Perancangan Mesin-Mesin Industri - v.2.0 - Unesco PDF
Perancangan Mesin-Mesin Industri - v.2.0 - Unesco PDF
MESIN-MESIN INDUSTRI
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Rusdi Nur
Muhammad Arsyad Suyuti
PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: cs@deepublish.co.id
NUR, Rusdi
Perancangan Mesin-Mesin Industri/oleh Rusdi Nur dan Muhammad Arsyad
Suyuti.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, September 2017.
x, 226 hlm.; Uk:15.5x23 cm
Wassalam,
v
DAFTAR ISI
vi
BAB V SAMBUNGAN KELING .................................................... 37
5.1. Pendahuluan .......................................................................... 37
5.2. Metode Pengelingan .............................................................. 37
5.3. Material Keling ..................................................................... 39
5.4. Tipe Kepala Keling................................................................ 39
5.5. Tipe Sambungan Keling ........................................................ 41
5.6. Kegagalan Sambungan Keling ............................................... 43
5.7. Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling ............................ 47
5.8. Sambungan Keling untuk Struktur ......................................... 49
5.9. Sambungan Keling dengan Beban Eksentris .......................... 55
5.10. Penutup (Soal Latihan) .......................................................... 64
vii
BAB VIII KOPLING .......................................................................... 108
8.1. 8.1 Tipe Kopling .................................................................. 108
8.2. Sleeve atau Muff Coupling .................................................. 109
8.3. Clamp atau Compression Coupling ...................................... 111
8.4. Flange Coupling (kopling flens) ........................................... 114
8.5. Penutup (Soal Latihan)......................................................... 118
viii
11.4. Transmisi Rantai ................................................................. 160
11.5. Perancangan Transmisi Rantai ............................................. 162
11.6. Penutup (Soal Latihan) ........................................................ 165
BAB XIII RANGKA MESIN, SAMBUNGAN BAUT DAN LAS ..... 188
13.1. Rangka dan Struktur Mesin.................................................. 188
13.2. Sambungan Baut ................................................................. 189
13.2.1. Terminologi Baut .................................................... 189
13.2.2. Kasus yang terjadi pada baut ................................... 191
13.2.3. Tipe dan profil dari kepatahan ................................. 192
13.2.4. Contoh Perhitungan Baut......................................... 194
13.3. Sambungan Las ................................................................... 196
13.3.1. Metode Pengelasan.................................................. 197
13.3.2. Tegangan pada Sambungan Las ............................... 202
13.3.3. Kekuatan Material Sambungan Las ......................... 209
13.3.4. Contoh Perhitungan Las .......................................... 209
13.4. Penutup (Soal Latihan) ........................................................ 210
ix
14.5. Ukuran Dasar untuk Poros ................................................... 225
14.6. Penutup (Soal Latihan)......................................................... 225
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 226
x
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi tentang perancangan, dasar-
dasar dan proses perancangan mekanis, keterampilan dalam perancangan,
fungsi dan syarat perancangan serta kriteria evaluasi.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menjelaskan konsep dasar dan tahapan perancangan mesin.
Menentukan spesifikasi
Menyatakan syarat
perancangan
Membuat konsep
Mengevaluasi setiap alternatif perancangan
yang diusulkan
Perancangan terperinci
Menyelesaikan perancangan
terperinci dari konsep yang terpilih
Contoh 1:
Tentukan tegangan normal pada sebuah balok persegi dengan sisi a
= 5cm ditarik dengan gaya P = 55 kN.
Penyelesaian :
P = 55 kN = 55.000 N a = 5cm = 0,05m
Menghitung luas penampang balok A = a2 = (0,05m)2 = 0,00025 m2.
Menghitung tegangan normal dalam balok ζ :
= = 0.00018 m2
Contoh 3:
Sambungan rantai besi cor seperti Gambar 3.2 di bawah ini dipakai
untuk mentransmisikan beban tarik yang tetap sebesar 45 kN. Tentukan
tegangan tarik yang terjadi dalam material rantai pada potongan A-A dan
B-B.
Penyelesaian:
Diketahui : P = 45 kN = 45.103 N
Tegangan tarik ζt1 yang terjadi penampang A-A adalah:
A1 = 20.45 = 900 mm2.
ζt1 = P/A1 = 45.103 N/900 mm2 = 50 N/mm2 = 50 MPa
Tegangan tarik ζt2 yang terjadi penampang B-B adalah:
Regangan
Gaya aksial pada Gambar 3.1 juga menghasilkan regangan aksial ε:
= (3-2)
dengan δ adalah pertambahan panjang (deformasi) dan L adalah panjang
balok.
Contoh 4:
Hitung regangan ε untuk pertambahan panjang δ = 0,038cm dan panjang
balok L = 1,9 m.
Penyelesaian :
Menghitung regangan :
=
= 0,0002
Diagram tegangan-regangan
Jika tegangan ζ diplotkan berlawanan dengan regangan ε untuk balok
yang dibebani secara aksial, diagram tegangan-regangan untuk material
ulet dapat dilihat pada Gambar 3.3, dengan A adalah batas proporsional, B
batas elastis, D kekuatan ultimate (maksimum), dan F titik patah.
Tegangan.
Jika keling dipotong pada bagian tengah sambungan untuk
mendapatkan luas penampang A dari keling, kemudian menghasilkan
diagram benda bebas pada Gambar 3.4.
Contoh 5:
Tentukan tegangan geser η dalam salah satu dari empat sambungan
keling jika diketahui P = 45 kN dan diameter D = 0,6 cm.
Penyelesaian :
Diketahui: P = 45kN = 45.000N
D = 0,6 cm = 0,006 m
Menghitung penampang setiap keling A:
A = πD2/4
= 3,14.(0,006m)2/4
= 0,00003 m2.
Gambar 3.7
Catatan:
1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah:
Contoh 1:
Sebuah poros mentransmisikan daya 100 kW pada putaran 160 rpm.
Tentukan diameter poros jika torsi maksimum yang ditransmisikan
melebihi rata-rata 25%. Ambil tegangan geser maksimum yang diijinkan
adalah 70 Mpa.
Penyelesaian:
P = 100 kW = 100.103 W;
N = 160 rpm;
Tmax = 1,25.Trata ;
2
η = 70 MPa = 70 N/mm ,
Daya yang ditransmisikan P adalah:
Contoh 2:
Poros baja berdiameter 35 mm dan panjang 1,2 m dijepit pada
satu ujungnya oleh hand wheel berdiameter 500mm dikunci pada ujung
yang lain. Modulus kekakuan dari baja adalah 80 GPa.
