Anda di halaman 1dari 6

FUNGSI SENSORIS DAN PSIKOMOTORIS

Pengelihatan

Kehilangan dalam sensitivitas kontras pengelihatan dapat menyebabkan kesulitan dalam membaca
sesuatu yang sangat halus atau cetakan yang amat tipis (Akutsu, Legge & Schuebel, 1991; Kline & Scialfa,
1996).
Masalah pengelihatan dapat menyebabkan kecelakaan dan kegagalan dalam beraktivitas (Desai et al.,
2001). Contoh kasus, meningkatnya kecelakaan dan kematian lalu lintas pada lansia Amerika sejak 1990
dan paling sering terjadi pada pria kisaran 75 tahun atau lebih. Hal ini berkaitan dengan penurunan
ketajaman pandangan sekaligus kerusakan fokus pengelihatan, waktu reaksi yang melambat, koordinasi
yang kurang efisien, dan pemrosesan visual yang melambat (Owsley et al., 1998; Wiseman & Souder,
1996).
Sebagian besar kerusakan pengelihatan (termasuk kebutaan) disebabkan oleh:
Katarak: daerah berkabut seputar lensa mata yang akhirnya akan mengakibatkan pandangan yang
kabur. (pembedahan katarak biasanya berhasil dengan sukses di kalangan lansia Amerika).
Degenerasi moskular yang berkaitan dengan usia: dimana inti retina secara gradual kehilangan
kemampuan untuk membedakan detail halus. (Merupakan penyebab utama kerusakan mata permanen
pada lansia).
Glaukoma: kerusakan permanen pada saraf optik yang disebabkan oleh peningkatan tekanan pada
mata, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kebutaan.
Retinopathy Diabetes: Komplikasi diabetes yang tidak berkaitan dengan usia.
Masalah pengelihatan moderat seringkali dapat dibantu dengan lensa korektif, perawatan medis atau
pembedahan, dan perubahan dalam lingkungan. Walaupun demikian, hampir satu dari lima lansia
berusia 70 tahun yang kehilangan pengelihatan tidak dapat dikoreksi dengan kacamata atau lensa
kontak.

Pendengaran
40% lansia menderita kehilangan pendengaran, seringkali disebabkan oleh pres-bycusis (penurunan
dalam kemampuan mendengarkan suara bernada tinggi yang berkaitan dengan usia) (O’Neill et al.,
1999). Pres-bycusis menyebabkan kesulitan untuk mendengar apa yang dikatakan orang lain, terutama
apabila pada saat itu ada suara lain yang datang bersamaan.
Penyebab lain dari kehilangan pendengaran adalah: Keterpaparan parah atau kronis terhadap suara
yang tinggi, merokok, sejarah infeksi telinga tengah, dan keterpaparan terhadap bahan kimia tertentu
dalam jangka panjang (Desai et al., 2001).
Kehilangan pendengaran dapat memberikan kontribusi kepada persepsi yang salah terhadap lansia
sebagai orang yang mudah terganggu, absentminded, atau lekas marah.
Kerusakan pendengaran meningkat sejalan dengan usia. Sekitar 17% orang berusia 85 tahun keatas
menderita ketulian total (Desai et al., 2001). Pria berkecendrungan lebih besar menderita masalah
pendengaran dibandingkan wanita, dan kulit putih berkecendrungan lebih besar dibandingkan kulit
hitam (Desai et al., 2001; O’Neill et al., 1999).
Alat bantu pendengaran dapat membantu tetapi bisa juga sulit untuk disesuaikan, sebab mereka
berkecenderungan untuk melipatgandakan suara latar bersamaan dengan suara yang ingin didengar
oleh pemakainya. Alat bantu pendengaran lain disebut amplifier telepon built-in (Desai et al., 2001).

Rasa dan Bau


Kehilangan kedua indera ini dapat merupakan bagian normal dari penuaan, tetapi juga dapat
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit dan obat-obatan, oleh pembedahan, atau
keterpaparanterhadap materi beracun di lingkungan.
Lansia yang mengeluh makanan mereka tidak terasa lezat lagi, hal tersebut bisa jadi dikarenakan mereka
hanya memiliki ujung perasaan yang lebih sedikit di lidah, atau karena penerima rasa tidak bekerja
dengan benar. Hal ini bisa disebabkan oleh oleh olfactory bulb - dan perasa – atau struktur terkait lain
yang rusak (Shiffman, 1997). Sensitivitas terhadap rasa asam, asin, dan pahit lebih terpengaruh
dibandingkan sensitivitas terhadap rasa manis (Spitzer, 1988). Wanita tampaknya lebih baik
dibandingkan pria dalam mempertahankan indra perasa dan pembaunya (Ship & Weiffenbach, 1993).

Kekuatan, Daya Tahan, Keseimbangan, dan Waktu Reaksi


Lansia memiliki kekuatan yang jauh berkurang dari yang pernah mereka miliki dan lebih terbatas
kemampuannya dalam aktivitas yang mensyaratkan daya tahan atau kemampuan membawa beban
berat. Orang dewasa biasanya kehilangan sekitar 10-20% kekuatan mereka ketika mencapai usia 70
tahun, terutama pada otot tubuh bagian bawah, dan semakin besar setelah angka tersebut.
Salah satu alasan kerapuhan lansia untuk jatuh adalah penurunan sensitivitas sel reseptor yang
memberikan informasi kepada otak tentang posisi tubuh dalam ruangan – informasi yang dibutuhkan
guna mempertahankan keseimbangan. Relfleks yang lebih lambat dan kerusakan persepsi juga
memberikan kontribusi kepada kehilangan keseimbangan (Agency for Healthcare Research and Quality
and CDC, 2002; Neporent, 1999).
Kehilangan ini dapat dikembalikan. Dalam sebuah studi terkontrol dengan orang-orang yang berusia
enam puluhan sampai Sembilan puluhan, program latihan beban, kekuatan, atau daya tahan yang
berlangsung selama delapan minggu sampai dua tahun meningkatkan kekuatan, ukuran, dan mobilitas
otot; kecepatan, daya tahan, dan kekuatan otot kaki, serta aktivitas fisik yang spontan. Bahkan senam
aerobic dengan intensitas moderat serta latihan fisik dapat meningkatkan puncak penggunaan oksigen,
kekuatan otot kaki, dan kebugaran (Engels, Drouin, Zhu & Kazmierski, 1998).

FUNGSI SEKSUAL

Faktor terpenting dalam mempertahankan fungsi seksual adalah aktivitas seksual yang konsisten dari
tahun ke tahun.
Seks pada masa dewasa akhir berbeda dengan apa yang ada pada masa yang lebih muda. Pria biasanya
membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi dan ejakulasi, membutuhkan stimulasi manual yang lebih
banyak, dan mengalami interval antara ereksi yang lebih panjang.
Akan tetapi, sebagian besar lansia pria dan wanita dapat menikmati ekspresi seksual (Bortz, Wallace &
Wiley, 1999). Dalam sebuah survey kecil atas 1.384 sampel nasional paruh baya dan lansia, sepertiga
dari mereka yang memiliki pasangan seksual menyatakan puas dengan kehidupan seksual mereka (NFO
Research, Inc., 1999).

KESEHATAN FISIK DAN MENTAL

STATUS SEHAT DAN PERAWATAN KESEHATAN

Ketika seseorang menjadi semakin tua, mereka cenderung mengalami, atau berpotensi mengalami,
masalah kesehatan yang berkaitan dengan ketidakberfungsian. Dalam kasusnya adanya kondisi kronis
dan kehilangan kemampuan untuk menyembuhkan diri, bahkan penyakit atau cedera ringan dapat
memberikan efek yang serius.
Arthritis (radang sendi) – kelompok gangguan yang menyebabkan sakit dan ketidakmampuan bergerak;
seringkali mengandung peradangan pada sendi – merupakan kondisi kesehatan kronis yang paling
umum diderita para lansia (Administration on Aging, 2001). Bentuk puncaknya adalah osteoarthritis atau
penyakit degenaratif sambungan sendi; yang umumnya memengaruhi sambungan wight bearing; seperti
pinggul dan lutut; dan rheumatoid arthritis yaitu yang mengakibatkan kesulitan bergerak yang secara
progresif menghancurkan jaringan sambungan.
Jumlah lansia dengan ketidakberdayaan fisik telah menurun sejak pertengahan 1980-an (Kramarow et
al., 1999). Hanya sekitar 14 persen yang kesulitan melakukan rutinitas sehari-sehari. Ketidakmampuan
tersebut terus meningkat tajam ke atas melaporkan paling tidak satu ketidakmampuan fisik dan lebih
dari sepertiga membutuhkan bantuan karena ketidakmampuan tersebut (Administration on Aging,
2001).

