Anda di halaman 1dari 10

KONSEKUENSI HUKUM DALAM PENDELEGASIAN KEWENANGAN

MEDIS KEPADA PERAWAT: PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA.

Abstrak

Artikel ini membahas tentang konsekuensi hukum pelimpahan otoritas medis


oleh dokter kepada perawat. Pelimpahan tenaga medis merupakan bagian penting
dari pengembangan pelayanan klinis dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat di tengah berbagai keterbatasan tenaga medis yang disertai
dengan ketimpangan distribusi yang menuntut ketrampilan yang tepat dari
pendelegasi. Maraknya delegasi verbal, ketidakjelasan batasan kewenangan yang
dapat didelegasikan, ketidakpastian kapan pendelegasian kewenangan masih
menjadi persoalan hukum yang kompleks di tengah kebutuhan pendelegasian
kewenangan kedokteran di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian
doktrinal dengan pendekatan hukum. Sumber bahan hukum yang digunakan
adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan
data adalah studi pustaka dan dianalisis berdasarkan model interaktif dengan pola
deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelimpahan kewenangan medis
terjadi dalam hubungan hukum perawat-dokter baik melalui hukum maupun
perjanjian dan menimbulkan akibat hukum yang dapat ditinjau berdasarkan
hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana.

1
1. PENDAHULUAN

Wacana pendelegasian otoritas medis berkembang pesat seiring dengan


diversifikasi penting dalam pelayanan kesehatan dimana ruang perawatan klinis
diberikan lebih besar dengan melibatkan tenaga kesehatan lain seperti perawat.
Hal ini mengarah pada terciptanya ruang kerja kolaboratif antara perawat dan
dokter yang diikuti dengan upaya pengembangan profesi perawat sebagai profesi
otonom dengan body of knowledge dan bentuk pelayanan. Perawat adalah
paramedis yang intens bertemu pasien dan sering terlibat dalam kerja sama
dengan dokter. Secara etis perawat bertugas merawat, sedangkan dokter bertugas
menyembuhkan. Ada dikotomi yang jelas terkait kewenangan dasar kedua profesi
tersebut

Salah satu bentuk kerja sama kedua profesi ini adalah pelimpahan
kewenangan medis oleh dokter kepada perawat secara tertulis. Dalam
pendelegasian wewenang tersebut, perawat dilibatkan dalam melaksanakan
tindakan medis atas perintah dokter. Dengan kata lain, tindakan medis adalah
kewenangan hukum dokter, tetapi dapat dilimpahkan kepada perawat. Dalam
konteks Indonesia pada kenyataannya tenaga medis terbatas seiring dengan
distribusi tenaga medis yang belum merata dan dominasi perawat terhadap dokter
secara kuantitatif, maka pelimpahan kewenangan medis kepada perawat
merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan. dalam rangka membantu
tenaga medis dalam memelihara pelayanan kesehatan yang holistik dan
terwujudnya jaminan kesehatan universal. Tidak diragukan lagi bahwa
pendelegasian otoritas medis yang tepat dapat secara signifikan meningkatkan
kualitas layanan kesehatan.

Delegasi tertulis dalam perspektif hukum Indonesia memiliki kekuatan hukum


jika tindakan tersebut dimintai pertanggungjawaban baik pidana maupun perdata.
Namun, pendelegasian tertulis tidak secara bersamaan mengarah pada kekuatan
hukum tersebut. Apabila proses dan prosedur yang sesuai tidak dilakukan dalam
suatu delegasi, maka delegasi tertulis tidak menjamin legitimasi hukum dalam
melaksanakan tindakan medis yang dilimpahkan tersebut. Di satu sisi,

2
pendelegasian otoritas medis yang tidak tepat dapat menempatkan perawat dengan
dokter dalam dilema pertanggung jawaban hukum ketika terdapat dugaan
malpraktek medis dan dilusi hak pasien untuk memperoleh layanan kesehatan
dapat terjadi pada sisi lain. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi kepuasan
pasien dan ukuran kualitasnya dalam pemenuhan hak konstitusional dan hak dasar
kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui regulasi hukum mengenai
pendelegasian wewenang medis dan munculnya akibat hukum dalam kerangka
kerja kolaboratif ini dalam perspektif hukum Indonesia.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (penelitian


doktrinal) baik berdasarkan sumber bahan hukum primer berupa hukum maupun
sumber bahan hukum sekunder berupa artikel jurnal dan buku hukum yang
relevan. inti permasalahan dalam penelitian ini. Menurut Marzuki, penelitian
normatif berorientasi untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru
sebagai resep dalam menyelesaikan masalah. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan statuta berbasis logika deduktif.

3.Hasil dan Pembahasan

3.1 Peraturan Delegasi Otoritas Kedokteran dalam Perspektif Hukum Indonesia

Pelimpahan kewenangan tindakan medis kepada perawat telah diatur dalam


beberapa produk hukum kesehatan di Indonesia. Menurut Kepala Biara.
Ketentuan yuridis ini memberikan gambaran sejauh mana profesi memiliki
kewenangan dan otonomi untuk menentukan penugasan asuhan yang akan
diberikan dan siapa yang memberikan penugasan asuhan tersebut, menggunakan
pengetahuan dan asesmen khusus. Dalam hal ini, undang-undang menjadi dasar
yuridis kesehatan, selain sebagai fungsi dari persepsi masyarakat yang lebih luas
di mana profesi tersebut memiliki keahlian yang sah untuk menangani masalah
tertentu.

3
3.1.2 Review atas UU Keperawatan

UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan (disingkat UU Keperawatan)


telah mengatur pendelegasian kewenangan medis ini kepada perawat. UU
Keperawatan menegaskan bahwa pelaksanaan tugas berdasarkan pendelegasian
wewenang perawat hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis
kepada perawat untuk melakukan tindakan medis dan melakukan evaluasi (lihat
Pasal 32 ayat (1) UU Keperawatan). Delegasi delegasi adalah pendelegasian
kewenangan yang disertai dengan pendelegasian tanggung jawab, sedangkan
pendelegasian amanat adalah pendelegasian kewenangan yang berada di bawah
pengawasan dokter karena tanggung jawab terletak pada dokter sebagai kreditur
(lihat Pasal 32 ayat (4), (5). ) dan (6)). Perbedaan mandat dan pendelegasian tidak
dijelaskan lebih detail. Padahal, dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (4) dan ayat (5)
dijelaskan bahwa jenis tindakan yang dapat dilimpahkan amanah antara lain
menyuntik, memasang infus, dan pemberian imunisasi dasar sesuai program.
kepada pemerintah, sedangkan jenis tindakan yang dapat didelegasikan oleh
delegasi antara lain pemberian terapi parenteral dan penjahitan luka.

Kewenangan perawat dalam melaksanakan tugas berdasarkan pendelegasian


kewenangan tersebut dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (7), yaitu a) melakukan
tindakan medik sesuai dengan kompetensinya untuk pendelegasian kewenangan
pendelegasian tenaga medik; b) mengambil tindakan medis di bawah pengawasan
pelimpahan otoritas mandat; dan c) memberikan pelayanan kesehatan sesuai
program pemerintah.

3.1.3 Review UU Pengturan Tenaga Kesehatan

Tentang pelimpahan kewenangan medis juga dijabarkan dalam UU Nomor 36


Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Ketentuan mengenai bagaimana suatu
tindakan dilakukan dijabarkan dalam Pasal 65 ayat (3): a) tindakan yang
dilimpahkan meliputi kemampuan dan keterampilan yang dimiliki penerima
delegasi; b) pelaksanaan tindakan yang didelegasikan tetap di bawah pengawasan
pendelegasi; c) delegator tetap bertanggung jawab atas tindakan yang

4
didelegasikan selama pelaksanaan tindakan tersebut sesuai dengan delegasi yang
diberikan; dan d) tindakan yang didelegasikan tidak termasuk pengambilan
keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan. Secara umum, UU TK
menegaskan bahwa tidak semua rangkaian tindakan medis dapat dilimpahkan
kepada perawat dimana dalam delegasi tersebut tidak terdapat pengambilan
keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan. Peraturan ini lebih abstrak dan
tidak menjelaskan jenis tindakan yang dapat didelegasikan kepada perawat.

3.1.4 Review atas Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia

Ketentuan mengenai pelimpahan kewenangan medik sebenarnya telah


disinggung dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052 /
MENKES / PER / X / 2011 tentang Izin Praktik dan Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran (selanjutnya disebut PMK No. 2052 / MENKES / PER / X / 2011).

Jika melihat model pertanggungjawaban dalam PMK No. 2052 / MENKES /


PER / X / 2011, maka model pendelegasian yang dimaksud adalah pendelegasian
kewenangan dalam amanah yang tanggung jawabnya berada di tangan pihak yang
berwenang (dokter atau dokter gigi). . Sebagai regulasi pelaksana, regulasi ini
belum menjelaskan secara detail tentang jenis tindakan yang dilimpahkan kepada
perawat. Penekanannya serupa dengan UU TK di mana batasan tindakan yang
dilimpahkan harus memperhatikan kompetensi dan keterampilan penerima
delegasi.

3.2 Konsenkuensi Hukum pelimpahan Otoritas

insiden hukum adalah kejadian, keadaan atau tindakan orang yang


dihubungkan oleh hukum dengan akibat hukum. Peristiwa hukum yang
menimbulkan akibat hukum dapat terjadi karena peristiwa alam (bukan subjek
hukum) dan tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum.

Menurut Mertokusumo insiden hukum adalah kejadian, keadaan atau tindakan


orang yang dihubungkan oleh hukum dengan akibat hukum. Peristiwa hukum
yang menimbulkan akibat hukum dapat terjadi karena peristiwa alam (bukan
subjek hukum) dan tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum. Unsur dasar

5
perbuatan hukum adalah kemauan dan pernyataan kehendak yang dimaksudkan
untuk menimbulkan akibat hukum. Perbuatan hukum dibagi lagi menjadi
perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum ganda. Perbuatan hukum sepihak
hanya membutuhkan kemauan dan kemauan untuk menimbulkan akibat hukum
dari satu subyek hukum, sedangkan perbuatan hukum ganda membutuhkan
kemauan dan pernyataan kemauan dari setidaknya dua subyek hukum yang
ditujukan pada satu subyek hukum yang sama. konsekuensi. Menurut Satjipto
Rahardjo. Kejadian hukum merupakan sesuatu yang dapat menggerakkan regulasi
hukum sehingga secara efektif menunjukkan potensinya untuk mengatur. Tidak
semua peristiwa dapat dikatakan sebagai peristiwa hukum karena terdapat
peristiwa biasa yang tidak menimbulkan akibat hukum.

Hubungan hukum dokter-perawat melahirkan hak dan kewajiban yang


melekat pada masing-masing pihak dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Setiap kejadian yang terjadi dalam suatu hubungan hukum berupa ikatan hak dan
kewajiban selalu memiliki akibat hukum. Oleh karena itu pelimpahan
kewenangan medik merupakan suatu kejadian hukum yang mempunyai akibat
hukum bagi subyek hukum perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Tindakan hukum atau insiden yang memiliki konsekuensi hukum dapat bersifat
pasif dan aktif. Tindakan aktif artinya tindakan tersebut memerlukan gerakan
tubuh atau bagian tubuh tertentu untuk mewujudkannya, sedangkan tindakan pasif
tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan.

