Anda di halaman 1dari 20

HASIL PRESENTASI MENGENAI RETENSIO PLASENTA

MATA KULIAH KEPERAWATAN MATERNITAS

DOSEN PENGAMPU :

INTAN KOMALASARI, APP, M.Kes

DISUSUN OLEH :

MULIYA PO.71.20.1.19.062

MUTHIARA RINJANY AP PO.71.20.1.19.063

NADIA NURUL IZZATI PO.71.20.1.19.064

NADIYAH ZANNATI A PO.71.20.1.19.065

TINGKAT 2B

DIII KEPERAWATAN PALEMBANG

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Implikasi Asuhan
Keperawatan Retensio Plasenta“ ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan
juga kami berterima kasih kepada Ibu Intan Komalasari, APP, M.Kes selaku Dosen mata kuliah
Keperawatan Maternitas yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dari jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya, sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
mohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Palembang, 06 Oktober 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
LAPORAN DISKUSI...........................................................................................................................4
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................................5
1.3 TUJUAN MASALAH.................................................................................................................6
BAB II...................................................................................................................................................7
HASIL PRESENTASI..........................................................................................................................7
2.1 PAPARAN PERTANYAAN......................................................................................................7
2.2 PAPARAN DATA PRESENTASI..............................................................................................9
2.3 PAPARAN ISI.............................................................................................................................9
1. Pengertian...................................................................................................................................9
2. Etiologi.....................................................................................................................................10
3. Patofisiologi.............................................................................................................................11
4. WOC Retensio Plasenta...........................................................................................................11
5. Klasifikasi................................................................................................................................11
6. Manifestasi Klinis....................................................................................................................12
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang.........................................................................................13
8. Komplikasi...............................................................................................................................14
9. Penatalaksanaan.......................................................................................................................15
BAB III................................................................................................................................................18
PENUTUP...........................................................................................................................................18
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................................................18
3.2 SARAN.........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................20

3
LAPORAN DISKUSI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan masyarakat, sehingga menjadi salah satu target yang telah ditentukan yang harus
dicapai dalam tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yaitu tujuan ke-5,
meningkatkan kesehatan ibu dengan mengurangi. Berdasarkan kesepakatan MDGs pada tahun
2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga per empat dalam kurun waktu
1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu menjadi 102/100.000.Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian perinatal
(AKP) yang masih tinggi telah lama mengundang perhatian pemerintah. Menurut hasil
berbagai survei, AKI di Indonesia tahun 2014 berkisar antara 300 dan 400 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di negara maju hanya sekitar 10 per 100.000
kelahiran hidup. AKI yang tinggi di Indonesia menunjukkan masih buruknya tingkat
kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan. Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia
(24%) dan infeksi (11%).
Dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia disebut bahwa
dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015, Making Pregnancy
Safer mempunyai visi dan misi untuk mencapai Indonesia sehat 2015. Visi Making Pregnancy
Safer adalah semua perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan
aman dan bayi dilahirkan hidup sehat. Sedangkan misi Making Pregnancy Safer
menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia (Depkes RI, 2011).

Angka kematian ibu di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatra berjumlah


490/100.000 yang disebabkan oleh perdarahan 30%, eklampsia 25%, dan infeksi 12%.

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan,
infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip

4
plasenta. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
(Prawirohardjo, 2005).

Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab


kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar
43%. Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan
insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain
dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya
dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika
tidak mendapat perawatan medis yang tepat.

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 cc selama 24 jam
setelah anak lahir. Perdarahan bertanggung jawab atas 28% kematian ibu, salah satu penyebab
kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas yang terjadi karena retensio
plasenta, sehingga perlu dilakukan upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat
diwujudkan dengan upaya peningkatan keterampilan tenaga kesehatan khususnya dalam
pertolongan persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi
Dasar dan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif, ketersediaan dan
keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas dalam pembangunan sektor
kesehatan guna pencapaian target MDG’s.

Pada kejadian retensio plasenta atau palsenta tidak keluar dalam waktu 30 menit
tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk
mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Jelaskan tentang konsep dasar dari retensio plasenta mulai dari pengertian, etiologi,
patofisiologi, WOC Retensio Plasenta, Klasifikasi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan
Diagnostik/Penunjang, Komplikasi, Penatalaksanaan.
2. Jelaskan asuhan keperawatan secara teoritis retensio plasenta mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, evaluasi.

5
3. Jelaskan tentang asuhan keperawatan kasus mulai dari pengkajian, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi, dan evaluasi.

1.3 TUJUAN MASALAH


1. Mengetahui bagaimana konsep dasar retensio plasenta.
2. Mengetahui tentang asuhan keperawatan secara teoritis pada retensio plasenta.
3. Mengetahui tentang asuhan keperawatan tentang kasus dari retensio plasenta.

6
BAB II

HASIL PRESENTASI

2.1 PAPARAN PERTANYAAN


Pertanyaan 1

[Tanya] Reviana Ayu Riwanda : Komplikasi apa yang sering terjadi pada ibu postpartum yang
mengalami retensio plasenta?

[Jawab] Nadiyah Zannati A: Terjadinya komplikasi retensio plasenta pada ibu postpartum
umumnya tergantung pada faktor risiko pasien. Komplikasi retensio plasenta yang paling sering
ditemukan adalah perdarahan postpartum dan endometritis postpartum.

1. Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada pasien retensio
plasenta. Perdarahan umumnya terjadi setelah plasenta terlepas dari dinding uterus sehingga
pembuluh darah uterus menjadi terbuka. Apabila uterus tidak memiliki kontraksi yang adekuat,
maka perdarahan postpartum akan terjadi.

2. Endometritis Postpartum

Endometritis postpartum merupakan kondisi inflamasi pada dinding uterus. Komplikasi ini
umumnya terjadi setelah dilakukan manual plasenta. Tindakan manual plasenta akan meningkatkan
risiko kontaminasi bakteri pada kavitas uterus.

Pertanyaan 2

[Tanya] Lidya Margareta Mahulae : Bagaimanakah tindakan mengeluarkan plasenta sesuai


dengan contoh kasus di dalam ppt tersebut?

[Jawab] Muthiara Rinjany AP : Pada kasus tersebut plasenta belum keluar saat dicoba dengan
tindakan manual dan terjadi perdarahan maka plasenta dapat dikeluarkan dengan tang ( cunam )

7
abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase.

Pertanyaan 3

[Tanya] Lati Lestari : Apa Saja Gejala yang Perlu Diperhatikan pada retensio plasenta?

[Jawab] Muliya : Gejala utama ditandai dengan tertahannya plasenta di dalam rahim setelah ibu
melahirkan. Gejala utama akan diikuti dengan sejumlah gejala berikut ini:

• Rasa nyeri pada perut yang terjadi dalam waktu lama.

• Keluarnya cairan berbau busuk dari dalam vagina.

• Perdarahan hebat setelah keluarnya janin.

• Kenaikan suhu tubuh.

Ketika retensio plasenta terjadi, langkah utama yang paling tepat dilakukan adalah mengeluarkan
plasenta dari rahim menggunakan tangan. Namun, cara ini memerlukan kehati-hatian yang ekstra,
karena risiko ibu mengalami infeksi sangat besar. Selain menggunakan tangan, dokter dapat
memberikan obat suntik, guna membantu ibu berkontraksi, sehingga plasenta bisa keluar.

Pertanyaan 4

[Tanya] Peni Ana Sari : Dalam kasus diatas, bagaimanakah penanganan umum yang dilakukan
terhadap ibu post partum yang mengalami retensio plasenta?

[Jawab] Muliya : Penanganan umum yang dilakukan adalah dengann cara :

1. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat
merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2. Pastikan kandung kemih sudah kosong
3. Jika plasenta belum keluar juga, berikan oksitoksin 10 unit i.m
4. Jika uterus berkontraksi, lakukan PTT (peregangan tali pusat terkendali (PTT))
5. Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual

8
2.2 PAPARAN DATA PRESENTASI

NO NAMA NIM TUGAS KETERANGAN


1 MULIYA PO.71.20.1.19.062 MODERATOR HADIR
2 MUTHIARA RINJANY PO.71.20.1.19.063 PENYAJI HADIR
AP
3 NADIA NURUL IZZATI PO.71.20.1.19.064 - TIDAK HADIR
4 NADIYAH ZANNATI A PO.71.20.1.19.065 PENYAJI HADIR

2.3 PAPARAN ISI


1. Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir. (Prawirohardjo, 2009).

Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas
sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. (Manuaba, 2006).

Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak
lahir. (Sastrawinata, 2008)

Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta adalah terlambatnya
kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi.

Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat
berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang
merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada masa post partum. Apabila sebagian placenta
lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi
dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah
lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.

9
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio placenta memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan penderita yang kurang. Oleh karena itu
sebaiknya penanganan kala III pada persalinan mengikuti prosedur tetap yang berlaku.

2. Etiologi
Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :

1) Placenta belum lepas dari dinding uterus


Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksii
uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan (b) placenta yang tumbuh melekat erat
lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
2) Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri
dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada
bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a) penanganan kala III yang
keliru/salah dan (b) terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
placenta (placenta inkaserata). Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan
atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut :
 Placenta Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam
 Placenta Inkreta; placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih dalam
menembus desidua sampai miometrium.
 Placenta Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum
mencapai lapisan serosa.
 Placenta Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium dinding
rahim.
 Placenta Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi ostium
uteri.

10
3. Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif
uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya
secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah
yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri.
Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam
rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang
(Prawirohardjo, 2009).

4. WOC Retensio Plasenta

5. Klasifikasi
a. Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan
mekanisme separasi fisiologis. Tipis sampai hilangnya lapisan jaringan ikat Nitabush, sebagian
atau seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya plaenta saat terjadi kontraksi dan retraksi otot
uterus.

11
b. Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium.
Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar Nitabush sehingga plasenta sebagian atau seluruhnya
mencapai lapisan desidua basalis. Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi
atau retraksi otot uterus, dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas.
Plasenta manual sering  tidak lengkap sehingga perlu diikuti dengan kuretase.
c. Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum. Implantasi
jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus sehingga, tidak mungkin lepas sendiri. Perlu
dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus diikuti (kuretase tajam dan
dalam, histeroktomi).
d. Plasenta Perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan
serosa dinding uterus. Jonjot plasenta menembus lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum
kavum abdominalis. Retensio plasenta tidak diikuti perdarahan, plasenta manual sangat sukar,
bila dipaksa akan terjadi perdarahan dan sulit dihentikan, atau perforasi. Tindakan definitif :
hanya histeroktomi.
e. Plaserita Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri.
Plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh karena kontraksi SBR.

6. Manifestasi Klinis
Gejala yang selalu ada : Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul : Tali puasat putus akibat traksi yang berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan (Prawirohardjo, 2009).

1) Fisiologi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal
lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta

12
biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan
kurang lebih 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti
benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili korialis
yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua
basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke
dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari 8 kotiledon-kotiledon
janin. Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa
metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta
penyalur berbagai antibodi ke janin (Prawirohardjo, 2009).
2) Fisiologi Pelepasan Plasenta
Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium sehinga
mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih
kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi
atau berintraksi pada area pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah
ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta
dari uterus dan mendorong keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan
bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001).
3) Predisposisi Retensio Plasenta
Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu :

a. Grandemultipara.
b. Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas.
c. Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis.
d. Plasenta previa, karena dibagian isthmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga perlu
masuk jauh kedalam.
e. Bekas operasi pada uterus. (Manuaba, 2007)

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Untuk memperkuat adanya dugaan retensio plasenta maka dilakukanlah pemeriksaan penunjang
yang meliputi :

13
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated
Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor
lain.

8. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :

1) Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit 9 perlepasan hingga kontraksi
memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2) Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri.
3) Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada
ostium baik.
4) Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses
keganasan akan berjalan terus.
5) Syok haemoragik. (Prawirohardjo, 2005)
6) Penanganan Retensio Plasenta Dengan Separasi Parsial :
a. Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekspulsi plasenta tidak terjadi,
cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg/rektal.
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-
hati dan harus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.

14
e. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
f. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 gr IV/oral + metronidazoll gr supositoria/oral).
g. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok

neurogenik. (Prawirohardjo, 2009)

9. Penatalaksanaan
a. Penanganan Umum
 Jika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat
merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placenta tersebut.
 Pastikan kandung kemih sudah kosong.
 Jika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unit i.m. Jika belum dilakukan pada
penanganan aktif kala III.
 Jika uterus berkontraksi, lakukan PTT.
 Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran placenta secara manual.

a. Penanganan Khusus
Retensio placenta dengan separasi parsial :
 Tentukan jenis retensio yang terjadi.
 Regangan tali pusat dan minta klien untuk mengedan, bila ekspulsi placenta tidak terjadi,
coba traksi terkontrol tali pusat.
 Pasang infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml cairan dengan 40 tetes/menit.
 Transfusi jika perlu.
 Beri antibiotik dan atasi komplikasi.

Placenta inkaserata :

 Tentukan diagnosa kerja


 Siapkan alat dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
 Siapkan anastesi serta infus oksitoksin 20 ui dalam 500 ml dengan 40 tetes/menit.
 Pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, TFU, perdarahan pasca tindakan.

15
Placenta akreta :

 Tentukan diagnosis
 Stabilitas pasien
 Rujuk klien ke RS karena tindakan kasus ini perlu dioperasi.

Placenta manual :

 Kaji ulang indikasi dan persetujuan tindakan.


 Kaji ulang prinsip perawatan dan pasang infus.
 Berikan sedativa, analgetik, dan antibiotik dengan dosis tunggal.
 Pasang sarung tangan DTT.
 Jepit tali pusat, tegangkan sejajar lantai.
 Masukan tangan secara obstetrik menelusuri tali pusat dan tangan lain menahan fundus uteri.
 Cari insersi pinggir placenta dengan bagian lateral jari-jari tangan.
 Buka tangan obstetrik seperti memberi salam dan jari-jari dirapatkan, untuk menentukan
tempat implantasi.
 Gerakan tangan secara perlahan bergeser kekranial sehingga semua permukaan maternal
plasenta dapat dilepaskan.
 Jika tidak terlepas kemungkinan akreta. Siapkan untuk laparatomi.
 Pegang plasenta, keluarkan tangan beserta plasenta secara pelahan.
 Pindahkan tangan luar kesupra simphisis untuk menahan uterus saat placenta dikeluarkan,
dan periksa placenta.
 Berikan oksitoksin 10 iu dalam 500 ml cairan dengan 60 tts/menit.
 Periksa dan perbaiki robekan jalan lahir.
 Pantau tanda vital dan kontrol kontraksi uterus dan TFU.
 Teruskan infus dan transfusi jika perlu.

Penanganan Retensio Plasenta

1) Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV – line dengan kateter yang berdiameter
besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang

16
hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi
oksigen.  Tranfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9%
( normal saline ) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin
untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta
adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30
menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang
( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati – hati karena
dinding rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda – tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengertian
retensio plasenta menurut buku obstetri adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam. Dan tindakan pertama yang dilakukan yaitu dengan cara manual plasenta, dimana
tindakan ini dilakukan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual (mengggunakan
tangan) dari tempat implantasinya.

Asuhan keperawatan pada pasien post manual plasenta adalah suatu tindakan yang diberikan
pada ibu post partum mulai dari pengkajian data, menentukan diagnosa yang muncul, membuat
rencana tindakan mengimplementasikan dan terakhir melakuakan evaluasi tindakan yang telah
dilakukan.

Dari hasil pengkajian dan di analisa pada Ny. E dapat ditegakan empat masalah keperawatan
yaitu kekurangan volume cairan, nyeri akut, gangguan eliminasi BAB : konstipasi dan risiko tinggi
terjadi infeksi. Dan penulis dapat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk pasien
dengan post manual plasenta sesuai dengan teori yang ada, kemudian penulis melakukan tindakan
keperawtan sesuai dengan perencanaan yang dibuat sebelumnya, dan berkat bantuan dari berbagai
pihak implementasi keperawatan dapat diberikan sesuai dengan rencana dan memberikan hasil yang
positif terhadap Ny. E yaitu masalah dapat teratasi. Kemudian melakukan pendokumentasian asuahn
keperawatan kepada Ny. E dalam bentuk karya tulis ini.

3.2 SARAN

Dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan dan ilmu tentang keperawatan


khususnya tentang asuhan keperawatan maternitas dengan post manual plasenta, maka rekomendasi
dari penulis adalah sebagai berikut :
1. Bagi perawat

18
diharapkan memandang pasien sebagai makhluk yang unik dan dalam memberikan
perawatan harus dilakukan secara komprehensif meliputi aspek bio-psikososial dan spiritualnya,
dan menambah pengetahuan serta keterampilan dalam melakukan perawatan pada klien.
2. Bagi institusi pendidikan,

yang telah membekali anak didiknya dengan ilmu pengetahuan yang banyak khususnya
dibidang keperawatn agar tercipta sumber daya manusia yang profesional, bermartabat dan
berilmu.
2. Bagi Rumah Sakit Tingkat II Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh diharapakan dapat lebih
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatannya

19
DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik. Profil Statistik Wanita, Ibu dan Anak di Indonesia. Jakarta, 1994.

Blum HL. Planning for Health; Developme nt Application of Social Change Theory. , New
York: Human Science Press, 1972. p.3.

Paradigma Sehat, Pola Hidup Sehat, dan Kaidah Sehat. Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat. Departemen Kesehatan RI, 1998.

Arie Walukow. Dari Pendidikan Kesehatan ke Promosi Kesehatan. Interaksi 2004; VI


(XVII):4

Profil Pengobat Tradisional di Indonesia. Dir. Bina Peran Serta Masy., DirJen. Pembinaan
Kes.Mas.. Departemen Kesehatan RI. 1997. hal. 4

Sudarti, 198711. Loedin AA. Dalam:Lumenta B.Penyakit, Citra Alam dan Budaya. Tinjauan
Fenomena Sosial. Cet.pertama Penerbit Kanisius, 1989. hal.7-8.

Priyanti Pakan, MF.Hatta Swa sono. Antropologi Kesehatan.Jakarta: Percetakan Universitas


Indonesia, 1986. WHO. The Otta wa Charter for Health Promotion,1986.

20

Anda mungkin juga menyukai