Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakekatnya manusia merupakan bagian dari alam. Dalam melangsungkan kegiatan
kehidupan, manusia secara otomatis tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungnya pada
lingkungan alam. Paham ekosentris menganggap bahwa manusia adalah bagian dari alam dan
tunduk pada hukum- hukum alam. Sekali manusia menentang sunnah lingkungan, maka sejak itu
mereka layaknya mendeklarasikan kerusakan alam dan jaringannya dalam waktu yang lama.
Oleh karena itu sejatinya dalam melakukan eksploitasi sumber daya alam, manusia seharusnya
memperhatikan dan memprioritaskan keseimbangan alam. Dalam hukum ekologis, setiap
gangguan keseimbangan akosistem akan selalu mengarah pada proses keseimbangan kembali
(re-equilibrium process).
Adan yahubungan-hubungan timbal balik antara manusia sebagai komponen biotik dengan
komponen abiotik yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi akan membentuk sebuah
keseimbangan. Terkadang manusia “pura-pura” lupa bahwa selain dapat dimanfaatkan, dalam
hal ini lingkungan juga perlu dijaga kelestariannya.Banjir sebagai salah satu akibat dari
menurunnya kualitas ekosistem hanyalah akibat kecil dari perilaku dan hasil kerja manusia
dalam memberlakukan dan mengelolasumber daya alam dan lingkungan. Banyak perilaku
manusia yang hanya mementingkan diri sendiri untuk memenuhi nafsu kepentingan dan
kekuasaan, tanpa mencoba mengembangkan nalar empati kepada alam lingkungannya.
Samarinda sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur yang saat ini tengah berkembang dengan
pesat, namun di tengah perkembangan ini Kota Samarinda masih selalu didera dengan
permasalahan banjir. Fenomena kejadian banjir saat ini tidak hanya terjadi pada saat musim
penghujan namun pada saat terjadi hujan dengan durasi 3 jam saja sudah dapat mengakibatkan
banjir. Kondisi yang demikian ini sangat mengganggu aktivitas warga Kota Samarinda.
Berbagai upaya telah dilakukan, namun upaya tersebut belum optimal dalam mengatasi
masalah banjir. Upaya tersebut berupa pemeliharaan saluran drainase kota, pembenahaan sungai-
sungai yang melinatasi kota, berbagai studi terkait pengendalian banjir kota, pembangunan
sarana pengendali banjir serat beberapa aturan telah dikeluarkan untuk pengendalian banjir.
Upaya-upaya tersebut ternyata kalah cepat dengan perkembangan kota. Oleh sebab itulah maka
diperlukan strategi penangan dengan menyusun prioritas dan pembiayaan sesuai dengan kondisi
actual serata prediksi pembangunan masa mendatang.
1
Di Samarinda kini hanya terlihat dua sungai yang membelah "Kota Tepian" itu, yakni Sungai
Mahakam sebagai sungai terpanjang dan terlebar di Kaltim dan Sungai Karang Mumus,
merupakan anak Sungai Mahakam. Apabila terjadi hujan lebat dalam beberapa jam, maka
sebagian kawasan Samarinda tergenang. Kian parah, apabila terjadi hujan lebat di kawasan utara
Samarinda karena Waduk Benanga tidak mampu menahan jutaan meter kubik air hujan sehingga
Sungai Karang Mumus akan meluap menyebabkan banjir kian merata di kota itu.
Luas DAS Sungai Karang Mumus sekitar 36.527 ha dengan panjang alur utama sekitar 40
km. Jarak muara sungai Karang Mumus sampai Bendung Lempake sekitar 20 km. Bendung
Lempake dibangun pada tahun 1977, dengan luas tangkapan air sekitar 195 km2. Secara umum
kondisi topografi daerah pengaliran sungai Karang Mumus berbukit-bukit dan juga terdapat
daerah datar khususnya di alur sungai Karang Mumus yang berada dalam kota Samarinda. Di
sepanjang alur sungai Karang Mumus masuk anak-anak sungai dan juga terdapat beberapa lokasi
rawa. Beberapa anak sungai Karang Mumus antara lain sungai Lubang Putang, Sungai Siring,
Sungai Lantung, Sungai Muang, Sungai Selindung, Sungai Bayur, Sungai Lingai dan Sungai
Bengkuring.
Daerah aliran sungai (DAS) Sungai Mahakam mencapai jutaan hektare karena merupakan
sungai terpanjang di Kaltim, yakni mencapai 920 Km melintasi tiga daerah, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda.Selain itu terdapat dua sub system lain
yang juga mempunyai masalah banjir yaitu DAS Karang Asam Besar (9,65 km2) dan DAS
Karang Asam Kecil (16,25 km2). Sungai Loa Bakung meskipun mempunyai DAS tidak masuk
dalam Kota Samarinda, namun mengingat perkembangan kota dan peningkatan pemenuhan
pemukiman, di DAS ini diprediksi akan berpotensi menjadi daerah banjir bila tidak ada
penganganan secara dini.

2.1 Rumusan Masalah


Dari permasalahan yang tergambarkan pada latar belakang di atas, maka makalah ini
diharapkan mampu menjawab permasalahan banjir kota Samarinda yang tertuang dalam rumusan
masalah berikut : “ Bagaimana Penanganan Banjir Kota Samarinda Provinsi Kalimantan
Timur” ?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Banjir