3.2.1 Perpespektif Hukum Administratif

Pelimpahan kewenangan kedokteran merupakan ranah hukum administrasi karena


berkaitan dengan pemberian izin atau kewenangan tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan kesehatan. Tinjauan hukum administrasi berfokus pada sumber dan
dasar hukum seseorang untuk bertindak atau tidak bertindak. Pada sisi ini, pengutamaan
perizinan baik formal maupun materil dari penyelenggaraan kesehatan oleh tenaga
kesehatan dilakukan untuk melakukan sesuatu yang pada umumnya dilarang. Secara
yuridis, perizinan atau pemberian kewenangan medis kepada perawat diawali dengan
beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh perawat dan dokter. Izin praktik hanya
diperoleh jika perawat dan dokter telah memiliki Tanda Daftar (STR) yang diberikan oleh

6
majelis masing-masing tenaga kesehatan dan akan diperpanjang setiap lima tahun (lihat
Pasal 44 UU TK). Selain STR, tenaga kesehatan juga wajib mengantongi Surat Izin
Praktik (SIP) sebelum praktik yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten / kota atas
rekomendasi dari pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten / kota tempat petugas
kesehatan melaksanakan praktik dan wajib membubuhkan tanda dalam praktek mereka
(lihat Pasal 46 dan Pasal 47 UU TK). Adanya STR dan SIP bagi dokter menunjukkan
bahwa dokter yang bersangkutan layak dan berwenang melakukan praktik kedokteran
serta memiliki kompetensi keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan (lihat Pasal 29
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran / selanjutnya UU
PK).

Menurut Novianto. Pelanggaran administratif oleh dokter (tenaga kesehatan) adalah


pelanggaran terhadap kewajiban hukum administratif baik sebelum melakukan tindakan
maupun kewajiban hukum selama atau melakukan tindakan. Ketidakpatuhan delegasi
medis dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kewajiban hukum sebelum
melakukan tindakan medis yang mengakibatkan hilangnya kewenangan perawat atau bisa
lebih parah lagi menempatkan perawat dalam keadaan bertindak tanpa kewenangan.
Perbuatan tanpa kewenangan dalam hukum administrasi dapat dikategorikan dalam tiga
istilah, yaitu tidak berwenang menurut daerah, bukan kewenangan waktu, dan bukan
materiil dari segi kewenangan. Frekuensi tindakan tanpa otoritas dalam perspektif hukum
administrasi kesehatan dapat dikenakan tindakan administratif. Pada prinsipnya, tindakan
administratif yang diberikan kepada tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat
berupa teguran lisan, teguran tertulis, denda administratif, dan pencabutan izin (lihat
Pasal 82 UU TK dan Pasal 58 UU Keperawatan). Potensi pelanggaran hukum
administrasi menjadi malpraktik medik. Apabila karena pelanggaran hukum administrasi
yang menyebabkan kerugian atau kematian bagi pasien, perawat dan dokter terbuka
kemungkinan dimintai pertanggungjawaban baik pidana maupun perdata. Pelanggaran
hukum administrasi yang menjadi tindak pidana praktik kedokteran berpotensi menjadi
pidana malpraktik maupun pidana perdata dimana setiap pidana malpraktik maupun
pidana perdata, namun malpraktik perdata tidak selalu menjadi malpraktik pidana.

3.2.2 Perspektif Hukum Perdata

Kesepakatan antara dokter-perawat dan pasien dalam transaksi terapeutik


sipil pada umumnya menginspirasi verbentenis (kesepakatan untuk upaya yang

7
maksimal). Pemberian inspirasi verbentenis dalam kontrak terapeutik tidak
menjanjikan hasil yang spesifik, tetapi lebih menekankan pada upaya maksimal
petugas kesehatan kepada pasien dalam pelayanan kesehatan. Pasal 1313 KUH
Perdata menjelaskan bahwa kesepakatan adalah perbuatan yang dilakukan oleh
satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya (mengikatkan diri) kepada satu
atau lebih. Hubungan antara dokter-perawat dalam pendelegasian otoritas medis
dapat dilihat dari sudut pandang kesepakatan dimana perawat dan dokter
mengikatkan diri untuk melakukan tindakan medis kepada pasien. Dalam
perspektif ini, kesepakatan harus memenuhi keempat syarat tersebut di atas.
Prestasi yang ditetapkan dalam pendelegasian kewenangan medik adalah
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien secara maksimal sesuai dengan
tata cara disiplin profesi kedokteran dan kompetensi serta kewajiban administrasi
lainnya seperti STR, SIP dan surat pelimpahan tertulis. Perawat dan dokter
sepakat untuk mewujudkan prestasi yang diinginkan kepada pihak ketiga yaitu
pasien atau penerima layanan. Pendelegasian wewenang medik berarti perawat
dan dokter mengikatkan diri satu sama lain berdasarkan syarat hukum suatu
kesepakatan untuk dilakukan atau tidak untuk membuat prestasi tertentu kepada
pasien.

Menurut Novianto. suatu perbuatan dikatakan melanggar hukum jika


memenuhi empat kriteria yaitu bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku,
bertentangan dengan hukum hak subjektif orang lain, bertentangan dengan kaidah
moralitas dan bertentangan dengan kesusilaan, ketepatan dan kehati-hatian yang
harus dimiliki oleh seseorang. Delegasi otoritas medis umumnya merupakan
delegasi dan mandat. Delegasi merupakan pelimpahan kewenangan medis kepada
perawat dengan cara menyerahkan kewenangan dokter kepada perawat untuk
melaksanakan dan memutuskan tindakan tertentu sesuai dengan kompetensi demi
kebaikan pasien. Mandat adalah pelimpahan sebagian wewenang medis kepada
perawat dengan keputusan dan tanggung jawab hukum ada di tangan dokter
sebagai delegator.

8
3.2.3 Perspektif Hukum Pidana

Pencarian secara yuridis mengenai sanksi pidana terhadap ketidaktaatan


pelimpahan otoritas medis tidak secara eksplisit dinyatakan sebagai delik dalam
sejumlah peraturan terkait. Ini tidak berarti bahwa pelanggaran administratif yang
mengakibatkan kehilangan atau kecacatan pada pasien tidak dapat dituntut secara
pidana.

Menurut C. Robinson, “Tindakan” dalam frasa “tindakan ilegal” memiliki arti


sebagai berikut. nonfeasance: yaitu tidak melakukan sesuatu yang diwajibkan oleh
hukum; misfeasance: tindakan yang dilakukan secara salah, tindakan yang
merupakan kewajiban atau tindakan yang berhak melakukannya; dan
penyimpangan berarti perbuatan itu dilakukan meskipun haknya tidak berhak.
Tindakan melanggar hukum (onrecht-matige daad) dalam perkembangannya
diperluas menjadi 4 (empat) kriteria. Pertama, bertentangan dengan kewajiban
hukum pelaku; atau kedua, melawan hukum hak subjektif orang lain; atau ketiga,
bertentangan dengan aturan nilai moral; atau keempat bertentangan dengan
kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang harus dimiliki seseorang dalam
pergaulan dengan sesama warga atau terhadap harta benda orang lain.
permasalahan mendasar dalam bertindak melawan hukum pidana adalah ada
tidaknya kewenangan yang melekat pada pelaku dalam melakukan tindakan
medis. Wewenang merupakan bagian dari kewajiban untuk melaksanakan
penugasan sesuai dengan standar profesi masing-masing. Standar profesional
mencakup tiga komponen, seperti standar sains dan teknologi, standar perilaku
etika dan moral, dan standar hubungan antara petugas kesehatan dan pasien

4 Kesimpulan

Pengaturan pelimpahan kewenangan medik kepada perawat sebenarnya telah


diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendelegasian otoritas
medis terjadi dalam hubungan hukum baik karena undang-undang maupun
kesepakatan di mana para pihak mengikatkan diri pada prestasi berupa pelayanan
kesehatan yang akan dilaksanakan. Pendelegasian otoritas medis merupakan

9
bagian penting kajian hukum administrasi kesehatan sebagai dasar legitimasi
hukum untuk tindakan medis yang diambil. Tidak adanya pendelegasian
kewenangan hukum mengakibatkan hilangnya kewenangan hukum perawat dalam
melaksanakan tindakan medis. Dengan demikian uraian tugas dan penetapan
mekanisme pendelegasian kepada perawat oleh dokter dapat menjamin kepastian
hukum, bermanfaat dan adil bagi dokter-perawat serta kepentingan hak pasien
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu.

10

Anda mungkin juga menyukai