Penyelesaian:
D = 35 mm atau r = 17,5 mm; untuk poros
L = 1,2 m = 1200 mm;
D = 500 mm atau R = 250 mm; untuk roda.
3
C = 80 GPa = 80 kN/mm2 = 80.10 N/mm2; η = 60 MPa = 60 N/mm2.
W = 2020 N
2. Berapa derajat θ roda memuntir ketika beban W = 2020 N dipakai.
Kita mengetahui bahwa:
Contoh 3:
Sebuah poros mentransmisikan daya 97,5 kW pada 180 rpm. Jika
tegangan geser yang diijinkan pada material adalah 60 MPa, tentukan
diameter yang sesuai untuk poros. Poros tidak boleh memuntir lebih dari 1o
pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 97,5 kW; N = 180 rpm; η = 60 MPa 60 N/mm2;
Ambil yang lebih besar dari dua nilai di atas, kita akan
peroleh d = 103 mm dibulatkan menjadi 105 mm.
Karena E dan R adalah konstan, oleh karena itu dalam batas elastis,
tegangan pada sembarang titik adalah berbanding lurus terhadap y, yaitu
jarak titik ke sumbu netral. Juga dari persamaan di atas, tegangan bending
adalah:
Contoh 4:
Sebuah poros pompa ditunjukkan pada Gambar 4.3. Gaya-gaya
diberikan sebesar 25 kN dan 35 kN pusatkan pada 150mm dan 200mm
berturut-turut dari kiri dan kanan bantalan. Tentukan diameter poros, jika
tegangan tidak boleh melebihi 100 Mpa.
Gambar 4.3
Penyelesaian:
Diketahui: ζb = 100 MPa = 100 N/mm3
RA dan RB = Reaksi pada A dan B.
Momen pada A adalah:
RB.950 = (35.750) + (25.150) = 30.000
Contoh 5:
Sebuah poros roda panjangnya 1 meter mendukung bantalan pada
ujungnya dan pada bagian tengahnya menahan beban fly wheel sebesar 30
kN. Jika tegangan (bending) tidak boleh melebihi 60 MPa, tentukan
diameter poros tersebut. Poros roda ditunjukkan Gambar 4.4.
Gambar 4.4
d3 = 76,4.106/60 = 1,27.106
d = 108,3 mm ≈ 110 mm
Contoh 6:
Sebuah balok berpenampang persegi pada salah satu ujungnya dijepit
dan menahan sebuah motor listrik dengan berat 400 N pada jarak 300 mm
dari ujung jepit. Tegangan bending maksimum pada balok adalah 40 MPa.
Tentukan lebar dan tebal balok jika tebalnya adalah dua kali lebar. Balok
ditunjukkan Gambar 4.5.
Gambar 4.5
Penyelesaian:
Diketahui: W = 400 N; L = 300 mm; ζb = 40 MPa = 40 N/mm2; h = 2.b
Misalkan b = Lebar balok dalam mm, dan
h = Tebal balok dalam mm. Section modulus,
b3 = 180.103/40 = 4,5.103
b = 16,5 mm
h = 2.b = 2 x 16,5 = 33 mm.
Contoh 7:
Sebuah puli besi cor mentransmisikan daya 10 kW pada 400
rpm. Diameter puli adalah 1,2 meter dan mempunyai 4 lengan lurus
berbentuk elips, dimana poros mayor adalah dua kali poros minor.
Tentukan dimensi dari lengan (arm) jika tegangan bending adalah 15
MPa.
Penyelesaian:
Diketahui:
P = 10 kW = 10.103 W; N = 400 rpm; D = 1,2 m = 1200 mm atau
R = 600 mm; ζb = 15 MPa = 15 N/mm2.
Gambar 4.6
Karena torsi adalah produk dari beban tangensial dan radius puli, oleh
karena itu beban tangensial pada puli adalah:
Karena puli mempunyai empat lengan, karena itu beban tangensial setiap
lengan,
W = 396,7/4 = 99,2 N
Dan momen bending maksimum pada lengan, M = W.R = 99,2.600 =
59520 Nmm
Misalkan 2b = poros minor dalam mm, dan 2a = poros mayor dalam mm =
2. 2b = 4b
Section modulus untuk penampang elips,
Z = /4 . a2. b = /4 . (2b)2 . b = b3 mm3
Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb),
15 =
b3 = 18943/15 = 1263
b = 10,8 mm
Poros minor, 2b = 2 x 10,8 = 21,6 mm
Poros mayor, 2a = 4.b = 4 x 10,8 = 43,2 mm.
5.1. Pendahuluan
Keling (rivet) adalah sebuah batang silinder pendek dengan kepala bulat.
Bagian silinder dari keling dinamakan shank atau body dan bagian bawah
dari shank adalah tail seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1. Keling
digunakan untuk membuat pengikat permanen antara plat-plat seperti
dalam pekerjaan struktur, jembatan, dinding tangki dan dinding ketel.
Sambungan keling secara luas digunakan untuk sambungan logam ringan.
Ketika dua plat diikat bersamaan dengan sebuah keling seperti pada
Gambar 5.2(a), lubang dalam plat di-punching dan di-reaming. Punching
adalah metode paling murah dan digunakan untuk plat yang relatif tipis
pada suatu struktur. Drilling digunakan pada kebanyakan pekerjaan
pressure-vessel (tangki). Dalam pengelingan pressure-vessel dan struktur,
diameter lubang keling biasanya 1,5 mm lebih besar dari pada diameter
nominal keling.
Pengelingan bisa dikerjakan dengan manual atau dengan mesin.
Dalam pengelingan manual, original head dari keling ditahan dengan
sebuah hammer (palu) atau batang yang berat dan kemudian bagian tail
ditempat pada die (cetakan keling) yang dipukul oleh sebuah palu,
seperti Gambar 5.2 (a). Hal ini mengakibatkan shank mengembang hingga
memenuhi lubang dan tail berubah menjadi sebuah point seperti
ditunjukkan Gambar 5.2(b). Dalam pengelingan mesin, die adalah bagian
dari palu yang dioperasikan dengan tekanan udara, hidrolik atau uap.
Catatan:
1. Untuk keling baja sampai diameter 12 mm, proses keling dingin bisa
digunakan sementara untuk keling diameter lebih besar, proses
pengelingan panas yang digunakan.
2. Dalam kasus keling yang panjang, hanya tail yang dipanaskan dan
bukan shank.
(a) (b)
Gambar 5.10: Retak pada (a) sudut plat (b) seluruh plat
Gambar 5.11
India)
Jadi ketahanan pergeseran yang dibutuhkan dari keling per panjang
pitch adalah:
Penyelesaian:
Diketahui: t = 15 mm; d = 25 mm; p = 75 mm; ζtu = 400 MPa = 400
N/mm2; ηu = 320 Mpa = 320 N/mm2; ζcu = 640 MPa = 640 N/mm2
Tabel 5.1: Ukuran keling untuk sambungan umum, menurut IS: 1929 –
1982.
2. Jumlah keling.
Jumlah keling yang diperlukan untuk sambungan dapat diperoleh
dengan tahanan geseran atau tahan crushing dari keling.
Misalkan Pt = Aksi tarik maksimum pada sambungan. ini adalah
tahanan retak dari plat pada bagian luar yang hanya
satu keling.
n = Jumlah keling
Karena sambungan adalah double strap butt joint, oleh karena itu
dalam double shear (geser). Itu diasumsikan bahwa tahanan sebuah
keling pada double shear adalah 1,75 kali dari pada single shear.
Tahanan geser untuk 1 keling,
PS = 1,75. π/4.d2.τ
dan tahanan crushing untuk 1 keling,
Pc = d.t.ζc
Jumlah keling untuk sambungan,
n=
Efisiensi sambungan,
=
Contoh 2:
Dua batang baja mempunyai lebar 200 mm dan tebal 12,5 mm
disambung dengan cara butt joint dengan cover plat ganda. Rancanglah
sambungan jika tegangan yang diijinkan adalah 80 MPa untuk tarikan, 65
MPa untuk geser, dan 160 MPa untuk crushing. Buatlah sebuah sket dari
sambungan.
Penyelesaian:
diketahui: b = 200 mm; t = 12,5 mm; ζt = 80 MPa = 80 N/mm2;
η = 65 MPa = 65 N/mm2; ζc = 160 MPa = 160 N/mm2
1. Diameter keling
Kita mengetahui diameter lubang keling,
√ √
Dari Tabel 4.1, kita melihat diameter lubang keling (d) adalah 21,5
mm dan berhubungan dengan diameter keling sebesar 20 mm.
2. Jumlah keling
Misalkan n = Jumlah keling.
Kita mengetahui bahwa aksi tarik maksimum pada sambungan,
Pt = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5)12,5.80 = 178 500 N
Ketika sambungan adalah butt joint dengan cover plat ganda sperti
Gambar 5.14, oleh karena itu keling adalah pada geser ganda.
Asumsikan bahwa tahanan keling pada geser ganda adalah 1,75 kali
dari pada geser tunggal.
Ketika tahanan geser lebih kecil dari pada tahanan crushing, oleh
karena itu jumlah keling yang dipakai untuk sambungan adalah:
N= = 4,32 5
4. Efisiensi sambungan
Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3. Pada
potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling. Jadi tahanan retak dari
sambungan sepanjang potongan 1-1 adalah:
Pt1 = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5).12,5 x 80 = 178 500 N
Pada potongan 2-2, di sini ada 2 lubang keling. Dalam kasus ini,
keretakan plat terjadi jika keling pada potongan 1-1 (di depan
potongan 2-2) terjadi geser. Tahanan retak dari sambungan sepanjang
potongan 2-2 adalah:
Pt2 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 1 keling
= (200 – 2 x 21,5).12,5.80 + 41300 = 198 300 N
Pada potongan 3-3, disini ada 2 lubang keling. Keretakan plat
terjadi jika 1 keling pada pada potongan 1-1 dan 2 keling pada
potongan 2-2 terjadi pergeseran.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang potongan 3-3 adalah:
Pt3 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 3 keling
= (200 – 2 x 21,5) x 12,5 x 80 + (3 x 41300) = 280 900 N
Tahanan geser seluruh 5 keling adalah:
Ps = 5 x 41300 = 206 500 N
Efisiensi sambungan,
η = atau 89.25%
= [( ) ( ) ( ) ]
Contoh 3:
Sambungan keling lap joint dibebani secara eksentris dirancang
untuk bracket baja seperti Gambar 5.16 di bawah.
Gambar 5.16
Penyelesaian:
Diketahui: t = 25 mm; P = 50 kN = 50.103 N; e = 400 mm; n = 7;
η = 65 Mpa = 65 N/mm2; ζc = 120 Mpa = 120 N/mm2.
Momen putar ini ditahan oleh 7 keling seperti pada Gambar 5.17.
Gambar 5.18
Misalkan F1, F2, F3, F4, F5, F6 dan F7 adalah beban geser sekunder
keling 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ditempatkan pada jarak l1, l2, l3, l4, l5, l6 dan
l7 dari pusat gravitasi sistem keling seperti pada Gambar 5.18.
Dari geometri gambar, kita dapat menentukan bahwa:
l1 = l3 = √( ) ( ) = 131,7 mm
l2 = 200 – 114,3 = 85,7 mm
l4 = l7 = √( ) ( ) = 101 mm
l5 = l6 = √( ) ( ) = 152 mm
Ketika beban geser sekunder seimbang dengan jarak radial dari pusat
gravitasi, oleh karena itu:
F2 = F1 ( ) = 24244 x ( ) = 15766 N
F3 = F1 ( ) = F1 = 15766 N
F4 = F1 ( ) = 24244 x ( ) = 18593 N
F5 = F1 ( ) = 24244 x ( ) = 27981 N
Cos 4 = = 0.99
Cos 5 = = 0.658
1.
Gambar 5.19
2.
Gambar 5.20
4.
Gambar 5.22
Jenis lain sambungan las dapat dilihat pada Gambar 6.3 di bawah ini.
dan kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double fillet weld) adalah:
P = 2 x 0,707 x s x l x ζt = 1,414.s.l. ζt (6-3)
Jika η adalah tegangan geser yang diijinkan untuk logam las, kemudian
kekuatan geser dari sambungan untuk single paralel fillet weld (las fillet
sejajar tunggal),
P = 0,707.s.l. τ (6-4)
dan kekuatan geser sambungan untuk double paralel fillet weld,
P = 2 x 0,707.s.l. τ = 1,414.s.l. τ (6-5)
Contoh 1:
Sebuah plat lebar 100 mm dan tebal 10 mm dilas dengan plat lain
secara las fillet sejajar ganda (double paralel fillet weld). Pelat dikenai
beban statis 80 kN. Tentukan panjang las jika tegangan geser yang
diijinkan dalam las tidak melebihi 55 MPa.
