Anda di halaman 1dari 5

PENEGAKKAN DIAGNOSIS STROKE ISKEMIK

GEJALA DAN TANDA KLINIS

Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara praktis mengacu pada definisi sroke, yaitu kumpulan gejala
akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang atau hilangnya aliran
dara pada parekim otak, retina, atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah arteri maupun vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan/atau patologi.

Gejala gangguan fungsi otakpada stroke sangat tergantung pada daerah otak yang terkena. Defisit neurologis yang
ditimbulkannya dapat bersifat fokal maupun global yaitu:

 Kelumpuhan sesisi atau kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas, kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata,
kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan, bicara dan sebagainya
 Gangguan fungsi keseimbangan
 Gangguan fungsi penghidu
 Gangguan fungsi penglihatan
 Gangguan fungsi pendengaran
 Gangguan fungsi somatic sensoris
 Gangguan fungsi kognitif, seperti: gangguan atensi, memori, bicara verbal, gangguan mengerti pembicaraan, gangguan
mengerti pengenalan ruang, dan sebagainya
 Gangguan global berup gangguan kesadaran

Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun oleh cincinati menggunakan singkatan FAST,
mencakup F yaitu facial drop (mulut mencong atau tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada tangan), S yaitu
speech difficulties ( kesulitan bicara), serta T yaitu time to seek medical health (waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST
memiliki sensitifitas 85% dan spesifisitas 68% untuk menegakkan stroke, serta reabilitas yang baik pada dokter dan paramedis.

Tanda klinis stroke juga dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik neurologi untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan
gejala yang didapatkan berdasrkan anamnesis. Pemeriksaan fisik yang utama meliputi penurunan kesadaran berdasarkan Skala
Koma Glasgow ( SKG, kelumpuhan saraf cranial, kelemahan motorik, deficit sensorik,gangguan otonom, gangguan fungsi
kognitif dan lain lain)

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Kriteria diagnosis stroke iskemik adalah terdapat gejala deficit neurologis global atau salah satu/beberapa deficit neurologis
fokal yang terjadi mendadak dengan bukti gambaran pencitraan otak ( CT-Scan/ MRI). Adapun diagnosis banding yang paling
sering, yakni stroke hemoragik (belum dilakukan CT/MRI otak)

Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis serta untuk eksplorasi faktor resiko dan etiologi stroke iskemik
berupa:

a) Elektrokardiogram (EKG)
b) Pencitraan otak: CT-Scan kepala non kontras, CT angiografi/MRI dengan perfusi dan difusi serta magnetic resounance
angiogram ( MRA )
c) Doppler karotis dan vertebralis
d) Doppler transkranial ( transcranial Doppler/TCD)
e) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium di IGD yakni hematologi rutin, GDS, dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Selanjutnya di ruang
perawatan dilakukan pemeriksaan rutin GDP dan 2 jam pascaprandial, HbA1c, profil lipid, C-reaktif protein (CRP) dan laju endap
darah. Pemeriksaan hemostasis, seperti activated partial thrombine time ( APTT), prothrombine time (PT), dan internasional
normalized ratio (INR), enzim jantung (troponin, creatine kinase MB/CKMB), fungsi hati, tes uji fungsi trombosit ( uji resistensi
aspirin dan klopidogrel) serta elektrolit dilakukan atas indikasi

Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan indikasi (sebagian dapat dilakukan di ruang rawat) meliputi :

1) Digital substraction angiography (DSA) serebral


2) MR difusi dan perfusi atau ct perfusi otak
3) Ekokardiografi ( transtorakal dan/atau transesofageal
4) Rontgen toraks
5) Saturasi oksigen, dan analisis gas darah
6) Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perdarahan subaraknoid namun pada CT-Scan tidak ditemukan gambaran
perdarahan
7) EKG holder, jika dicurigai terdapat AF paroksismal
8) Elektroensofalografi ( EEG) jika dicurigai adanya kejang
9) Penapisan toksikologi ( misalnya alcohol,kecanduan obat)
10) Pemeriksaan antikardiolipin dan antibody antinuclear (ANA) jika dicurigai adanya lupus
11) Pemeriksaan neurobehavior

Pemeriksaan evaluasi komplikasi

Komplikasi pada stroke akut dapat berupa pneumonia, infeksi saluran kemih, thrombosis vena dalam atau deep vein
thrombosis ( DVT), dekubitus, spastisitas dan nyeri, depresi, gangguan fungsi kognitif, serta komplikasi metabolic lain seperti
gangguan elektrolit.
PENEGAKKAN DIAGNOSIS STROKE HEMORAGIK

GEJALA DAN TANDA KLINIS

Perjalanan klinis pasien stroke hemoragik dapat berkembang dari deficit neurologis fokal hingga gejala peningkatan TIK berupa
nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan muntah, serta perburukan klinis deficit neurologis seiring dengan perluasan lesi
perdarahan yang memberikan efek desak ruang. Perkembangan ini dapat berlangsung dalam periodemenit, jam, dan bahkan
hari.

Computed Tomography (CT)Scan menunjukkan hematom akan membesar dalam 6 jam pertama. Keadaan klinis kemudian akan
menetap apabila terjadi keseimbangan antara TIK, luasnya hematom, efek desak ruang pada jaringan otak, dan berhentinya
perdarahan. TIK dapat berkurang seiring dengan berkurangnya volume hematom akibat perdarahan yang telah berhenti atau
hematom masuk ke ruang ventrikel.

Selain itu, efek desak ruang juga disebabkan oleh edema disekitar hematom ( perihematomal). Pada beberapa kasus yang
mengalami perburukan setelah kondisi klinis stabil dalam 24 sampai 48 jam pertama, diduga mengalami perluasan edema
perihematomal.

Beberapa gejala klinis stroke hemoragik antara lain nyeri kepala, penurunan kesadaran, muntah, kejang, kaku kuduk, serta
gejala lain seperti aritmia jantung dan edema paru. Nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan, berkaitan
dengan lokasi dan luasnya lesi perdarahan, yaitu padastroke hemoragik didaerah lobaris, serebelum, dan lokasi yang
berdekatan dengan struktur permukaan meningen. Pada perdarahan kecil di parenkim otak yang tidak memiliki serabut nyeti,
tidak terdapat nyeri kepala saat fase awal perdarahan. Namun seiring perluasan hematom yang menyebabkan peningkatan TIK
dan efek desak ruang, keluhan nyeri baru muncul yang biasanya disertai muntah dan penurunan kesadaran.

Penurunan kesadaran terjadi pada stroke hempragik yang besar atau berlokasi dibatang otak. Hal ini disebabkan efek desak
ruang dan peningkatan TIK, serta keterlibatan struktur reticulating activating system (RAS) dibatang otak. Muntah juga akibat
peningkatan TIK atau kerusakan local di ventrikel ke 4, biasanya pada perdarahan sirkulas posterior. Kejang merupakan gejala
yang dikaitkan dengan lokasi perdarahan. Lokasi yang bersifat epileptogenik antara lain perdarahan lobar, gray white matter
junction di korteks serebri, dan putamen.

Gejala lain yang dapat terjadi adalah kaku kuduk, aritmia jantung dan edem paru. Kaku kuduk dapat terjadi di perdarahan
thalamus, kaudatus dan serebelum. Aritmia jantung dan edem paru biasanya berhubungan dengan peningkatan TIK dan
pelepasan katekolamin.

DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING

Penegakan diagnosis stroke dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan
penunjang. Hal terpenting adalah menentukan tipe stroke: strokr iskemik atau perdarahan. Hal ini berkaitan dengan tatalaksana
yang sangat berbeda antara keduanya sehingga kesalahan akan mengakibatkan morbiditas bahkan mortalitas.

Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan meliputi identitas kronologis terjadinya keluhan, faktor resiko pada pasien maupun
keluarga, dan kondisi sosial ekonomi pasien. Dari anamnesis seharusnya didapatkan informasi apakah keluhan terjadi secara
tiba-tiba, saat pasien beraktivitas, atau saat pasien baru bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien umumnya berada dalam
kondisi sedang beraktifitas atu emosi yang tidak terkontrol. Durasi sejak serangan hingga dibawa ke pusat kesehatan juga
merupakan hal penting yang turut menentukan prognosis.

Keluhan yang dialami pasien juga dapat menentukan proses penegakkan diagnosis. Pasien dengan keluhan sakit kepala disertai
muntah ( tanpa mual) dan penurunan kesadaran, umumnya mengarahkan kecurigaan pada stroke hemoragik dengan
peningkatan TIK akibat desak ruang. Meskipun demikian, pada stroke hemoragik dengan volume perdarahan kecil, gejala dapat
menyerupai stroke iskemik tanpa ditemukan tanda-tanda peningkatan TIK. Perlu ditanyakan juga faktor resiko stroke yang ada
pada pasien dan keluarganya, seperti DM, HT, Dislipidemia, Obesitas, Penyakit Jantung, Riwayat Trauama Kepala, serta pola
hidup (merokok, alcohol, obat-obatan tertentu).

Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan umum, kesadaran dan tanda vital. Pada stroke hemoragik, keadaan umum pasien
bisa lebih buruk dibandingkan dengan kasus stroke iskemik. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan kepala, mata, telinga, hidung,
dan tenggorokan (THT) , dada (terutama jantung), abdomen dan ekstremitas. Pemeriksaan ekstremitas bertujuan terutama
untuk mencari edema tungkai akibat thrombosis vena dalam atau gagal jantung.

Pada pemeriksaan tekanan darah, perlu dibandingkan tekanan darah di ekstremitas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas dan
bawah dengan cara menghitung rerata tekanan darah arteri (mean arterial blood pressure/MABP), karena akan mempengaruhi
tatalaksana stroke. Pola pernafasan merupakan hal penting yang harys diperhatikan, karna dapat menjadi penunjuk lokasi
perdarahan, misalnya: pola pernapasan cheyne stokes hiperventilasi neurogenik, klaster, apneustik, atau ataksik.

Pemeriksaan neurologis awal adalah penilaian tingkat kesadaran Skala Koma Glasgow ( SKG), yang selanjutnya dipantau secara
berkala. Kemudian diikuti pemeriksaan refleks batang otak yang meliputi reaksi pupil terhadap cahaya (paling sering dilakukan),
refleks kornea, dan refleks okulo sefalik. Setelah itu dilakukan pemeriksaan nervus kranialis satu persatu srta motorik untuk
menilai trofi, tonus, dan kekuatan otot, dilanjutkan refleks fisiologis dan refleks patologis. Hasil pemeriksaan motorik
dibandingkan kanan dan kiri, serta atas dan bawah, guna menentukan luas dan lokasi lesi. Selanjutnya, pemeriksaan sensorik
dan pemeriksaan otonom ( terutama yang berkaitan dengan inkontinesia atau retensio urin dan alvi).

Pengunaan sistim skor dapat bermanfaat bila tidak terdapat fasilitas pencitraan otak yang dapat membedakan secara jelas
patologi penyebab stroke. Namun system skor tifsk dapat dipastikan pada patologi stroke yang terjadi. Hal ini yang disebabkan
karna manifestasi klinis pada stroke hemoragik dengan volume perdarahn kecil dapat menyerupai stroke iskemik. Demikian
pula manifestasi klinis stroke iskemik luas dengan peningkatan TIK mirip dengan stroke hemoragik.

Sistim penskoran yang dapat digunakan adalah algoritma stroke gajah mada, skor storke djunaidi, dan skor stroke siriraj. Skor
stroke siriraj merupakan system penskoran yang sering digunakan untuk stroke iskemik atau perdarahan.

Pemeriksaan penunjang

Pencitraan otak menggunakan CT-Scanmerupakan baku emas dalam diagnosis stroke hemoragik. CT-Scan lebih unggul dalam
mendeteksi perdarahan langsung berdasarkan gambaran hiperdensitas di parenkim otak dibandingkan MRI yang mmerlukan
perbandingan beberapa sekuensi gambar. Selain itu, pemeriksaan CT-Scan membutuhkan waktu yang lebih singkat dengan
harga yang lebih ekonomis.

Besarnya volume perdarahan dapat diestimasi dengan mengunakan metode ABC

Volume perdarahan (dalam cc) = (AxBxC)/2

A=diameter terbesar hematom pada salah satu potongan CT-Scan ( dalam cm)

B=diameter perpendikular terhadap A (dalam cm)


C= jumlah potongan CT-Scan terdapat hematom X tebal potongan CT-Scan (dalam cm)

Terdapat beberapa ketentuan untuk jumlah potongan CT-Scan dengan hematom, berdasarkan persentase dari hematom
terluas( point C) yaitu :

1. Potongan CT-Scam dihitung 1 bila luas hematom pada potongan tersebut >75%
2. Potongan CT-Scan dihitung 0,5 bila luas hematom pada potongan tersebut 25-75%
3. Potongan CT-sacn tidak dihitung bila luas hematom pada potongan tersebut <25%

Anda mungkin juga menyukai