Sebelum membicarakan system pengendalian banjir yang efektif dan tepat guna, perlu
dipahami terlebih dahulu sumber penyebab terjadinya banjir. Secara umum permasalahan banjir
terjadi akibat berlebihnya limpasan permukaan dan tidak tertampungnya limpasan tersebut dalam
badan sungai sehinga air meluap. Terdapat dua faktor utama penyebab banjir yaitu faktor alam
(natural) dan faktor manusia (man made). Faktor alam seperti tingginya curah hijan, topografi
wilayah, pasang surut air laut, badai, dan lain-lain. Faktor alamiah ini sulit untuk dikendalikan,
kalaupun bisa memerlukan biaya yang cukup besar.
Faktor kedua adalah manusia, utamanya bersumber pada unsur pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan penduduk akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan infrastruktur, seperti
pemukiman, sarana air bersih, pendidikan, serta layanan masyarakat lainnya. Selain itu
pertumbuhan penduduk akan diikuti pula oleh peningkatan penyediaan lahan untuk usaha seperti
pertanian, perkebuanan maupun industri. Peningkatan kebutuhan lahan usaha maupun
penyediaan lahan untuk infrastruktur tentu akan mempengaruhi tataguna lahan, dan berdampak
menurunnya potensi serapan air ke dalam tanah. Selain itu dengan lebih terbukanya lahan maka
semakin mudah lapisan tanah tergerus air hujan maka sedimentasi akan terjadi di sungai, dan
akibatnya kapasitas alir sungai akan menurun. Pertumbuhan penduduk tentu akan meningkatkan
produksi sampah, apabila manajemen persampahan tidak baik maka sampah akan menimbulkan
masalah antara lain penyumbatan di saluran drainase dan sungai tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dan berbagai sumber yang ada permasalahan banjir yang ada di
Kota Samarinda dapat diperkirakan sumber-sumber penyebab banjirnya, sebagai berikut :
1) Penyebab Alamiah
Banjir secara alamiah dapat terjadi karena pengaruh dari iklim, pengaruh phisiografi,
sedimentasi di sungai, kapasitas alur, drainase ataran bamjir yang tidak memadahi serta
pengaruh pasang surut. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci penyebab banjir secara
alamiah di Kota Samarinda.
a) Iklim tropis, iklim tropis Indonesia ditandai oleh 2 musim, yaitu musim hujan dari bulan
Oktober sampai dengan Maret dan musim kemarau dari bulan April sampai September.
Hujan lebat di musim hujan menyebabkan masalah-masalah yang cukup berarti di
3
Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya kepadatan penduduk di daerah
genangan banjir. Kota Samarinda merupakan salah satu Kota yang mempunyai posisi
dekat dengan garis ekuator sehingga kondisi musim yang terjadi tidak berbeda dengan
daerah lain di Indonesia. Berdasrkan data curah hujan yang ada di wilayah Kota
Samarinda menunjukkan bahwa rerata hujan tahunan sebesar 2.021 mm dengan hari
hujan tahunan sebanyak 146 hari. Hujan maksimum harian yang pernah terjadi di wilayah
Kota Samarinda adalah 147 mm yang tercatat di stasiun Temindung. Hujan harian
maksimum ini setara dengan kala ulang 10 tahunan. Berdasarkan kondisi yang ada
tersebut di atas terindikasi bahwa wilayah Kota Samarinda mempunyai rerata hujan yang
cukup tinggi. Tingginya curah hujan ini akan sangat mempengaruhi kondisi banjir Kota
Samarinda, apabila fasilitas drainase maupun fasilitas pengendali banjir yang lain belum
mendukung.
b) Pengaruh Phisiografi, pada umumnya perkembangan wilayah di Pulau Kalimantan berada
di tepian sungai, dimana daerah ini relative datar. Kondisi morfologi setiap sungai di
Pulau Kalimantan pada umumnya mempunyai kemiringan dasar sungai cukup landai,
sungai-sungainya lebih panjang dan daerah pengalirannya lebih luas. Beberapa sungai
yang mengalir di tengah Kota Samarinda adalah sungai yang mempunyai kemiringan
dasar landai dan banyak terjadi meandering. Selain kondisi morfologi sungai yang
demikian secara topografi wilayah Kota Samarinda terutama daerah yang berkembang
berada pada dataran (plain) dimana daerah-daerah ini berada di antara perbukitan,
sehingga limpasan air dari perbukitan tersebut akan terkonsentrasi mengalir pada daerah
datar tersebut. Sebagai ilustrasi daerah rawan banjir di wilayah Sempaja berada di bawah
perbukitan Gunung Cermin dimana perubahan slope baik itu slope lahan maupun sungai
cukup mempengaruhi kelancaran limpasan permukaan. Daerah rawan banjir sepanjang Jl.
Suryanata sampai dengan permepatan Air Putih secara topografi limpasan dari bukit akan
terkonsentrasi menuju Jl. Suryanata sampai permepatan Air Putih. Demikian pula dengan
lokasi rawan banjir sepanjang Jl. Sentosa – arah ke Lempake, di lokasi ini terjadi
perubahan slope antara perbukitan menuju dataran.Berkaitan dengan morfologi sungai di
wilayah Kota Samarinda banyak terdapat daerah-daerah cekungan dimana daerah
tersebut pada awlanya sebagai daerah retarding basin, namun saat ini daerah tersebut
telah berubah menjadi daerah pemukiman penduduk. Dengan perubahan peruntukan ini
secara awam daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah rawan banjir, padahal berdasar
morfologi sungai daerah tersebut sebagai daerah retarding basin. Banyak lokasi retarding
4
basin yang telah berubah fungsi yaitu daerah Gunung Lingai yang merupakan lokasi
retarding basin sungai Karangmumus dan Sungai Sempaja. Lokasi ini telah berubah
menjadi daerah pengembangan permukiman dan sebagai daerah pertokoan. Daerah rawa
di sekitar Jl. Jakarta – Loa Bakung yang saat ini telah berubah menjadi lokasi
permukiman dimana secara alami fungsi daerah tersebut sebagai retarding basin sungai
Loa Bakung.
c) Sedimentasi, di sungai pengendapan sedimen di muara sungai akan memperpanjang delta
sungai, mengurangi kemiringan memanjang sungai, mengurangi kapasitas angkut sungai,
dan memperbesar resiko banjir. Pengurangan kapasitas aliran pada sungai dapat
disebabkan oleh erosi. Erosi yang berlebihan terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup
dan adanya pengolahan tanah. Erosi ini menyebabkan sedimentasi di sungai-sungai,
dimana hasil erosi diensapkan pada bagian hilir sungai. Sedimentasi di sungai ini
menyebabkan peninggian (agradasi) dasar sungai dan meningkatkan resiko banjir,
kapasitas resapan daerah pengliran sungai untuk menahan air dengan infiltrasi tergantung
pada kondisi fisik daerah pengliran sungai, khususnya tanaman penutup aliran
permukaan. Mencermati secara fisik aliran air yang ada di sungai yang melintas Kota
Samarinda terlihat pada saat musim penghujan atau sesaat setelah terjadi hujan warna air
yang mengalir di sungai terlihat coklat ke hitam-hitaman. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa terdapat konsentrasi sedimen yang cukup tinggi. Selain sedimentasi di sungai
indikasi tingginya tingkat erosi di DAS dapat dilihat di saluran-saluran drainase yang
masuk sungai alam. Banyak saluran drainase yang menyempit bahkan ada yang sudah
tidak dapat berfungsi karena sedimentasi di saluran drainase.
Akibat adanya hujan di bagian hulu sungai maka terjadi pengikisan tanah oleh air dan
hujan yang disebut erosi.  Butiran halus tanah akan terbawa air sehingga air sungai sangat
keruh atau berwarna coklat menuju bagian hilir sungai seperti di Kota Samarinda. 
Akibatnya alur Sungai Mahakam, alur anak sungai Mahakam, kali, selokan , danau dan
bendungan mengalami sedimentasi/ penumpukan lumpur di dasar sungai.  Hal ini
menyebabkan daya tamping airnya menjadi berkurang.  Akibatnya pada musim hujan
akan terjadi melubernya air sungai Mahakam dan anak Sungai Mahakam ke daratan
sehingga terjadi banjir.
d) Drasinase, drasinase daerah dataran banjir yang tidak memadai Modifikasi daerah dataran
banjir secara teratur dapat merintangi aliran sungai dan pada akhirnya akan mempertinggi
elevasi banjir. Apabila suatudaerah mempunyai drainase dataran banjir yang kurang
5
memadai, maka daerah tersebut akan menjadi daerah banjir di saat musim hujan. Daerah
layanan drainase Kota Samarinda saat ini sudah cukup luas, namun yang menjadi
permasalahn adalah kapasitas dari saluran drainase yang semakin mengalami penurunan.
Dari pengamatan, merupakan penyebab utama berkurangnya kapasitas alir saluran.
