

timur(Surono dkk, 1997).

e. Morfologi karst

Morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah.Satuan ini

dicirikan perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah.Sebagian

besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping

berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum.Batugamping ini

merupakan bagian Formasi Eemoiko, Formasi Laonti, Formasi Buara dan bagian

atas dari Formasi Meluhu.Sebagian dari batugamping penyusun satuan morfologi

ini sudah terubah menjadi marmer.Perubahan ini erat hubungannya dengan

pensesar-naikkan ofiolit ke atas kepingan benua (Van bemmelen, 1945).

2.5.2 Stratigrafi Regional Lembar Kolaka

Formasi batuan penyusun peta geologi regional lembar Kolaka diuraikan

dari termuda sebagai berikut:

Aluvium, terdiri atas lumpur, lempung, pasir kerikil dan kerakal.Satuan ini

merupakan endapan sungai, rawa dan endapan pantai.Umur satuan ini adalah

Holosen.

Alangga, terdiri atas konglomerat dan batupasir.Umur dari formasi ini

adalah Plistosen dan lingkungan pengendapannya pada daerah darat-payau.

2-15 Tinjauan Pustaka


Formasi ini menindih tak selaras formasi yang lebih tua yang masuk kedalam

kelompok molasa sulawesi.

Buara,terdiri atas terumbu koral, konglomerat dan batupasir.Umur dari

formasi ini adalah Plistosen-Holosen dan terendapkan pada lingkungan laut

dangkal.

Boepinang terdiri atas lempung pasiran, napal pasiran dan

batupasir.Batuan ini berlapis dengan kemiringan perlapisan relatif kecil

yaitu <15o yang dijumpai membentuk antiklin dengan sumbu antiklin berarah

barat daya – timur laut.Umur formasi ini diperkirakan Pliosen dan terendapkan

pada lingkungan laut dangkal (neritik).

Eemoiko terdiri atas kalkarenit, batugamping koral, batupasir dan

napal.Formasi ini berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal,

hubungan menjemari dengan formasi Boepinang.

Langkowalaterdiri atas konglomerat, batupasir, serpih dan setempat

kalkarenit.Konglomerat mempunyai fragmen beragam yang umumnya berasal

dari kuarsa dan kuarsit, dan selebihnya berupa batu pasir malih, sekis dan

ultrabasa. Ukuran fragmen berkisar 2 cm sampai 15 cm, setempat terutama

dibagian bawah sampai 25 cm. Bentuk fragmen membulat–membulat baik,

dengan sortasi menengah. Formasi ini banyak dibatasi oleh kontak struktur

dengan batuan lainnya dan bagian atas menjemari dengan bagian bawah batuan

2-16 Tinjauan Pustaka


sedimen Formasi Boepinang (Tmpb).Hasil penanggalan umur menunjukkan

bahwa batuan ini terbentuk pada Miosen Tengah.

Kompleks Pompangeo terdiri atas sekis mika, sekis glaukofan, sekis

amfibolit, sekis klorit, rijang, pualam dan batugamping meta. Sekis berwarna

putih, kuning kecoklatan, kehijauan kelabu; kurang padat sampai sangat padat

serta memperlihatkan perdaunan.Setempat menunjukkan struktur chevron, lajur

tekuk (kink banding) dan augen serta di beberapa tempat perdaunan terlipat.Rijang

berwarna kelabu sampai coklat; agak padat sampai padat, setempat tampak

struktur perlapisan halus (perarian).Pualam berwarna kehijauan, kelabu sampai

kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan hitam bergaris putih; sangat padat

dengan persekisan, tekstur umumnya nematoblas yang memperlihatkan

pengarahan.Persekisan dalam batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit

hablur yang tergabung dengan mineral lempung dan mineral kedap (opak).Batuan

terutama tersusun oleh kalsit, dolomit dan piroksen; mineral lempung dan mineral

bijih dalam bentuk garis.Wolastonit dan apatit terdapat dalam jumlah sangat

kecil.Plagioklas jenis albit mengalami penghabluran ulang dengan

piroksen.Satuan ini mempunyai kontak struktur geser dengan satuan yang lebih

tua di bagian utara yaitu Kompleks Mekongga (Pzm).Berdasarkan penarikan umur

oleh Kompleks Pompangeo mempunyai umur Kapur Akhir – Paleosen bagian

bawah.

Matano terdiri atas batugamping hablur, rijang dan batusabak.