Penyelesaian:
diketahui: Lebar = 100 mm; Tebal = 10 mm; P = 80 kN = 80.103 N;
η = 55 MPa = 55 N/mm2.
Misalkan l = Panjang las, dan
s = Ukuran las = tebal plat = 10 mm.
Kita mengetahui bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk
double paralel fillet weld (P) pada persamaan (6-5) adalah:
80.103 = 1,414.s.l.η = 1,414.10.l.55 = 778.l
l = 80.103 /778 = 103 mm
Tambahan 12,5 mm untuk mengawali dan mengakhiri las, sehingga
panjang las total:
l = 103 + 12,5 = 115,5 mm
dimana
Gambar 6.8
b(max) = (6-7)
Contoh 2:
Sebuah poros pejal dengan diameter 50 mm dilas ke plat tipis dengan
las fillet 10 mm seperti pada Gambar 6.10. Tentukan torsi maksimum
yang dapat ditahan sambungan las jika tegangan geser maksimum
material las tidak melebihi 80 Mpa.
Gambar 6.10
Penyelesaian:
diketahui: d = 50 mm; s = 10 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las.
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (6-6) adalah:
( )
T = 80.78550/2,83
6
= 2,22.10 N-mm = 2,22 kNm
Gambar 6.11
Penyelesaian:
Diketahui: l = 1m = 1000 mm; Tebal = 60 mm; s = 15 mm; ηmax = 80 MPa
= 80 N/mm2. T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (6-8) adalah:
( )
⁄
Dalam butt joint, panjang ukuran las adalah sama dengan tebal leher
yang sama dengan tebal plat. Kekuatan tarik butt joint (single-V atau
square butt joint),
P = t.l.ζt (6-9)
Contoh 4:
Sebuah plat lebarnya 75 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan
plat lain secara single transverse weld dan double paralel fillet weld seperti
pada Gambar 6.13. Tegangan tarik maksimum 70 MPa dan tegangan geser
maksimum 56 MPa. Tentukan panjang las setiap paralel fillet weld, jika
sambungan dikenai beban statis dan fatik.
Gambar 6.13
Penyelesaian:
Diketahui: Lebar = 75 mm ; Tebal = 12,5 mm ; ζt = 70 MPa = 70 N/mm2;
η = 56 MPa = 56 N/mm2. Panjang efektif las (l1) untuk transverse weld
diperoleh dengan pengurangan 12,5 mm dari lebar plat.
l1 = 75 – 12,5 = 62,5 mm
dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada
persamaan (6-5):
P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.20,74 = 366.l2
= x2= (6-14)
Momen bending, M = P.e
Tegangan bending, b = (6-15)
Kasus 2:
Ketika sambungan las dibebani secara eksentris seperti pada Gambar
6.15, maka terjadi dua jenis tegangan berikut ini:
1. Tegangan geser utama, dan
2. Tegangan geser akibat momen puntir.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 2kN = 2000 N ; e = 120 mm ; l = 40 mm ; ηmax = 25
MPa = 25 N/mm2. Misalkan s = Ukuran las dalam mm, dan t = tebal leher
las.
Sambungan las pada Gambar 5.16 menerima tegangan geser utama
akibat gaya geser P = 2000 N dan tegangan bending akibat momen
bending P.e.
Kita tahu bahwa luas leher adalah:
A = 2t.l = 2.0,707.s.l
= 1,414.s.l = 1,414.s.40 = 56,56.s
Tegangan Geser: N/mm2 (6-13)
Momen bending, M = P.e = 2000.120 = 240.103 N-mm
Section Modulus las melalui leher,
( )
Z = 377 x s mm3 (6-14)
25 = √( ) = √( ) ( )
s = 320.3 /25 = 12.8 mm
Gambar 6.17
Penyelesaian:
Diketahui: D = 50 mm ; s = 15 mm ; P = 10kN = 10000 N ; e = 200 mm.
Luas leher untuk las fillet melingkar adalah:
A = t x D = 0.707 s x D
= 0.707 x 15 x 50 = 1666 mm2
( ) √( ) √( )
Contoh 7:
Sebuah balok berpenampang persegi dilas dengan las fillet seperti
pada Gambar 6.18. Tentukan ukuran las, jika tegangan geser yang
diijinkan dibatasi 75 MPa.
Gambar 6.18
Penyelesaian:
diketahui: P = 25kN = 25.103 N ; ηmax = 75 MPa = 75 N/mm2 ;
l = 100 mm ; b = 150 mm; e = 500 mm
Sambungan las menerima tegangan geser utama dan tegangan
bending. Luas leher untuk las fillet persegi adalah:
A = t(2b + 2l) = 0.707 s (2b + 2l)
= 0.707 s (2 x 150 + 2 x 100) = 353.5 s mm2 … ( t = 0.707 s)
75 = √( ) √( ) ( )
s = 399.2 / 75 = 5.32 mm (s = ukuran las)
Contoh 8:
Sebuah plat baja persegi dilas seperti cantilever ke kolom vertikal
dan mendukung beban P seperti pada Gambar 6.19. Tentukan ukuran las
jika tegangan geser tidak melebihi 140 MPa.
(a) (b)
Gambar 6.19
Penyelesaian:
Diketahui: P = 60kN = 60.103 N ; b = 100 mm ; l = 50 mm ; η = 140
MPa = 140 N/mm2
Pertama menentukan pusat gravitasi sistem las seperti pada
Gambar 6 .19 (b). Dari tabel 6.3, kita dapat menentukan
dan momen inersia polar untuk luas leher sistem las terhadap G adalah:
( ) ( )
J=t* +
( ) ( )
= 0.707 s * + ( t = 0.707 s)
= 0.707 s [670 x 10 – 281 x 10 ] = 275 x 10 s mm
3 3 3 4
140 = √( ) ( ) ( ) ( )
s = 2832/140 = 20.23 mm (s = ukuran las)
Keterangan:
1. Major diameter adalah diameter terbesar pada ulir eksternal atau
internal
2. Dinamakan juga outside atau nominal diameter.
5. Acme thread. Ulir ini banyak digunakan pada ulir mesin bubut, katup
kuningan, ulir kerja bangku, seperti pada Gambar 7.6.
Gambar 7.9
2. Tap bolts. Seperti pada Gambar 7.9 (b), ulir dimasukkan ke lubang
tap pada salah satu bagiannya dikencangkan tanpa mur.
Total beban tarik pada baut yang dibebani paling besar adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 (7-4)
Jika dc adalah diameter core (minor) dari baut dan ζt adalah tegangan
tarik untuk material baut, maka total beban tarik Wt :
Wt = /4 (dc)2 . t (7-5)
Dari persamaan (7-4) dan (7-5), nilai dc dapat diperoleh.
Contoh 1:
Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.11, menahan sebuah beban 30
kN. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik maksimum yang diijinkan
dalam material adalah 60 MPa. Jarak L1 = 80mm, L2 = 250mm, dan L =
500mm.
Ketika beban baut yang terbesar adalah pada jarak L2 dari sisi tepi,
sehingga beban baut terbesar adalah:
Wt2 = W2 = w.L2 = 0,109. 250 = 27,25 kN
Beban tarik maksimum pada baut dengan beban terbesar pada
persamaan (7-4) adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 = 7,5 + 27,25 = 34,75 kN = 34.750 N
Dari Tabel 7.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core)
baut adalah 28,706mm dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang
tepat adalah M33.
Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada
seluruh baut. Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah:
Ws = W/n, dimana n = jumlah baut.
Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada
persamaan (7-3):
Wt2 = W2 = w. L2 = [( ) ( ) ]
(7-3)
Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian
beban ekuivalen dapat ditentukan dengan hubungan berikut:
Beban tarik ekuivalen adalah:
[ √( ) ( ) ] (7-6)
dan beban geser ekuivalen adalah:
[√( ) ( ) ] (7-7)
Contoh 2:
Sebuah bracket dijepit pada batang baja seperti pada Gambar 7.13.
Beban maksimum yang diberikan bracket sebesar 12 kN secara vertikal
pada jarak 400 mm dari permukaan batang. Permukaan vertikal bracket
dikunci ke batang oleh empat baut, dalam dua baris pada jarak 50 mm dari
sisi terbawah bracket. Tentukan ukuran baut jika tegangan tarik yang
diijinkan dari material sebesar 84 MPa. Juga tentukan penampang lengan
bracket yang berbentuk persegi.
Penyelesaian:
Diketahui:
W = 12 kN = 12.103 N; L = 400 mm ; L1 = 50 mm; L2 = 375 mm;
ζt = 84 MPa = 84 N/mm2 ; n = 4
Beban geser utama setiap baut:
Ws = W/n = 12/4 = 3 kN
Beban tarik maksimum yang dibawa baut 3 dan 4 adalah:
Wt = [( ) ( ) ]
= [( ) ( ) ]
= 6,29 kN
Ketika baut menerima beban geser yang sama dengan beban tarik,
sehingga beban tarik ekuivalen pada persamaan (6-6) adalah:
[ √( ) ( ) ]= [ √( ) ( ) ]
= [ ] = 7.49 kN = 7490 N
Ukuran baut
Beban tarik ekuivalen (Wte) pada persamaan (7-5) adalah:
Wt = /4 (dc)2 . t
7490 = /4 (dc)2 . 84
2
(dc) = 7490/66 = 113,5
dc = 10,65 mm
Gambar 7.14
( ) ( ) ( ) ( )
Dari geometri pada Gambar 7.14 (b), kita dapat menentukan:
L1 = R – r cos L2 = R + r sin
L3 = R + r cos dan L4 = R – r sin
Sehingga nilai persamaan (8) menjadi:
( )
Beban pada baut 1 = w.L1 = (7-8)
Beban ini adalah maksimum ketika cos α adalah minimum yaitu ketika
cos α = -1 atau α = 180o.
( )
Beban maksimum pada baut adalah =
( )
Secara umum, jika n = jumlah baut, = ( )
( )
kemudian beban sebuah baut adalah Wt =
( )
( )
dan beban maksimum baut adalah Wt = * + (7-9)
Setelah diketahui beban maksimum, maka dapat dicari ukuran baut.
Contoh 3.
Sebuah piringan bantalan seperti pada Gambar 7.14 di atas, dikunci
dengan 4 baut secara melingkar berjarak antar bautnya 500 mm. Diameter
piringan bantalan 650 mm dan beban 400 kN diberikan pada jarak 250
mm dari kerangka. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik material
baut yang aman 60 MPa.
Penyelesaian:
( )
= * + = 91643 N
( ) ( )
( ) ( )
(dc)2 = 91 643/47,13 = 1945 atau dc = 44 mm
Dari Tabel 7.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core)
baut adalah 45,795 mm dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang
tepat adalah M52.
Gambar 7.15
Gambar 7.16
Gambar 7.17
( ) ( )
dimana: k = d/D
Perancangan Poros
Misalkan d = diameter poros Torsi yang ditransmisikan oleh poros
dan muff adalah:
d 3 = 1100.103/7,86 = 140.103
d = 52 mm ≈ 55 mm
( ) * +
ηc = 2,97 N/mm2.
Ketika tegangan geser yang terjadi pada muff adalah lebih rendah
tegangan geser yang diijinkan 15 N.mm2, oleh karena itu desain muff
adalah aman.
( ) ( )
dimana: k = d/D
( )
( )
( ) ( )
Contoh 2:
Rancanglah sebuah clamp coupling untuk mentransmisikan 30 kW
pada 100 rpm. Tegangan geser yang diijinkan untuk poros 40 MPa dan
jumlah baut penyambung dua paruhan muff ada enam. Tegangan tarik ijin
untuk baut 70 MPa. Koefisien gesek antara muff dan permukaan poros
adalah 0,3.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 30 kW = 30.103 W ; N = 100 rpm ; η = 40 MPa = 40
N/mm2; n = 6 ; ζt = 70 MPa = 70 N/mm2 ; µ = 0,3.
• Desain muff
Diameter muff, D = 2d + 13 mm = 2.75 + 13 = 163 ≈ 165 mm
Total panjang muff, L = 3,5d = 3,5.75 = 262,5 mm
( ) ( ) ( )
( )
( )
Dari Tabel 7.1 pada bab VII, kita temukan bahwa diameter core
standar dari baut adalah 23,32 mm dan diameter nominal baut adalah
27 mm (M27).
Diameter luar hub biasanya diambil dua kali diameter poros. Oleh
karena itu dari hubungan di atas, tegangan geser yang terjadi dalam
hub dapat dicek.
Panjang hub L = 1,5.d
• Desain flens
Flens mengalami geser ketika mentransmisikan torsi. Oleh karena itu
torsi yang ditransmisikan adalah:
T = Keliling hub x Tebal flens x Tegangan geser flens x Radius hub
(8-4)
Tebal flens biasanya diambil setengah diameter poros. Oleh karena itu
dari hubungan di atas, tegangan geser pada flens dapat dicek.
