Anda di halaman 1dari 40

ARTIKEL TEMAKEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH(REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.
Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama :Elsa Pratiwi
NIM :E1A020025
Fakultas&Prodi :Fkip/Pendidikan Biologi
Semester :1(satu)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini,karena limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas dengan tepat waktu.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga saya bias mengerjakan tugas
ini dengan sebaik-baiknya.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah
memberikan saya penjelasan dan juga dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas ini dengan lancar dan maksimal.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat kepada mahasiswa, orang lain
dan juga masyarakat sebagai wadah untuk menjadikan referensi dalam mempelajari
materi terkait dengan islam.

Mataram, 26-10-2020

Elsa Pratiwi
E1A020025

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1
BAB II.Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits 10
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 14
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referesnsi Al-Hadits) 22
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan sertaKeadilan Hukum 35
dalam Islam
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 39

iii
BAB I
TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN
DALAM ISLAM
A. Konsep Ketuhanan dalam Islam
Bicara konsep Ketuhanan dalam Islam, dapat mengartikannya sebagai
kecintaan, pemujaan, atau sesuatu yang mana manusia, menganggapnya
penting.Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menjelaskan tentang keberadaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul-pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku,” (QS. Al-Anbiya: 25).
Allah, mengutus Nabi Adam ‘Alaihis Salam, hingga Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam–terakhir.Ajaran Islam adalah Tauhidullah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala, adalah Tuhan kita. Tidak ada sesembahan selain Allah.
ْ ‫إِ َّننِي أَ َنا هَّللا ُ اَل إِلَ َه إِاَّل أَ َنا َف‬
َّ ‫اعبُدْ نِي َوأَق ِِم ال‬
‫صاَل َة لِذ ِْك ِري‬
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku,” (QS. Thaha: 14). Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah Rabban (Tuhan), Malikan (Raja), dan Ilahan
(Sesembahan) yang hak.
ِ ‫اس إِلَ ِه ال َّن‬
‫اس‬ ِ ‫اس َملِكِ ال َّن‬ ِّ ‫قُلْ أَ ُعو ُذ ِب َر‬
ِ ‫ب ال َّن‬
“Katakanlah: ‘Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia. Raja manusia. Sembahan manusia’,” (QS. An-Nas: 1-3).
B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
1. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah
konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah
maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman
batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori
yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama
kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

1
2. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang
berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai
pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama
yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti
(India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera
dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya.
3. Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh
masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang
selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya
dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari
roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang
sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi
kebutuhan roh.
4. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh
yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan
kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung
jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang
membidangi angin dan lain sebagainya.
5. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi,
karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan
kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu).

2
Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun
manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan
untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
6. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana
dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang
(1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia
mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama
monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan
pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka,
yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
C. Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam,
atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal,
tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya
aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami
Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang
bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan
pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat
antara liberal dengan tradisional. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai
sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut yaitu:
 Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta
menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan
keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir
dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah
bainal manzilatain).Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai
bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan
kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional
ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam.
3
Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya
mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir
sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah
pecahan dari Khawarij.
 Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia
akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus
bertanggung jawab atas perbuatannya.
 Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia
tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua
tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
 Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah
dan Jabariah, Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan
dalam kalangan umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran
tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena
itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut
sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari
islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang
ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan
Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di
antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang
perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah
aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
D. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas
pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah
benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi
tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai
hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.Informasi tentang
asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
1) QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah
adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia
menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan
kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
4
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya
tidak ada perbedaan konsep tentang  ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu
hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya
melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama
dan Muhammad sebagai terakhir.Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran
tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan
manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya,
merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
2) QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah
Tuhaku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan
tempat mereka adalah neraka.
3) QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah.
Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu
pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”,
karena dianggap sebagai isim musytaq.Tuhan yang haq dalam konsep al-
Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran
ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran
diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada
Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain
surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut
informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar
Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori
evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti
konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa
menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak
berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-
bagian.

5
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan
dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat
syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas
utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.Konsepsi kalimat La ilaaha illa
Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia
mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan
hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.