Batugamping berwarna putih kotor sampai kelabu; berupa endapan kalsilutit yang

2-17 Tinjauan Pustaka


telah menghablur ulang dan berbutir halus (lutit); perlapisán sangat baik dengan

ketebalan lapisan antara 10-15 cm; di beberapa tempat dolomitan; di tempat lain

mengandung lensa rijang setempat perdaunan. Rijang berwarna kelabu sampai

kebiruan dan coklat kemerahan; pejal dan padat. Berupa lensa atau sisipan dalam

batugamping dan napal; ketebalan sampai 10 cm. Batusabak barwarna coklat

kemerahan; padat dan setempat gampingan; berupa sisipan dalam serpih dan

napal, ketebalan sampai 10 cm. Berdasarkan kandungan fosil batugamping, yaitu

Globotruncana sp dan Heterohelix sp, serta Radiolaria dalam rijang (Budiman,

1980), Formasi Matano diduga berumur Kapur Atas dengan lingkungan

pengendapan pada laut dalam.

Ultramafik terdiri atas harzburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabbro,

basal, dolerit, diorit, mafik meta, amfibolit, magnesit dan setempat rodingit.

Satuan ini diperkirakan berumur Kapur.

Meluhu terdiri atas batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan

batulumpur di bagian bawah; dan perselingan serpih hitam, batupasir, dan

batugamping di bagian atas.Formasi ini mengalami tektonik kuat yang ditandai

oleh kemiringan perlapisan batuan hingga 80o dan adanya puncak antiklin yang

memanjang utara barat daya – tenggara.Umur dari formasi ini diperkirakan Trias.

Laontiterdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit.Kuarsit, putih

sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral

granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang.Batuan sebagian

2-18 Tinjauan Pustaka


besar terdiri dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%.Oksida besi bercelah diantara

kuarsa, jumlahnya sekitar 3%.Umur dari formasi ini adalah Trias.

Mekongga terdiri atas sekis, gneiss dan kuarsit. Gneiss berwarna kelabu

sampai kelabu kehijauan; bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri

dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas

gneiss kuarsa biotit dan gneiss muskovit.Bersifat kurang padat sampai padat (Van

bemmelen, 1945).

2.6 Genesa Endapan Nikel Laterit

Endapan nikel laterit terbentuk akibat pelapukan batuan ultramafik seperti

peridotit,dunit dan hornblendityang disebabkan oleh pengaruh perubahan cuaca

(iklim).Cuaca telah merubah komposisi batuan dan melarutkan unsur – unsur

yang mudah larut seperti Ni, Co, dan Fe(Valeton, 1967).

Air hujan yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

permukaan air tanah sambil melindih mineral primer yang tidak stabil seperti

olivin,serpentin, dan piroksin. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke

bawah sampai ke batas antara zona limonit dan zona saprolit, kemudian mengalir

secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan

secara horizontal. Magnesium dan silika termasuk nikel terlindih dan terbawa

bersama larutan residual, demikian hingga memungkinkan terbentuknya mineral

baru melalui pengendapan kembali dari unsur-unsur yang telah larut(Valeton,

1967).

2-19 Tinjauan Pustaka


Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan

induk. Batuan induk ini akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan

hidrotermal atau larutan residual pada waktu proses pembentukan magma (proses

serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau

batuan serpentinit peridotit(Valeton, 1967).

Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterisasi yang menghasilkan

serpentin dan peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta

pergantian panas dan dingin yang kontinyu, akan menyebabkan desintegrasi dan

dekomposisi pada batuan induk. Batuan asal yang mengandung unsur-unsur Ca,

Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan mengalami dekomposisi (Valeton, 1967).

Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

permukaan air tanah sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti

olivin, serpentin, dan piroksen. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke

bawah sampai ke batas antara zona limonit dan zona saprolit, kemudian mengalir

secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan

secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan

Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat

halus sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui pengendapan

kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa turun ke bagian

bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan(Valeton, 1967).

Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah

sampai batas pelapukan dan diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang

2-20 Tinjauan Pustaka


mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Di lapangan, urat-

urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan

induk yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering)(Valeton, 1967).

Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinyu akan

melarutkan unsur-unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan

asal di zona saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih

dalam. Dalam hal ini, zona saprolit akan bertambah ke dalam, demikian juga

dengan ikatan yang mengandung oksida MgO sekitar 30 – 50% berat dan SiO2

antara 35 – 40% berat. Oksida yang masih terkandung pada bongkah-bongkah di

zona saprolit ini akan terlindi dan ikut bersama-sama dengan aliran air tanah,

sehingga sedikit demi sedikit zona saprolit atas akan berubah porositasnya dan

akhirnya menjadi zona limonit. Sedangkan bahan-bahan yang sukar atau tidak

mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama

larutan sebagai larutan koloid.

Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan membentuk konsentrasi residu

dan konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit berwarna

coklat kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zona ini selanjutnya

diimpregnasi oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni

dapat naik hingga 7%berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam

Serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang

mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan Krisopras.

2-21 Tinjauan Pustaka


Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai

Ferri-Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti Geothit, Limonit, dan

Hematit yang dekat dengan permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut

serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju bedrock maka Fe

dan Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona saprolit Ni akan

terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni

yang berupa larutan pada kondisi oksidasi dan berupa padatan pada kondisi silika.

Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang

intensif, yaitu di daerah dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan

lapuk merupakan proses yang terjadi pada pembentukan endapan laterit, dimana

proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang tidak merata dan menghasilkan

konsentrasi bijih yang sangat bergantung pada migrasi air tanah(Valeton, 1967).

2.7 Batuan Induk Nikel Laterit

2.7.1 Batuan Induk dan Laterisasi secara umum

Batuan induk bijih nikel adalah batuan ultramafik terutama yang kaya

olivin dan piroksin, yaitu dunit, dunit piroksin, dan peridotit yang telah

mengalami, dekomposisi dan laterisasi.Proses pelapukan terhadap batuan

ultramafik tersebut antara lain disebabkan oleh pengaruh sesar, lipatan dan kekar

yang terjadi pada waktu lama dan berulang-ulang sehingga mineral penyusunnya

mengalami desintegrasi dan dekomposisi.Proses desintegrasi atau pelapukan

bersifat fisik dan proses dekomposisi atau pelapukan bersifat kimia, keduanya

dapat terjadi pada lingkungan air dan udara serta pergantian musim panas dan

2-22 Tinjauan Pustaka


dingin yang berlangsung secara kontinyu.Laterit yang berkembang di daerah ini

merupakan endapan residual yang terbentuk “insitu”, berwarna coklat kemerahan,

bertekstur “Vesicular” mengandung oksida besi dan kadang-kadang alumina,

bersifat lembek, yang apabila mengalami kontak dengan udara bebas dapat

menjadi keras.Endapan nikel laterit ekonomis terutama berasal dari batuan induk

yang kaya akan mineral terutama olivin dan orto-piroksin. Faktor lain yang paling

berpengaruh adalah adanya kontrol aktivitas pensesaran dan pengkekaran yang

cukup intensif, dan bentukan bentang alam yang bermorfologi relatif landai

dengan kemiringan lereng sedangkan endapan nikel terbaik selalu terdapat pada

zona dengan intensitas perekahan tinggi terhadap batuan pada bentang alam yang

relatif landai pada elevasi rendah (Darijanto, 1986).

Gambar 2.3 Mineral Pembawa Nikel (Foto di lapangan)

2-23 Tinjauan Pustaka


2.7.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan

Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan

ultramafik sangat beragam dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk

sifat profil yang beragam antara satu tempat ke tempat lain, dalam komposisi

kimia dan mineral, dan dalam perkembangan relatif tiap zona profil. Faktor yang

mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya

mempengaruhi pembentukan endapan (Darijanto, 1986):

1. Iklim

Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis

dan subtropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang peranan penting

dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal.

Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang tinggi menimbulkan perubahan

besar yang menyebabkan batuan akan terpecah-pecah, disebut pelapukan mekanis,

terutama dialami oleh batuan yang dekat dengan permukaan bumi(Darijanto,

1986).

2.Topografi

Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan

sirkulasi air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk

pengendapan bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai dengan

kemiringan antara 10o sampai 30°.Pada daerah yang curam, air hujan yang jatuh

ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada yang meresap

kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif.Pada

2-24 Tinjauan Pustaka


daerah ini sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga menghasilkan endapan nikel

yang tipis.Sedangkan pada daerah yang landai, air hujan bergerak perlahan-lahan

sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam

melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan dan mengakibatkan terjadinya

pelapukan kimiawi secara intensif.Akumulasi endapan umumnya terdapat pada

daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa

ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi(Darijanto, 1986).

3. Tipe Batuan Asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan

nikel laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan kadar Ni 0,2

sampai 0,3%, merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling banyak di antara

batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak

stabil (seperti olivin dan piroksen), mempunyai komponen-komponen yang

mudah larut, serta akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk

nikel. Mineralogi batuan asal akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap

pelapukan dan elemen yang tersedia untuk penyusunan ulang mineral baru

(Darijanto, 1986).

4. Struktur

Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit adalah

rekahan (joint) dan patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini akan

mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan mempercepat proses pelapukan

terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan dapat pula berfungsi

2-25 Tinjauan Pustaka


sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni sebagai. Seperti

diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang

kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-

rekahan tersebut lebih memudahkan masuknya air dan proses pelapukan yang

terjadi akan lebih intensif (Darijanto, 1986).

5. Reagen-ReagenKimia dan Vegetasi

Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang

membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2

memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara kimiawi.

Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan sisa-sisa

tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan, dan

membantu proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam humus

ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan

mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur

akar pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air hujan, serta menebalkan

lapisan humus.

Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang lebat

pada lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel yang lebih tebal

dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk

menjaga hasil pelapukan terhadap erosi (Darijanto, 1986).

6. Waktu

2-26 Tinjauan Pustaka


Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan,

transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya

endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama, mungkin ribuan atau jutaan

tahun.Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk endapan yang tipis.

Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif

karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.Banyak dari faktor tersebut yang saling

berhubungan dan karakteristik profil di satu tempat dapat digambarkan sebagai

efek gabungan dari semua faktor terpisah yang terjadi melewati waktu, ketimbang

didominasi oleh satu faktor saja.Ketebalan profil laterit ditentukan oleh

keseimbangan kadar pelapukan kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung

profil karena erosi. Tingkat pelapukan kimia bervariasi antara 10 sampai 50 meter

per juta tahun, biasanya sesuai dengan jumlah air yang melalui profil, dan dua

sampai tiga kali lebih cepat dalam batuan ultrabasa daripada batuan asam.

Disamping jenis batuan asal, intensitas pelapukan, dan struktur batuan yang

sangat mempengaruhi potensi endapan nikel laterit, maka informasi perilaku

mobilitas unsur selama pelapukan akan sangat membantu dalam menentukan

zonasi bijih di lapangan (Darijanto, 1986).

2.8 Profil Nikel Laterit

Proses yang disebut sebagai "lateritisation" pada dasarnya adalah

pelapukan kimiawi yang terjadi pada iklim lembab secara terus-menerus dalam

jangka waktu yang lama dalam kondisi stabilitas tektonik relatif, memungkinkan

pembentukan regolit tebal dengan karakteristik khas. Singkatnya, proses

2-27 Tinjauan Pustaka


lateritisasi melibatkan pemecahan mineral primer dan pelepasan beberapa

komponen kimiake dalam air tanah, pencucian komponen bergerak, konsentrasi

residu komponen tidak bergerak atau tidak larut, dan pembentukan mineral baru

yang stabil di lingkungan pelapukan. Efek dari transformasi mineral dan mobilitas

diferensial elemen yang terlibat menghasilkan lapisan bertingkat atau berlapis

bahan pelapis yang mendahului batuan induk dari mana ia terbentuk, yang

umumnya disebut sebagai "profil laterit" (Elias, 1981).

Gambar 2.4 Skema pembentukan profil laterit (Brand et el, 1998).

Batuan ultramafik terurai karena pengaruh pelapukan kimia, melepaskan

konstituen terlarut ke dalam air tanah dan komponen-komponen non

mobileterkonsentrasi dalam tanah residual(Waheed, 2005).

Sementara proses pelapukan hampir seluruhnya ultramafik, yang pada

dasarnya retensi tanah residual terbatas pada bentang alam topografinya. Pada

2-28 Tinjauan Pustaka


area aliran, saluran dan lereng yang terlalu terjal, laterit sebagian besar

terkikis.Berikutpembagian zona pada nikel laterit dan penjelasan dari bawah ke

atas, urutan sebenarnya di mana mereka berkembang (Waheed, 2005).

1. Zona Bedrock

Bagian paling bawah dari zona profil laterit, zona batuan dasar yang

ditandai dengan batuan ultramafik yang belum terpengaruh oleh proses pelapukan

kimia dan fisika.Komposisi kimia pada batuan ini belum mengalami

perubahan.Kekar dan patahan masih dalam kondisi yang baru terbentuk dan

belum membuka secara signifikan karena tekanan hidrostatis material di atasnya.

Air tanah yang meresap telah kehilangan hampir semua kadar asamnya pada saat

mencapai zona batuan dasar dan tidak mampu mengkontaminasi komponen-

komponen mineral pada tingkat yang signifikan(Waheed, 2005).