Meskipun kepadatan saluran drainase yang ada di Kota Samarinda secara umum telah
mencukupi namun dari hasil pengamatan lapangan didapati kapasitas saluran yang tidak
memadahi. Sebagai contoh adalah saluran drainase di daerah Temindung, saluran
drainase Jl. Cendana, saluran drainase Jl. Kadrie Oening, Jl. Suryanata, Jl. Slamet Riyadi,
dan lainnya. Saluran drainase tersebut selain kapasitasnya terlalu kecil juga beban
sedimen yang tinggi.
e) Pengaruh air pasang, Pasang air laut juga mempunyai efek yang berarti pada masalah
banjir, khususnya jika puncak banjir bersamaan dengan air pasang tinggi. Sungai
Mahakam sangat berpengaruh terhadap kelancaran aliran anak-anak sungainya, yang
mana terdapat beberapa anak sungai Mahakam yang berada di Kota Samarinda seperti
sungai Karangmumus, sungai Karang Asam Besar dan Karang Asam Kecil, sungai Loa
Bakung, sungai Sambutan, dan sungai-sungai yang lain. Pasang naik sungai Maraca
tertinggi mencapai 1,35 m, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran anak sungai
Mahakam dan saluran-saluran drainase yang pada umumnya di wilayah Samarinda
mempunyai kemiringan dasar saluran yang landai.
1) Penyebab Karena Tindakan Manusia.
Selain faktor alamiah seperti dijelaskan di atas, faktor lain yang dapat menyebabkan
banjir adalah karena tindakan manusia. Pertumbuhan jumlah penduduk dibarengi dengan
pertumbuhan kebutuhan dan perilaku hidup manusia itu sendiri. Dari berbagai sumber dan
pengamatan sehari dilapangan penyebab terjadinya banjir di kota Samarinda yang disebabkan
oleh tindakan manusia antara lain sebagai berikut:
a) Perubahan daerah pengaliran sungai. Perubahan daerah pengaliran sungai seperti
penggundulan hutan, pembukaan lahan untuk penyediaan lahan usaha (pertanian,
perkebunan, pertambangan) dan penyediaan lahan untuk pemukiman dapat
memperburuk masalah banjir yang ditandai dengan meningkatnya aliran debit banjir.
Perubahan dari hutan manjadi lahan pertanian dapat menimbulkan sedimentasi dan
hilangnya daya resap lahan akibat tidak adanya vegetasi penutup lahan. Pembukaan
lahan pertambangan batubara di beberapa lokasi perbukitan juga menyebabkan hilangnya
vegetasi penutup lahan, selain terjadi limpasan sesaat yang cukup tinggi bila hujan turun
6
juga sedimentasi akibat pembukaan lahan (land clearing), sehingga akan menambah
beban sedimen baik itu di sungai maupun saluran drainase. Banyak comtoh alokasi di
DAS yang telah mengalami perubahan seperti di DAS Karangmumus, dimana di sub
DAS sungai Binangat di daerah hulu DAS telah dilakukan penambangn batubara.
Penambangan ini telah merubah daerah peruntukan DAS yang semula sebagai
perkebunan/ladang menjadi daerah terbuka, sehingga akan sangat memepngaruhi nilai
koefisien resapan DAS. Selain di DAS Karangmumus juga di sub DAS Karang Asam
Besar, juga di daerah hulu terdapat pertambangan batubara.
Selain itu, ada kesan pemerintah dengan “mudah” mengeluarkan izin pertambangan
maupun perumahan di daerah penyeandang daerah resapan air kota tanapa
memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan. Adanya unsur “politis” dan
“kepentingan” ditengarai pemerintah dengan mudah mengerluarkan izin-izin
pertambangan maupun perumahan tanpa memperhatikan pada analisis AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sehingg daerah-daerah yang tadinya
diharapkan jadi andalan untuk menjadi resapan air telah beralih fungsi menjadi daerah
pertambangan maupun perumahan ataupun aktifitas lain yang menjauhkan fungsi awal
daerah tersebut.
b) Pengembangan daerah dataran banjir dan tataguna lahan. Reklamasi daerah genangan
maupun daerah rawa akan mengurangi daerah retensi banjir. Penyediaan lahan untuk
permukiman, industri, perkantoran yang tidak terkontrol akan meningkatkan nilai
koefisien pengaliran dan juga menurunkan daya tampung air di lahan tersebut. Banyak
lokasi dalam Kota Samarinda yang pada awal perkembangan kota (th.1980an)
merupakan daerah tampungan air sementara saat ini karena tuntutan perluasan kota dan
penyediaan lahan untuk permukiman dan industri menjadi daerah berkembang. Tidak
terkontrolnya pengembangan lokasi misalnya dengan penimbunan daerah rawa seperti di
lokasi Loa Bakung, Bengkuring, Sempaja, dan lokasi lain akan sangat mempengaruhi
beban banjir daerah hilir lokasi-lokasi tersebut.
c) Kawasan Kumuh. Perumahan kumuh sepanjang alur sungai dapat menjadi penghambat
aliran. Rumah-rumah panggung di tepian sungai akan menghambat aliran air di sungai
selain mempersempit alur sungai. Sungai karangmumus, sungai Karang Asam Kecil dan
Karang Asam Besar merupakan tiga sungai penting yang memberi kontribusi banjir di
wilayah Kota Samarinda. Banyak rumah-rumah pangguang di bentaran sungai ini dan
ada kecenderungan bertambah. Penataan sungai Karangmumus bagian Hilir sampai
7
Jembatan III telah dilaksanakan, yaitu dengan melakukan restlemen penduduk kawasan
bantaran sungai Karangmumus. Saat ini bagian hilir sungai ini nampak lebih tertata dan
aliran sungai akan lebih lancar. Namun demikian masih diperlukan usaha lebih keras lagi
penataan bagian sungai yang lain sehingga nantinya sungai Karangmumus benar-benar
tertata dan apat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan penataan bantaran sungai,
tidak hanya di wilayah Samarinda tapi juga untuk wilayah yang lain.
d) Sampah Pembuangan. Sampah, kotoran, dan reruntuhan yang dihasilkan dari
penimbunan sembarangan dari material ke dalam alur-alur drainase akan mengurangi
kapasitas alir saluran. Banyak saluran di wilayah Samarinda yang berkurang
kapasitasnya akibat sedimentasi material sampah, dan untuk penanganan sampah yang
masuk saluran drainase diperlukan biaya besar. Selain itu juga perlu diwaspadai lokasi-
lokasi yang potensial memproduksi sampah seperti daerah pasar yang lokasinya dekat
dengan sungai, lokasi ini potensial sebagai sumber bencana daerah hilir karena sampah
yang lolos ke sungai akan menyumbat saluran daerah hilir. Untuk sungai skala kecil atau
saluran di lokasi pasar diperlukan bangunan penyaring sampah (trashrack)sehingga
sampah tidak membebani lokasi hilir pasar. Terdapat beberapa lokasi yang memproduksi
sampah yang berada di atas badan sungai, sebagai contoh Pasar Damak yang berada di
atas alur sungai Karangmumus. Produksi sampah dari pasar ini cukup besar apabila
penanganan tidak baik akan masuk ke alur sungai Karangmumus dan akhirnya
menambah beban sedimentasi sungai Karangmumus. Selain Pasar Damak, terdapat Pasar
Kedondong yang berada di pinggir sugai Karangasam Besar. Seperti halnya Pasar
Damak perlu dilakukan penertiban terhadap sistem pembuangan sampah sehingga tidak
akan menambah permasalahan pada Sungai Karangasam Besar.
e) Bangunan di sungai. Jembatan dan bangunan pada sungai yang tidak mengikuti rencana
pengelolaan sungai akan menghambat aliran. Pilar atau pondasi bangunan tersebut akan
mempersempit alur yang ada sehingga terjadi pembendungan di lokasi tersebut.
Disamping itu pengetatan ijin bangunan di daerah pinggir sungai dan tidak mengijinkan
dan menertibkan bangunan di sepanjang bantaran sungai. Banyak masalah bangunan di
bantaran sungai, utamanya di kota-kota yang dilintasi oleh sungai. Seperti diketahui ada
4 anak sungai Mahakam yang melintas di wilayah Samarinda. Sungai Karangmumus
yang merupakan salah satu anak sungai Mahakam di wilayah Samarinda sudah
mempunyai masterplan penataannya, namun tiga sungai lain yaitu Sungai Karangasam
Kecil dan Karangasam Besar dan Sungai Loa Bakung sampai dengan saat ini belum
8
dilakukan penataan, sehingga kelancaran aliran sungai ini sangat terganggu. Perlu
dilakukan studi detail desain penataan ketiga sungai ini dan juga dilakukan studi
restlement plan untuk relokasi penduduk yang nanti dibebaskan dari bantaran ketiga
sungai ini. Restlement penduduk bantaran sungai ini harus menjamin bahwa di tempat
yang baru penduduk dapat tempat yang lebih layak baik dari segi hunian maupun dalam
mencukupi kehidupannya. Fasilitas di lokasi baru harus tersedia dalam kapasitas cukup
dan layak sehingga tidak ada istilah pemindahan daerah kumuh yaitu menghilangkan
satu daerah kumuh menciptakan daerah kumuh baru.

