PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pneumonia merupakan inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan
pengisian alveoli dengan cairan. Pneumonia merupakan penyebab umum kematian akibat
infeksi. Masing-masing tipe dari pneumonia bisa disebabkan oleh organisme yang berbeda
(Linda S. William dan Paul D. Hooper, 2011).
Pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit juga
disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Usia 2 bulan sampai
kurang dari 1 tahun, frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali/menit dan pada usia 1 tahun
sampai kurang dari 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali/menit.
Penyebab paling umum pada community acquired bacterial pneumonia adalah Streptococcus
Pneumoniae, atau biasa disebut pneumococcal pneumonia. Pada masa sekarang terjadi
perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut)
akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik,
polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan
Pneumonia sering terjadi pada anak usia 2 bulan – 5 tahun, Kasus terbanyak terjadi
pada anak dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia kurang dari 2
bulan serta sering menyebabkan kematian terutama pada negara berkembang termasuk
Indonesia.
Usia anak-anak, angka kematian Pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai
21 % (Unicef, 2006). Adapun angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per
1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya, kita patut
mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara
dini.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Pneumonia merupakan inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian
alveoli dengan cairan. Pneumonia merupakan penyebab umum kematian akibat infeksi.
Seseorang yang bersiko tinggi mengidap pneumonia adalah mereka yang masih sangat muda,
usia lebih dari 65 tahun, dan yang memiliki kekebalan tubuh menurun seperti penderita
AIDS, pecandu alkohol, dan lain-lain. Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan lokasi
terjadinya, misalnya Hospital Acquired Pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang
berkembang minimal 48 jam setelah hospital admission. Salah satu tipe dari HAP
adalah ventilator-associated pneumonia atau VAP. Health Care Associated
Pneumonia (HCAP) merupakan pneumonia yang berkembang di outpatient setting or
nursing home. Community-acquired pneumonia (CAP) berkembang di komunitas dan
biasanya lebih ringan daripada tipe yang lain. Masing-masing tipe dari pneumonia bisa
disebabkan oleh organisme yang berbeda (Linda S. William dan Paul D. Hooper, 2011).
2. Etiologi
Pneumonia bacterial
Pneumonia Viral
Virus influenza merupakan penyebab umum yang biasanya menyerang pneumonia viral.
Keberadaan pneumonia viral meningkatkan kelemahan pasien pada secondary bacterial
pneumonia. Pasien dengan pnemunonia viral biasanya tidak begitu buruk jika dibandingkan
dengan pneumonia bakterial. Akan tetapi, seseorang dengan pneumonia virus akan memiliki
periode sakit yang lama karena antibiotic yang dikonsumsi tidak efektif untuk melawan virus.
Pneumonia jamur
Pneumonia aspirasi
Beberapa pneumonia disebabkan oleh aspirasi substansi tertentu. Hal ini sering terjadi pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran atau kelemahan batuk. Kondisi ini dapat terjadi
pada klien yang mengkonsumsi alkohol, stroke, anestesi general, seizures, Gastroeophageal
Reflux Disease (GERD), atau penyakit serius yang lain. Pneumonia aspirasi meningkatkan
resiko subsequent bacterial pneumonia.
VAP merupakan tipe dari pneumonia aspirasi. Pneumonia ini menyerang pasien yang sedang
dipasang ventilator. Endotracheal tube membiarkan glotis tetap terbuka, sehingga sekresi
dapat dengan mudah masuk ke paru-paru. Sebuah manset pada tabung disimpan meningkat
untuk mencoba untuk melindungi saluran napas bagian bawah, dan suction dapat menjaga
sekresi bawah kontrol tetapi resiko aspirasi masih signifikan.
Hypostatic Pneumonia
Pasien yang mengalami hipoventilasi akibat bedrest, imobilitas, atau kedangkalan respirasi
memiliki resiko tinggi terkena Hypostatic Pneumonia. Sekresi cairan pada daerah tertentu di
paru-paru dan dapat menyebabkan inflamasi dan infeksi.
Pneumonia Kimia
Menghirup bahan kimia beracun dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan yang
dapat menyebabkan pneumonia kimia. Pneumonia kimia meningkatkan resiko subsequent
bacterial pneumonia.
3. Patofisiologi
Pneumonia adalah inflamasi akut dan/atau infeksi dari paru-paru yang terjadi ketika agent
infeksi masuk dan berkembang biak di paru-paru dari seseorang yang mudah terkena. Partikel
infeksi dapat ditularkan dengan dahak dari individu yang terinfeksi, dari kontaminasi
peralatan terapi respiratory, dari infeksi bagian tubuh lainnya, atau dari aspirasi dari bakteri
dari mulut, faring, atau perut. Organisme dari mulut dan faring mungkin terkait pada individu
dengan oral hygiene yang lemah atau mungkin karena udara dingin atau virus influenza.