PENGARUH PADA KESEHATAN

Aktivitas fisik, nutrisi, dan faktor gaya hidup lain mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Kegemukan
misalnya, mempengaruhi system peredaran darah, ginjal, dan metabolism gula; memberikan kontribusi
kepada penyakit degeneratif; dan cenderung memperpendek usia. Gaya hidup yang lebih sehat bisa
meningkatkan jumlah orang dewasa awal dan pertengahan untuk mempertahankan level tinggi fungsi
fisik pada masa tua.
Aktivitas Fisik
Program olahraga jangka panjang, sebagaimana yang dilakukan John Glenn, bisa mencegah banyak
perubahan fisik yang diasosiasikan dengan “penuaan yang normal”.
Latihan regular dapat menguatkan jantung, paru-paru, menurunkan stress, melindungi diri dari tekanan
darah tinggi yang mengeraskan arteri, osteoporosis, diabetes, serta membantu mempertahankan
kecepatan, stamina, kekuatan, dan daya tahan. Latihan tersebut juga dapat meningkatkan kewaspadaan
mental dan performa kognitif; dapat membantu menekan kecemasan, depresi menengah, dan seringkali
meningkatkan moral.
Ketidakaktifan dapat memberikan kontribusi terhadap penyakit kronis utama seperti penyakit jantung,
diabetes, kanker usus besar, hipertensi, dan obesitas.
Nutrisi
Berbagai studi telah menemukan bukti malnutrisi atau kekurangan makanan tertentu dalam makanan
banyak lansia (Lamy, 1994; Ryan, Craig, & Finn, 1992), terutama kurang zat besi, vitamin E, magnesium,
kalsium, dan terlalu banyak mengonsumsi makanan yang berlemak (Voelker, 1997). Hal ini bisa
disebabkan oleh hilangnya indera perasa dan pembau, masalah gigi, kesulitan dalam berbelanja dan
menyiapkan makanan, serta pemasukan yang tidak cukup – membuat banyak lansia tidak makan sebaik
yang seharusnya.
Nutrisi berperan dalam proses kerapuhan terhadap penyakit kronis seperti atherosclerosis, jantung, dan
diabetes (Mohs, 1994). Memakan buah dan sayur-sayuran – terutama yang kaya akan vitamin C
menurunkan risiko stroke (Joshipura et al., 1999). Kekurangan vitamin D meningkatkan risiko patah
pinggul (LeBoff et al., 1999).

MASALAH MENTAL DAN PERILAKU

Demensia dan Alzheimer


Adalah istilah penurunan perilaku dan kognitif yang secara psikologis dapat memengaruhi kehidupan
sehari-hari (American Psychiatric Association [APA], 1994). Kebanyakan demensia tidak dapat
disembuhkan, akan tetapi sebagian masih dapat diperbaiki dengan diagnosis dini dan penanganan.
Sekitar dua per tiga kasus demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer (Small et al., 1997). Penyakit
Alzheimer adalah penyakit keturunan yang secara perlahan merampas kecerdasan, kesadaran, dan
bahkan kemampuan untuk menggerakkan fungsi tubuh si penderita – dan akhirnya membunuh mereka.
Penyakit Alzheimer biasanya dimulai setelah usia 60-an, dan risikonya meningkat secara dramatis
sejalan dengan usia (“Alzheimer’s Disease, Part I”, 2001).
Diagnosis Alzheimer: Otak orang yang mengalami Alzheimer menunjukkan jumlah neurofibrillary
tangles yang berlebihan serta gumpalan berlilin amyloid plaque dalam jumlah besar. Karena plak ini
tidak dapat diuraikan, otak tidak dapat membersihkannya. Gumpalan ini menjadi tebal, menyebar, dan
menghancurkan neurotis yang ada di sekelilingnya.
Biasanya para dokter mendiagnosis penyakit Alzheimer pada seseorang melalui tes fisik, neurologis, tes
memori, dan wawancara detail dengan pasien serta orang terdekatnya.
Simtom Alzheimer: Gejala dini paling menonjol adalah ketidakmampuan mengingat peristiwa yang baru
saja terjadi atau menyerap informasi baru. Kemudian muncul berbagai simtom berikut: mudah marah,
gelisah, depresi, delusi tingkat lanjut, delirium (gangguan mental akut), dan melamun. Memori jangka
panjang rusak, dan pasien mengalami kesulitan menangani aktivitas sehari-hari. Keterampilan
menghilang, dan pada akhirnya, pasien akan seperti bayi. Dia tidak memahami atau menggunakan
bahasa, tidak mengenali anggota keluarga, tidak dapat makan kecuali dengan bantuan, tidak dapat
mengontrol usus besar dan kantung kemih, kehilangan kemampuan untuk berjalan duduk, serta
menelan makanan padat.
Parkinson
Adalah degenerasi neurologis progresif, ditandai dengan gemetar, kekakuan, gerakan yang melambat,
dan postur yang tidak stabil (Nussbaum, 1998). Pengobatan yang dapat mengisi kembali suplai
neurotransmitter kimia dopamine dapat meringankan simtom parkinson (Alzheimer’s Association,
1998). Penyakit ini, bersama dengan multi-infarct dementia (MD), yang disebabkan oleh serangkaian
stroke ringan, bertanggung jawab terhadap paling tidak delapan dari sepuluh kasus dementia, dan
semuanya tidak dapat disembuhkan.
Depresi
Kerapuhan terhadap depresi adalah akibat dari pengaruh interaksi berbagai gen dengan faktor
lingkungan (NIMH, 1999), seperti kurang berolahraga, peristiwa yang menekan, kesendirian, dan
penggunaan pengobatan tertentu yang dapat memicunya (Jefferson & Greist, 1993; “Listening to
Depression”, 1995). Pemindaian otak pada penderita depresi mengungkapkan ketidakseimbangan kimia
neurotransmitter kritis dan ketidakberfungsian sirkuit neural yang mengatur perasaan, pemikiran, tidur,
selera makan, dan perilaku (NIMH, 1999).
Penanganannya:
1. Hubungan keluarga dan teman yang dekat
2. Psikoterapi perilaku kognitif dan terapi interpersonal
3. Obat Antidepressant; selective serotonin reuptake inhbitors (SSRIs) seperti Prozac
4. Terapi electroconvulsive (ECT) untuk kasus yang berat