2.2 Drainase Kota Samarinda


Pada umumnya daerah yang saat ini mempunyai perkembangan sangat pesat di wilayah
Kota Samarinda berada di daerah dengan topografi rendah dan relatif datar. Saat ini fungsi
saluran drainase yang berfungsi untuk menampung limpasan permukaan dan saluran yang
menampung limbah cair dari rumah tangga. Dengan berfungsi ganda akan semakin menambah
beban saluran tersebut, selain itu juga akan menambah kekumuhan saluran. Semua sistem
pembuangan di wilayah Kota Samarinda mengalir menuju sungai alam yang selanjutnya masuk
ke Sungai Mahakam.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 35 (1991) tentang
Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 tentang garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai, yang
menetapkan perlunya menetapkan garis sempadan sungai dan pengaturan penggunaan dataran
banjir.
Dalam implementasinya khususnya di wilayah Kota Samarinda masih belum efektif
diterapkan dan banyak menghadapi permasalahn sosial. Sementara situ sistem drainase yang ada
di wilayah Kota Samarinda masih belum mengikuti standar sistem drainase yang benar. Banyak
drainase lingkungan yang langsung masuk ke sungai alam, sehingga apabila terjadi kenaikan
muka air di sungai akan memperngaruhi secara langsung aliran drainase lingkungan tersebut.
Sumber genangan (banjir) di Kota Samarinda khususnya pada daerah hilir, dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu :
1. Banjir kiriman, aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu diluar kawasan yang
tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran
banjir yang melebihi kapasitas sungainya sehingga terjadi limpasan. Sebagai contoh
lokasi yang sering mendapat banjir kiriman adalah daerah sekitar jalan Panglima
9
Antasari. Banjir yang terjadi di daerah atas (hulu) yaitu di DAS Manggis dengan durasi
3-4 jam akan dapat menyebabkan banjir di daerah Jl. Antasari. Banjir yang terjadi akibat
dari kapasitas alur sungai yang terbatas. Waktu tiba banjir yaitu perjalanan banjir dari
daerah hulu sampai dengan terjadinya genangan di wilayah ini sekitar 4-5 jam.
2. Banjir lokal, genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri. Hali
ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada.
Pada banjir lokal, ketinggian genangan air antara 0,2-0,7 m dan lama genangan bisa
mencapai 3-5 jam. Tinggi genangan maupun lama genangan akan semakin besar apabila
pada saat hujan bersamaan dengan pasang Sungai Mahakam..kejadian banjir seperti ini
hampir terjadi di semua daerah rendah.
3. Banjir akibat pasang Sungai Mahakam, banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air
pasang dan/atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Banjir
pasang merupakan banjir rutin akibat muka air Sungai Mahakam pasang. Daerah yang
mendapat pengaruh langsung dari air pesang Sungai Mahakam tentunya daerah yang
mempunyai ketinggian di bawah muka air pasang sekitar +1,58 m. Ketinggian genangan
antara 0,20-0,50 m dengan lama genangan antara 2 hingga 4 jam. Pada sepuluh tahun
terakhir, banjir yang terjadi di kota Samarinda semakin meningkat, baik besaran maupun
frekuensinya. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya limpasan permukaan dari daerah
tangkapan air, berkurangnya kapasitas saluran akibat sedimentasi dan hilangnya
tampungan banjir alamiah berupa rawa-rawa.
Saat ini sebagian besar wilayah berkembang di Kota Samarinda telah terlayani oleh
jaringan drainase. Konstruksi saluran drainase yang ada sebagian sudah berupa saluran dengan
pasangan batu dan sebagian saluran tanpa konstruksi batu atau saluran tanah. Berdasarkan data
survey yang pernah dilakukan dalam studi Penyusunan Outline rencana Induk Drainase Kota
Samarinda panjang saluran drainase Kota Samarinda adalah 303.112,40 Km yang terdiri dari
saluran dengan pasangan batu sepanjang 104.149,40 Km dan saluran tanpa pasangan 198.963,00
Km. Dari panjang saluran drainase yang ada di Kota Samarinda banyak saluran yang sudah tidak
berfungsi sebagaimana mestinya bahkan sudah tidak berfungsi sebagai saran pamatusan air
limpasan permukaan. Beberapa masalah yang terkait dengan saluran drainase Kota Samarinda
seperti berikut :
1. Banyak saluran drainase yang pada saat perencanaan dahulu didesain mampu untuk
mengalirkan air dari daerah tangkapan air namun sekarang kapasitas yang diencanakan