6
BAB II
SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
A. Pengertian Sains dan Teknologi
Definisi sains menurut tradisi Islam ialah sains yang bersumberkan daripada
tradisi sains tamadun awal terutamanya Tamadun Islam dan kaedah empirikal dan
matematikal ataupun logikal merupakan sebahagian sahaja kaedah yang
digunakan (Harun, 1992: 7). Metedologi sains Islam juga mengakui kaedah yang
bukan empiris seperti ilham dan kaedah gnostik atau kashf sebagai tergolong
dalam metodolgi saintifik. Kaedah ini pernah diamalkan oleh tokoh sains Islam
yang terkenal. Islam amat menyeru kepada penganutnya yang mementingkan
budaya ilmu dan melakukan sesuatu proses pencarian ilmu pengetahuan dengan
bersungguh-sungguh. Islam amat menegaskan tentang kepentingan menimba ilmu
dan dipraktikkan dalam pengenalan ilmu sains dan teknologi. Perkara ini dapat
dibuktikan secara fakta bahawa wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW amat menekankan kepada pembacaan sebagai perkara penting
dalam menimba ilmu (Jasmi, 2016b; Muslim, 2003; Ujang, 2009; Yusuf, 2011;
Samrin, 2013; Ina Fauzia, 2015).
Ilmu adalah satu perkara wajib yang perlu dituntut oleh setiap umat manusia
terutamanya umat Islam sama ada lelaki maupun perempuan 15(Ujang, 2009;
Jasmi, 2016b). Perkara ini dapat diterjemahkan menurut sebuah hadis Rasulullah
SAW yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA (Ibn Majah, 2009: 224):menuntut
ilmu adalah satu kewajipan ke atas setiap orang Islam. (Ibn Majah) Dalam karya
Imam Al-Ghazali (1967) dan Jasmi (2018) pula, kewajipan menuntu ilmu yang
tersebut dalam hadis ini terbahagi kepada dua, iaitu wajib fardu ain dan wajib fardu
kifayah. Mendalami ilmu sains teknologi juga termasuk dalam kelompok ilmu wajib
fardu kifayah. Selain daripada al-Quran yang banyak menceritakan tentang
fenomena sains yang wujud, terdapat beberapa hadis yang menggalakkan umat
Islam mengkaji dan mendalami tentang fenomena sains yang wujud (Jasmi, 2013a,
2013b, 2013d, 2013c). Antara hadis tersebut ialah peristiwa Nabi Muhammad SAW
yang melarang sahabat baginda daripada melakukan proses pendebungaan pokok
kurma dengan menabur debunga jantan ke atas debunga betina lalu menyebabkan
buah kurma tidak masak sepenuhnya.