2. Zona Saprolit

Zona saprolit terdiri dari sebagian batuan besar (boulder)yang benar-benar

terurai di bawah pengaruh pelapukan kimiawi. Proses pelapukan dimulai sekitar

kekar dan permukaan rekahan dan menghasilkan pembentukan boulder dalam

zona saprolit. Tekstur batuan asli masih dikenali dan profil pelapukannya belum

runtuh.Pada batuan dasar dengan serpentinisasi yang relatif tinggi, saprolisation

tidak terbatas hanya untuk patahan dan kekar tapi secara aktif diseluruh massa

batuan karena sifat lunak pada batuan yang memungkinkan akses air tanah. Dalam

zona saprolit, pelapukan batuan semakin meningkat ke arah atas. Magnesium,

2-29 Tinjauan Pustaka


silika dan alkali dapat larut dengan cepat meninggalkan konsentrasi sisa

seskuioksida besi, alumina, krom dan mangan.

Nikel pada zona saprolit adalah sebagian residual tapi kebanyakan dari

pengayaan sekunder. Air tanah bersifat asam melarutkan nikel di bagian atas

profil laterit dan mengendapkan di zona saprolit di mana terjadi peningkatan

dalam alkalinitas air (karena penguraian olivin dan pelepasan magnesium)

membuat nikel tidak dapat larut. Zona saprolit juga menjadi sekumpulan urat

garnierit dan pengendapan silika bebas sebagai urat atau (boxwork)(Waheed,

2005).

3. Zona Limonit

Zona limonit merupakan hasil terakhir dari pelapukan kimiawi pada

batuan ultramafik dan konsentrasi residual unsur-unsur non-mobile.Leaching

menyeluruh dari komponen-komponen yang dapat larut telah meninggalkan

material lemah dan pada akhirnya menyebabkan keruntuhan (Waheed,

2005).Zona limonit juga memilikitingkatan.Bagian paling atas yang zona terkena

efek oksidasi dari udara dan membawa beberapa hematit, terutama di daerah yang

kondisinya dataran rendah datar juga menyebabkan pelarutan dan pengendapan

besi sebagai iron cap.Warna merah atau merah marun umumnya disebut sebagai

iron cap yang berwujud keras. Iron cap sangat bagus untuk bahan bangunan jalan

karena kadar air lebih rendah serta lebih rendah kristalisasi air. Di bawah zona

hematit, besi sebagian besar dalam bentuk geothit dan limonitkedua hidroksida

besi dengan jumlah kristalisasi air yang signifikan.Sementara oksida besi,

2-30 Tinjauan Pustaka


aluminium, dan krom lebih atau kurang merata yang didistribusikan dalam zona

limonit, mangan, dan kobalt diurai dan diendapkan kembali ke bagian bawah pada

zona limonit (Waheed, 2005).

4. Zona TopSoil

Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang

laterit.Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi, dan sisa-sisa

organik lainya.Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat

gembur.Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan

dan pengolahan. Tetapi disimpan ditempat yang aman, untuk nantinya akan

digunakan pada saat reklamasi.

Gambar 2.5 Profil umum pada zona bijih nikel (Waheed, 2005).

Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari

morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian

2-31 Tinjauan Pustaka


bawah bukit dengan relief yang landai.Sedang relief yang terjal endapannya

semakin menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang

berkadar tinggi dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada

batuan (Waheed, 2005).

Pengayaan nikel terbatas pada batuan ultramafik.Bukan laterit signifikan

yang telah ditemukan pada batuan ultramafik.Dalam batuan ultramafik,

pengayaan nikel tergantung pada kandungan olivin dalam batuan karena olivin

adalah mineral pembawa nikel yang utama. Dunit dan harzburgit yang membawa

olivin dengan persentase lebih tinggi menghasilkan endapan dengan kadar yang

relatif tinggi. Kehadiran piroksin, terutama klino-piroksin, mengurangi jumlah

ketersediaan nikel selama proses pelapukan kimia dan konsentrasi residu

(Waheed, 2005).

2.9 Kegiatan Pertambangan

Proses Pertambangan adala kegiatan dalam rangka upaya pencarian

(Eksplorasi), Penambangan (Penggalian), Pengolahan, Pemanfaatan dan penjualan

bahan galian. Pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis

secara mekanis pada Permukaan bumi.