10
tersebut sudah tidak mampu lagi. Dalam permasalahan ini kapasitas desain sudah tidak
sesuai dengan debit limpasan yang terjadi.
2. Penurunan kapasitas alir saluran drainase akibat sedimentasi dan sampah yang masuk di
saluran drainase. Kondisi ini banyak dijumpai hampir di seluruh jaringan drainase yang
ada. Sedimen yang ada di saluran berasal baik dari sekitar lokasi namun juga berasal dari
daerah hulu terangkut aliran dan mengendap di lokasi hilir. Material sampah baik itu
sampah organik maupun sampah non organik banyak menyumbat saluran drainase.
Permasalahan ini tidak saja akan menghambat laju aliran namun juga mengurangi
kapasitas saluran.
3. Hambatan utilitas (faedah, manfaat) kota juga merupakan salah satu permasalahan besar
dalam sistem drainase Kota Samarinda. Banyak utilitas kota ataufasilitas umum yang
menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal
maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang menghambat
laju aliran drainase bahkan mengurangi kapasitas alir saluran drainase. Contoh yang
mudah ditemui adalah adanya tiang listrik PLN yang berada di dalam alur saluran
drainase seperti pada saluran drainase Jl. P. Antasari. Pipa air minum juga merupakan
salah satu penghambat laju aliran dan mengurangi kapasitas saluran, khusus untuk pipa
air minum biasanya akan menghambat laju aliran yang akan masuk gorong-gorong.
Pemasangan pipa air khusus yang melintasi goronggorong sepertinya tidak
memperhitungkan dimensi dari gorong-gorong ataupun box culvert. Akibat dari
kecerobohan ini pemasangan pipa tersebut tidak hanya menghambat laju aliran namun
juga mengurangi kapasitas dimana akibat dimensi pipa tersebut maupun akibat sampah
yang menyangkut pada piapa air tersebut.
4. Banyaknya bangunan infrastruktur baik yang sifatnya bangunan individu/pribadi maupun
kelompok bangunan yang tidak dilengkapi dengan sarana drainase yang mencukupi.
Kondisi yang demikian ini akan menyebabkan permasalahan kelancaran aliran
permukaan di lokal area tersebut.
5. Masih belum tertatanya sistem drainase yang baik, dalam hal ini dimaksudkan bahwa
tingkatan fungsi saluran belum tertata dengan baik, sebagai contoh saluran drainase
primer dapat berfungsi sebagai saluran drainase lingkungan, belum adanya pemisah
antara drainase permukaan dengan saluran air kotor dari rumah tangga. Selain itu saluran
drainase yang ada banyak tertutup oleh plat jembatan rumah/toko, sehingga akan
menyulitkan pemeliharaan saluran. Masih sedikitnya fasilitas pendukung alam sistem
11
drainase kota seperti pintu-pintu air untuk memproteksi dampak kenaikan muka air di
sungai terhadap saluran drainase, fasilitas pompa banjir yang masih sangat minim serta
minimnya kegiatan operasi dan pemeliharaan fasilitas drainase.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PENANGANAN MASALAH BANJIR KOTA SAMARINDA


1. Analisis permasalahan banjir kota Samarinda
Melihat fenomena banjir yang terjadi bebarapa tahun terakhir di kota Samarinda sudah dapat
dikateogrikan parah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Namun, sebelum mengkaji lebih
dalam ada baiknya kita menganalisa permasalahan banjir kota Samarinda yang kami gambarkan
dalam tabel berikut :
Tabel 1.1. Analisis Perumusan Masalah Banjir Kota Samarinda
No Tahapan Masalah

1. Situasi masalah  Banjir menggangu penduduk kota Samarinda

2. Meta masalah  Intensitas Banjir yang cukup tinggi

 Banjir menggangu aktifitas warga kota

 Banjir merusak fasilitas kota

 Banjir dapat menimbulkan korban material dan


non material

 Faktor alamiah dan manusia sebagai penyebab


banjir

3. Masalah Subtantif  Banjir sangat meresahkan dan mengganggu


aktivitas warga kota Samarinda

 Intensitas Banjir yang semakin parah

 Penyebab dan penanganan banjir yang semakin


sulit diidentifikasi dan ditanggulangi

4. Masalah Formal  Faktor alam dan manusia sebagai sumber masalah


banjir di kota Samarinda

13
2. Strategi penanganan banjir ditinjau dari analisis SWOT
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats)
dalam suatu rancangan atau rencana kebijakan pemerintah. Keempat faktor itulah yang membentuk
akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan
penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi dalam mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
 Kekuatan
1. Adanya SDM yang mampu, mau dan perduli dalam membuat kebijakan penanganan banjir di
kota Samarinda yang tepat sasaran.
2. SDA yang cukup tersedia terutama perusahaan Batubara yang cukup memberi kontribusi kepada
keuangan pemerintahanan daerah.
3. Otonomi daerah yang memungkinkan pemerintahan daerah dapat merencanakan dan
mengangarkan dana yang cukup untuk penanggulangan banjir.
4. PAD kota samarinda yang cukup besar dari sektor lain,diluar pertambangan seperti sektor
perusahan, perhotelan dll.
 Kelemahan
1. Topografi wilayah Kota Samarinda yang memang sama atau lebih rendah dari
permungkaan sungai mahakam dan anak sungai yang bermuara di sungai mahakam.
2. Kebijakan Pemerintah Kota Samarinda terhadap ijin tambang yang terlalu mudah dalam
mengeluarkan ijin usaha pertambangan.
3. Pengawasan perusahaan tambang yang sangat lemah terutama pada Pasca Tambang atau
reklamasi.
4. Kurangnya kesadaran masyarakat dan ketidak disiplinnya dalam hal menjaga lingkungan
yang terutama mendirikan bangunan di belantaran sungai.
5. Meningkatnya jumlah pendatang di kota Samarinda yang kurang berpendidikan sehingga
menambah bangunan liar di sepanjang aliran sungai.
6. Tidak adanya keberanian Kepala pemerintahan daerah untuk menertibkan bangunan di
sepanjang aliran sungai dan tindakan tegas bagi penduduk yang tidak mentaati perda
tentang aturan pembuangan sampah.
 Peluang

14
1. Adanya bantuan dana hibah yang cukup besar dari pemerintah Provinsi kepada
Pemerintah Kota, untuk menangani masalah banjir serta relokasi masyarakat di sepanjang
aliran sungai Karang Mumus.
2. Banyaknnya Pihak Swasta dan perusahaan besar yang peduli dengan lingkungan dalam
menanggani masalah banjir di Kota Samarinda melalui program CSR.
3. Ditemukan Penerapan teknologi biopori. Penerapan teknologi ini merupakan salah satu
alternatif dari upaya pencegahan banjir di samarinda hal ini dikarenakan pembuatan
lubang biopori dirasa sangat sederhana dan mudah namun selain itu memilki manfaat yang besar
untuk pencegahan banjir, setiap rumah di samarinda seharusnya memilki minimal 5
lubang biopori. Hal ini seharusnya mulai diterapkan dan menjadi agenda wajib bagi
warga samarinda serta adanya sosialisasi dari Pemerintah untuk melaksanakan hal
tersebut.
4. Keinginan yang kuat masyarakat untuk mendukung pemerintah dalam penanggulangan
banjir sehingga masyarakat akan mendukung kebijakan pemerintah dan mrnunggu
ketegasan pemerintah.
 Ancaman
1. Kerusakan insfrastruktur dan fasilitas umum seperti jalan gedung yang diakibatkan oleh
banjir.
2. Terganggunya perekonomian rakyat dan jalur sembako akan mengakibatkan kenaikan
harga sembako dikarenakan biaya tranportasi yang tinggi dan waktu tempuh yang lama.
3. Wabah penyakit merupakan ancaman yang serius pasca terjadinya bencana banjir, wabah
penyakit banyak yang menyerang warga Samarinda khususnya para korban banjir seperti
diare, demam berdarah, dan lain-lain.
4. Larinya para investor dan penanam modal di kota samarinda ke kota lain seperti
balikpapan, bontang ddl karena tidak nyamannya lingungan dan infrastuktur akibat banjir
yang tidak bisa teratasi dengan baik.

3. Konsep Umum Pengendalian Banjir Kota Samarinda


Dengan melihat kondisi perkembangan Kota Samarinda dan analisa penyebab banjir sebuah
konsep perngendalian banjir kota yang dapat diterapkan dibagi dalam tiga bagian kegiatan yaitu :
a. Pengelolaan Daerah Hulu
b. Konsep Pengendalian Banjir untuk daerah tengah
c. Konsep Pengendalian Banjir daerah hilir
15
Konsep pengendalian banjir daerah hulu dimaksudkan adalah pengandalian banjir daerah
hulu aliran sungai, hal ini dengan mempertimbangkan bahwa daerah hulu sampai saat ini
merupakan daerah yang masih belum berkembang sehingga lebih mudah dalam penataannya.
Konsep yang dapat dilakukan di daerah hulu adalah memeprbaiki kondisi DAS rusak dan
mempertahankan potensi alamiah DAS sehingga diharapkan dapat dilakukan reduksi potensi
banjir di daerah ini, sehingga beban banjir daerah dibawahnya dapat lebih ringan. Daerah
resapan air hujan terus dioptimalkan fungsinya dengan menjaga dan melestarikan vegetasi
penutup lahan termasuk di dalamnya tidak melakukan pembukaan lahan yang tanpa dilakukan
pengendalian.
Daerah bagian tengah suatu DAS yang ada pada umumnya juga merupakan daerah tengah
wilayah Kota Samarinda saat ini sebagian besar difungsikan sebagai daerah pengembangan
permukiman. Konsep yang dapat diterapkan di daerah tengah adalah dengan melakukan
minimalisasi perubahan tataguna lahan. Tuntutan penyediaan kawasan permukiman tidak dapat
dihindari dan hal ini selaras dengan perkembangan kota, namun demikian untuk pengembangan
wilayah permukiman tidak dilakukan dengan penimbunan daerah-daerah rendah yang dalam
sejarah keberadaan Kota Samarinda daerah tersebut merupakan daerah parkir air limpasan
(retarding basin). Selain itu juga tidak melakukan pemotongan perbukitan untuk penyediaan
lahan/lokasi perumahan atau penyediaan material timbunan untuk lokasi yang lain. Sedangkan
konsep untuk sistem drainase adalah dengan pembenahan sistem. Saluran drainase harus
mengikuti tingkat fungsionalnya contohnya saluran drainase dari komplek perumahan harus
masuk sistem saluran sekunder sebelum masuk sungai utama. Hal ini untuk menghindari
rancaunya sistem dan menghindari adanya air balik saat musim banjir. Dengan berjalannya
sistem drainase maka tidak diperlukan banyak sistem pintu-pintu pembuangan dari saluran
kolektor.
Daerah hilir wilayah Kota Samarinda yang juga merupakan daerah hilir DAS saat ini sebagai
daerah berkembang baik itu sebagai pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat perdagangan
dan industri selain teradpat daerah permukiman. Pengamanan terhadap asetaset tersebut dari
bahaya banjir mutlak dilakukan. Konsep pengendalian banjir di daerah ini adalah dengan
memperlancar aliran drainase yang ada yaitu dengan peningkatan kapasitas alir saluran drainase
dan memproteksi aliran di saluran dari pengruh pasang air Sungai Mahakam. Peningkatan
kapasitas dapat dilakukan dengan pelebaran saluran, pengerukan sedimen, dan penataan bantaran
sungai. Proteksi terhadap pasang air Sungai Mahakam dilakukan dengan membuat pintu-pintu air
otomatis dan sistem pompa untuk membentu pemasukan air saat Mahakam pasang.
16
Selain tiga konsep pengendalian banjir berdasarkan wilayah pengembangan, program
pengendalian banjir harus pula dilengkapi dengan adanya Peraturan/Perundangan yang
menjamin ketertiban dalam pelaksanaan program tersebut. Peraturan/Perundangan tersebut
tentunya mencakup subjek, objek, dan alat dalam pegelolaan banjir.

4. Strategi Pengendalian Banjir Kota Samarinda


Berdasarkan konsep umum tersebut di atas dengan pendekatan SWOT yaitu Kekuatan ,
Peluang di hadapkan kepada Kelemahan dan Ancaman , dapat dilakukan penjabaran konsep
tersebut dalam strategi pengendalian banjir yang diharapkan lebih memberikan arah dan
kejelasan kerangka dasar pelaksanaan program. Berikut beberapa strategi pengendalian banjir
Kota Samarinda :
a. Strategi Penataan Ruang dan Penguasaan Lahan, yaitu memperketat pemanfaatan ruang
kota sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana Detail Tata
Ruang Kota (RDTRK) yang diimplementasikan dalam bentuk pengetatan penerbitan izin
lokasi dan sertifikat tanah.
b. Strategi Penataan Bangunan dan Lingkungan, yaitu : memperketat proses legalisasi site-
plan kawasan maupun sub-kawasan dengan penekanan pada ketercakupan empat hal
dalam rencana pokok, yaitu :
1) Pemanfaatan drainase internal sehingga terkoneksi dengan drainase kota/sungai,
2) Ketersediaan kolam penampung sementara (Retarding Basin),
3) Pengamanan daerah-daerah lereng agar terhindar dari erosi dan tetap hijau,
4) Menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup
c. Strategi Pengawasan dan Penertiban, yaitu meningkatkan dan memperluas operasi
pengawasan bangunan dan penggalian bahan/galian golongan C serta pertambangan
batubara melalui satuan Operasi Pengawasan Bangunan (Polisi Bangunan).
d. Strategi Pengaturan dan Koordinasi, meliputi :
1) Adanya kesepakatan antara pihak pemerintah daerah dengan pengembang/swsta
untuk mengentisipasi banjir,
2) Mengikutsertakan pemerintah (camat dan lurah) di wilayah masing-masing untuk di
garis dengan melaporkan hal-hal yang terkait dengan strategi pengawasan dan
penertiban,
3) Menerbitkan aturan tentang kawasan resapan air dan tampungan air di dalam kota.
e. Strategi Pembiayaan, meliputi :
17
1) Pengalihan kegiatan yang tidak mendesak untuk kegiatan penanggulangan banjir
2) Menyisihkan sebagian dana reboisasi dan PBB untuk kegiatan penanggulangan banjir
3) Memperkuat komitmen ketersediaan dana sesuai dengan tahapan jangka menengah
dan jangka panjang, antara lain melalui Perda Propinsi maupun Perda Kota
Samarinda
f. Strategi Pelibatan dan Pendampingan masyarakat, meliputi saluran
1) Mengaktifkan budaya/gerakan peduli lingkungan yang diberlakukan terhadap seluruh
lapisan masyarakat di wilayah pemukiman dan sentra-sentra kegiatan,
2) Melibatkan masyarakat dalam gerakan reboisasi dan penghijauan terutama pada
lahan-lahan kritis di daerah resapan air,
3) Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang prinsip-prinsip konservasi tanah
dan air dalam pendayagunaan lahan.
g. Strategi Penataan DAS Karangmumus, Karangasam Kecil, Karangasam Besar, dan Loa
Bakung, meliputi :
1) Mengidentifikasi lahan-lahan kritis pada kawasan lindung, penyangga, dan budidaya
2) Melaksanakan program pemulihan lahan kritis berdasarkan skala prioritas
3) Memberikan kejelasan status hukum kepemilikan lahan
4) Pengalokasian wilayah untuk pemukiman dengan memperhatikan aspek biogeofisik
dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

5. Konsep Teknis Pengendalian Banjir Kota Samarinda


Salah satu tindak lanjut dari strategi pengendalian banjir Kota Samarinda lebih
difokuskan lagi menjadi Konsep Teknis Penanganan Banjir Kota Samarinda dibagi dalam tiga
tahap, yaitu Jangka Pendek, Jangka Menengah, dan Jangka Panjang. Pembagian kegiatan
berdasarkan jangka waktu ini memungkinkan untuk bergeser menyesuaikan dengan ketersediaan
dana dan kondisi sosial yang berkembang di masyarakat. Konsep penanganan ini dikembangkan
berdasarkan penyebab banjir di Kota Samarinda, yaitu :
a. Penanganan jangka pendek, adalah kegatan-kegiatan untuk mengendalikan banjir akibat
hujan lokal di lokasi prioritas dan meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat
pada masalah pengendalian banjir,
b. Penenganan jangka menengah adalah untuk mengendalikan banjir dari daerah hulu dan
penataan DAS dari sungai-sungai yang melintas Kota Samarinda,

18
c. Penanganan jangka panjang adalah untuk mengendalikan pasang-surut Sungai
Mahakam. Program prngendalian banjir Kota Samarinda yang telah dicanangkan oleh
Pemerintah saat ini telah berjalan hampir dua tahun anggaran.
Berdasarkan pengamatan, aritketl-artikel dan kajian yang dilakukan terdapat program
yang perlu dilakukan revisi baik itu terhadap jenis pekerjaan, waktu pelaksanaan, maupun
pendanaan program yang direncanakan. Bedasarkan program yang telah direncanakan yang
terbagi dalam tiga periode yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang,
dijabarkan dalam beberapa kegiatan utama yaitu :
a. Rencana Kegiatan Non Fisik (Makro dan Mikro)
b. Institutional dan Legal Aspek
c. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Mikro
d. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Makro
e. Pengadaan dan Pemeliharaan
f. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Konservasi Institusi pelaksana yang
bertanggungjawab atas terlaksananya program pengendalian banjir tersebut adalah :
- Pemerintah Kota Samarinda
- Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur
- Pemerintah Pusat
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda
Instansi pelaksana di bawah Pemerintah Kota Samarinda antara lain Dinas Pekerjaan
Umum Sub Dinas Binamarga dan Pengairan, Kimbangkot, dan Bappedalda Kota Samarinda.
Sedangkan untuk instansi pelaksana tingkat propinsi adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi
Sub Dinas Pengairan, DPU Cipta Karya, dan Dinas Kehutanan. Sedangkan instansi pelaksana
tingkat pusat dilaksanakan oleh Dinas PU Pengairan dan Proyek Pengendalian Banjir dan
Pengamanan Pantai Kalimantan Timur. Berdasarkan sistem pendanaan program terbagi dalam
tiga sumber dana yaitu melalui mekanisme :
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Samarinda (APBD II)
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Kalimantan Timur (APBD I)
3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

6. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan
wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai
19
persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat
keikutsertaan (Level Of Infolvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat
bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu komunitas, dengan
membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga
implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Sejalan dengan tuntutan masyarakat akan keterbukaan dalam program-program
pemerintah, maka akuntabilitas pemerintah dapat dinilai dari sejauh mana partisipasi masyarakat
dan pihak terkait dalam program pembangunan.
Partisipasi masyarakat, mulai dari tahap kegiatan pembuatan konsep, konstruksi,
operasionalpemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan. Penentuan dan pemilahan dilakukan
dengan metode Stakeholders Analysis yang terdiri dari empat tahap yaitu:
a. Identifikasi
b. Penilaian ketertarikanterhadap kegiatan penanggulangan banjir
c. Penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan setiap
d. Perumusan rencana strategi partisipasi dalam penanggulangan banjir pada setiap fase
kegiatan.
Semua proses dilakukan dengan mempromosikan kegiatan pembelajaran dan peningkatan
potensi masyarakat, agar secara aktif berpartisipasi, serta menyediakan kesempatan untuk ikut
ambil bagian, dan memiliki kewenangan dalam proses pengambilan keputusan dan alokasi
sumber daya dalam kegiatan penanggulangan banjir.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Banjir yang terjadi di kota Samarinda beberapa tahun terakhir sudah semakin parah. Kondisi
(alamiah) daratan yang landai/rendah dari permukaan air dan diperparah oleh tingkah laku
manusia yang tidak bertanggung jawab sebagai indikator utama seringnya banjir melanda kota
Samarinda. Banjir tersebut seolah-olah sulit diidentifikasi apakah bencana ataukah hanya
“kebodohan” manusia semata.
Hal yang pasti adalah banjir sangat merasahkan dan menganggu warga kota Samarinda.
Yang mana bukan hanya menjadi tanggug jawab pemerintah semata, melainkan seluruh lapisan
masyarakat Kota Samarinda dalam menjaga kelangsungan kota Samarinda. Pemerintah dan
warga masing-masing mempunyai peran tersendiri dalam menjaga kota Samarinda agar tetap asri
dan sehat serta bebas banjir. Ada tiga langkah yang dapat ditempuh dalam mengatatasi banjir,
yakni Penanganan jangka pendek, adalah kegatan-kegiatan untuk mengendalikan banjir akibat
hujan lokal di lokasi prioritas dan meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat pada
masalah pengendalian banjir, Penenganan jangka menengah adalah untuk mengendalikan banjir
dari daerah hulu dan penataan DAS dari sungai-sungai yang melintas Kota
Samarinda,Penanganan jangka panjang adalah untuk mengendalikan pasang-surut Sungai
Mahakam. Program pengendalian banjir Kota Samarinda yang telah dicanangkan oleh
Pemerintah saat ini telah berjalan hampir dua tahun anggaran namun belum menampakan hasil
namun malah terkesan banjir di kota samarinda semakin tidak terkendali. Semakin berkurangnya
daerah resapan air di Samarinda. Banyak pembangunan gedung-guedung dan mall-mall tanpa
memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