7
Firman Allah SWT: “Dan antara tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya dan
kebijaksanaan-Nya ialah kejadian langit dan bumi, dan berbeza bahasa kamu dan
warna kulit kamu. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan bagi
orang yang berpengetahuan.” (Surah al-Rum, 30: 22) Peningkatan teknologi amat
memberi galakkan dan dorongan umat Islam untuk menceburi dan mendalami
tentang keindahan sains-teknologi agar tidak ketinggalan jauh daripada peredaran
zaman. Umat Islam yang sejati akan menjadikan al-Quran dan hadis sebagai
panduan untuk memacu teknologi ke arah yang komprehensif dan lebih teratur
demi mewujudkan masyarakat Islam majmuk yang lebih berkualiti dan berinnovasi
berteraskan keilmuan Islam.
Allah SWT berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan bahawa Allah memudahkan
untuk kemudahanmu apa yang ada dilangit dan di bumi, dan memudahkan untuk
kemudahan kamu apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi, dan
melimpahkan kepada kamu nikmat-Nya yang zahir dan batin. (Surah al-Luqman,
31: 20) Ayat di atas menceritakan tentang kekuasaan Allah SWT mencipta alam ini
yang berpandukan syarat tertentu. Selain itu, ayat ini menceritakan tentang setiap
apa yang ada di bumi mahupun yang ada di langit ialah kepunyaan Sang Pencipta
yang diciptakan untuk memudahkan kehidupan dan kegunaan masyarakat sejagat
bersama. Pada pandangan Islam, tiada apa-apa batasan antara Pemilik Alam
selain itu dapat merangkumi aspek kehidupan. Dalam konteks sains, al-Quran
menerangkan tentang kejayaan dalam beberapa aspek kehidupan makhluk. Antara
ayat yang dinyatakan dalam al-Quran mengenai kejadian manusia (Jasmi,
2013c):Dan Dialah Tuhan yang menciptakan manusia dari air, lalu dijadikannya
(mempunyai) keturunan dan kemusaharah dan Tuhanmu adalah Maha Kuasa
sememangnya Tuhanmu berkuasa (menciptakan apa jua yang dikehendaki-Nya).
(Surah al-Furqan, 25: 54).
B. Sains-Teknologi dan Ilmu Agama
Teknologi dan sains ialah dua perkara yang tidak dapat dipisahkan ini
disebabkan perkembangan teknologi berasaskan dari kemajuan sains, sehingga
wujudnya istilah “sains-teknologi” yang mudah difahami bahawa penciptaan dan
perkembangan teknologi tidak akan wujud sekiranya sains tidak mempengaruhi.
Menurut karya Wuryadi berpendapat bawa ilmu dan teknologi mula-mula dikenali
sebagai bahagian yang menjadi hubugan antara ilmu dan terapan, namun
berkembang menjadi hubungan dalam erti kata lain menjadi lebih luas.
8
Selain itu, ilmu juga dipengaruhi oleh teknologi (Wuryadi, 2009). Sebelum sains
dan teknologi menghadapi perkembangan, antara aspek menjadikan model
pendidikan Islam bersifat statik dan ketinggalan ialah subject matter pendidikan
Islam masih dalam pengenalan waktu itu dan bersifat normal dan tekstual, masih
mengamalkan pengajaran maintainance learning berasakan pasif, lambang dan
mmpercayai benar terhadap warisan masa lalu dan mengamalkan sikap
pandangan dikotomi yang mengangap pembahagian atau pemisahan antara dua
kumpulan dalam sesuatu hal yang saling bertentanggan. Sejarah pendidikan Islam
sekitar abad ke 13 masihi, iaitu pada zaman kejatuhan Islam, ia pernah
membuktikan sains dan teknologi memang selalu dimarjinalkan. Di lembaga
pendidikan Islam dari peringkat bawahan hingga atasan hanya menelaah pelajaran
mengenai ilmu Fiqah, Tafsir, dan hadis. Ketika itu, ilmu hanya mengutamakan
untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT dan hanya beribadah. Antara contohnya
ialah umat Islam mempelajari ilmu geometri untuk mengetahui waktu puasa, arah
kiblat dan sebagainya. Berbeza dengan masyarakat barat, yang mempelajari ilmu
tersebut untuk meningkatkan dan mempraktik dalam kehidupan seharian. Antara
contohnya, melahirkan industri penerbangan, kapal laut, dan sebagainya bagi
tujuan memberi manfaat kepada masyarakat.
Sebelum abad ke-13, dunia Islam memainkan watak utama dalam bidang
sains-teknologi. Menurut Harun Nasution menyatakan bahawa cendekiawan Islam
tidak hanya mempelajari sains-teknologi dan filsafat berasakan buku Yunani, malah
menambah baik kedalam hasil penyelidikan mereka dalam bidang sains-teknologi
dan pemikiran mereka tentang ilmu filsafat. Hal yang demikian, lahirnya ahli-ahli
ilmu pengetahuan dan filosof Islam, contohnya al-Farazi (abad VII) sebagai
astronomi Islam yang pertama kalinya menyusun Astroable (alat yang digunakan
untuk jarak ketinggian bintang dari bumi dan sebagainya) dan lain-lain. Dalam ilmu
agama pula wujudnya para ulama yang mengembangkan hadis (Bukhari Muslim
abad XI): Ilmu Hukum Islam (Imam-Malik, al-Syafi, Abu Hanifah dan Ibn Khaldun
pada abad VII, IX) dan lain-lain. Ilmuan ini mempunyai pengetahuan yang bersifat
desekuaristik yang bermaksud ilmu berpengatahuan umum yang mereka
kembangkan dari ilmu agama dan berasaskan nilai Islam. Contohnya, Ibnu sina
menghafal ayat al-Quran dan dikenali sebagai tokoh dalam bidang perubatan. Di
samping itu, kepandaian beliau dalam bidang ini degelar sebagai Doctor of
Doctors.
9
Selain itu, Ibnu Rusd, dikenali di mata dunia barat sebagai Averous. Belaiu bukan
hanya terkena dalam bidang filsafat, malah dalam ilmu Fiqah. Dalam kitab fikah
karanganya, yang dikenali sebagai Bidayatul Mujtahid diguna pakai sebagai
rujukan umat Islam dipelusuk dunia. Seterusnya, al-biruni dikenali sebagai seorang
ahli astronomi, filsafat, geografi, matematik dan juga sejarawan.
C. Al-Qur’an dan Hadis Sebagai Signifikasi Desikularisasi Sains-Teknologi dan Ilmu
Agama
Setiap agama termasuk juga Islam memandang ilmu sains itu dari sudut positif,
kerana sesuatu pengetahuan mempunyai peranan asas yang sangat penting bagi
ekssistensi manusia yang berada di atas muka bumi ini. