Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP PELAYANAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT


KRONIS/TERMINAL DALAM KONTEKS KELUARGA PADA KONDISI COVID-19
DIRUMAH SAKIT
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Oleh :
Kelompok 2 :
Denisa Pusparini
Finandita Siti U.K
Siti Nurmaya Arsya
Yurisma Khoirul M

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, kita dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Anak II makalah Konsep
Pelayanan Keperawatan Anak Dengan Penyakit Kronis/Terminal Dalam Konteks Keluarga
Pada Kondisi Covid-19 Dirumah Sakit dengan tepat pada waktunya. Salawat dan salam
senantiasa tercurah kepada junjugan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, para sahabat
dan pengikutnya yang senantiasa bertasbih sepanjang masa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Aamiin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah individu berusia 0-18 tahun dipandang sebagai individu unik yang
punya potensi untuk tumbuh dan berkembang. Sepanjang rentang sehat sakit, anak
membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak lansgung sehingga
tumbuh kembangnya dapat terus berjalan. Orang tua diyakini sebagai orang yang paling
tepat dan paling baik dalam memberikan perawatan pada anak, baik dalam keadaan sehat
maupun sakit, sedangkan perawat memberikan bantuan apabila keluarga tidak mampu
melakukannya. Bantuan perawat ini dalam bentuk pelayanan professional dengan focus
pada pemenuhan kebutuhan dasar yang spesifik, yaitu kebutuhan oksigen, makan,
minum, eliminasi, dan kehangatan selain kebutuhan lainnya seperti cinta kasih, rasa
aman, dan perlindungan.
Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak dan orang
tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain, dengan keluarga terutama dalam
membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan perawatan anak.
Dalam pelayanan kesehatan, terutama dalam kondisi wabah Covid-19 saat ini,
perawat mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai caregiver yang merupakan peran
utama dimana perawat akan terlibat aktif selama 24 jam dalam memberikan asuhan
keperawatan ditatanan layanan kesehatan seperti rumah sakit. Selain itu, perawat juga
mempunyai peran sebagai educator, dimana berperan sebagai tim pendidik yang
memberikan sdukasi pada pasien, keluarga dan masyrakat. Perawat berperan dalam
memperkuat pemahaman masyarakat terkait dengan apa dan bagaimaan covid-19,
pencegahan dan penularan , serta bagaimana meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang tanda dan gejala.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Pelayanan Keperawatan Pada Anak ?
2. Bagaimana Konsep Pelayanan Keperawatan Anak dalam Konteks Keluarga pada
Kondisi Covid-19 di Rumah Sakit ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pelayanan Keperawatan pada Anak


1. Perspektif Keperawatan Anak
Anak adalah individu berusia 0-18 tahun dipandang sebagai individu unik yang
punya potensi untuk tumbuh dan berkembang. Anak bukan miniature orang dewasa,
melainkan individu yang sedang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai
kebutuhan yang spesifik. Sepanjang rentang sehat sakit, anak membutuhkan bantuan
perawat baik secara langsung maupun tidak lansgung sehingga tumbuh kembangnya
dapat terus berjalan.
Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa prinsip keperawatan
anak adalah :
a. Anak bukan miniature orang dewasa
b. Anak sebagai individu unik dan mempunyai kebutuhan sesuai tahap
perkembangan
c. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif
dalam memberikan askep anak
d. Praktik keperawatan anak mencakup kontak dengan anak dan keluarga untuk
mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan dengan
menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan moral dan aspek hukum.
e. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi /
kematangan.
f. Berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan
Orang tua diyakini sebagai orang yang paling tepat dan paling baik dalam
memberikan perawatan pada anak, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, sedangkan
perawat memberikan bantuan apabila keluarga tidak mampu melakukannya. Bantuan
perawat ini dalam bentuk pelayanan professional dengan focus pada pemenuhan
kebutuhan dasar yang spesifik, yaitu kebutuhan oksigen, makan, minum, eliminasi, dan
kehangatan selain kebutuhan lainnya seperti cinta kasih, rasa aman, dan perlindungan.
Keperawatan anak mengalami perubahan mendasar, muncul orientasi pelayan dari
perawatan isolasi menjadi rooming in, dengan diterimanya FCC atau asuhan yang
berpusat pada keluarga sebagai satu pendekatan dalam merawat anak.
Peran perawat anak :
Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak dan orang
tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain, dengan keluarga terutama dalam
membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan perawatan anak. Beberapa peran
penting seorang perawat, meliputi:
a. Sebagai pendidik.
Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung dengan memberi
penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun secara tidak langsung
dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya.
Kebutuhan orang tua terhadap pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian
dasar penyakit anaknya, perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta
perawatan lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat dirubah
oleh perawat melalui pendidikan kesehatan adalah pengetahuan, keterampilan serta
sikap keluarga dalam hal kesehatan khususnya perawatan anak sakit.
b. Sebagai konselor
Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis berupa
dukungan/dorongan mental. Sebagai konselor, perawat dapat memberikan konseling
keperawatan ketika anak dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang
membedakan layanan konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan cara
mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara fisik maka
perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang
masalah anak dan keluarganya dan membantu mencarikan alternatif pemecahannya.
c. Melakukan koordinasi atau kolaborasi.
Dengan pendekatan interdisiplin, perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi
dengan anggota tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya asuhan yang holistik
dan komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator
pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien. Keluarga adalah mitra
perawat, oleh karena itu kerjasama dengan keluarga juga harus terbina dengan baik
tidak hanya saat perawat membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan
seluruh rangkaian proses perawatan anak harus melibatkan keluarga secara aktif.
d. Sebagai pembuat keputusan etik.
Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat keputusan etik dengan
berdasarkan pada nilai normal yang diyakini dengan penekanan pada hak pasien
untuk mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan
keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat
juga harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat
kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh para pemegang
kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan anak. Perawat yang paling mengerti tentang pelayanan keperawatan
anak. Oleh karena itu perawat harus dapat meyakinkan pemegang kebijakan bahwa
usulan tentang perencanaan pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi
dampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak.
e. Sebagai peneliti.
Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan penuh dalam upaya
menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang harus diteliti, melaksanakan
penelitian langsung dan menggunakan hasil penelitian kesehatan/keperawatan anak
dengan tujuan meningkatkan kualitas praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada
peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada
dalam layanan asuhan keperawatan anak sehari-hari dan menelusuri penelitian yang
telah dilakukan serta menggunakan literatur untuk memvalidasi masalah penelitian
yang ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat melaksanakan
penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan anak.
2. Hopitalisasi pada Anak
a. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakitmenjala
ni terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.Selama proses tersebut,
anak dan orang tua dapat mengalami berbagaikejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stress
(Supartini, 2004).Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas,
marah,sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000). Perasaan tersebut dapattimbul
karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialamisebelumnya, rasa
tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangansesuatu yang biasa dialaminya, dan
sesuatu yang dirasakannyamenyakitkan. Apabila anak stress selama dalam perawatan,
orang tuamenjadi stres pula, dan stres orang tua akan membuat tingkat stres
anaksemakin meningkat (Supartini, 2000).
b. Dampak Hospitalisasi pada Anak
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua
tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor
dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru,
maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan. Keluarga sering
merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya
perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara
fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi
selama perawatan (Marks, 1998).
Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan,
yaitu menurunnya respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Ader (1885)
bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit,
karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan system imun (Subowo, 1992).
Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan social
keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh
dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan hasil
pengamatan penulis, pasien anak yang dirawat di rumah sakit masih sering mengalami
stres hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap pengobatan, asing dengan
lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan. Fakta tersebut merupakan
masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat dalam pengelolah asuhan
keperawatan (Nursalam, 2005).
c. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku
sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat individual,
dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping
yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak
terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
1) Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan
orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.
Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan.
Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan
ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang
ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya
perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi
wajah yang tidak menyenangkan.
2) Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.
Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak
sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran
(denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat,
menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain.
Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang,
anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan
apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar
mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai
terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya pembatasan terhadap
pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan
anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali
mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Terhadap perlukaan yang
dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasive, seperti
injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya, dan
memukul.Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan
mengomunikasikan rasa nyerinya.
3) Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan
yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu
lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap
perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan,
sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak
kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan
adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri.
Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya
mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-
kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada
orang tua.
4) Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah
sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak
pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya
karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut
mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak
sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu
mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau
menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
5) Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja memersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul
perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada
keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul
terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau
tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas
kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan
(isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons
anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran
orang lain (Supartini,2004).
3. Pencegahan Dampak Hospitalisasi
Dirawat di rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan pengalaman yang
mengerikan bagi anak-anak. Anak seringkali mengalami hal-hal yang tidak
menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari lingkungan rumah sakit yang asing,
serta pengobatan maupun pemeriksaan yang kadang kala menyakitkan bagi si anak. Oleh
karena itu, peran perawat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dampak tersebut.