Proses penambangan saat ini memakai konsep penambangan yang

berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang memiliki beberapa point besar

yaitu, : Penyelidikan Umum (Prospecting), Eksplorasi, Study Kelayakan

(Feasibility Study), Persiapan Penambangan (Development), Penambangan,

pengangkutan dan penjualan, Pengolahan, pemurnian dan pemasaran.

2-32 Tinjauan Pustaka


2.9.1 Penyelidikan Umum

Penyelidikan umum atau dengan kata lain Propeksi, yaitu kegiatan

mencari, menyelidiki dan menemukan keberadaan atau indikasi adanya bahan

galian yang berharga dan dapat dimanfaatkan oleh manusia. Kegiatan – kegiatan

tersebut merupakan langkah awal dari proses pertambangan dan diharapkan dari

kegiatan ini dapat mengetahui potensi suatu bahan galian. Jika pada tahap

propeksi ini tidak ditemukan adanya cadangan bahan galian yang berprospek

untuk diteruskan sampai eksplorasi, maka kegiatan pertambangan tidak dapat

dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu ke tahap eksplorasi.

Jika pada tahap propeksi ini tidak ditemukan adanya cadangan bahan

galian yang berprospek untuk diteruskan sampai eksplorasi, maka kegiatan

pertambangan tidak dapat dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu ke tahap

eksplorasi.

2.9.2 Eksplorasi

Tahap Eksplorasi sangat penting dilakukan karena bertujuan untuk

menemukan endapan dan memodelkan endapan sehingga bisa dilakukan

perencanaan penambangan. Tahap eksplorasi harus dilkakukan bertahap, karena

pada tahap eksplorasi kita tidak memiliki keyakinan geologi terhadap bahan

galian yang kita temui selain itu tahap eksplorasi juga memakan biaya yang sangat

besar dan waktu yang relatif lama.

2-33 Tinjauan Pustaka


2.9.3 Perencanaan Tambang

2.9.3.1 Pertimbangan Teknis

Perencanaan tambang (mine planing) merupakan tahap penting

dalam studi kelayakan dan rencana operasi penambangan. Perencanaan suatu

tambang terbuka memerlukan model komputer dari sumber daya yang akan

ditambang. Model tersebut dapat berupa block model untuk tambang mineral dan

kuari, atau gridded seam untuk endapan tabular seperti batu bara.

Tiga aspek dalam perencanaan tambang adalah perencanaan pit limit atau

penentuan batas akhir penambangan, tahapan penambangan dan penentuan jadwal

produksi. Hasil yang diperoleh adalah jumlah cadangan yang harus direncanakan

besar produksi. Dan tahap – tahap penambangannya. Tingkat produksi yang

direncanakan akan menentukan jumlah peralatan dan tenaga kerja yang

dibutuhkan.

Perencanaan tambang dapat mencakup kegiatan propeksi,

eksplorasi, studi kelayakan, yang dilengkapi dengan analisis Mengenai dampak

lingkungan (AMDAL), Persiapan penambangan, kontruksi sarana dan Pra saran

(infrastruktur) serta sarana fasilitas penambangan, kesehatan dan keselamatan

kerja (K3), dan pemantauan lingkungan.

2.9.3.2 Pertimbangan Ekonomis

1. Nilai (Value) dari pada endapan mineral per unit berat dan biasanya

dinyatakan dengan ($/ton) atau (Rp/ton).

2-34 Tinjauan Pustaka


2. Ongkos produksi yaitu, ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan

produknya diluar ongkos stripping.

3. Cut Off Grade (COG)

Ada dua pengertian tentang kadar batas ini yairtu :

a. Kadar (kekayaan) endapan bahan galian terendah yang masih

memberikan keuntungan apabila ditambang.

b. Kadar rata-rata terendah dari endapan bahan galian yang masih

memberikan keuntungan apabila ditambang.

1. Kadar batas pulang pokok (Break Even Cut off Garade)

Dalam teori ekonomi analisis pulang pokok (Impas) diartikan

sebagai perolehan pendapatan yang tepat sama dengan biaya-biaya

yang dikeluarkan atau tidak untung dan tidak rugi. Dalam industri

pertambangan dikenal pengertian kadar batas pulang pokok ( Break

Even Cut Of Grade atau BECOG).yang dapat dinyatakan dalam

rumus :

Biaya ( Mine + Mill + G & A)


BECOG =
( Harga Jual – SRF ) Kadar x MillRec x SmeltRec x Faktor

Diman :

Mine = Seluruh Biaya Penambangan (Rp)

2-35 Tinjauan Pustaka

Anda mungkin juga menyukai