Anda di halaman 1dari 11

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Jamur
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak
termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan
mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri dari atas kitin dan glukan, dan
sebagian kecil dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan
jamur dengan sel hewan dan sel tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding
sel , sedangankan sel tumbuhan sebagian besar adalah selulosa. Jamur mempunyai
protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai klorofil, dan
berkembang biak secara aseksual, seksual, atau keduanya. Jamur menggunakan
enzim untuk mengubah zat organik menjadi sumber makanan, sifat ini lah yang
dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan. Jamur mencakup kamir
dan kapang (Mulyati, 2008:307-308).
Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai klorofil
sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis seperti
tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari hewan,
tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain, kemudian dengan menggunakan enzim
zat organik tersebut diubah dan dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian
diserap oleh jamur sebagai makanannya.
Pada umumnya, jamur tumbuh dengan baik ditempat yang lembab. Jamur juga
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan
disemua tempat diseluruh dunia termasuk digurun pasir yang panas (Mulyati,
2008:308).
Reproduksi jamur pada spora dapat dibentuk secara aseksual atau
seksual.Spora aseksual disebut tolospora (thallospora), yaitu spora yang langsung
dibentuk dari hifa reproduksi, yaitu :Blastospora, Artrospora, Klamidospora,
Aleuriospora, Sporangiospora, Konidia. Sedangkan spora seksual dibentuk dari
fusi dua sel atau hifa. Termasuk golongan spora seksual ialah:Zigospora, Oospora,
Askospora, Basidiospora(Mulyati, 2008:309).

5
6

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh fungi. Mikosis dapat


dikelompokkan sebagai :Mikosis superfisial, mikosis sistemik, mikosis dalam
(deep mycosis)(Gandjar, 2006:92).Mikosis superfisial dibagi dalam dua
kelompok: 1) yang disebabkan bukan golongan dermatofita, dan 2) yang
disebabkan dari golongan jamur dermatofita yaitu dermatofitosis. Kelainan yang
ditimbulkan berupa bercak yang warnanya berbeda dengan warna kulit, berbatas
tegas dan disertai rasa gatal atau tidak memberi gejala. Pada penyakit yang
menahun, terutama bila terdapat infeksi oleh kuman, batas dan warna mungkin
tidak jelas lagi (Mulyati, 2008:311). Mikosis juga mudah timbul apabila
lingkungan hidup kurang dijaga kebersihannya (Gandjar, 2006:92).

2. Dermatofitosis
Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin
sehingga mampu mencerna keratin pada kuku, rambut, dan stratum korneum pada
kulit. Berdasarkan sifat morfologinya dermatofita dikelompokkan dalam 3 genus:
Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton (Mulyati, 2008:319).Adapun
golongan jamur nondermatofitosis yang hanya menyerang pada bagian
superfisialis dari epidermis. Hal ini disebabkan dermatofitosis mempunyai afinitas
terhadap keratin yang terdapat pada epidermis. Rambut, dan kuku sehingga
infeksinya lebih dalam (Siregar, 2005:25).
Patogenitas penyakit utama yang ditimbulkan dermatofitosis adalah:
1) Tinea pedis, atau penyakit kaki atlit, dengan ciri-ciri rasa gatal pada jari
kakidan terjadinya lecet kecil. Jamur penyebab infeksi adalah jenis
Trichophyton atau Epidermophyton floccosum.
2) Tinea kruris, atau kelainan kulit, ciri-ciri tepi eritematosa yang berskuma
pelan-pelan menjalar kebawah paha bagian dalam dan meluas ke arah
belakang ke daerah perineum dan bokong. Penyebab utama ialah
Epidermophyton floccosum, Trichophyton rubrum, dan Trichophyton
mentagrophytes.
7