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti
kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat
proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu
mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan
terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan
anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan
tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary.
Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung
lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti
dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh
kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan
demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan
memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu
berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Aziz, 2005).
4. Family Centered Care (FCC)
Perlukah orang tua terlibat dalam merawat anak saat anaknya sedang dirawat? Tentu
harus terlibat. Mengapa harus melibatkan orang tua? Karena anak tidak bisa jauh dari
orang tua dan orang tua mempunyai sumberdaya yang bisa membantu penyembuhan anak
sehingga keluarga sangat penting dilibatkan dalam perawatan, dimana istilahnya adalah
family centered care. Family Centered Care (FCC) atau perawatan yang berpusat
keluarga didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga, mengakui
keluarga sebagai konstanta dalam kehidupan anak. Family Centered Care meyakini
adanya dukungan individu, menghormati, mendorong dan meningkatkan kekuatan dan
kompetensi keluarga.
Intervensi keperawatan dengan menggunakan pendekatan family centered cara
menekankan bahwa pembuatan kebijakan, perencanaan program perawatan, perancangan
fasilitas kesehatan, dan interaksi sehari-hari antara klien dengan tenaga kesehatan harus
melibatkan keluarga. Keluarga diberikan kewenangan untuk terlibat dalam perawatan
klien, yang berarti keluarga dengan latar belakang pengalaman, keahlian dan kompetensi
keluarga memberikan manfaat positif dalam perawatan anak. Memberikan kewenangan
kepada keluarga berarti membuka jalan bagi keluarga untuk mengetahui kekuatan,
kemampuan keluarga dalam merawat anak.
5. Manfaat Penerapan Family Centered Care (FCC)
Manfaat penerapan family centered care adalah sebagai berikut:
a. Hubungan tenaga kesehatan dengan keluarga semakin menguat dalam
meningkatkan kesehatan dan perkembangan setiap anak.
b. Meningkatkan pengambilan keputusan klinis berdasarkan informasi yang lebih baik
dan proses kolaborasi.
c. Membuat dan mengembangkan tindak lanjut rencana perawatan berkolaborasi
dengan keluarga.
d. Meningkatkan pemahaman tentang kekuatan yang dimiliki keluarga dan kapasitas
pemberi pelayanan.
e. Penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan dan waktu tenaga profesional
lebih efisien dan efektif (mengoptimalkan manajemen perawatan di rumah,
mengurangi kunjungan ke unit gawat darurat atau rumah sakit jika tidak perlu, lebih
efektif dalam menggunakan cara pencegahan).
f. Mengembangkan komunikasi antara anggota tim kesehatan.
g. Persaingan pemasaran pelayanan kesehatan kompetitif.
h. Meningkatkan lingkungan pembelajaran untuk spesialis anak dan tenaga profesi
lainnya dalam pelatihan-pelatihan.
i. Menciptakan lingkungan yang meningkatkan kepuasan profesional.
j. Mempertinggi kepuasan anak dan keluarga atas pelayanan kesehatan yang diterima.
6. Elemen-elemen Family Centered Care (FCC)
Dalam family centered care kebutuhan semua anggota keluarga tidak hanya harus
dipertimbangkan, dengan mengacu pada elemen penting family centered care yang
meliputi:
a. Memasukkan pemahaman ke dalam kebijakan dan praktik bahwa keluarga bersifat
konstan dalam kehidupan anak, sementara sistem pelayanan dari personal
pendukung di dalam sistem tersebut berubah-rubah.
b. Memfasilitasi kolaborasi keluarga/profesional pada semua tingkat pelayanan
keperawatan di rumah sakit, rumah, dan di masyarakat. Perawatan anak secara
individual, pengembangan implementasi dan evaluasi program serta pembentukan
kebijakan.
c. Saling bertukar informasi yang lengkap dan jelas antara anggota keluarga dan
profesional dalam hal dukungan tentang cara yang supportif di setiap saat.
d. Menggabungkan pemahaman dan penghormatan terhadap keanekaragaman budaya,
kekuatan dan individualitas di dalam dan diantara seluruh keluarga termasuk
keanekaragaman suku, ras, spiritual, sosial, ekonomi, bidang Pendidikan dan
geografi ke dalam kebijakan praktik.