PERKEMBANGAN KOGNITIF

Mengukur Kecerdasan Lansia


Kondisi terbaik lansia untuk diuji adalah ketika sedang bugar secara fisik dan telah beristirahat dengan
cukup. Masalah neurofisiologis, tekanan darah yang tinggi, atau gangguan kardiovaskular lain, yang
dapat mempengaruhi aliran darah ke otak dapat mengganggu performa kognitif (Sands & Meredith,
1992; Schaie, 1990). Penurunan pada pengelihatan dan pendengaran dapat menyulitkan pemahaman
atas instruksi pengujian. Batas waktu pada sebagian besar uji kecerdasan amat berat bagi lansia. Karena
menurunnya proses fisik dan psikologis membuat lansia lebih baik diberikan kebebasan waktu sesuai
kebutuhan mereka (Hertzog, 1989; Schaie & Hertzog, 1983).
Untuk mengukur kecerdasan lansia, para periset seringkali menggunakan Wechsler Adult Intelligence
Scale (WAIS). Nilai pada sub-uji WAIS memberikan nilai IQ verbal, Performa IQ, dan akhirnya total IQ.
Pada lima sub-tes dalam skala performa (seperti menyelesaikan teka-teki labirin), nilai menurun
mengikuti usia. Akan tetapi pada enam tes yang menyusun skala verbal, khusunya tes pada kosa kata,
informasi, dan komprehensi, nilai hanya turun sedikit dan sangat gradual. Hal ini disebut classic aging
pattern (pola penuaan klasik) (Botwinick, 1984).

Perubahan Fungsi Kognitif


Perubahan Kognitif pada lansia dapat diketahui dari beberapa fungsinya yaitu :
 Memori atau daya ingat, yaitu menurunnya daya ingat yang merupakan salah satu fungsi
kognitif. Ingatan jangka panjang tidak terlalu mangalami perubahan, namun untuk ingatan
jangka pendek mengalami penurunan.
 IQ, salah satu fungsi intelektual yang dapat mengalami penurunan dalam hal mengingat,
menyelesaikan masalah, kecepatan respon juga tidak fokus.
 Kemampuan belajar juga bisa menurun, karena menurunnya beberapa fungsi organ tubuh. Hal
ini mengapa banyak dianjurkan lansia banyak berlatih dan terapi dalam meningkatkan
kemampuan belajar walau butuh waktu.
 Kemampuan pemahaman juga pada lansia bisa menurun, hal ini yang menjadi salah satu
Perubahan  Kognitif pada lansia yang mulai menurun. Seperti fokus dan daya ingat yang mulai
mengendur.
 Sulit memecahkan masalah, dalam hal memecahkan masalah, lansia juga agak sukar untuk
melakukan hal tersebut. Hal ini dikarenakan sistem fungsi organ yang menurun sesuai dengan
usia.
 Pengambilan keputusan juga begitu lambat, karena secara kognitif peranan yang mulai
menurun dan berkurang.
 Perubahan motivasi dalam diri, yang baik itu motivasi yang kognitif dan afektif dalam
memperoleh suatu yang cukup besar. Namun motivasi tersebut seringnya kurang memperoleh
dukungan karena kondisi fisik dan juga psikologis.

Anda mungkin juga menyukai