3) Tinea korporis, atau kadas kulit halus dengan ciri-ciri luka bundar dengan
batas-batas yang mengandung bintik-bintik. Trichophyton rubrum dan
Trichophyton mentagrophytes adalah jamur penyebab umum.
4) Tinea kapitis, atau kadas kulit kepala, muncul sebagai peluasan gelang-gelang
dikulit kepala, dengan organisme tumbuh di dalam dan pada rambut. Reaksi
peradangan mungkin menyebabkan luka-luka dalam yang bila sembuh akan
menyebabkan bekas dan hilangnya rambut secara permanen. Jemur penyebab
yang paling umum adalah Microsporum canis,Microsporum audouinii dan
Trichophyton tonsurans.
5) Tinea unguium, atau kadas kuku, dengan ciri-ciri oleh kuku menebal, hilang
warna dan mudah patah. Semua jenis dermatofitosis terlibat sebagai jamur
penyebab, tetapi Trichophyton rubrum merupakan penyebab yang paling
umum. Adapun jamur lain penyebab Tinea unguium yaitu Candida albicans
(Graham brown, 2005:33-35).
Patogenesis penyakit utama yang ditimbulkan nondermatofita adalah:
1) Tinea versikolor, atau lesi kulit, yang berbatas jelas berwarna putih, merah
muda, kecoklatan, yang tertutup sisik tipis seperti bulu. Menyebabkan
terjadinya seborrhoeic dermatitis dengan gejala berupa eritema, pembentukan
sisik di daerah yang kaya kelenjar (sebaceous glands) di kulit kepala, wajah,
alis, telinga dan badan bagian atas.
2) Piedra hitam, atau kadas kulit rambut oleh piedra hortaejamur ascomycetes
yang membentuk nodul hitam keras pada rambut kepala, di kumis, janggut
dan rambut pubis.
3) Piedra putih, atau kadas kulit rambut, rambut yang terinfeksi membentuk
nodul berwarna putih kelabu di sepanjang kelompok rambut, dan umumnya
tidak terdapat kelainan patologik lainnya (Soedarto, 2015:543-547).

3. Tinea unguium
Tinea unguium adalah infeksi kelainan kuku yang memiliki ciri permukaan
kuku tampak menjadi suram, tidak mengkilat lagi, rapuh, kuku bagian bawahnya
juga terlihat tebal, karena dibawah banyak mengandung elemen jamur. Kuku yang
8

terinfeksi jamur terlihat sangat berbeda dengan kuku yang sehat (Siregar,
2005:36).
Kelainan ini disebabkan oleh jamur dermatofita biasanya spesies
Epidermophyton floccosum dan genus Trichophyton. Pernah dilaporkan genus
Microsporum menginfeksi kuku. Kelainan dapat mengenai satu kuku atau lebih.
Permukaan kuku tidak rata. Kuku menjadi rapuh atau keras, dan kuku yang
terkena akan dapat terkikis. Penyembuhan ini memerlukan waktu beberapa bulan
sampai satu tahun (Mulyati, 2008:325-326).
Gejala-gejala klinis yang menderita infeksi kuku mempunyai permukaan yang
tidak rata, tidak mengkilat. Selain itu kuku yang terkena menjadi rapuh atau
mengeras. Kelainan ini dapat dimulai dari bagian distal kuku (Ghandahusada,
1998:287).
a. Klasifikasi dan morfologi Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes,
Epidermophyton floccosum:
1) Klasifikasi jamur Dermatofita
a) Trichophyton rubrum
Kingdo : Fungi
Devision : Ascomycota
Kelas : Euroticomycotina
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum
(id. Wikipedia.org)
b) Trichophyton mentagrophytes
Kingdom : Fungi
Devision : Ascomycota
Kelas : Euroticomycotina
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton mentagrophytes
(id. Wikipedia.org)
9

c) Epidermophyton floccosum
Kingdom : Fungi
Devision : Ascomycota
Kelas : Euroticomycotina
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Epidermophyton
Spesies : Epidermophyton floccosum
(id. Wikipedia.org)
2) Morfologi jamur Dermatofita
a) Trichophyton rubrum
Koloni tipikal Trichophyton rubrum mempunyai permukaan seperti kapas yang
berwarna putih dan mempunyai pigmen tidak dapat berdifusi berwarna merah
pekat bila dilihat dari sisi koloni sebaliknya. Mikrokonidia berukuran kecil dan
piriformis (berbentuk buah pir) (Jawetz, 2008:641).

Sumber: Mekkes, 2014


Gambar 2.1Tricophyton rubrum Pewarnaan Lactophenol Cotton Blue Perbesaran40x10.
1. Mikrokonidia kecil, berdinding tipis, berbentuk tetesan air.
2. Hifa yang tersusun oleh mikrokonidia.
10

b) Trichophyton mentagrophytes
Koloni Trichophyton mentagrophytes dapat berbentuk seperti kapas dan granula,
kedua tipe memperlihatkan kelompok mikrokonidia sferis yang berbentuk seperti
anggur. Hifa yang melingkar atau berbentuk spiral (Jawetz, 2008:641).

1
2

Sumber: Mekkes, 2014


Gambar 2.2Trichophyton mentagrophytes Pewarnaan Lactophenol Cotton Blue Perbesaran 40x10.
1.Mikrokonidia berbentuk anggur.
2.Hifa melingkar berbentuk spiral.

c) Epidermophyton floccosum
Koloni Epidermophyton floccosum inibiasanya rata dan seperti beludru dengan
warna coklat sampai kuning kehijauan. Menghasilkan makrokonidia, yang
berdinding halus, berbentuk gada, bersel 2-4, dan tersusun dalam dua atau tiga
kelompok (Jawetz, 2008:641).

Sumber: Prianto L.A, 1994: 223


Gambar 2.3Epidermophyton floccosum Pewarnaan Lactophenol Cotton Blue Perbesaran 40x10.
1.Makrokonidia berbentukgada.
2.Bersel 2-4.
11

b. Gejala klinis
1) Bentuk subungual distalis
Bentuk ini paling sering ditemukan dan mulai berkembang pada stratum
korneum hiponikium pada batas distal lempeng kuku. Selanjutnya infeksi berjalan
ke arah yang paling dekat dengan alas kuku dan menyerang permukaan ventral
lempeng kuku dengan perjalanan kronik. Pada kuku dengan bagian distal tampak
bercak putih atau kuning, diikuti hiperkeratosis subungual dengan masa kuning
keabuan dengan yang menyebabkan permukaan bebas kuku terangkat. Lesi meluas
ke matriks kuku sehingga terjadi penebalan regio subungual. Lebih lanjut dapat
terjadi onikolisis.
2) Bentuk lateralis
Penyakit ini mulai dengan perubahan bagian alur lateral kuku yang menjadi
kuning. Lesi meluas kebagian distal atau progsimal kuku. Kemudian terjadi
paronikia (peradangan jaringan sekitar kuku).
3) Leukonikia trikofita atau leukonika mikotika
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonika atau keputihan di
permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.
Biasanya didapatkan pada kuku kaki, berupa bercak putih superfisialis dan
berbatas tegas.
4) Bentuk subungual proksimalis
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal tarutama menyerang
kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian
distal masih utuh, sedangkan di bagian proksimal rusak.
5) Bentuk distrofi kuku total
Bentuk ini merupakan keadaan lanjut dari bentuk klinis di atas. Pada bentuk
ini kerusakan terjadi pada seluruh lempeng kuku (Mansjoer, 2000:101-102).
c. Cara penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung.
Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut-rambut yang
mengandung jamur baik dari manusia atau dari binatang, dan dari tanah. Penularan
tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang
atau pakaian, debu atau air (Siregar, 2005:17).
12

Di samping cara penularan tersebut, timbul kelainan-kelainan di kulit bergantung


pada beberapa faktor, anatar lain:
1) Faktor verulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur, apakah jamur Antropofilik,
Zoofilik, atau Geofilik. Selain afinitas ini, masing-masing jenis jamur tersebut
berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun
bagian-bagian tubuh, misalnya Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermophyton floccosum yang paling sering menyerang lipat paha bagian
dalam.
Faktor yang terpenting dalam virulensi ini ialah kemampuan spesies jamur
menghasilkan keratinasi dan mencerna keratin dikulit.
2) Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3) Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sudah sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur,
tampak pada lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak keringat seperti lipat paha
dan sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
4) Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur. Insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah lebih sering ditemukan
daripada golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
5) Faktor umum dan jenis kelamin
Penyakit tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
pada orang dewasa. Pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur disela-sela
jari dibandingkan pada pria, dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di
samping faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain, seperti faktor perlindungan
tubuh (topi, sepatu, dan sebagainya), faktor transpirasi serta penggunaan pakaian
yang serba nilon dapat memudahkan timbulnya penyakit ini (Siregar, 2005:20-22).
d. Diagnosis
Diagnosis Tinea unguium bahan yang diperiksa adalah potongan kuku. Pada
pemeriksaan langsung dengan larutan KOH 10%, tampak hifa atau spora. Untuk
13

menentukan spesies jamur penyebab, dilakukan biakan pada agar sabouraud


(+antibiotik) kemudian diperiksa koloni yang tumbuh (Mulyati, 2008:317).
e. Pengobatan
Pengobatan dapat secara topikal maupun sistemik, tetapi umumnya
pengobatan topikal tidak efektif. Pengobatan topikal dapat diberikan bila hanya 1-
2 kuku yang terkena dan tidak sampai menyerang matriks kuku.
Beberapa cara pengobatan topikal dapat digunakan :
1) Cara klasik menggunakan obat antidermatofit topikal dan sedapat mungkin
menghilangkan bagian yang rusak misalnya dengan pengikiran atau kuretase
kuku. Obat antidermatofit yang dapat dipakai antara lain golongan azol,
haloprogin, siklopiroksilamin, dan alilamin.solusio glutaraldehid 10% dan krim
tiabendazol10% dengan bebat oklusif juga dapat digunakan.
2) Avulsi (pengangkatan) kuku yang diikuti pemberian obat antidermatofit
topikal. Avulsi kuku dapat dilakukan dengan bedah skapel atau bedah kimia,
misalnya dengan menggunakan urea. Sediaan kombinasi urea 40% dan
bifonazol yang terdapat diberbagai negara juga dapat dipakai untuk cara ini.
3) Obat topikal lain antara lain cat kuku berisi siklopiroksilamin 5% dan cat kuku
berisi amorofilin 5%.
Untuk pengobatan sistemik dapat dipakai :
1) Griseofilvin 0,5-1 gram/hari. Untuk infeksi kuku tangan dibutuhkan pengobatan
rata-rata 4-6 bulan, sedangkan untuk kuku kaki 8-18 bulan. Tetapi keberhasilan
pengobatan ini rendah dan rekurensi tinggi.
2) Itrakonazol. Semula dianjurkan penggunaan dosis 200 mg per hari selama 3
bulan pada infeksi kuku kaki. Akhir-akhir ini penggunaan terapi pulse 400 mg
per hari selama seminggu tiap bulan memberi hasil baik dan rekurensi tinggi.
3) Terbinafin. Dosis 250 mg per hari selama 1,5 bulan pada infeksi kuku tangan
dan selama 3 bulan pada kuku kaki.
Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal dapat meningkatkan angka
kesembuhan selain mengurangi masa penggunaan obat sistemik, misalnya pada
kombinasi griseofulvin dengan amorolfin cat kuku serta kombinasi griseofulvin
dengan solusio tiokonazol (Mansjoer, 2000:102).
14

f. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan alas kaki dengan ukuran
yang pas atau tidsk terlalu sempit, menggunakan kaos kaki yang terbuat dari
bahan katun karena bahan tersebut dapat menyerap keringat, meningkatkan
higiene individu dengan membersihkan kuku dengan sabun dan air bersih
kemudian dikeringkan (Siregar, 2005:40).

4. Kuku
Kuku merupakan lempengan keratin transparan yang berasal dari invaginasi
epidermis pada dorsun falang terakhir dari jari. Lempengan kuku merupakan hasil
pembelahan sel di dalam matriks kuku, yang tertanam dalam pada lipatan kuku
bagian proksimal, tetapi yang tampak hanya sebagian yang berbentuk seperti
“bulan separuh” (lunula) berwarna coklat pada bagian bawah kuku. Lempengan
kuku melekat erat pada dasar kuku (nail bed) dibawahnya.Pertumbuhan kuku
berlangsung terus sepanjang hidup, tetapi pada usia muda kuku tumbuh lebih cepat
dibandingkan pada usia lanjut. (Graham-Brown,R.2005:6). Kelainan pada kuku
kaki lebih sukar dari pada disembuhkan dari pada kuku tangan (Mansjoer,
2000:103).
Kuku mempunyai peranan penting untuk fungsi dan kosmetik, yaitu selain
membantu jari-jari untuk memegang juga digunakan sebagai cermin kecantikan.
Kelainan pada kuku dapat menimbulkan rasa nyeri, mempengaruhi penampilan
dan fungsi kuku. Pemeriksaan kuku jari tangan dan kaki perlu dilakukan secara
rutin, karena seringkali dapat memberikan petunjuk adanya penyakit lain (Madani,
Fattah A dalam Harahap, 2000:175).

Sumber: Harahap, 2000:175

Gambar 2.4Bagian-bagian Kuku


15

5. Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak dibidang pertanian utamanya dengan
cara melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan
memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain-lain), dengan harapan
untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun
menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat menyediakan bahan mentah
bagi industri, seperti serealia untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol
atau kapas untuk penenunan dan penbuatan pakaian (Wikipedia Bahasa
Indonesia). Petani sawah adalah yang setiap harinya bekerja pada daerah yang
basa dan lembab tanpa menggunakan alat pelindung diri, terutama kaki sangat
sering berkontak langsung dengan areal persawahan dibandingkan dengan anggota
tubuh yang lain, memungkinkan masuknya jamur di kuku kaki petani dan luka.
Jamur yang terdapat dilingkungan menginfeksi kuku kaki petani sehingga rentan
menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh jamur dermatofita.
B. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Jamur Dermatofita Kuku kaki petani sawah di
Dusun V Pekon Wargomulyo
Kecamatan Pardasuka Kabupaten
Pringsewu.

Anda mungkin juga menyukai