e. Mengenali dan menghormati metode koping yang berbeda dan menerapkan
program dan kebijakan menyeluruh yang menyediakan pelayanan perkembangan,
pendidikan, emosi, lingkungan dan dukungan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga yang berbeda-beda.
f. Mendorong dan memfasilitasi dukungan dan jaringan kerja sama keluarga dengan
keluarga.
g. Menetapkan bahwa rumah, rumah sakit, dan pelayanan masyarakat dan system
pendukung untuk anak-anak yang memerlukan pelayanan kesehatan khusus dan
keluarganya bersifat fleksibel, dapat diakses, dan komprehensif dalam menjawab
pemenuhan kebutuhan keluarga yang berbeda sesuai yang diperlukan.
h. Menghargai keluarga sebagai keluarga, dan anak-anak sebagai anak-anak,
mengakui bahwa mereka memiliki beragam kekuatan, perhatian, emosi dan cita-cita
yang melebihi kebutuhan mereka untuk mendapatkan layanan dan dukungan
kesehatan serta perkembangan khususnya.
7. Proses diterapkannya konsep perawatan berpusat pada keluarga sebagai filosofi
dalam perawatan anak yang berfungsi sebagai kerangka kerja bagi perawat,
antara lain :
Elemen dan rekomendasi dalam perawatan :
Elemen Rekomendasi Perawatan
Keluarga sebagai  Membangun hubungan terapeutik keluarga
pusat  Lakukan pengkajian keluarga yang komprehensif dalam
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan serta bekerja
sama dengan keluarga.
 Gunakan pengkajian keluarga ketika bekerja dengan
keluarga untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi perawatan, serta memperhatikan dampak
penyakit anak atau cedera pada seluruh keluarga, dengan
perhatian khusus pada anak yang lain.
 Memberikan sibling informasi tentang penyakit saudara
mereka sesuai tingkat perkembangan dan jawaban yang
jujur.
Kolaborasi  Mengembangkan kebutuhan keluarga pemberi pelayanan
keluarga yang didasarkan tujuan yang saling menguntungkan kedau
profesional belah pihak.
 Pastikan bahwa orang tua sebagai kolaborator penting
dalam proses pengambilan keputusan tentang perawatan
anak mereka. Libatkan anak-anak dan remaja di dalam
proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan
perkembangan kognitif dan emmosional mereka.
 Memberikan informasi tentang masalah anak, prognosis,
dan kebutuhan dengan cara yang menghormati anak dan
keluarga sebagai individu dan meningkatkan komunikasi
dua arah.
 Dorong keluarga untuk berbagi informasi tentang anak dan
penyakit/ cedera yang dialami sehingga perencanaan
pperawat dan pengambilan keputusan dibuat berdasarkan
ifnormasi yang valid dan dengan kolaborasi.
Keanekaragaman  Praktek perawatan berpusat pada keluarga berdasarkan
budaya keluarga kemampuan dengan menghormati dan peka terhadap nilai
dan keyakinan keluarga.
 Mencari informasi untuk memahami keyakinan keluarga
dan praktek yang berkaitan dengan ras, budaya, dan etnis
ketika mengembangkan hubungan dan berkolaborasi
dalam perawatan kesehatan anak
Perbedaan koping  Menilai kekuatan dan kelemahan strategi koping keluarga
dan dukungan dan factor ketahanan dan karakteristik. Mengidetifikassi
mekanisme koping maladaptive dan membantu keluarga
untuk menambah upaya mereka mengatasi
 Menilai kebutuhan keluarga da dukungan keinginan, dan
membantu keluarga dalam mengakses dan menerima
dukungan yang dibutukan atau diinginkan.
Pandangan holistic  Mendorong dan memperatikan kebutuhan perkembangan
perawatan berpusat normal dan tugas perkembangan dari seluruh unit kelurga
pada keluarga dan anggota keluarga massing-masing
 Memfassilitassi ‘normalisasi’ sebagai nilai-nilai yang
diinginkan oleh keluarga.
Pelayanan khusus  Memberikan pelayanan kolaboratif, fleksibel, dapat
dan system diakses, komprehensif, dan terkoordinasi untuk anak-anak
endukung dan keluarga mereka
 Memberikan perawatan yang komprehensif dan
koordinassi untuk anak-anak dan keluarga dengn
kebutuhan perawatan lanjutan.

8. Atraumatice Care
Atraumatic care atau asuhan atraumatik adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam
lingkungan oleh seseorang (personal) dengan melalui penggunaan intervensi yang
menghilangkan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang dialami oleh anak-
anak
dan keluarga mereka dalam sistem pelayanan kesehatan.
Atraumatic care yang dimaksud di sini adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya
trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan
terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak. Perhatian khusus pada
anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang sangat penting karena
masa anak-anak merupakan proses menuju kematangan, yang mana jika proses menuju
kematangan tersebut terdapat hambatan atau gangguan maka anak tidak akan mencapai
kematangan.
9. Prinsip-prinsip atraumatic care
Tujuan utama perawatan atraumatik adalah ˜Pertama, jangan melukai, yang
memberikan kerangka kerja untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mencegah atau
meminimalkan pemisahan anak dari keluarganya, meningkatkan pengendalian perasaan
dan mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh. Beberapa contoh
pemberian asuhan atraumatik meliputi pengembangan hubungan anak-orang tua selama
dirawat di rumah sakit, menyiapkan anak sebelum pelaksanaan terapi dan prosedur yang
tidak dikenalinya, mengendalikan rasa sakit, memberikan privasi pada anak, memberikan
aktivitas bermain untuk mengungkapkan ketakutan dan permusuhan, menyediakan
pilihan untuk anak-anak dan menghormati perbedaan budaya. Beberapa kasus yang
sering dijumpai di masyarakat seperti peristiwa yang menimbulkan trauma pada anak
adalah cemas, marah, nyeri dan lain-lain. Apabila hal tersebut dibiarkan dapat
menyebabkan dampak psikologis pada anak dan tentunya akan mengganggu
perkembangan anak.
Dengan demikian atraumatic care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat diberikan
pada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologi dari tindakan keperawatan
yang diberikan seperti memperhatikan dampak tindakan yang diberikan dengan melihat
prosedur tindakan atau aspek lain yang kemungkinan berdampak terjadinya trauma, untuk
mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan oleh perawat antara
lain:
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga maka anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurang kasih sayang sehingga gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak, diharapkan anak mandiri
dalam kehidupannya, anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-
hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal, serta pendidikan terhadap kemampuan
dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak.
c. Mencegah dan mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis).
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan
anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering kali tidak bisa dihilangkan secara cepat
akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi,
imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan
berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak.
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti
dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh
kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan
demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan
memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi lingkungan.
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu
berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.

B. Konsep Pelayanan Keperawatan Anak dalam Konteks Keluarga pada Kondisi


Covid-19 di Rumah Sakit
Dalam pelayanan kesehatan, terutama dalam kondisi wabah Covid-19 saat ini, perawat
mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai caregiver yang merupakan peran utama
dimana perawat akan terlibat aktif selama 24 jam dalam memberikan asuhan keperawatan
ditatanan layanan kesehatan seperti rumah sakit. Selain itu, perawat juga mempunyai
peran sebagai educator, dimana berperan sebagai tim pendidik yang memberikan sdukasi
pada pasien, keluarga dan masyrakat.
Perawat berperan dalam memperkuat pemahaman masyarakat terkait dengan apa dan
bagaimaan covid-19, pencegahan dan penularan , serta bagaimana meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala. Hal ini dilakukan dalam rangka
meningkatkan sense of crisis, sehingga masyarakat menjadi waspada dan menerapkan
perilaku pencegahan dan hidup sehat, dan tidak panik. Selain peran diatas perawat juga
berperan dalam peran advokat dimana perawat akan membantu mengurangi stigma bagi
pasien dan keluarga yang terindikasi covid positif. Secara umum, perawat mempunyai
peran yang sangat penting baik dari segi promotive, preventif, dan pelayanan assuhan
keperawatan dalam kondisi wabah covid-19.
Protokol pelayanan kesehatan yang diterapkan secara umum dirumah sakit meliputi :
1. Protokol Pasien
a. Protokol Pasien Rawat Jalan
1) Pengaturan antrean di pendaftaran dengan memaksimalkan pendaftaran online
2) Semua diwajibkan menggunakan masker
3) Semua penggunjung diwajibkan untuk cuci tangan menggunakan sabun atau
hand sanitizer
4) Dilakukan pengaturan suhu tubuh (skrining) di setiap masuk RS
5) Menerapkan physical distansing/jaga jarak : Karena RS merupakan gedung
bertingkat maka untuk mobilisasi vertical lakukan pengaturan sebagai berikut.
b. Protokol Untuk Pasien Rawat Jalan
1) Semua pasien wajib menggunakan masker
2) Pasien yang memerlukan perawatan di RS ditempatkan di ruangan yang sesuai
dengan penyakit dan kelas perawatan.
3) Pasien yang di rawat di ruang non isolasi boleh di tunggu oleh
keluarga/penunggu pasien sebanyak maksimal 2 orang dengan membawa kartu
tunggu pasien dan boleh dijenguk dengan penerapan physical distancing
(bergantian),dan tidak di perkenankan menggelar karpet/tikar di dalam kamar
maupun sepanjang lorong RS.
4) pasien yang di rawat di ruang isolasi covid 19 tidak di perkenankan di tunggu
oleh keluarga dan tidak boleh di jenguk.apabila ada keperluan pasien dan
keluarga bisa berkoordinasi dengan petugas ruangan.
c. Protokol Pengunjung Rumah Sakit
1) Protokol Pengunjung Pasien Rawat Inap
a) semua pengunjung RS di wajibkan menggunakan masker
b) semua pengunjung wajib mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir sebelum masuk dan setelah keluar dari RS; dan di sediakan hand
sanitizer di banyak titik di RS apabila di perlukan
c) dilakukan pengukuran suhu tubuh(skrining)di setiap titik masuk RS
d) jika di temukan gejala batuk atau influenza pengunjung tidak di perkenankan
berkunjung
e) menerapkan phsycal distancing/ jaga jarak
d. Protokol Tamu Rumah Sakit
1) Semua tamu RS diwajibkan menggunakan masker
2) Semua tamu wajib mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer
dibanyak titik RS
3) Dilakukan pengukuran suhu tubuh (skrining) di setiap titik masuk RS.
4) Tamu diminta mengisi buku tamu dan menunjukan surat tugas/jalan
5) Menerapkan physical distancing/ jaga jarak
e. Protokol Untuk Karyawan
1) Petugas datang dengan selalu menggunakan masker, selama perjalanan dari dan
ke tempat kerja serta keluar rumah
2) Petugas datang dan pulang dengan memakai seragam harian yang berlaku dan
segera ganti dengan baju kerja setelah sampai di rumah sakit.
3) Baju kerja di cuci di rumah sakit dan tidak diperbolehkan dibawa pulang ke
rumahSemua petugas wajib memncuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir sebelum masuk dan keluar RS
4) Petugas yang melakukan pengukuran suhu tubuh di pintu masuk
Adapun ada beberapa point hasil wawancara dengan perawat anak di ruang anak
tanjung RS R. Syamsudin SH., yang dilakukan oleh anggota kelompok antara lain :
Untuk protokol kesehatan diruang rawat inap anak tanjung khususnya, selama
pandemi sebenarnya sama dengan pelayanan keperawatan di ruangan yg lain. Bahkan
mungkin utnuk saat ini sudah menjadi Umum disetiap rumah sakit.
Protokol kesehatannya antara lain :
1. tidak ada jam besuk, keluarga pasien tidak diijinkan untuk membesuk, ini bertujuan
untuk meminimalkan resiko penyebaran virus covid19
2. Keluarga penunggu pasien hanya diperbolehkan menunggu 1 orng saja ( ibu /
bpknya)
3. Dokter dan perawat tidak akan visite ke pasien jika kluarga penunggu pasien lebih
dari 1 orng dan tidak menggunakn masker
4. Jika operan dinas, antar perawat tetap melakukan social distancing

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak adalah individu berusia 0-18 tahun dipandang sebagai individu unik yang punya
potensi untuk tumbuh dan berkembang.
Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa prinsip keperawatan anak
adalah :
1. Anak bukan miniature orang dewasa
2. Anak sebagai individu unik dan mempunyai kebutuhan sesuai tahap perkembangan
3. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam
memberikan askep anak
4. Praktik keperawatan anak mencakup kontak dengan anak dan keluarga untuk
mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan dengan
menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan moral dan aspek hukum.
5. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi /
kematangan.
6. Berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
https://rsud.wonosobokab.go.id/?p=3238
https://www.academia.edu/6022444/PERAN_PERAWAT_DALAM_MENGATASI_DA
MPAK_HOSPITALISASI_PADA_ANAK_DIRUANG_PERAWATAN_ANAK_RSUD
_TENRIAU_BONE
https://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-
Anak-Kompewhensif.pdf
https://www.slideshare.net/mobile/AmaliaSenja1/konsep-dasar-keperawatan-anak-fcc-a-
traumatic-care

Anda mungkin juga menyukai