Dalam upaya pencegahan banjir Samarinda perlu membuat dan merncanakan strategi
penanganan banjir, Strategi penanganan banjir tersebut bisa dilakukan melalui ditinjau
dari analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu rancangan atau rencana kebijakan
pemerintah terutama dalam mencari strategi dalam penanganan banjir di kota samarinda. Proses
ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi dalam mengidentifikasi faktor
internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
21
Analisa dari Kekuatan adalah Adanya SDM yang mampu, mau dan perduli dalam membuat
kebijakan penanganan banjir di kota Samarinda yang tepat sasaran serta SDA yang cukup tersedia
terutama perusahaan Batubara yang cukup memberi kontribusi kepada keuangan pemerintahanan
daerah serta Otonomi daerah yang memungkinkan pemerintahan daerah dapat merencanakan dan
mengangarkan dana yang cukup untuk penanggulangan banjir. Peluang yang cukup
menentukan adalah Adanya bantuan dana hibah yang cukup besar dari pemerintah
Provinsi kepada Pemerintah Kota, untuk menangani masalah banjir serta relokasi
masyarakat di sepanjang aliran sungai Karang Mumus dan Banyaknnya Pihak Swasta dan
perusahaan besar yang peduli dengan lingkungan dalam menanggani masalah banjir di Kota
Samarinda melalui program CSR dan peluang laiinya yang bisa dimangfaatkan dengan
maksimal.

Disamping adanya Kekuatan dan peluang dengan potensi yang cukup besar , maka tidak
dapat di pungkiri terdapat kelemahan dalam penanggulangan banjir. Diantara ke
Kelemahan adalah Topografi wilayah Kota Samarinda yang memang sama atau lebih
rendah dari permungkaan sungai mahakam dan anak sungai yang bermuara di sungai
mahakam, Kebijakan Pemerintah Kota Samarinda terhadap ijin tambang yang terlalu mudah
dalam mengeluarkan ijin usaha pertambangan, Pengawasan perusahaan tambang yang
sangat lemah terutama pada Pasca Tambang atau reklamasi dan Kurangnya kesadaran
masyarakat dan ketidak disiplinnya dalam hal menjaga lingkungan yang terutama
mendirikan bangunan di belantaran sungai serta Meningkatnya jumlah pendatang di kota
Samarinda yang kurang berpendidikan sehingga menambah bangunan liar di sepanjang
aliran sungai di perparah lagi Tidak adanya keberanian Kepala pemerintahan daerah untuk
menertibkan bangunan di sepanjang aliran sungai dan tindakan tegas bagi penduduk yang
tidak mentaati perda tentang aturan pembuangan sampah. Adapun ancaman yang akan akan
terjadi apabila penanganan banjir di kota samarinda gagal maka Ancaman Kerusakan
insfrastruktur dan fasilitas umum, Terganggunya perekonomian rakyat dan jalur sembako
akan mengakibatkan kenaikan harga sembako dikarenakan biaya tranportasi yang tinggi dan
waktu tempuh yang lama serta Wabah penyakit merupakan ancaman yang serius pasca
terjadinya bencana banjir. Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi
kesempatan dan wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu
memecahkan berbagai persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan
berdasarkan tingkat keikutsertaan (Level Of Infolvement) masyarakat dalam kegiatan
22
tersebut. Partisipas imasyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik
dalam suatu komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk
memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan
berkelanjutan.

4.2 Saran
Pada akhirnya banjir yang kerap terjadi di kota Samarinda menjadi tanggung jawab bersama
pemerintah dan masyarakat. Pemerintah berperan memberikan pengayoman dan arahan-arahan
melalui aturan-aturan yang tertuang dalam perda/UU dan sebagainya. Adapun saran yang perlu
disampaikan kepada pemangku kebijakan dalam hal ini walikota samarinda adalah sebagai
berikut :
a. Kebijakan Pemerintah Kota Samarinda terhadap ijin tambang yang terlalu mudah dalam
mengeluarkan ijin usaha pertambangan harus di evaluasi ulang dan harus konsistensi
Pengawasan perusahaan tambang yang harus serius tampa tebang pilih serta jauhkan dari
Nepotisme dan kolusi terutama pada tindakan Pasca Tambang atau reklamasi.
b. 2. Pemerintah harus mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dan menjadikan
masyarakat yang berdisiplin dalam hal menjaga lingkungan yang terutama mendirikan
bangunan di belantaran sungai dan pembuangan sampah pada tempatnya.
c. keberanian dan ketegasan Kepala pemerintahan daerah untuk menertibkan bangunan di
sepanjang aliran sungai karang mumus serta memangfaatkan anggaran yang telah
diberikan oleh pemerintahan dalam relokasi penduduk yang berada di sepanjang sungai
karang mumus.
d. Pemerintah daerah merencanakan proyek penangulangnan banjir dengan melibatkan
semua pihak berkepentingan, akademisi serta masyarakat dengan penelitian yang
maksimal sehingga biaya yang besar dapat tepat guna dan tepat sasaran dengan tujuan
tercapai, sehingga banjir di kota samarinda dapat terkendali dengan baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/search?
q=analisis+swot+di+samarinda+untuk+mengatasi+banjir&ie=utf-8&oe=utf-
8&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-
beta&channel=nts&gws_rd=cr&ei=ffPgU8nmF4q-uATfi4HIDg

https://www.google.co.id/search?
q=analisis+swot+di+samarinda+untuk+mengatasi+banjir&ie=utf-8&oe=utf-
8&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-
beta&channel=nts&gws_rd=cr&ei=ffPgU8nmF4q-
uATfi4HIDg#channel=nts&q=analisis+swot+&rls=org.mozilla:en-US:official

http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT

http://www.academia.edu/3575059/Makalah_Formulasi_Kebijakan_Publik

http://kebijakanpublik12.blogspot.com/2012/06/formulasi-kebijakan.html

24

Anda mungkin juga menyukai