5
4.5
4
3.5 Column2
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Amat Baik (A) Baik (B) Cukup ( C ) Kurang Baik (D)
b) Siklus 2
1) Persiapan
Dengan mengamati setiap tahapan yang telah dilaksanakan dalam
kegiatan workshop peningkatan kemampuan guru dalam pemanfaatan TIK
dalam pembelajaran. Bersama panitia, mendiskusikan hal-hal yang harus
disempurnakan dalam kegiatan meningkatkan kemampuan guru dalam
pemanfaatan TIK dalam pembelajaran melalui workshop disekolah.
Hasil diskusi dengan panitia dan guru kepada guru ahli / narasumber dan
kepada calon kepala sekolah diminta pendampingan kembali sesuai jadwal
yang telah ditentukan.
2) Pelaksanaan
Kegiatan untuk memperbaiki hal-hal yang masih dianggap kurang pada
siklus 1 dilakukan oleh calon kepala sekolah melalui pendampingan dibantu
oleh panitia dan fasilitator. Calon kepala sekolah melakukan observasi kegiatan
saat pendampingan berlangsung pada tanggal 30 s/d 31 juli 2017.
3) Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dilakukan melalui observasi kegiatan yang melibatkan
narasumber dan calon kepala sekolah dengan kemampuan guru dalam
pemanfaatan TIK dalam pembelajran, yang penilaiannya dilakukan setelah
kegiatan siklus 2 berlangsung.
4) Refleksi
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan calon kepala
sekolah terhadap guru dalam meningkatkan kemampuan guru dalam
pemanfaatan TIK dalam pembelajran, dengan mengisi instrument monev dan
diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :
jumlahnilai
Skor = x 100 %
32
Adapun kriteria penilaian yang digunakan pada siklus 2 seperti tampak
pada Tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.4 Kriteria penilaian yang digunakan pada siklus 2
Angka Huruf Keterangan
86-100 A Amat baik
71-85 B Baik
56-70 C Cukup
<55 D Kurang Baik
7
6
5
4 Column2
3
2
1
0
Amat Baik (A) Baik (B) Cukup ( C ) Kurang Baik (D)
KEMAMPUAN GURU DALAM PEMANFAATAN TIK DALAM PEMBELAJARAN
8
7
6
5
Siklus 1
4 Column1
3
2
1
0
Amat Baik (A) Baik (B) Cukup ( C ) Kurang Baik (D)
Tahap 2
1. Perencanaan
Mendiskusikan jadwal untuk supervisi berikutnya, kapan kesediaan dari
guru junior tersebut, hasil diskusi dengan guru junior menyepakati untuk
melakukan sepervisi berikutnya di siklus 2 pada hari Kamis tanggal 3 Agustus
2017 jam 6-7 untuk guru junior kedua (Jumiarti, S.E, S.Pd) dan hari Jum’at
tanggal 4 Agustus 2017 jam 2-3 untuk guru yunior pertama (Hamdana,S.Pd)
2. Pelaksanaan
2.1. Pra observasi
Sebelum diobservasi guru junior terlebih dahulu mengisi instrumen
perencanaan kegiatan pembelajaran sebagaimana pada kegiatan siklus 1.
2.2 Observasi Kelas
Terlebih dahulu guru junior menyiapkan perangkat pembelajarannya
sebelum masuk di kelas. Dalam kegiatan observasi kelas guru junior
menyampaikan materi pembelajaran tahapan mulai pendahuluan hingga
penutup.
2.3 Pasca Observasi Kelas
Setelah observasi sebagaimana pada siklus 1, guru junior diberi pertanyaan
bagaimana perasaan/kesan setelah melakukan proses pembelajaran yang
diamati oleh calon kepala sekolah kemudian diberikan apresiasi terhadap hal-
hal yang sudah baik selama proses pembelajaran. Selanjutnya guru junior
diberi instrumen format 3 (pasca observasi) untuk diisi oleh guru junior dengan
memperlihatkan hasil penilaian format 1 dan format 2.
3. Tindak Lanjut dan Hasil
Hasil penilaian pada siklus 2 untuk format 1 instrumen penilaian silabus,
format 2 instrumen penilaian RPP dan format 3 instrumen observasi kelas
sebagai berikut :
Hasil penilaian guru junior yang pertama (Hamdana,S.Pd) format 1
instrumen penilaian silabus menunjukkan perolehan jumlah nilai 50 dari skor
maksimal 56, maka prosentase perolehannya adalah :
50
X 100 % = 89,3% dengan klasifikasi A (Amat Baik)
56
Format 2 instrumen penilaian RPP menunjukkan perolehan jumlah nilai
65 dari skor maksimal 72, maka prosentase perolehannya adalah :
65
X 100 % = 90,3% dengan klasifikasi A (Amat Baik)
72
Format 3 instrumen observasi kelas guru yang disupervisi menunjukkan
perolehan jumlah nilai 67 dari skor maksimun 76 maka prosentase
perolehannya adalah:
67
x 100% = 88,2 dengan klasifikasi A (Amat Baik )
76
Sedang hasil penilaian guru junior yang kedua (Jumiarti, S.E, S.Pd) format
1 instrumen penilaian silabus menunjukkan perolehan jumlah nilai 51 dari skor
maksimal 56, maka prosentase perolehannya adalah :
51
X 100 % = 91,1 dengan klasifikasi A (Amat Baik)
56
Format 2 instrumen penilaian RPP menunjukkan perolehan jumlah nilai
65 dari skor maksimal 72, maka prsentase perolehannya adalah :
65
X 100 % = 90.3 dengan klasifikasi A (Amat Baik)
72
Format 3 instrumen observasi kelas, guru yang disupervisi menunjukkan
perolehan jumlah nilai 68 dari 76 maka prosentase perolehannya adalah:
68
x 100% = 89,5 dengan klasifikasi A (Amat Baik)
76
Kesimpulan hasil observasi guru junior siklus 2 adalah sebagai tertera pada
tabel 3.11 berikut :
Tabel 3.11 Hasil Observasi Guru Yunior Pada Siklus 2
Instrumen 1 Instrumen 2 Instrumen 3
No Nama Guru Junior Angk
Huruf Angka Huruf Angka Huruf
a
1 Hamdana, S.Pd 89,3 A 90,3 A 88,2 A
2 Jumiarti, S.E, S.Pd 91,1 A 90,3 A 89,5 A
silabus 1
100
Observasi 2 RPP 1
50
Hamdana,S.Pd
0 Jumiarti, S.E, S.Pd
RPP 2 Observasi 1
silabus 2
C. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
1. Silabus
Silabus yang dikembangkan oleh guru-guru berdasarkan Standar Isi (SI),
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan panduan penyusunan KTSP. Kegiatan
penyusunan dan pengembangkan silabus dilakukan secara mandiri ataupun
berkelompok dalam pertemuan MGMP sekolah ataupun MGMP mata
pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam silabus belum
dilakukan secara rinci dalam bentuk tatap muka (TM), penugasan terstruktur
(PT) dan kegiatan mandiri tidak terstruktur (KMTT) namum hanya ditampilkan
dalam bentuk garis-besar kegiatan pembelajaran.
Menurut Mulyasa (2007) dinyatakan bahwa silabus merupakan rencana
pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan dan sumber belajar yang dikembangkan oleh
setiap satuan pendidikan.
KTSP SMP Negeri 4 Lappariaja dinyatakan bahwa silabus merupakan
penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi
pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk
menilai hasil belajar peserta didik.
Prinsip pengembangan yang dilakukan oleh sekolah menganut prinsip
ilmiah, relevan, fleksibel, kontinuitas, konsisten, aktual dan kontekstual, efektif
dan efisien. Ilmiah artinya semua materi dan kegiatan harus benar, logis, dan
dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Relevan artinya ruang lingkup,
kedalaman materi, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi sesuai
dengan karakteristik peserta didik. Fleksibel artinya silabus harus dilihat dari
dimensi peserta didik dan lulusan beserta penerapan kurikulum. Kontinuitas
artinya program pembelajaran berkesinambungan yang dikemas dalam silabus
yang mempunyai keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kepribadian
siswa. Konsisten artinya semua komponen dalam silabus mempunyai
konsistensi dalam membentuk kompetensi peserta didik. Memadai artinnya
semua komponen silabus bertujuan untuk mencapai kompetensi dasar yang
telah ditetapkan. Aktual dan kontekstual artinya ruang lingkup semua
komponen silabus dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni mutakhir yang sesuai kehidupan nyata di lingkungan peserta didik.
Efektif artinya semua kegiatan yang dilaksanakan terlaksanan dengan efektif
sesuai standar kompetensi yang ditetapkan. Efisien artinya memperkecil dan
menghemat penggunaan dana tapi dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
direncanakan.
2. RPP
Paradigma lama guru aktif dan siswa pasif masih melekat karena
kebiasaan yang sukar diubah, paradigma mengajar masih tetap dipertahankan
dan belum berubah menjadi paradigma membelajarkan siswa. Penerapan
strategi yang tepat merupakan jawaban untuk mengubah kebiasaan tersebut.
Persiapan mengajar yang tertuang dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan
pembelajaran di kelas, sudah tergambar dengan jelas bahwa guru sebagai
sutradara dan siswa menjadi pemain yang aktif. Guru memfasilitasi aktivitas
siswa dalam mengembangkan kompetensinya agar kompetensi yang
dipersyaratkan dapat dicapai secara tuntas.
Menyusun rencana pembelajaran merupakan sesuatu yang mutlak harus
dikuasai. Makna dari perencanaan atau program pembelajaran adalah suatu
proyeksi/pemikiran guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa
selama proses pembelajaran berlangsung.
Rencana pembelajaran secara rinci harus jelas ke arah mana siswa akan
dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana
siswa mempelajarinya (metode dan teknik), dan bagaimana kita mengetahui
bahwa siswa telah mencapainya (penilaian).
Kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam silabus belum terinci ke
dalam bentuk tatap muka (TM), penugasan terstruktur (PT) dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur (KMTT). RPP yang baik disusun berdasarkan pada
prinsip-prinsip perencanaan pembelajaran, baik mata pelajaran muatan nasional
ataupun mata pelajaran muatan lokal.
Seperti halnya dengan silabus, kegiatan penyusunan RPP juga dilakukan
oleh guru-guru secara mandiri ataupun berkelompok dalam pertemuan MGMP
sekolah ataupun MGMP mata pelajaran. RPP yang digunakan guru masih
terdapat beberapa kekurangan terutama dalam merumuskan tujuan
pembelajaran.
Tujuan yang dirumuskan umumnya hanya mengandung dua komponen
audience (A) dan behavior (B). Dalam standar proses dikehendaki bahwa
tujuan yang dicantumkan dalam RPP harus mengandung komponen ABCD
yang meliputi komponen siswa atau audience (A), tingkah laku yang
diinginkan atau behavior (B), proses bagaimana aspek tingkah laku yang
dikehendaki dapat terwujud (C) dan seberapa besar tingkat keberhasilan
peserta didik yang tercapai (D).
Menurut mulyasa (2007) dinyatakan bahwa RPP adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu
atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan
dalam silabus.
Pengembangan RPP yang dilakukan di SMP Negeri 4 Lappariaja
dilakukan oleh guru sendiri. Dalam hal ini pendidik diberi keleluasaan dalam
mengidentifikasi kebutuhan peserta didik, mengidentifikasi kompetensi yang
akan dikembangkan, dan menyusun program pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
3. Bahan Ajar
Bahan ajar dapat diartikan bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun
secara lengkap dan sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang
digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar bersifat
sistematis artinya disusun secara urut sehingga memudahkan siswa belajar. Di
samping itu bahan ajar juga bersifat unik dan spesifik. Unik maksudnya bahan
ajar hanya digunakan untuk sasaran tertentu dan dalam proses pembelajaran
tertentu, dan spesifik artinya isi bahan ajar dirancang sedemikian rupa hanya
untuk mencapai kompetensi tertentu dari sasaran tertentu. Dalam kegiatan
pembelajaran bahan ajar sangat penting artinya bagi guru dan siswa. Guru akan
mengalami kesulitan dalam meningkatkan efektivitas pembelajarannya jika
tanpa disertai bahan ajar yang lengkap. Begitu pula bagi siswa, tanpa adanya
bahan ajar siswa akan mengalami kesulitan dalam belajarnya. Hal tersebut
diperparah lagi jika guru dalam menjelaskan materi pembelajarannya cepat
dan kurang jelas. Oleh karena itu bahan ajar merupakan hal yang sangat
penting untuk dikembangkan sebagai upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Bahan ajar dikemas berdasarkan silabus dan sesuai tujuan pembelajaran
yang tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Cakupan materi ajar
tidak terbatas pada materi ajar tetapi serangkaian perangkat yang dapat
membantu dan memfasilitasi peserta didik untuk menguasai sejumlah
kompetensi yang dituntut dalam pembelajaran.
Pembelajaran pada hakikatnya serangkaian kegiatan yang dilakukan guru
untuk membelajarkan siswa dengan menggunakan berbagai strategi dalam
mengelola bahan ajar. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah usaha-
usaha terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi
proses belajar dalam diri peserta didik.
Berkaitan dengan pembelajaran maka bahan ajar meliputi lingkup tentang
segala sesuatu yang dapat melibatkan peserta didik belajar aktif untuk
mencapai tujuan sehingga bahan ajar memuat materi ajar, semua alat atau
bahan yang digunakan dalam belajar, seperti buku pelajaran yang disediakan
secara nasional, media atau alat bantu yang digunakan (alat peraga, laptop,
LCD, dsb), dan lembar kerja siswa. Terkait dengan pelajaran muatan lokal
(bahasa daerah bugis) maka bahan ajar disesuaikan dengan kebutuhan lokal
dalam membentuk karakter untuk menghasilkan produk, gagasan, dan nilai-
nilai yang dapat dimanfaatkan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
4. Instrumen Evaluasi
Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pembelajaran perlu
dilakukan usaha atau tindakan penilaian atau evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan
yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan
instrumen dan membandingkan hasilnya dengan tolok ukur yang ditetapkan
untuk memperoleh kesimpulan.
Evaluasi pada dasarnya merupakan upaya memberikan pertimbangan atau
harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Tujuan tersebut dinyatakan dalam
rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah
menyelesaikan pengalaman belajarnya. Evaluasi dilakukan untuk menilai
pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diberikan. Untuk dapat
melakukan penilaian diperlukan alat yang disebut dengan instrumen evaluasi
antara lain dalam bentuk tes, non tes, unjuk kerja, proyek, observasi, dan
hasil/produk.
Dilihat dari caranya, penilaian atau evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu
penilaian kelas dan penilaian berkala. Penilaian kelas adalah penilaian yang
dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran. Sedangkan
penilaian berkala adalah penilaian yang dilakaukan secara berkala, tidak terus
menerus dan hanya pada waktu-waktu tertentu.
Mengingat faktor evaluasi merupakan faktor utama dalam membentuk
peserta didik yang bermutu maka evaluasi yang baik tidak hanya diberikan di
akhir kegiatan pembelajaran, tetapi harus dilakukan juga pada saat
berlangsungnya proses pembelajaran.
D. Pengkajian Aspek Manajerial
1. Kajian RKS dan RKJM
a. Kajian RKS dan RKJM SMP Negeri 4 Lappariaja
Penyusunan RKS dan RKJM, tidak dilakukan oleh tim tetapi dilakukan
oleh wakil kepala sekolah, bendahara sekolah, dan ketua komite sekolah
sedangkan kepala sekolah bertindak sebagai fasilitator. RKS dan RKJM
yang telah dibuat tidak ditidak lanjuti dengan melakukan sosialisasi kepada
dewan Guru dan seluruh staf TU, seluruh pengurus komite sekolah,
Pemerintah Desa, dan Wakil dari siswa (OSIS).
Berdasarkan olah data data yang ada dan setelah melakukan wawancara
dengan pihak terkait ternyata di SMP negeri 4 Lappariaja belum pernah
melakukan penyusunan RKS termasuk RKT dan RKJM secara transparan.
Apa yang tertuang dalam RKS tidak diketahui oleh guru dan komite
sekolah. Walaupun demikian RKS yang telah dibuat sesuai dengan rambu-
rambu yang ada sebagaimana disebutkan dalam kondisi ideal yang
diharapkan. Kendala atau masalah lain yang dihadapi adalah adanya
kegiatan-kegiatan mendadak yang tidak tercantung dalam RKS. Hal yang
satu ini juga yang menjadi kesenjangan atau masalah yang terjadi di SMP
Negeri 4 Lappariaja.
Menyikapi kondisi tentang tidak adanya sosialisasi kepada guru dan staf
maupun dengan pengurus komite sekolah serta adanya kegiatan-kegiatan
yang dilakukan diluar program yang ada. Walaupun demikian hampir
seluruh kegiatan yang dilakukan di sekolah mengacu pada RKS yang ada.
Berdasarkan kesenjangan ini maka peran saya sebagai magang dari peserta
OJL menyarankan agar: (1) membentuk tim penyusun RKS dan RKJM, (2)
RKS dan RKJM yang telah disusun diajukan kepada dewan guru dan komite
sekolah, (3) mensosialisasikan RKS dan RKJM kepada dewan guru, staf
TU, wakil dari siswa, dan tokoh masyarakat. Adapun kegiatan yang
dilakukan diluar RKS atau RKT yang ada seyogyanya dilakukan dengan
menganut prinsip skala prioritas dan setelah mendapat persetujuan dari
dewan guru komite sekolah. Selain itu juga memberi masukan agar kondisi
yang yang terlaksana sekian tahun dalam penyusun RKS dan RKJM
dilakukan berdasarkan EDS.
Menindaklanjuti amanat peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pasal 51 yang
menyatakan bahwa satuan pendidikan harus membuat kebijakan tentang
perencanaan program dan pelaksanaannya secara transparan dan akuntabel,
maka RKS diterapkan setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan
dengan prinsip transparansi dan akuntabel tetap menjadi perhatian utama.
Model RKS yang dikembangkan di sekolah ini memuat kegiatan-
kegiatan pokok antara lain:
1. Pengembangan kurikulum.
2. Pengembangan proses pembelajaran.
3. Pengembangan kompetensi lulusan.
4. Pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan.
5. Pengembangan sara dan prasarana.
6. Pengembangan manajemen sekolah.
7. Pengembangan dan Pengalihan Sumber dana Pendidikan.
8. Pengembangan Penilaian Pendidikan.
Berdasarkan ketentuan permendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang
standar pengelolaan pendidikan mengamanatkan penyusunan RKS harus
memuat kejelasan mengenai: (1) kesiswaan, (2) kurikulum dan kegiatan
pembelajaran, (3) PTK serta pengembangannya, (4) sarana dan prasarana,
(5) keuangan dan pembiayaan, (6) budaya dan lingkungan sekolah, (7)
peran serta masyarakat dan kemitraan, dan (8) rencana kerja lain yang
mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu, maka masih
terlihat adanya relevansi dengan model RKS yang dikembangkan di sekolah
ini. Hal yang sama juga terlihat adanya kesesuaian dengan RKS yang
disusun berdasarkan hasil rekomendasi EDS.
Rencana kegiatan sekolah yang telah dilaksanakan dengan baik,
malahan ada sejumlah kegiatan yang tidak terdapat dalam prorgam kegiatan
sekolah dapat pula dilaksnakan. Hal ini dapat dilakukan walaupun tidak
mendapat persetujuan melalui rapat dewan guru dan komite sekolah.
Adanya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak berdasarkan RKS
disebabkan karena kegiatan tersebut adalah kegiatan tiba-tiba dan pada
umumnya bukan pula kegiatan yang paling utama. Pada dasarnya pemilihan
program sekolah berdasarkan skala prioritas sehingga jika ada kegiatan
tambahan tidak menjadi hambatan yang serius bagi kemajuan sekolah jika
sekiranya tidak dilakukan.
Untuk itu, melalui tanya jawab, curah pendapat dan diskusi dengan
kepala sekolah dan wakil-wakil lainnya didapatkan titik temu bahwa jika
terjadi adanya kegiatan sekolah yang harus dilaksankan dan tidak sesuai
dengan rencana kerja sekolah (RKS) yang ada maka sebaiknya dibicarakan
terlebih dahulu dengan dewan guru pengurus komite sekolah melalui rapat
atau pertemuan yang difasilitasi oleh kepala sekolah, dengan prinsip
pelaksanaan kegiatan itu didasarkan pada kebutuhan skala prioritas
b. Kajian RKS dan RKJM SMP Negeri 1 Lappariaja
RKS dan RKJM mutlak dibuat oleh setiap satuan pendidikan khususnya
yang berada pada jenjang Pendidikan dasar dan Menengah. Hal ini
dipertegas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun
2007 tentang standar pengelolaan pendidikan menyatakan bahwa sekolah
harus membuat rencana kerja sekolah (RKS) yang terdiri dari rencana kerja
jangka menengah (RKJM) dan rencana kerja tahunan (RKT).
RKJM menggambarkan sejumlah tujuan sekolah yang diharapkan dapat
dicapai dalam kurun waktu empat tahun sedangkan RKT dicapai dalam
kurun waktu satu tahunan. Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 juga
menyebutkan bahwa RKT adalah rencana kerja tahunan yang berdasar pada
RKJM dan dinyatakan dalam rencana kegiatan anggaran sekolah (RKAS).
Dasar hukum lain yang mendukung penyusunan program kegiatan
sekolah adalah peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Pasal 51 peraturan
pemerintah ini menyatakan bahwa satuan pendidikan harus membuat
kebijakan tentang perencanaan program dan pelaksanaan secara transparan
dan akuntabel. Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pasal 51 oleh
satuan pendidikan dituangkan dalam: (1) rencana kerja tahunan satuan
pendidikan, (2) anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan
pendidikan, dan (3) peraturan satuan atau program pendidikan.
Pengkajian RKS dan RKJM yang dilakukan memberikan pengalaman
langsung untuk melihat sejauh mana komponen ideal yang diharapkan
dilaksanakan pada satuan pendidikan SMP. Selain itu juga dapat
mengetahui sejauh mana yang telah dilakukan oleh sekolah jika
dibandingkan dengan kondisi yang ideal. Kesenjangan yang terjadi
mendorong pada pengkaji untuk menentukan alternatif solusi terbaik agar
kesenjangan yang terjadi dapat diatasi.
Penyusunan RKS dan RKJM, dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil
kepala sekolah dan urusan-urusan, bendahara sekolah, kepada TU, dan ketua
komite sekolah sedangkan kepala sekolah bertindak sebagai fasilitator. RKS
dan RKJM yang telah dibuat ditidak lanjuti dengan melakukan sosialisasi
kepada dewan Guru dan seluruh staf TU, komite sekolah, Pemerintah Desa,
dan Wakil dari siswa (OSIS).
Berdasarkan data yang ada dan pengalaman yang dialami benar bahwa
di SMP negeri 1 Lappariaja telah melakukan penyusunan RKS termasuk
RKT dan RKJM sehingga dalam setiap penyusunan RKS dan RKT bukan
menjadi hal baru hanya penyusunannya tidak melibatkan pemangku
kepentingan secara utuh, EDS tidak dimanfaatkan dalam penyusunan RKS
dan RKAS dan EDS tidak disusun oleh tim pengembang serta evaluasi dan
pelaporan tidak mengunakan instrument monev. Kendalah atau masalah
yang dihadapi adalah adanya kegiatan mendadak yang tidak tercantung
dalam RKS. Hal yang satu ini yang selalu menjadi kesenjangan atau
masalah yang terjadi di SMP Negeri 1 Lappariaja
Menyikapi kondisi adanya kegiatan yang dilakukan diluar program
yang ada maka sekolah melalukan penyesuaian dengan meminta
pemahaman dari dewan guru dan komite sekolah sehingga kegiatan yang
dilakukan tidak menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu maka hampir
seluruh kegiatan yang dilakukan di sekolah mengacu pada RKS yang ada.
Berdasarkan kesenjangan ini maka peran saya sebagai magang dari peserta
OJL menyarankan agar kegiatan yang dilakukan diluar RKS atau RKT yang
ada seyogyanya dilakukan dengan menganut prinsip skala prioritas dan
setelah mendapat persetujuan dari dewan guru komite sekolah. Selain itu
juga memberi masukan agar kondisi yang yang terlaksana sekian tahuan
dalam penyusun RKS dan RKJM dilakukan secara konsisten dengan
mengedepankan agar budaya mutu disekolah ini menjadi prioritas utama.
Menindaklanjuti amanat peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pasal 51 yang
menyatakan bahwa satuan pendidikan harus membuat kebijakan tentang
perencanaan program dan pelaksanaannya secara transparan dan akuntabel,
maka RKS diterapkan setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan
Kabupaten. Dengan demikian prinsip transparansi dan akuntabel tetap
menjadi perhatian utama.
Model RKS yang dikembangkan di sekolah ini memuat kegiatan-
kegiatan pokok yang mengacu pada standar nasional pendidikan dengan
memperhatikan EDS antara lain:
1. Pengembangan kurikulum.
2. Pengembangan proses pembelajaran.
3. Pengembangan kompetensi lulusan.
4. Pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan.
5. Pengembangan sara dan prasarana.
6. Pengembangan manajemen sekolah.
7. Pengembangan dan Pengalihan Sumber dana Pendidikan.
8. Pengembangan Penilaian Pendidikan.
Berdasarkan ketentuan permendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang
standar pengelolaan pendidikan yang mengamanatkan penyusunan RKS
harus memuat kejelasan mengenai: (1) kesiswaan, (2) kurikulum dan
kegiatan pembelajaran, (3) PTK serta pengembangannya, (4) sarana dan
prasarana, (5) keuangan dan pembiayaan, (6) budaya dan lingkungan
sekolah, (7) peran serta masyarakat dan kemitraan, dan (8) rencana kerja
lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu, maka
masih terlihat adanya relevansi dengan model RKS yang dikembangkan di
sekolah ini. Hal yang sama juga terlihat adanya kesesuaian dengan RKS
yang disusun berdasarkan hasil rekomendasi EDS.
Rencana kegiatan sekolah yang telah dilaksanakan dengan baik,
malahan ada sejumlah kegiatan yang tidak terdapat dalam prorgam kegiatan
sekolah dapat pula dilaksnakan. Hal ini dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu mendapat persetujuan melalui rapat dewan guru dan komite sekolah.
Adanya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak berdasarkan RKS
disebabkan karena kegiatan tersebut adalah kegiatan tiba-tiba dan pada
umumnya bukan pula kegiatan yang paling utama. Pada dasarnya pemilihan
program-program sekolah berdasarkan skala prioritas sehingga jika ada
kegiatan tambahan tidak menjadi hambatan yang serius bagi kemajuan
sekolah jika sekiranya tidak dilakukan.
Untuk itu, melalui tanya jawab, curah pendapat dan diskusi dengan
kepala sekolah dan wakil-wakil lainnya didapatkan titik temu bahwa jika
terjadi adanya kegiatan sekolah yang harus dilaksankan dan tidak sesuai
dengan rencana kerja sekolah (RKS) yang ada maka sebaiknya dibicarakan
terlebih dahulu dengan dewan guru pengurus komite sekolah melalui rapat
atau pertemuan yang difasilitasi oleh kepala sekolah, dengan prinsip
pelaksanaan kegiatan itu didasarkan pada kebutuhan skala prioritas.
Sumber Dana
No. Mata Anggaran dan Uraian Kegiatan Pend. Lain-
BOS
Gratis lain
1. Belanja Pegawai
1) Honorarium GTT dan PTT - -
2) Tunjangan kepala sekolah - - -
3) Tunjangan wakil kepala sekolah - - -
4) Tunjangan wali kelas - - -
5) Tunjangan Kepala TAS - - -
6) Tunjangan pengelola - - -
7) Honorarium guru PNS - - -
2. Belanja Barang dan Jasa
1) ATK pelaksanaan PSB - -
2) Pembelian buku referensi - -
Sumber Dana
No. Mata Anggaran dan Uraian Kegiatan Pend. Lain-
BOS
Gratis lain
perpustakaan
3) Transpor guru pada - -
pembelajaran remedial dan
pengayaan
- -
4) ATK pelaksanaan ujian - -
5) Biaya penyusunan LHBS - -
6) Pembelian bahan habis pakai
- -
7) Perawatan ringan sekolah
- -
8) Pembayaran rekening telepon,
listrik dan koran.
- -
9) Pelaksanaan PKB guru
- -
10) Alat peraga pembelajaran
- -
11) Biaya penyusunan pelaporan
dana
3. Belanja Modal
1) Pembelian LCD - -
2) Pembelian laptop - -
2) Pengadaan meja - -
siswa/guru/pegawai
4. Belanja Sosial
1) Beasiswa Siswa Miskin - - -
2) Transpor siswa miskin - -
3) Hadiah siswa berprestasi - -
4) Transpor pelatihan guru dan - -
pegawai
5) Pelaksanaan PKB guru - -
6) Workshop - -
Penggunaan dana sekolah yang bersumber dari BOS mengacu pada
petunjuk yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dana BOS harus
digunakan untuk sepenuhnya peningkatan mutu sekolah secara
keseluruhan. Penyalahgunaan penggunaan dana BOS merupakan tindak
pidana yang harus dipertanggung jawabkan. Penggunaan dana sekolah
dilaporkan ke pihak pemerintah melalui Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bon
b. Kajian Pengelolaan Keuangan di SMP Negeri 1 Lappariaja
Sumber keuangan SMPN 1 Lappariaja yaitu dari dana bantuan
operasional sekolah (BOS) APBN, Jumlah dana BOS diberikan sekolah
berdasarkan jumlah siswa yang dibina SMPN 1 Lappariaja. Pada tahun
pelajaran 2017/2018 pemerintah menetapkan besarnya biaya satuan BOS
untuk SMP di Kabupaten sebesar Rp. 1.000,000 persiswa. Tahun pelajaran
2017/2018 sekolah membina sebanyak 598 siswa sehingga perkiraan jumlah
dana BOS yang terima sekolah untuk satu tahun adalah 598 Rp.1.000,000
= Rp. 598.000.000. Pencairan dana BOS dilaksanakan setiap triwulan
sehingga dalam satu tahun dana BOS dicairkan sebanyak 4 kali.
Penggunaan dana sekolah yang bersumber dari BOS APBN mengacu
pada petunjuk yang telah ditetapkan. Penggunaan dana sekolah dilaporkan
ke pihak pemerintah melalui Kantor dinas pendidikan Kabupaten Bone
7. Kajian Pembinaan Tenaga Administrasi Sekolah
a. Kajian Pembinaan TAS di SMP Negeri 4 Lappariaja
Salah satu tugas Kepala Sekolah adalah memastikan bahwa
administrasi sekolah dapat dilaksanakan dengan baik dalam rangka
menunjang pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang tepat,
penyusunan rencana kerja sekolah, pelaksanaan pembelajaran, dan
pelaporan kinerja sekolah. Tugas-tugas administrasi tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik apabila sekolah memenuhi standar, seperti
tertuang dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Administrasi Sekolah.
Permendiknas menetapkan bahwa Tenaga Administrasi Sekolah perlu
memiliki 4 kompetensi, yaitu: (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi
sosial, (3) kompetensi teknis administrasi sekolah, dan (4) kompetensi
manajerial ketatausahaan sekolah. Guna menjamin terselenggaranya
administrasi sekolah yang baik maka kepala sekolah harus melakukan
pembinaan berkelanjutan kepada tenaga administrasi sekolah melalui
berbagai media, kesempatan, dan cara-cara yang simpatik.
Empat dimensi kompetensi TAS yang diharapkan dibina oleh kepala
sekolah berdasarkan permendiknas nomor 24 tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Administrasi Sekolah adalah :
1. Dimensi kompetensi kepribadian
2. Dimensi kompetensi sosial
3. Dimensi kompetensi teknis
4. Dimensi kompetensi manajerial
Model pembinaan tenaga administrasi sekolah pada 4 dimensi
kompetensi tersebut yang dilakukan kepala SMPN 4 Lappariaja adalah:
a. Melakukan pertemuan dengan tenaga administrasi sekolah setiap
sebulan.
b. Melakukan pertemuan face to face dengan TAS yang memerlukan
pembinaan khusus.
c. Memberikan contoh tauladan melalui perkataan dan perbuatan.
d. Memanfaatkan guru dan tenaga administrasi yang memiliki kompetensi
lebih.
e. Mengikutkan pada kegiatan pelatihan-pelatihan baik tingkat kabupaten,
tingkat provinsi ataupun tingkat nasional.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan tenaga-
tenaga administrasi SMPN 4 lappariaja, model pembinaan yang berupa
pemberian sanksi dan reward belum dilakukan kepala sekolah. Bentuk
pembinaan dengan pemberian sanksi dapat dilakukan bagi tenaga
administrasi yang sudah banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran sesuai
dengan kode etik, tugas dan fungsinya. Demikian pula bentuk pembinaan
dengan pemberian reward atau penghargaan bagi tenaga administrasi yang
memiliki prestasi supaya mereka lebih semangat dalam menjalankan tugas-
tugas dan fungsinya.
b. Kajian Pembinaan TAS di SMP Negeri 1 Lappariaja
Empat dimensi kompetensi TAS yang diharapkan dapat dibina oleh
kepala sekolah berdasarkan permendiknas nomor 24 tahun 2008 tentang
Standar Tenaga Administrasi Sekolah adalah :
1. Dimensi kompetensi kepribadian
2. Dimensi kompetensi sosial
3. Dimensi kompetensi teknis
4. Dimensi kompetensi manajerial
Model pembinaan tenaga administrasi sekolah pada 4 dimensi
kompetensi tersebut yang dilakukan kepala SMPN 1 Lappariaja adalah:
a. Melakukan pertemuan dengan tenaga administrasi sekolah setiap
sebulan.
b. Melakukan pertemuan face to face dengan TAS yang memerlukan
pembinaan khusus.
c. Memberikan contoh teladan melalui perkataan dan perbuatan.
d. Memanfaatkan guru dan tenaga administrasi yang memiliki kompetensi
lebih.
e. Mengikutkan pada kegiatan pelatihan-pelatihan baik tingkat Kabupaten,
tingkat Propinsi ataupun tingkat Nasional.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, tenaga
administrasi dan pengalaman saya mengabdi di SMPN 1 Lappariaja, model
pembinaan yang berupa pemberian sanksi dan reward belum dilakukan
kepala sekolah. Bentuk pembinaan dengan pemberian sanksi dapat
dilakukan bagi tenaga administrasi yang sudah banyak melakukan
pelanggaran-pelanggaran sesuai dengan kode etik, tugas dan fungsinya.
Demikian pula bentuk pembinaan dengan pemberian reward atau
penghargaan bagi tenaga administrasi yang memiliki prestasi supaya mereka
lebih semangat dalam menjalankan tugas-tugas dan fungsinya.
8. Kajian Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran
a. Kajian Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran di SMPN 4
Lappariaja
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mengalami
perkembangan yang sangat signifikan dalam belasan tahun terakhir ini.
Berbagai bidang mulai mengadopsi teknologi ini dengan berbagai alasan.
Bidang pendidikan pun tidak lepas dari hal ini. Saat ini TIK banyak
digunakan untuk menunjang proses pembelajaran.
TIK dapat didefinisikan sebagai teknologi (hasil rekayasa manusia)
yang memungkinkan proses penyampaian informasi dan proses komunikasi
dapat dilakukan secara lebih optimal dan efisien. Pada umumnya alasan
orang menggunakan TIK pada suatu bidang adalah mengenai masalah
efisiensi dan optimisasi. Peningkatan produktifitas adalah alasan utama
mengapa orang pada umumnya menggunakan TIK. Dengan menggunakan
TIK, pekerjaan yang memerlukan waktu lama jika diproses secara manual
(oleh manusia) bisa dikerjakan lebih cepat oleh mesin (komputer).
Guru-guru SMPN 4 Lappariaja pun banyak memanfaatkan TIK dalam
pembelajarannya terutama Komputer/Laptop dan LCD Proyektor.
Pemanfaatan alat TIK oleh guru dalam pembelajaran sangat tergantung
kepada ketersediaan alat-alat TIK yang dibutuhkan termasuk sarana
pendukung lainnya misalnya aliran listrik dan sebagainya.
Salah satu alat TIK yang sering digunakan dalam pembelajaran akhir-
akhir ini adalah komputer dan LCD Proyektor. SMPN 4 Lappariaja hanya
memiliki satu unit LCD yang sering digunakan guru-guru dalam
pembelajarannya. Karena hanya satu unit sehingga dipakai bergantian oleh
guru-guru.
b. Kajian Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran di SMPN 1
Lappariaja
Guru-guru SMP Negeri 1 Lappariaja melaksanakan proses
pembelajaran sehari-hari sangat bervariasi, tergantung tingkat penguasaan
model-model pembelajaran sebagaimana layaknya proses pembelajaran di
sekolah-sekolah lainnya di Indonesia. Berbagai cara digunakan untuk
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan diantaranya
menggunakan TIK.
Mengacu pada definisi TIK menurut UNESCO (2004) yang
mengatakan bahwa TIK adalah teknologi yang digunakan untuk
berkomunikasi dan menciptakan, mengelola dan mendistribusikan
informasi, maka dapat dikatakan bahwa guru-guru SMPN 1 Lappariaja telah
memanfaatkan TIK dalam pembelajaran sejak lama.
Televisi adalah salah satu teknologi informasi dan komunikasi yang
sudah pernah di gunakan dalam pembelajaran di SMPN 1 Lappariaja.
Televisi yang seharusnya aktif setidak-tidaknya yang ada di Perpustakaan
tetapi saat ini tidak berfungsi lagi.Walaupun TV ini dilengkapi dengan
antena parabola yang dapat menangkap siaran-siaran TV Edukasi namun
tidak mendapat perhatian lagi dari kepala sekolah. Dengan demikian tidak
ada lagi guru yang memanfaatkan TV Edukasi dalam pembelajaran.
Komputer adalah teknologi yang belasan tahun terakhir sangat banyak
digunakan dalam pembelajaran. Komputer sangat banyak membantu guru
dalam menampilkan macam-macam peragaan yang sulit dilakukan guru
dengan alat lainnya. Misalnya, guru biologi dapat dengan mudah
memperagakan organ-organ tubuh dengan bantuan komputer dan masih
banyak lagi kemudahan lainnya. Guru-guru dapat menganalisis hasil
ulangan dengan cepat dengan menggunakan pasilitas pengolah angka pada
komputer. Singkatnya, komputer dengan berbagai program yang tersedia di
dalamnya sangat bermanfaat dalam menunjang keberhasilan guru dalam
pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Hampir semua guru SMPN 1 Lappariaja sudah memiliki komputer
pribadi atau laptop dan tetapai baru sekitar 50% yang mampu
mengoperasikan komputer. Semua perangkat pembelajaran guru sudah
diketik dengan menggunakan komputer.
9. Kajian Sistem Monitoring dan Evaluasi
a. Kajian Monitoring dan Evaluasi di SMP Negeri 4 Lappariaja
Peningkatan peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa akhir-
akhir ini dalam penyelenggaraan pendidikan masih sangat minim yaitu
hanya dilibatkan pada dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan
seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas.
Berkaitan dengan akuntabilitas, tampaknya sekolah tidak mempunyai beban
untuk mempertanggung jawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada
masyarakat, khususnya orang tua siswa sebagai salah satu unsur utama yang
berkepentingan dengan pendidikan.
Kepala sekolah sebagai ujung tombak dan merupakan salah satu
faktor yang mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan
dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap. Kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan
mengambil inisiatif dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah,
sehingga dalam menjalankan tugasnya kepala sekolah berfungsi sebagai
administrator, manajer, pengawas, dan pemimpin. Dalam melaksanakan
tugas kepengawasan di sekolah, salah satu kemampuan yang harus dikuasai
oleh seorang kepala sekolah adalah kemampuan pengendalian program.
Pengendalian program kegiatan sekolah sangat penting bagi
kelancaran dan peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran di
sekolah. Kepala Sekolah harus memahami fungsi perencanaan, pelaksanaan,
dan tindak lanjut dari monitoring, evaluasi, dan pelaporan yang menjadi
salah satu kegiatan program untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan SMPN 4
Lappariaja tidak ada bedanya dengan pelaksanaan kegiatan monitoring dan
evaluasi di SMPN 4 Lappriaja. Kegiatan monitoring dan evaluasi
dilaksanakan belum berdasarkan prinsip-prinsip monitoring dan evaluasi
program. Kegiatan monitoring dan evaluasi tidak melalui tahap persiapan,
pelaksanaan dan pelaporan. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan
tanpa ada pembagian tugas dan tanggung jawab, tidak menggunakan
instrumen.
Monitoring dan evaluasi dilakukan di SMP Negeri 4 Lappariaja hanya
dengan mengumpulkan informasi secara lisan atau berdasarkan bukti dan
fakta di lapangantanpa menggunakan instrumen yang valid. Hasil
monitoring dan evaluasi yang diperoleh kemuadian diinformasikan kepada
warga sekolah untuk memperoleh umpan balik.
b. Kajian Monitoring dan Evaluasi di SMP Negeri 1 Lappariaja
Monitoring dan evaluasi terkait erat dengan program. Program adalah
rencana intervensi atau kegiatan untuk mencapai tujuan, yaitu memenuhi
suatu kebutuhan sekolah atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Misalnya program kurikulum adalah bertujuan untuk memperlancar
pelaksanaan kurikulum di sekolah. Jadi program pada dasarnya adalah
penjabaran ide untuk mencapai tujuan.
Monitoring dan evaluasi pada dasarnya terdiri dari dua aspek kegiatan,
yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring bertujuan untuk supervisi artinya
untuk mengetahui apakah program berjalan sebagaimana yang
direncanakan, apa hambatan yang terjadi dan bagaimana para pelaksana
mengatasi masalah. Monitoring menekankan pada pemantauan proses
pelaksanaan program dan sedapat mungkin tim/petugas pemonitor
memberikan saran untuk mengatasi masalah yang terjadi.
Evaluasi adalah proses untuk menentukan sampai tingkat mana tujuan
telah dicapai. Jadi evaluasi merupakan suatu kegiatan pengumpulan dan
penggunaan informasi untuk membuat keputusan mengenai suatu program.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program mencapai sasaran
yang telah ditetapkan. Jadi penelitian evaluasi berusaha memberikan
informasi yang akurat dan obyektif tentang pelaksanaan program. Dengan
demikian maka evaluasi lebih menekankan pada aspek out put
Kegiatan monitoring dan evaluasi program SMPN 1 Lappariaja
dilaksanakan belum berdasarkan prinsip-prinsip monitoring dan evaluasi
program. Kegiatan monitoring dan evaluasi tidak melalui tahap persiapan,
pelaksanaan dan pelaporan. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan
tanpa ada persiapan, pembagian tugas dan tanggungjawab, tidak
menggunakan instrumen.
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi
secara lisan atau berdasarkan bukti dan fakta yang ditemukan di lapangan.
Hasil monitoring dan evaluasi yang diperoleh kemudian diinformasikan
kepada warga sekolah untuk memperoleh umpan balik. Model pelaksanaan
monitoring dan evaluasi yang dilakukan di sekolah sangat tergantung
kepada kemauan kepala sekolah serta pemahaman terhadap pelaksanaan
monitoring dan evaluasi itu sendiri.
E. Peningkatan Kompetensi berdasarkan AKPK yang kurang di Sekolah
Magang 2
Pembuatan laporan untuk kegiatan peningkatan kompetensi berdasarkan
hasil AKPK yang kurang/rendah di sekolah magang kedua.Berdasarkan hasil
AKPK diperoleh data bahwa kompetensi yang perlu ditingkatkan di sekolah
magang 2 adalah kompetensi kewirausahaan. Upaya untuk peningkatan
kompetensi kewirausahaan secara langsung di SMP Negeri 1 Lappariaja
dilakukan dengan melalui tahapan kegiatan meliputi: persiapan, hasil.
a. Persiapan
Sebagaimana lazimnya setiap kegiatan pasti didahului dengan persiapan,
pertama-tama kami mengunjungi SMP Negeri 1 Lappariaja tanggal 16 Juni
2017, menemui kepala sekolah dan menyampaikan maksud dan tujuan kami,
sebagai tindak lanjut dari on the job learning calon kepala sekolah, bahwa salah
satu aspek yang perlu kami pelajari di sekolah bapak adalah peningkatan
kompetensi sosial, kepala sekolah menerima kami dengan ramah, kami telah
persiapkan angket sekaligus wawancara tentang kompetensi sosial yang
dimiliki oleh kepala sekolah magang 2, dan telah disepakati jadwal wawancara
dan pengisian angket yaitu tanggal, 9 Agustus 2017.
Bahkan beliau menyampaikan beberapa hal tentang kompetensi
kewirausahaan yang harus dimiliki oleh calon kepala sekolah. Dalam konteks
persekolahan seorang kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi
kewirausahaan dalam menjalankan tugasnya. Kompetensi dalam bidang ini
adalah meliputi : (1) menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah (2) bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah
sebagaiorganisasi yang efektik (3) memiliki motivasi yang kuat untuk sukses
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah, (4)
pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menhadapi kendala
yang dihadapi sekolah, (5) memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola
kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar peserta
didik.Kewirausahaan dalam kontes ini adalah penguatan jiwa, nilai dan
semangat kewirausahaan untuk kepentingan pendidikan yang bersifat social
bukan untuk kepentingan komersial.. Kewirausahaan dalam pendidikan yang
diambil adalah karakteristiknya ( sifatnya), sepertiinovatif, bekerja keras,
motivasi yang kuat, pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik, serta
memiliki naluri kewirausahaan bukan mengomersialkan sekolah dalam
mengembangkan sekolah.
Ada dua istilah yang sering dipakai unruk menggambarkan asal-usul
istiah kewirausahaan, yaitu “entrepreneurship” (bahasa Inggris),
“enterepreneur” (bahasa Prancis) yang berate seorang yang melakukan sesuatu
usaha (baru) yang berisiko. Alam bahasa Indonesia istilah entrepreneur
diterjemahkan “pengusaha” atau orang yang memiliki usaha. Pada tahun
1970-an “entrepreneur sebagai “wiraswsta” yang berbeda dengan pengusaha.
Pada tahun 1980-an digunakan istila “wirausaha” sebagai padanan istilah
“entrepreneur” . Wirausaha diartikan sebagai seorang pahlawan dalam usaha
atau orang yang berani melakukan suatu usaha.
Drucker (1985) menilai wirausaha dalam arti jiwa atau nilai-nilai seperti
adanya keinginan untuk melakukan perubahan ( bersifat harus) terhadap
sesuatu yang baru ( greedy for new things). Bebeda sedikit defenisi yang
disampaikan oleh Zimmerer ( 2005) menyebutkan kewirausahaan sebagai suatu
proses penerapan kreativitas dan keinovatian dalam kehidupan. Defenisi yang
lebih lengkap dikemukakan dalam Inpres Nomor 4 tahun 1995 tanggal 30 Juni
1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan
Kewirausahaan. Dalam inpres tersebut kewirausahaan diartikan sebagai
semangat, sikap, prilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha
dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan,
menerapkan cara kerja,teknologi dan produksi baru dengan meningkatkan
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan/atau
memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Edy Legowo dkk (2001) dalam penelitiannya menemukan sebelas
karakteristik pribadi wirausaha yaitu (1) berani mengambil resiko tingkat
sedang ,(2) kreatif dan inovatif,(3) motivasi berprestasi, (4) kemandirian,(5)
keuletan, (6) kepemimpinan,(7) berorientasi masa depan, (8) internal locus of
control, (9) komunikatif dan reflektif, (10) perilaku instrumental, (11)
penghargaan terhadap uang. Karakter kompetensi kewirausahaan yang sangat
penting bagi seorang kepala sekolah adalah (1) karakter inovatif adalah
karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin yang memiliki kemampuan
berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide baru yang bermanfaat di setiap
kesempatan, memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan mampu
memecahkan masalah, (2) kerja keras dan pantang menyerah ialah kegiatan
maksimal yang banyk menguras tenaga, pikiran, dan waktu untuk
menyelesaikan sesuatu, (3) motivasi berprestasi tinggi ialah dorongan untuk
melakukan sesuatu dalam untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan yang
dianggap penting, (4) berani mengambil resiko yaitu kemampuan seseorang
untuk mau mengambil langkah dalam ketidakpastian dan mengambil beban
tanggung jawab untuk masa depan, (5) proaktif berarti melakukan sesuatu
dengan inisiatif sendiri kemudian bertanggung jawab terhadap perilakunya
sendiri.
Strategi pengembangan karakter kewirausahaan dapat diintegrasikan
dalam proses pembelajran,kegiatan ekstrakuriler dan budaya sekolah
b. Pelaksanaan
Berdasarkan kesepakatan awal dari kepala sekolah SMP Negeri 2
Lappariaja (sekolah magang 2), bahwa wawancara dan pengisian angket
tentang kompetensi kewirausahaan yang dimiliki oleh beliau, yaitu tanggal 9
Agustus 2017, sebagai tindak lanjut dari analisis kemampuan peningkatan
keprofesian (AKPK) pada jaring laba-laba salah satu kompetensi yang harus
kami ditingkatkan adalah kompetensi kewirausahaan, maka sebagai calon
kepala sekolah menindaklanjuti kesekolah magang 2 yaitu SMP Negeri 1
Lappariaja
Dari hasil wawancara yang kami lakukan terhadap kepala sekolah SMP
Negeri 1 Lappariaja ternyata kompetensi kewirausahaan kepala sekolah
tersebut baik, dapat menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah , guru bahkan siswa serta orang tua siswa dapat dia libatkan.
Dalam merencanakan pengembangan sekolah selalu mengundang pihak
orang tua siswa membicarakan langkah-langkah yang akan ditempuh dan
diprogramkan dalam satu tahun kedepan, salah satu terobosannya yaitu
mengolah sampah menjadi barang berharga disamping membantu petugas
kebersihan menjaga kebersihan lingkungan sekolah juga bernilai ekonomis.
Salah satu bentuk pengolahan yang kami temukan pada SMP Negeri 1
Lappariaja adalah sebagai berikut :
c. Hasil
Berdasarkan hasil wawancara dan angket yang telah di isi oleh kepala
sekolah SMP Negeri 1 Lappariaja (sekolah magang 2), maka kami
mendapatkan hasil bahwa kompetensi kewirausahaan beliau sangat baik, hal
ini juga dibuktikan dengan pengakuan seorang guru bahwa kepala sekolah
mereka memang sangat kreatif dan dapat menciptakan inovasi yang berguna
dan bernilai ekonomi serta memiliki motivasi yang kuat dan mampu
memikirkan langka-langka yang ditempuh untuk sukses dalam
mengembangkan mutu sekolah serta mampu mencari jalan keluar jika
menghadapi hambatan.
Kepala sekolah SMP negeri 1 Lappariaja juga sangat terbuka kepada
teman guru sehingga segala program yang direncanakan melibatkan semua
komponen yang ada disekolah mereka.