• Desain Baut
Baut mengalami tegangan geser akibat torsi yang ditransmisikan.
Jumlah baut (n) tergantung diameter poros dan diameter lingkar pitch
baut (D1) = 3d.
Beban setiap baut ( )
Total beban seluruh baut ( )
Torsi yang ditransmisikan ( ) (8-5)
Dari persamaan di atas, diameter baut (d1) bisa dicari. Sekarang
diameter baut bisa dicek dalam crushing.
Luas tahanan crushing seluruh baut = n. d1.tf
dan kekuatan crushing seluruh baut = n. d1.tf .ζcb
Torsi T = (n. d1.tf .ζcb).D1/2 (8-6)
Dari persamaan di atas, tegangan crushing pada baut bisa dicek.
• Desain flens
Tebal flens tf diambil 0,5d, maka tf = 0,5.d = 0,5.3,5 = 17,5 mm
Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax pada persamaan (8-4):
215.103 = 134713ηc
η = 1,6 N/mm2 = 1,6 MPa
Ketika Tegangan geser yang terjadi pada material flens adalah
lebih rendah dari nilai yang diijinkan 8 MPa, oleh karena itu desain
flens adalah aman.
• Desain baut
Ketika diameter poros 35 mm, diasumsikan jumlah baut n = 3,
Diameter lingkar pitch baut, D1 = 3d = 3.35 = 105 mm
Baut mengalami tegangan geser akibat torsi yang ditransmisikan pada
persamaan (7-5), maka diameter baut adalah:
( ) ( ) ( )
215.103 = 4950(d)2
Pada Tabel 7.1, ukuran standar baut adalah M8.
Diameter luar flens, D2 = 4d = 4.35 = 140 mm.
Tebal flens tp adalah: tp = 0,25.d = 0,25.35 = 8,75 mm ≈ 10 mm
Tf = 0,5.d = 0,5.35 = 17,5 mm
4. Laminated atau leaf spring (pegas daun). Pegas daun terdiri dari
sejumlah plat tipis dengan panjang bervariasi yang ditahan
bersamaan oleh clamp dan baut, seperti pada Gambar 9.4. Pegas ini
banyak digunakan dalam automobile.
5. Disc atau bellevile springs (pegas piringan). Pegas ini terdiri dari
piringan kerucut yang ditahan bersamaan berlawanan dengan pusat
baut seperti pada Gambar 9.5. Pegas ini digunakan dalam aplikasi
dimana membutuhkan laju pegas yang tinggi.
(9-1)
Tanda positif digunakan untuk bagian dalam kawat dan tanda negatif
digunakan untuk bagian luar kawat. Ketika tegangan adalah maksimum
pada bagian dalam kawat, sehingga; Tegangan geser maksimum yang
terjadi dalam kawat:
= Tegangan geser torsional + tegangan geser utama
( ) (9-3a)
( ) (9-3b)
K = KS + K C
dimana KS = Faktor tegangan akibat geser,
KC = Faktor konsentrasi tegangan akibat lengkungan.
( )( ⁄ ) (9-9)
Contoh 1:
Tentukan tegangan geser maksimum dan defleksi yang terjadi dalam
pegas helix dengan spesifikasi berikut ini, jika pegas menyerap energi
1000 Nm. Diameter rata-rata pegas 100 mm; diameter kawat baja yang
digunakan untuk membuat pegas = 20 mm; jumlah lilitan = 30; modulus
kekakuan baja = 85 kN/mm2.
Penyelesaian:
diketahui: U = 1000 Nm ; D = 100 mm = 0,1 m ; d = 20 mm = 0,02 m ;
n = 30 ; G = 85 kN/mm2 = 85.109 N/m2.
V= 0,00296 m3
Energi yang diserap dalam pegas (U) dari persamaan (9-9),
Contoh 2:
Sebuah pegas helix dengan lilitan tertutup dibuat dari kawat baja
dengan diameter 10 mm, jumlah lilitan ada 10 dengan diameter rata-rata
120 mm. Pegas membawa beban tarik aksial 200 N. Tentukan tegangan
geser yang terjadi dalam pegas dengan mengabaikan pengaruh konsentrasi
tegangan. Tentukan juga defleksi pegas, kekakuan, dan energi regangan
yang oleh pegas jika modulus kekakuan material adalah 80 kN/mm2.
Penyelesaian:
Diketahui: d = 10 mm ; n = 10 ; W = 200 N ;
G = 80 kN/mm2 = 80.103 N/mm2
• Defleksi pegas
Dari persamaan (9-6) diperoleh defleksi pegas:
• Kekakuan (stiffness)
Dari persamaan (9-7) diperoleh kekakuan pegas:
⁄
Contoh 3:
Pegas tekan helix dibuat dari baja karbon tempering, mendapat beban
yang bervariasi dari 400 N sampai 1000 N. Indek pegas adalah 6 dan
faktor keamanan desain 1,25. Jika tegangan yield geser 770 MPa dan
tegangan endurance 350 MPa, tentukan :
1. Ukuran kawat pegas,
2. Diameter pegas,
3. Jumlah lilitan pegas,
Defleksi pegas ketika dikompresi pada beban maksimum adalah 30
mm. Modulus kekakuan material pegas adalah 80 kN/mm2.
Penyelesaian:
Diketahui:
Wmin = 440 N ; Wmax = 1000 N ; C = 6 ; SF 1.25 ; y = 770
MPa = 770 N/mm2 ; e = 770 MPa = 770 N/mm2 ; = 30 mm ;
G = 80 kN/mm2 = 80 x 103 N/mm2.
Beban variabel :
Wv = = 300 N
• Diameter pegas
Diameter rata- pegas D = C.d = 6.7,1 = 42,6 mm
Diameter luar pegas Do = D + d = 42,6 + 7,1 = 49,7 mm
Diameter dalam pegas, Di = D – d = 42,6 – 7,1 = 35,5 mm
Stator dibuat dari piringan pelat baja tipis yang disebut sebagai
laminations yang disusun rapat dan diberi penyekat satu terhadap lainnya.
Gambar 10.5 memperlihatkan bentuk laminations tersebut, termasuk
sederet alur di sekeliling sisi dalamnya dan dibuat berjajar menurut arah
penumpukan laminations stator, sehingga membentuk kanal-kanal
sepanjang lubang stator.
Terdapat tiga dari sejumlah besar motor AC tiga fasa yang dirancang
secara sederhana dalam kelas B, C dan D oleh NEMA (National Electrical
Manufacturers Association). Perbedaan dari ketiga motor ini adalah pada
nilai torsi awalannya dan regulasi kecepatan putar di sekitar beban penuh.