Ketika pathogen masuk ke tubuh seseorang yang sehat, sistem respirasi yang normal akan
mempertahankan mekanisme dan sistem imun mencegah perkembangan infeksi. Pada
seseorang yang imunocompromised, mikroorganisme biasanya masuk di orofaring dapat
menyebabkan infeksi.
Ketika mikroorganisme berkembang biak, mereka membebaskan toksik yang merangsang
inflamasi pada jaringan paru-paru, dikarenakan kerusakan mukus dan membran alveolar. Ini
mempengaruhi untuk perkembangan dari edema dan exudate, yang mana memenuhi alveoli
dan mengurangi area permukaan yang tersedia untuk pertukaran dari karbon dioksida dan
oksigen. Beberapa bakteri juga menyebabkan nekrosis dari jaringan paru-paru.
Pneumonia mungkin terbatas pada satu lobe (lobar pneumonia), atau mungkin tersebar
sepanjang paru-paru (bronkopneumonia). Bronkopneumonia terjadi kebanyakan sering
sebagai nosokomial (penyakit yang diperoleh di rumah sakit) infeksi pada pasien berada di
rumah sakit, terlalu muda, atau terlalu tua, dan dapat menjadi sangat serius. Pasien mungkin
menggunakan istilah seperti walking pneumonia atau double pneumonia. Ini bukan istilah
medis, tetapi ini dapat membantu untuk pemahaman mereka. Walking pneumonia mengacu
pada infeksi ringan yang bahkan tidak dapat menjaga pasien dari bekerja (atau
berjalan); double adalah istilah awam untuk bilateral.
4. Tanda dan Gejala
Klien dengan pneumonia memiliki gejala demam, shaking, kedinginan, nyeri dada, dyspnea,
kelelahan, batuk produktif, batuk dengan dahak kental, terkadang berwarna kuning hingga
hijau, dan suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40oC. Sputumnya purulen atau terdapat
darah, Crackles dan wheeze dapat terdengar saat dilakukan auskultasi karena adanya eksudat
pada alveoli dan jalan nafas.
Beberapa bakterial dan pneumonia viral menimbulkan gejala atipikal. Klien biasanya
mengalami kelelahan, luka tenggorokan, batuk kering, atau nausea dan vomiting.
Pasien yang sudah tua tidak menunjukkan gejala pneumonia. Kebingungan pada onset baru
atau lethargy pada pasien yang sudah tua dapat mengindikasikan penurunan oksigenasi dan
merupakan tanda waspada untuk melihat gejala lain atau melakuakn evaluasi kembali dengan
petugas kesehatan yang lain. Onset terbaru dari demam atau dyspnea juga harus dijadikan
indikator kecurigaan pneumonia pada individu usia lanjut.
5. Pencegahan
Vaksin bisa digunakan untuk mencegah bakteri Streptococcus Pneumoniae, pasien dengan
resiko tinggi, dan usia lebih dari 65 tahun. Biasanya hanya diperlukan satu dosis saja, namun
untuk usia lebih dari 65 tahun perlu diberikan vaksin kembali atau mereka yang mendapatkan
vaksin sebelum usia 65 tahun dan lebih dari 5 tahun yang lalu. Seseorang yang mempunyai
faktor resiko tinggi terkena pneumonia juga harus diberikan vaksin ulang (Centers of Disease
Control and Prevention (CDC), 2009d). Vaksin influenza setiap tahun juga direkomendasikan
untuk mereka yang mempunyai faktor resiko tinggi (Linda S. William, 2011).
Peran perawat juga menjadi hal penting dalam pencegahan Hospital Acquired
Pneumonia (HAP). Batuk teratur, napas dalam, dan perubahan posisi paska operasi atau
bedrest, pencegahan aspirasi pada pasien yang beresiko, dan cuci tangan yang baik oleh
pasien maupun perawat dapat membantu mencegah kasus lain (Linda S. William dan Paul D.
Hooper, 2011).
Resiko terjadinya Ventilator Associated Pneumonia (VAP) dapat dikurangi dengan oral
hygiene yang rutin dan menggunakan endotracheal tube khusus yang memungkinkan
pengisapan yang terus menerus dari sekresi atas manset meningkat. Pasien harus diposisikan
semi fowler atau posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi Pengobatan untuk mencegah
sekresi asam lambung dan stress ulcer dapat membantu mengurangi terjadinya aspirasi,
tetapi dapat juga meningkatkan pertumbuhan bakteri (Linda S. William dan Paul D. Hooper,
2011).
Edukasi kepada pasien merupakan faktor penting dalam pencegahan pneumonia. Semua
pasien yang beresiko tinggi terkena pneumonia harus diedukasi tentang teknik efektif
pembersihan jalan nafas seperti batuk efektif, napas dalam, turning, ambulating. Pasien
dengan penyakit paru kronik harus diedukasi untuk menghindari sumber infeksi.
