Anda di halaman 1dari 5

Seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2 orang anak yang ber umur 6 dan 4

tahun, Ny. Dinda berpendidikan SMA, dan suami Ny. Dinda bekerja sebagai sopir angkutan umum. Saat
ini Ny. Dinda dirawat di ruang kandungan sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan Ny. Dinda
positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan klien harus dioperasi untuk
dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan.
Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny. Dinda. Klien tampak hanya diam dan
tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Pada saat ingin
meninggalkan ruangan dokter memberitahu perawat kalau Ny. Dinda atau keluarganya bertanya,
sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan jelaskan tentang apapun.

Dokter : “Rosel, Nanti kalau Ny. Dinda dan keluarganya bertanya tentang operasinya, sampaikan bahwa
operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan jelaskan tentang apapun.”

Perawat : “Baik Dok.”

Menjelang 2 hari sebelum operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang
merawatnya.

Pasien : “Sus, apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti karena kami masih ingin punya
anak?

“Apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi?”

“Apakah operasi saya bisa diundur dulu suster?”

Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,

Perawat : “ibu dokter sudah memberitahu dari awal bahwa ibu harus dioperasi, karena penyakit ibu
hanya bisa diatasi dengan operasi, tidak ada jalan lain dan setelah operasi ibu juga tidak bisa mempunyai
anak lagi. Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu bisa tanyakan lansung dengan dokter nanti”.

Dokter memasuki ruangan rawat inap pasien memeriksa kondisi pasien. Saat itu pasien bertanya kepada
Dokter tentang keresahannya yang telah ia tanyakan tadi ke perawat.

Pasien : “Dok, Apakah masih ada pengobatan selain operasi dan apakah setelah operasi kami masih bisa
mempunyai anak setelah operasi karena kami masih ingin punya anak.”

Dokter : “Ibu Dinda saya sudah melihat hasil pemeriksaan laboratorium milik ibu dan saya sudah
jelaskan sejak awal, bahwa hasil pemeriksaan ibu positif menunjukan kalau ibu terkena kanker rahim
stadium 3. Dan cara terbaik yang ingin kami lakukan untuk kesembuhan ibu adalah operasi
pengangkatan rahim. Karena jika didiamkan saja dikhawatirkan kanker tersebut menyebar ke organ yang
lain. Dan merusak fungsi organ yang lain, bu. Kami melakukan operasi termasuk dalam bentuk upaya
agar kanker rahim ibu tidak merusak organ atau sel lain.”

Suami Pasien : “Tapi Dok, kami masih bisa punya anak tidak setelah operasi dilakukan?”

Dokter : “Jadi seperti ini Pak Bu, saya menyarankan untuk dilakukan pengangkatan seluruh organ rahim
ibu, karena rahim ibu sudah positif terkena kanker rahim stadium 3 dan sukar disembuhkan bila hanya
sel kankernya saja yang disingkirkan. Dari hasil itu kami tim medis sepakat membersihkan kanker ibu
dengan operasi pengangkatan rahim ibu. Dan jika operasi ini berhasil, setelahnya ibu akan menjalani
pengobatan secara tuntas sampai ibu bersih dari kanker. Bagaimana Bu Pak masih ada yang ingin ibu
Bapak tanyakan atau ibu bingungkan?”

Pasien yang terlihat cemas menjawab penjelasan dokter dengan raut yang sangat khawatir dan
bimbang.

Pasien : “Apakah operasi saya bisa diundur dulu, Dok? Saya masih ingin merundingkan ini bersama
suami saya.”

Dokter : “Baik kalau begitu, saya akan kembali lagi sore nanti dan menanyakan hasil keputusan ibu dan
bapak, saya berharap keputusan ibu yang terbaik untuk kondisi tubuh ibu saat ini. Karena penyakit ibu
butuh penangan serius secepatnya. Saya dan perawat Rosel pergi dulu.”

Perawat : “Bila ada keperluan apa-apa, ibu bisa menekan bel atau keluarga bisa menghampiri perawat
yang berjaga di ruang perawat.”

Pasien dan Suami : “ Baik Dok, Baik Sus.”

Pada sore hari pasien dan suaminya setuju untuk dilakukan operasi dengan berat hati. Dokter bersama
Perawat mendatangi kembali ruangan pasien.

Dokter : “Selamat sore bu. Bagaimana hasil keputusan ibu dan keluarga? Apakah ibu setuju dilakukan
operasi pengangkatan kanker rahim?

Pasien : “Saya dan suami saya setuju untuk dilakukan operasi, Dok.”

Dokter : “Baik bu, itu adalah keputusan terbaik. Kami akan melakukan operasi ibu 2 hari lagi setelah
persiapan dilakukan”
“Rosel, tolong persiapkan operasi ibu Dinda dan jangan lupa berikan surat pernyataan besok bahwa Ibu
Dinda bersedia menjalani operasi ini.”

Perawat : “Baik Dok, saya akan segera laksanakan.”

Dokter dan Perawat pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya kembali dan memutuskan menolak
operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya anak lagi.

