Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah tentang ‘’ Perawatan Paliatif Care pasien gagal
ginjal kronis dengan penangan Hemodialis ’’ dengan baik. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Paliatif Care. Melalui penulisan makalah ini penyusu berterima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena itu
kritik dan saran
untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini sangat diperlukan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidak
mampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal (Raharjo, 2006).
Menurut PERNEFRI (2006), menjelaskan bahwa keadaan dimana ginjal lambat laun
tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik disebut juga dengan Gagal Ginjal
Kronik (GGK) atau lebih dikenal CRONIK KIDDNEY DISEASE (CKD) .Gagal
ginjal kronik atau Cronik kidney disease adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang
cukup berat dan terjadi secara perlahan dalam waktu yang lama ( menahun ) yang
disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal bersifat progresif dan umumnya tidak dapat
pulih (Smaltzer, 2009).
Pada tahap awal gagal ginjal kronik sering kali tidak menunjukkan gejala,
sampai 75% fungsi hilang (NKF,2006). Menurut Rahardjo,(2006) menjelaskan bahwa
jumlah penderiata gagal ginjal kronis yang menjadi hgagal ginjal terminal terus
meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Menurut
survey dari organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 165 juta
penduduk dunia tahun 2005 mengidap gagal ginjal kronik. Jumlah ini akan meningkat
hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025. Menurut Long, C. B (2006), menjelaskan
bahwa sekitar 100 ribu penderita penyakit ginjal kronik terpaksa menjalani terapi
penggatian ginjal. Namun hanya 12 ribu orang yang menjalani dialisis ( cuci darah )
seumur hidup dan 600 orang menjalani transplantasi ginjal, sedangkan suatu dari 10
orang di dunia mengalami gangguan ginjal , sedangkan sebanyak 1,5 juta orang
mengalami penyakit gagal ginjal kronik stadium akhir. Pengobatan untuk penderita
yang didiagnosa mengalami gagal ginjal terminal tetapi tidak menjalani transplantasi
adalah dengan cara melakukan cuci darah atau dialisa untuk menghentikan gunsi
ginjal nya (Sidabutar, 2007).
Menurut Schroeder (2009), system dialysis bagi penderita gagal ginjal
terminal merupakan satu- satunya cara untuk dapat bertahan hidup. Sebgian besar
pasien membutuhkan 12- 15 jam hemodialisa seytiap minggunya yang terbagi dalam
dua atau tiga sesi berlangsung antara 3-6 jam. Keadaan ketergantungan pada mesin
dialisa seumur hidupnya mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan
penderita gagal ginjal terminal yang melakukan terapi hemodialisa. Dalam
pelaksanaan hemodialisa sangatlah banyak komlikasi diantaranya adalah pasien dapat
terkena infeksi HCV (Suyono,2009).
B. Rumusan Masalah
a. Bab II pembahasan gagal ginjal
b. Bab III asuhan keperawatan paliatif care pada klien gagal ginjal kronis
C. Tujuan
1. Untuk lebih mengenal dan memahami apa itu gagal ginjal kronis.
2. Untuk lebih memahami dan lebih mengenal perawatan paliatif care pada pasien
gagal ginjal kronis
BAB II
PEMBAHASAN
B. Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks
nefropatiPielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat
terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu.
Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria.
Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga
menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
Penyakit peradangan : Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut adalah
peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi
akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler
glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring
atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi
dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000). Glomerulonefritis kronik
adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera
dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi
penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi
ringan,memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik
(Elizabeth, 2000).
Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah
untuk menyatakan berubah ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada
arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-
arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan
dengan segera terjadi gagal ginjal. Stenosis arteri renalis (RAS) adalah
penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang
membawa darah keginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah.
Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi
lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi
dan kerusakan ginja.
Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus
eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi
multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.
Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropiprostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).
Tujuan Hemodialisis
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan
tersebut diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi
ekskresi (membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti
ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain), menggantikan
fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas
hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta
Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan
yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh,
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi.
1. Petugas medis :
Manajer kasus
Dokter, fisioterapis, nutrisionis
2. Keluarga pasien
4. Anggota KDS
5. Petugas LSM
a. psikologis
b. sosial
c. spiritual
d. kedukaan/berkabung
H. Penatalaksanaan
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-angiostensin-
aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah marah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, kehilangan darah selama hemodialisis
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
I. Penanganan
Intervensi diet, Intervensi diet diperlukan pada gangguan fungsi renal dan
mencakup pengaturan yang cermat terhadap masukkan protein, masukkan
cairan untik mengganti cairan yang hilang, masukkan natrium untuk mengganti
natrium yang hilang, dan pembatasan kalium. dan hipokalemia Ditangani dengan
antasida mengandung aluminum yang mengikat fosfat makanan di saluran
gastrointestinal.
Hipertensi
Hiperkalemia
Abnormalitas Neurologi
Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Anemia pada pasien (hematokrit kurang dari 30 %) muncul tanpa
gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum, dan penurunan toleransi
aktivitas.
J. Terapi GGK
2. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
3. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
g. emberian obat-obatan anti hipertensi.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Hemodialisis akan mencegah
kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien GGK harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (3x
seminggu selama 3-4 jam per kali terapi) atau sebelum melakukan operasi
pencangkokan ginjal.
Metode yang dikenal dengan Peritoneal Dialysis (PD) yaitu metode pencucian darah
dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ
perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kayaakan pembuluh darah.
Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneumke dalam rongga
perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut
ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah
metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut,
kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
Ada dua macam PD, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan
Automated Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif masih jarang digunakan oleh
masyarakat Indonesia. CAPD dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi
penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak
batasan untuk mengkonsumsi makanan. CAPD dipasang permanen di tubuh
penderita, tepatnya di bagian perut. Sebuah catheter (kateter) dipasang di bagian
perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk menjamin kesterilannya. Dengan
CAPD, penderita cukup melakukan kontrol 1 kali dalam sebulan ke rumah sakit. Pola
kerja cuci darahnya, kateter disambungkan dengan titanium adapter yang akan
mengalirkan cairan dextrose.
Cairan inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh. Proses pengaliran
cairan ini hanya membutuhkan waktu10 menit. Dalam sehari dilakukan sebanyak 3-4
kali. Jaraknya sekitar 4 sampai 6 jam dari satu pencucian dengan pencucian
berikutnya. Kalau transfer setnya bisa diganti 6 bulan sekali. Kunci dari CAPD harus
disiplin tinggi. Karena tanpa disiplin tidk bisa berhasil. Misalnya, saat melakukan
pencucian darahtangan mereka harus bersih, AC dan kipas angin tidak boleh menyala
serta lampu harus terang.
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%
dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m²,
mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di
Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak
rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
c. Transplantasi ginjal
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan
lambat (berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan
cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat akhir
yang disertai dengan komplikasi-komplikasi target organ, dan akhirnya
menyebabkan kematian.
2. Adanya pengaruh terhadap paliatif care pada pasien CKD terhadap kualitas
hidup pasien Hemodialis
3. Perawatan paliatif dapat membantu pasien untuk lebih menghargai hidupnya
B. SARAN
1. Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal kronik,
diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab penyakit
ini serta benar-benar menjaga kesehatan melalui makanan maupun
berolaharaga yang benar.
2. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan perawatan paliatif kepada pasien
, dengan adanya paliatif dapat membantu pasien merasa lebih nyaman saat
mengalami pengobatan.
DISUSUN OLEH :
Dosen Pengampu :
Ns. M. Muzakir Fahmi, s.Kep., M.K.M