Menghindari polutan indoor seperti debu, asap, dan aerosol harus ditekankan kepada mereka.
Klien juga harus diedukasi agar berheni merokok karena akibatnya sangat fatal (Saunders,
1991).
6. Tindakan Terapeutik
Antibiotik spektrum luas diberikan secepat mungkin setelah kultur dikirim ke laboratorium,
walaupun hasilnya belum lengkap. Ketika hasil kultur dan sinsitifitas sudah keluar, antibiotik
dengan spektrum sempit untu agen tententu harus diberikan. Beberapa pasien biasa diberikan
antibiotik oral pada pemberian injeksi , tetapi hospitalisasi dan terapi intravena diperlukan
untuk mereka yang sudah tua atau individu dengan penyakit akut atau kronis. Jika pneumonia
disebabkan oleh virus, istirahat dan asupan cairan direkomendasikan untuk terapinya.
Terkadang, pengobatan antivirus juga digunakan (Linda S. William dan Paul D. Hooper,
2011).
Ekspektoran, bronkodilator, dan analgesik diberikan untuk memberikan kenyamanan dan
meringkankan gejala yang muncul. Terapi nebulisasi atau inhaler metered-dose bisa
digunakan sebagai media untuk memberikan bronkodilator. Suplemen oksigen melalui nasal
kanul atau masker juga digunakan bila diperlukan (Linda S. William dan Paul D. Hooper,
2011).
Pemberian antibiotic biasanya seperti dibawah ini:
7. Tes Diagnostik
Pemeriksaan x-ray dada dilakukan untuk mengidentifikasi adanya sesuatu yang masuk ke
paru-paru, berupa kebocoran cairan ke alveoli karena inflamasi. Kondisi ini, sputum
dan culture darah dapat diperoleh untuk mengidentifikasi organisme akibat pneumonia dan
menentukan pengobatan yang tepat. Jika pasien tidak dapat memproduksi sample sputum,
terapi nebulizing mungkin dapat dilakukan untuk memancing pengeluaran sputum. Jika cara
ini tidak berhasil, suction nasotrakeal atau bronkoskopi dapat dilakukan untuk mendapatkan
sample dari penyakit pasien.
8. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit pneumonia sebagian besar biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit kronik dasar lainnya. Pleurisy dan efusi pleura adalah dua dari kebanyakan
komplikasi and biasanya berubah dalam waktu 1-2 minggu. Atelektasis (collapsed alveoli)
dapat terjadi karena hasil dari sekresi yang terperangkap dan mungkin terpisah dari usaha
untuk menjaga kebersihan jalan nafas, terutama menggunakan rangsangan spirometer.
Komplikasi lainnya hasil dari penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya, karena septikemia,
meningitis, septic arthritis, pericarditis, atau endocarditis. Pengobatan untuk masing-masing
penyakit tersebut adalah antibiotik. Walaupun antibiotik dapat membantu mengurangi insiden
kematian pasien pneumonia, tetapi penggunaan antibiotik ini tidak berpengaruh bagi pasien
yang sudah tua.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
3.1. Pengkajian
1. Identitas
1. Anak – anak cenderung lebih sering mengalami infeksi virus dibanding
dewasa
2. Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
3. Sering terjadi pada bayi dan anak
4. Banyak terjadi pada bayi di bawah 3 tahun
5. Kematian banyak terjadi pada bayi kurang 2 bulan
6. Keluhan uama :
1. Sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
1. Didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas selama beberapa
hari, kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit
kepala/dada (anak besar) kadang – kadang pada anak kecil dan
bayi dapat timbul kejang, distensi abdomen dan kaku kuduk :
timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
2. Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
sianosis atau batuk – batuk disertai dengan demam tinggi.
Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan
disertai riwayat kejang demam (seizure).
3. Riwayat penyakit dahulu
1. Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan.
2. Predileksi penyakit saluran pernapasan lain seperti
ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14
hari sebelum diketahui adanya penyakit pneumonia.
3. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan dapat memperberat klinis klien.
4. Riwayat kesehatan keluarga :
1. Riwayat imunisasi :
1. Palpasi
1. Auskultasi
1. Perkusi
1. Review of System
1. Sistem Pulmonal
1. Sistem Kardiovaskular
1. Sistem Neurosensori
1. Sistem Genitourinaria
- Subjektif : -
- Objektif : produksi urine menurun/normal.
1. Sistem Digestif :
1. Sistem Muskuloskeletal
1. Sistem Integuman
- Subjektif : -
- Objektif : kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan.
10. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thorak
Pada foto thoraks pada bronchopneumonia terdapat bercak infiltrate pada satu atau
beberapa lobus.
1. Laboratorium
Diagnosis keperawatan 2 : Defisit volume cairan
Diagnosis Rencana Keperawatan
keperawatan/Masalah
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi