Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah tentang ‘’ Perawatan Paliatif Care pasien gagal
ginjal kronis dengan penangan Hemodialis ’’ dengan baik. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Paliatif Care. Melalui penulisan makalah ini penyusu berterima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena itu
kritik dan saran

untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini sangat diperlukan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

Pekanbaru, 9 Sptember 2020

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidak
mampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal (Raharjo, 2006).
Menurut PERNEFRI (2006), menjelaskan bahwa keadaan dimana ginjal lambat laun
tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik disebut juga dengan Gagal Ginjal
Kronik (GGK) atau lebih dikenal CRONIK KIDDNEY DISEASE (CKD) .Gagal
ginjal kronik atau Cronik kidney disease adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang
cukup berat dan terjadi secara perlahan dalam waktu yang lama ( menahun ) yang
disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal bersifat progresif dan umumnya tidak dapat
pulih (Smaltzer, 2009).
Pada tahap awal gagal ginjal kronik sering kali tidak menunjukkan gejala,
sampai 75% fungsi hilang (NKF,2006). Menurut Rahardjo,(2006) menjelaskan bahwa
jumlah penderiata gagal ginjal kronis yang menjadi hgagal ginjal terminal terus
meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Menurut
survey dari organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 165 juta
penduduk dunia tahun 2005 mengidap gagal ginjal kronik. Jumlah ini akan meningkat
hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025. Menurut Long, C. B (2006), menjelaskan
bahwa sekitar 100 ribu penderita penyakit ginjal kronik terpaksa menjalani terapi
penggatian ginjal. Namun hanya 12 ribu orang yang menjalani dialisis ( cuci darah )
seumur hidup dan 600 orang menjalani transplantasi ginjal, sedangkan suatu dari 10
orang di dunia mengalami gangguan ginjal , sedangkan sebanyak 1,5 juta orang
mengalami penyakit gagal ginjal kronik stadium akhir. Pengobatan untuk penderita
yang didiagnosa mengalami gagal ginjal terminal tetapi tidak menjalani transplantasi
adalah dengan cara melakukan cuci darah atau dialisa untuk menghentikan gunsi
ginjal nya (Sidabutar, 2007).
Menurut Schroeder (2009), system dialysis bagi penderita gagal ginjal
terminal merupakan satu- satunya cara untuk dapat bertahan hidup. Sebgian besar
pasien membutuhkan 12- 15 jam hemodialisa seytiap minggunya yang terbagi dalam
dua atau tiga sesi berlangsung antara 3-6 jam. Keadaan ketergantungan pada mesin
dialisa seumur hidupnya mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan
penderita gagal ginjal terminal yang melakukan terapi hemodialisa. Dalam
pelaksanaan hemodialisa sangatlah banyak komlikasi diantaranya adalah pasien dapat
terkena infeksi HCV (Suyono,2009).
B. Rumusan Masalah
a. Bab II pembahasan gagal ginjal
b. Bab III asuhan keperawatan paliatif care pada klien gagal ginjal kronis
C. Tujuan
1. Untuk lebih mengenal dan memahami apa itu gagal ginjal kronis.
2. Untuk lebih memahami dan lebih mengenal perawatan paliatif care pada pasien
gagal ginjal kronis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakangangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda,
2002). Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia(Corwin, 2001). Gagal
ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun) (Price, 2006).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif,dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (FKUI,
2006).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, dancairan dan elektrolit mengalami
kegagalan, yang mengakibatkan uremia(Baughman, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat
sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan
cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia.

B. Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
 Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks
nefropatiPielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat
terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu.
Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria.
Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga
menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
 Penyakit peradangan : Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut adalah
peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi
akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler
glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring
atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi
dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000). Glomerulonefritis kronik
adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera
dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi
penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi
ringan,memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik
(Elizabeth, 2000).
 Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah
untuk menyatakan berubah ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada
arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-
arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan
dengan segera terjadi gagal ginjal. Stenosis arteri renalis (RAS) adalah
penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang
membawa darah keginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah.
Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi
lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi
dan kerusakan ginja.
 Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus
eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi
multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.
 Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
 Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
 Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropiprostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).

C. Penanganan gagal ginjal kronik dengan hemodialisis


Gagal ginjal kronis tidak bisa disembuhkan, sehingga tujuan dari pengobatan
adalah untuk memperlambat proses berkembangnya gagal ginjal, mengurangi
komplikasi, dan mengendalikam gejala penyakit. Penting sekali untuk mengendalikan
penyakit awal yang mendasari terjadinya gagal ginjal kronis, misalnmya diabetes
melitus, hipertensi, nefritis,dll. Pasien harus melakukan pemeriksaan kesehtan
lanjutan secara berkala; mengikuti saran medis secara ketat sehubungan dengan pola
makan, olahraga, dan obat- obatan untuk mengendalikan kondisi kesehatan mereka.
 Kendali pola makan
Pasien yang menderita fgagal ginjal kronis harus mengikuti pola makan
yang tepat, mengurangi asupan protein secara tepat bisa membantu memperlambat
proses berkembangnya gagal ginjal. Pasien juga harus membatasi asupan kalium,
fosfor, natrium, dan air, serta mengendalikan kadar kolesterolnya.
 Obat
Obat secara umum meliputi :
 Obat untuk mengendalikan tekanan darah: misalnya penghambat enzim
konversi angiotensi (ACE- Angiotensin- converting enzyme) atau
penyekat reseptor Angiotensin II untuk melindungi fungsi ginjal.
 Eritropotein untuk mendukung pembentukan sel darah merah.
 Vitamin D untuk mendukung metabolisme tulang.
 Pengikat fosfat untuk menurunkan kosntrasi fosfor dalam darah.
 Pengobatan pengganti ginjal
Seorang pasien tidak bisa membuang produk sisa metabolisme dan
kelebihan cairan yang terakumulasi dalam tubuh apabila sudah memasuki
stadium akhir gagal ginjal ( kapasitas hanya 10% hingga 15% dari funsi ginjal
normal). Beberapa bentuk pengobatan pengganti ginjal diperlukan oleh pasien
untuk bertahan hidup.
Pengobatan penganti ginjal mencangkup :
Dialisis : saat ini, Hemodialisis dan dialysis peritonel merupakan dua jenis
pengobatan dialysis utama.
 Hemodialisis
Hemodialisis yang dikenal sebagai ‘’cuci darah’’ menggunakan alat
diliser ( ginjal buatan) untuk membuang kelebihan cairan, elektrolit, dan
produk sisa metabolism dari dara. Darah diambil dari tubuh pasien melalui
akses pembuluh darah seperti fistula arteriovenosa (koneksi dinuat antara
arteri dan vena di lengan bagian bawah) atau sebuah kateter vena
dimasukkan ke dalam pembuluh darah utama di leher. Darah diedarkan oleh
mesin dialysis dengan kecepatan sekitar 200 cc/ menit, melewati ginjal
buatan untuk menyaring produk sisa metabolism dan kelebihan cairan. Darah
yang sudah ‘’ dibersihkan’’ lalu dikembalikan ke dalam tubuh pasien.
Seorang pasien mungking memerlukan 2 hingga 3 kali pengobatan
hemodialisis per minggu, dan setiap sesi pengobatan akan memakan waktu
4hingga 6 jam. Hemodialisis bisa dilakukan di pusat dialysis atau dirumah
( di malam hari ) bagi mereka yang mampu melakukannya.

Kelebihan : cepat, efektif, hanya 2 hingga 3 kali tindakan pengobatan


perminggu terapi sesaat.
Kelemahan : harus pergi ke pusat dialysis untuk dilakukan tindakan
pengobatan, pengobatan hanya dilakukan sesaat saja dan biayanya
mahal.

 Tujuan Hemodialisis
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan
tersebut diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi
ekskresi (membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti
ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain), menggantikan
fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas
hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta
Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan
yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).

D. Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisis


Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya
memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit
ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan
kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita, 2012). Pasien hemodialisis harus
mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang
merupakan prediktor yang 20 penting untuk terjadinya kematian pada pasien
hemodialisis.
Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas
asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari.
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-
buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan
dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan
natrium dibatasi 40-120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong
pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara
dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
(Hudak & Gallo, 2010).
 Hemodialisis perioteneal
Dialisis periotoneal biasa dikenal sebagai ‘’ pembersihan perut’’,
memanfaatkan pembuluh darah pada periotoneum ( selaput tipis yang melapisi bagian
dalam perut dan mengililingi serta menopang organ- organ perut yang memungkin
dilakukannya proses dialysis.

E. Dampak psikososial yang dialami para pasien hemodialisis.


 Derilium adalah kondisi medis yang ditandai dengan kesulitan kosentrasi dan
gangguan kecerdasan sampai kebingungan yang dusertai dengan kelesuhan,
penyebabnya bisa karena kadar ureum dalam darah yang meningkat (uremia),
anemia dan hiperparatiroidisme. Kondisi ini juga bisa terjadi seiring dengan
peningkatan pasien diabetes yang menerima dialysis akibat kondisi disfungsi
ginjalnya, ‘’( terang dr. Andri). Biasanya dengan hemodialisis atau cuci darah,
kondisi gangguan kognitif pasien akan kembali normal seperti sediakala. Namun
adakalanya beberapa kondisi ini menetap.
 Depresi adalah kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada
pasien gagal ginjal. Prevalansi depresi berat pada populasi umum adalah
sekitar1,1 -15% pada laki- laki dan 1,8 – 23% pada wanita. Factor depresi yaitu
kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada seperti kebebasan, pekerjaan dan
kemandirian adalah hal – hal yang sangat dirasakan oleh para pasien gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis, menimbulkan gejala- gejala depresi yang nyata
sehingga menimbulkan keinginan bunuh diri.
 Sindrom disequilibrium adalah gangguan yang cukup sering terjadi pada pasien
hemodialisis dan biasanya terjadi 3-4 jam setelah hemodialisis, namun bisa juga
terjadi 8- 48 jam setelahnya. Kondisi ini muncul karena terjadi ketidakseimbangan
osmotic dan perubahan ph darah yang cepat sehingga memicu gejala seperti sakit
kepala, mual kram otot, iritabilitasi agitasi, mengantuk, dan terkadang kejang.

F. Efek samping hemodialisis


 Tekanan darah terlalu rendah atau tinggi.
 Mual dan muntah.
 Anemia
 Kulit gatal
 Kram otot
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE

PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS

A. Definisi Perawatan Paliatif

Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh,
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi.

Perawatan paliatif untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit,


namun bukan berupaya penyembuhan. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah
psikologis dan spiritual lainnya.

B. Prinsip Perawatan Paliatif

 Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain


 Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal
 Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian
 Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari
pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.
 sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif sampai
kematiannya
 sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien, dan
sewaktu masa perkabungan

C. Karakteristik Perawatan Paliatif


 Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.
 Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi perjalanan
penyakit.
 Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
 Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, sosial
 Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga

D. Manfaat Perawatan Paliatif

 Meningkatkan kualitas hidup Pasien GGK dan keluarganya


 Mengurangi penderitaan pasien
 Mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit
 Meningkatkan kepatuhan pengobatan

E. Pelaksana Perawatan Paliatif

1. Petugas medis :

 Manajer kasus
 Dokter, fisioterapis, nutrisionis

2. Keluarga pasien

3. Petugas sosial komunitas : lay support

4. Anggota KDS

5. Petugas LSM

F. Syarat Perawatan Paliatif Yang Baik

 Menghargai otonomi dan pilihan pasien


 Memberi akses sumber informasi yang adekuat
 Ciptakan hubungan saling menghargai dan mempercayai antara pasien dengan
pemberi perawatan
 Berikan dukungan bagi keluarga, anak, petugas sosial yang memberikan
perawatan.
 Hormati dan terapkan nilai-nilai budaya setempat, kepercayaan / agama, dan adat
istiadat.

G. Jenis Perawatan Paliatif

 Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan gejala-gejala lain


 Perawatan psikososial berupa :

a. psikologis

b. sosial

c. spiritual

d. kedukaan/berkabung

H. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis


selama mungkin. Seluruh factor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan factor yang
dapat dipulihkan (mis : obstruksi) diidentifikasi dan ditangani. Komplikasi potensial gagal
ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :

1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan


masukkan diet berlebih

2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-angiostensin-
aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah marah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, kehilangan darah selama hemodialisis

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif, eritropoetin,


suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien juga perlu mendapat
penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik dalam
darah.

I. Penanganan

 Intervensi diet, Intervensi diet diperlukan pada gangguan fungsi renal dan
mencakup pengaturan yang cermat terhadap masukkan protein, masukkan
cairan untik mengganti cairan yang hilang, masukkan natrium untuk mengganti
natrium yang hilang, dan pembatasan kalium. dan hipokalemia Ditangani dengan
antasida mengandung aluminum yang mengikat fosfat makanan di saluran
gastrointestinal.
 Hipertensi

Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif control volume intravaskuler.


Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan pennganan
pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretic, agens inotropik seperti digitalis
atau dobutamine, dan dialysis. Asidosis metabolic pada gagal ginjal kronis
biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian,
suplemen natrium karbonat atau dialysis diperlukan untuk mengoreksi asidosis
jika kondisi ini menimbulkan gejala.

 Hiperkalemia

Biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yang adekuat disertai pengambilan


kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh
medikasi oral atau intravena.

 Abnormalitas Neurologi

Dapat terjadi dan memerlukan observasi dini terhadap tanda-tanda seperti


kedutan, sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari cedera
dan menempatkan pembatas tempat tidur. Diazepam intravena (Valium) atau
fenitoin (Dilantin) biasanya diberikan untuk mengendalikan kejang.

 Anemia

Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Anemia pada pasien (hematokrit kurang dari 30 %) muncul tanpa
gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum, dan penurunan toleransi
aktivitas.
J. Terapi GGK

1. Terapi Farmakologia. Kontrol tekanan darah

 Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin


dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemia harus dihentikan.
 Penghambat kalsium, Diuretik
 Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-
obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2
diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
 Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
 Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
 Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
 Koreksi hiperkalemia
 Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
 Terapi ginjal pengganti

2. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Sukandar, 2006).

a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.

c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

3. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).


Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

b. Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

f. Hipertensi
g. emberian obat-obatan anti hipertensi.

h. Kelainan sistem kardiovaskular

i. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

4. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Hemodialisis akan mencegah
kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien GGK harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (3x
seminggu selama 3-4 jam per kali terapi) atau sebelum melakukan operasi
pencangkokan ginjal.

b. Dialisis peritoneal (DP)

Metode yang dikenal dengan Peritoneal Dialysis (PD) yaitu metode pencucian darah
dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ
perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kayaakan pembuluh darah.
Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneumke dalam rongga
perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut
ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah
metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut,
kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.

Ada dua macam PD, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan
Automated Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif masih jarang digunakan oleh
masyarakat Indonesia. CAPD dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi
penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak
batasan untuk mengkonsumsi makanan. CAPD dipasang permanen di tubuh
penderita, tepatnya di bagian perut. Sebuah catheter (kateter) dipasang di bagian
perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk menjamin kesterilannya. Dengan
CAPD, penderita cukup melakukan kontrol 1 kali dalam sebulan ke rumah sakit. Pola
kerja cuci darahnya, kateter disambungkan dengan titanium adapter yang akan
mengalirkan cairan dextrose.

Cairan inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh. Proses pengaliran
cairan ini hanya membutuhkan waktu10 menit. Dalam sehari dilakukan sebanyak 3-4
kali. Jaraknya sekitar 4 sampai 6 jam dari satu pencucian dengan pencucian
berikutnya. Kalau transfer setnya bisa diganti 6 bulan sekali. Kunci dari CAPD harus
disiplin tinggi. Karena tanpa disiplin tidk bisa berhasil. Misalnya, saat melakukan
pencucian darahtangan mereka harus bersih, AC dan kipas angin tidak boleh menyala
serta lampu harus terang.

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%
dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m²,
mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di
Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak
rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

c. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).


Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

2) Kualitas hidup normal kembali

3) Masa hidup (survival rate) lebih lama


4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan Biaya lebih murah dan dapat
dibatasi.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan
lambat (berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan
cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat akhir
yang disertai dengan komplikasi-komplikasi target organ, dan akhirnya
menyebabkan kematian.
2. Adanya pengaruh terhadap paliatif care pada pasien CKD terhadap kualitas
hidup pasien Hemodialis
3. Perawatan paliatif dapat membantu pasien untuk lebih menghargai hidupnya
B. SARAN
1. Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal kronik,
diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab penyakit
ini serta benar-benar menjaga kesehatan melalui makanan maupun
berolaharaga yang benar.
2. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan perawatan paliatif kepada pasien
, dengan adanya paliatif dapat membantu pasien merasa lebih nyaman saat
mengalami pengobatan.

PERAWATAN PALIATIF GAGAL GINJAL DENGAN


PENANGAN HEMODIALIS
MATA KULIAH

KEPERAWATAN PALIATIF CARE

DISUSUN OLEH :

 AZURA AULIA TAMA 1814201139


 AFRIALDO 1814201175
 LILI SAFRIANI 1814201144
 SAKDIAH NASUTION 1814201140
 YEZA ZUL EFIANDI 1814201267

Dosen Pengampu :
Ns. M. Muzakir Fahmi, s.Kep., M.K.M

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
2020/2021

Anda mungkin juga menyukai