1) Motor Kelas B NEMA; Motor ini memepunyai torsi awalan sedang
sekitar 150% dari torsi beban penuh dan regulasi kecepatan putar
yang baik. Arus awalannya juga tinggi sekitar enam kali dari beban
penuh. Biasanya jenis motor ini digunakan untuk pompa sentrifugal,
kipas angin, blower, dan mesin-mesin perkaka, seperti gerinda dan
mesin bubut.
2) Motor Kelas C NEMA; Torsi awalan yang tinggi merupaka
kelebihan motor kelas C. Beban-beban yang memerlukan awalan 200
hingga 300% dari torsi beban penuh dapat digerakkan dengan motor
ini. Arus awalan motor ini lebih rendah dari motor kelas B untuk torsi
awalan yang sama. Motor kelas C biasanya digunakan untuk
compressor torak, sistem pendingin, dan konveyor berbeban tinggi.
3) Motor Kelas D NEMA; motor ini mempunyai torsi awal yang tinggi
berkisar 300% dari torsi beban penuh, namun motor ini mempunyai
regulasi kecepatan putar yang buruk yang menghasilkan perubahan
10.3. Motor DC
Motor DC mempunyai kelebihan yang khas jika dibandingkan dengan
motor AC. Kekurangan motor DC adalah keharusan tersedianya sumber
daya DC. Kebanyakan rumah dan industry hanya memiliki sumber daya
AC yang disediakan PLN. Ada tiga jenis komponen yang dapat digunakan
untuk menyediakan daya DC, yaitu:
1. Baterai; Baterai-baterai yang umumnya tersedia mempunyai 1.5, 6,
12, dan 24 Volt. Baterai ini digunakan untuk peralatan yang mudah
dibawa-bawa dan daya yang dihasilkan berupa DC murni, tetapi
tegangannya berubah terhadap waktu seiring mengosongnnya baterai
tersebut.
2. Generator; dengan digerakkan oleh motor-motor AC, motor bakar,
motor turbin, kincir angin, turbin air, generator DC akan
menghasilkan arus searah (DC) murni dan tegangan-tegangan
dihasilkan sebesar 115 dan 230 V.
3. Penyearah (rectifier); penyearahaan (rectification) adalah proses
pengubahan sumber daya AC yang bervariasi tegangan sinusoidalnya
terhadap waktu menjadi sumber daya DC, yang idealnya tidak
bervariasi.
Disamping itu, ada beberapa kelebihan dari motor DC yang dapat
diringkas sebagai berikut:
Kecepatannya dapat diubah dengan menggunakan sebuah tahanan
atur (rheostat) sederhana, yaitu mengatur tegangan yang diberikan ke
motor.
Tabel 10.1 Jenis Kehilangan pada Motor Induksi (BEE India, 2004)
Persentase kehilangan total
Jenis kehilangan
(100%)
Kehilangan tetap atau kehilangan inti 25
Kehilangan variabel: kehilangan stator I2R 34
Kehilangan variabel: kehilangan rotor I2R 21
Kehilangan gesekan & penggulungan ulang 15
Kehilangan beban yang menyimpang 5
Pada bab ini akan dibahas mengenai transmisi sabuk dan rantai,
beserta jenis-jenisnya dan perancangannya, dan perancangan transmisi
sabuk-V.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan transmisi sabuk dan rantai, puli penggerak dan yang
digerakkan, dan instalasi secara tepat terhadap mesin yang dirancangnya.
Sabuk dan rantai adalah jenis utama dari elemen-elemen penerus daya
yang fleksibel. Sabuk memutar puli sedangkan rantai memutar roda
bergerigi yang disebut sproket.
1. Sabuk rata (flat belt); adalah jenis paling sederhana, sering terbuat
dari kulit atau berlapis karet. Permukaan pulinya juga rata dan halus.
2 = 180o + 2sin-1* +
6. Panjang bentangan antara dua puli, yaitu sabuk yang tidak tersangga
puli adalah:
S=√ * +
7. Peranan tegangan dalam sabuk adalah:
a) Gaya tarik pada sabuk, maksimun pada sisi kencang sabuk
b) Kelengkungan sabuk mengitari puli, maksimun ketika sisi
kencang sabuk melengkung mengitari puli yang lebih kecil
c) Gaya-gaya sentrifugal dihasilkan pada saat sabuk bergerak
mengitari puli
8. Nilai rancangan rasio tegangan sisi kencang terhadap tegangan sisi
kendor adalah 5.0 untuk transmisi sabuk-V. nilai aktualnya dapat
berkisar 10.
Sabuk yang digunakan secara komersial dibuat dalam bentuk standar
seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.4 sampai 3.7. Nilai nominal
sudut antara sisi-sisi alur V berkisar antara 30o sampai 42o. Standar SAE
(Society of Automotive Engineers) berikut ini memberi dimensi dan
standar unjuk kerja untuk sabuk otomotif.
SAE standar J637 : Sabuk-V dan puli
SAE standar J637 : Transmisi sabuk-V otomotif
SAE standar J1278 : Sabuk sinkron dan puli SI (metrik)
SAE standar J1313 : Transmisi sabuk sinkron otomotif
SAE standar J1459 : Sabuk-V berusuk dan puli
Jenis rantai yang umum disebut rantai rol (roller chain), dimana rol-
rol pada setiap pena menyediakan gesekan yang sangat kecil diantara
rantai dan sprocket. Jenis lainnya meliputi berbagai rancangan penghubung
yang dapat diperpanjang, yang banyak digunakan pada konveyor (lihat
Gambar 11.9)
Gambar 12.1 Bantalan bola alur dalam baris tunggal (NSK Corp.)
Gambar 12.2 Bantalan bola alur dalam baris ganda (NSK Corp.)
5. Bantalan jarum
Bantalan jarum sebenarnya merupakan bantalan rol seperti dalam
Gambar 4.5, tapi diameter rolnya jauh lebih kecil. Bantalan jarum
umumnya memerlukan jarak radial yang lebih kecil sehingga lebih
mampu menahan beban tertentu. Hal ini mempermudah
perancangannya pada banyak jenis peralatan dan komponen seperti
pompa, sambungan universal, instrumen presisi, dan peralatan rumah
tangga. Lengan penerus nok (cam follower) yang ditunjukkan dalam
Gambar 12.5 (b) adalah contoh lain dimana operasi antigesek bantalan
8. Bantalan aksial
Banyak proyek perancangan mesin memerlukan suatu bantalan yang
hanya menerima beban aksial. Bantalan ini menggunakan jenis-jenis
elemen gelinding yang sama: bola bundar, rol silinder, dan rol kerucut
(lihat Gambar 12.8). sebagian besar bantalan aksial dapat menerima
sedikit beban radial atau tidak sama sekali, karena itulah rancangan
9. Bantalan bercangkang
Bantalan bercangkang lebih dipilih dibanding jenis bantalan lain
untuk penggunaan mesin berat dan mesin khusus yang diproduksi
dalam jumlah kecil. Bantalan bercangkang memberikan sarana
pengikatan bantalan secara langsung ke rangka mesin dengan
menggunakan baut. Gambar 12.9 menunjukkan konfigurasi yang
umum untuk bantalan bercangkang: blok bantalan (pillow block).
Rumah bantalan ini terbuat dari baja bentukan, besi cor atau baja cor
dengan lubang melingkar atau lubang memanjang yang tersedia untuk
pemasangan selama perakitan mesin, yaitu pada saat penyetelan
bantalan dilakukan.
Tabel 12.4 Faktor radial dan aksial untuk bantalan bola alur dalam baris
tunggal
e T/Co Y e T/Co Y
0.19 0.014 2.30 0.34 0.170 1.31
0.22 0.028 1.99 0.38 0.280 1.15
0.26 0.056 1.71 0.42 0.420 1.04
0.28 0.084 1.55 0.44 0.560 1.00
0.30 0.110 1.45
Gambar 12.11 Faktor umur dan kecepatan untuk bantalan bola dan rol
Gambar 12.13 Mur dan pengunci untuk menahan bantalan (SKF USA)
Pada bab ini akan dibahas mengenai rangka dan struktur yang
menahan komponen mesin, sambungan baut yang meliputi profil
kepatahan dan beban yang ditumpunya, dan sambungan las yang memiliki
kemampuan menahan beban dan tegangan yang terjadi pada sambungan
las.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan rangka mesin dan sistem sambungan pada suatu
mekanisme.
Bentuk permukaan patah baut dari gambar 13.5 dapat dilihat bentuk
permukaan patah dari baut pengunci girth-gear kiln, bagian A adalah
bentuk patahan akibat beban bolak-balik yaitu patah lelah dan pada bagian
B merupakan patah getas. Patah getas ini terjadi karena baut tidak lagi
mampu menahan beban yang bekerja setelah terjadinya awal patahan
(patah lelah). Garis berwarna kuning merupakan batas antara patah lelah
dengan patah getas. Semakin besar daerah B berarti material yang
digunakan adalah material yang semakin getas dan semakin tidak mampu
Gambar 13.5 Bentuk permukaan patah pada baut akibat beban geser
Pembahasan :
(a) Agar batang P tidak melengkung / bengkok ke bawah, maka diberi
gaya momen.
M = Gaya x jarak M = P x L
M = P ( b + ½.a )
dengan
te = panjang leher
he = panjang leg
B. Beban Torsional
Untuk struktur sambungan las yang mendapat beban torsional maka
resultan tegangan geser yang terjadi pada suatu grup sambungan las adalah
jumlah vektor tegangan geser melintang dengan tegangan geser torsional.
Tegangan geser akibat gaya melintang (transverse load) dapat dihitung
dengan persamaan:
d =
Sedangkan tegangan geser torsional adalah
f =
dengan
T = torsi yang bekerja, N-m
r = jarak dari titik pusat massa ke titik terjauh, m
J = momen inersia polar penampang las, m3
Seperti halnya pada beban paralel dan melintang, penampang kritis
untuk beban torsional adalah pada penampang leher. Momen inersia polar
penampang lasa dapat dinyatakan dalam satuan momen inersia polar grup
las sebagai
J = teJu = 0,707heJu
dengan Ju adalah satuan momen inersia polar yang ditunjukkan pada
gambar 9.6 untuk berbagai konstruksi sambungan las fillet yang umum
digunakan. Tabel tersebut dapat mempermudah perhitungan tegangan
akibat beban torsional. Jadi untuk mengindarkan struktur sambungan gagal
C. Beban Bending
Pada pembebanan bending, sambungan lasa akan mengalami
tegangan geser melintang dan juga tegangan normal akibat momen
bending. Tegangan geser langsung akibat gaya geser dapat dihitung
dengan persamaan (9.1). Sedangkan tegangan normal dapat dihitung
dengan persamaan
ζ = Mc / I (5.7)
dimana c adalah jarak dari sumbu netral, dan I adalah momen inersia
penampang yang dapat dinyatakan dalam satuan momen inersia
penampanng las, Iu sebagai
I = teIuLw = 0,707heIuLw (5.8)
Tabel 13.2 Parameter geometri konstruksi sambungan las fillet untuk
berbagai kondisi pembebanan
1. Baut yang digunakan : baut 1 = M12 dan baut 2 & 3 = M15, dengan
diberi pembebanan P sebesar 2500 pound (lb). Tentukanlah Resultan
masing-masing baut dan Momen yang terjadi.
Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi dan klasifikasi poros,
gaya-gaya yang diterima oleh poros, konsentrasi dan perancangan
tegangan pada poros, dan ukuran dasar dari poros itu sendiri.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan kekuatan dan tegangan poros yang menahan beban
yang diterimanya.
Reaksi: Roda gigi yang digerakkan menekan balik roda gigi penggerak
Wt : Beraksi ke kanan
Wr : Beraksi ke atas
4. Puli Sabuk-V
Penampilan umum sistem transmisi sabuk-V sama dengan sistem
transmisi rantai. Tetapi ada satu perbedaan penting: kedua sisi sabuk-V
dalam keadaan tertarik, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 14.4.
tarikan sisi kencang, F1, lebih besar daripara tarikan sisi kendor, F2, jadi
gaya transmisi efektif pada puli sama dengan:
FN = F1 – F2
Besar gaya transmisi efektif dapat dihitung dari torsi yang ditransmisikan:
=FN = T / (D/2)
- Fillet bahu; Bila akan ada perubahan diameter pada poros untuk
membuat bahu sebagai pembatas dudukan sebuah elemen mesin,
maka konsentrasi tegangan yang diberikan bergantung pada rasio dari
kedua diameter tersebut dan radius fillet yang dibuat (lihat Gambar
14.6). fillet dibagi dalam dua kategori untuk tujuan perancangan
adalah tajam dan bulat, dimana nilai Kt = 2.5 (fillet tajam) dan Kt =
1.5 (fillet bulat halus).