Perawat : “Selamat pagi Ibu Dinda, bagaimana semalam tidurnya? Nyenyak tidak?”

Pasien : “Pagi Sus, alhamdulilah nyenyak.”

Perawat : “Oh baik bu kalau seperti itu. Tujuan saya kedatangan kali ini adalah ingin menyerahkan surat
perjanjian sebelum dilakukan operasi Ibu besok,”

Perawat menyerahkan kertas perjanjian.

Perawat : “Ini bu, bisa ibu baca terlebih dahulu.”

Perawat membiarkan si ibu membaca surat perjanjian tersebut.

Pasien : “Sus, atas keputusan saya dan keluarga. Kami memutuskan untuk menolak operasi ini, Sus.
Karena saya dan suami saya masih ingin memiliki anak.”

Perawat : “Tapi Bu, itu akan beresiko tinggi, jika operasi ini berhasil dilakukan, kemungkinan besar ibu
bisa diberi umur yang panjang, meskipun tidak bisa mempunyai anak lagi.”

Perawat menjelaskan seperti yang dijelaskan Dokter saat kemarin. Namun Pasien dan keluarga tetap
teguh pada pendiriannya, karena ia dan keluarga selain memikirkan keturunan. Pasien dan keluarga juga
mimikirkan biaya besar yang akan keluar jika operasi ini dilakukan. Perawat dan Dokter kembali
berunding dan memikirkan jalan terbaiknya. Dokter dan perawat tidak bisa memaksa kehendak pasien
meskipun pasien sudah diberi penjelasan/konselor tentang penyakitnya. Dokter dan perawat sepakat
memberikan penjelasan kembali sebelum memberikan surat pernyataan kepada pasien bahwa pasien
tesebut menolak tindakan medis yang harus dilakukan.

Dokter dan Perawat mendatangi ruangan Ibu Dinda.


Dokter : “Permisi Ibu Dinda, Saya sudah menjelaskan tentang bahayanya penyakit ibu dan penanganan
yang harus dilakukan. Setelah operasi ibu akan menjalani serangkaian pengobatan sampai ibu terbebas
dari kanker ini. Tapi ibu sepertinya membiarkan penyakit tersebut menggerogoti tubuh Ibu. Kami pihak
medis tidak ingin menanngung resiko jika terjadi apa-apa pada Ibu, karena Ibu dan suami sendiri yang
menolak tindakan operasi ini. Saya dan Perawat Rosel sudah menyediakan surat perjanjian bahwa ibu
menolak dilakukan tindakan operasi.”

Perawat menyerahkan surat tersebut. Pasien dan suami mengisi surat itu setelah menandatangani dan
kembali menyerahkannya kepada Dokter dan Perawat.

Dokter : “Karena tidak ada perawatan yang bisa dilakukan lagi selain operasi dan Ibu Dinda sendiripun
tidak mengijinkan tindakan operasi tersebut, ada baiknya Ibu bisa pulang ke rumah dan melakukan
pengobatan lain selain operasi di tempat lain.”

Pasien : “Baik Dok, Kapan saya bisa pulang?”

Dokter : “Besok Ibu bisa pulang setelah melakukan biaya registrasi dan adminitrasi.”

“Rosel, tolong siapkan berkas kepulangan Ibu Dinda.”

Perawat : “Baik Dok. Kalau gitu saya dan Dokter pamit, jika terjadi sesuatu Ibu bisa menekan bel atau
keluarga ibu bisa mendatangi ruangan perawat.”

Pasien dan Suami Pasien ; “Baik Sus, Dok. Terimakasih.”

Penyelesaian kasus diatas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini didefinisikan sebagai
suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat
dilakukan keduanya.

Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip.
Pada kasus dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan
kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada dokter dan perawat karena
dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dalam menyelesaikan
kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. Dinda, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian
etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah
sebagai berikut: Mengembangkan data dasar dalam hal klarifikasi dilema etik, mencari informasi
sebanyaknya, berkaitan dengan orang yang terlibat, yaitu pasien, suami pasien, dokter
bedah/kandungan dan perawat. Tindakan yang diusulkan yaitu akan dilakukan operasi pengangkatan
rahim pada Ny. Dinda. tetapi pasien mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya menggorogoti
tubuhnya, walaupun sebenarnya bukan itu yang diharapkan, karena pasien masih meginginkan
keturunan. Maksud dari tindakan yaitu dengan memberikan pendidikan, konselor, advokasi diharapkan
pasien mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat
ini dihadapi. Dengan tujuan agar kanker rahim yang dialami Ny. Dinda dapat diangkat (tidak menjalar ke
organ lain) dan pengobatan tuntas. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu bila operasi
dilaksanakan biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk pelaksanaan operasinya.

Psikologis : pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila operasi berjalan baik dan lancar,
namun klien juga dihadapkan pada kondisi stress akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu
gagal. Selain itu konsekuensi yang harus ditanggung oleh klien dan suaminya bahwa ia tidak mungkin
lagi bisa memiliki keturunan. Klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi kecemasan dan
rasa sedih yang dalam hatinya dan hidup dalam masa-masa sulit dengan penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai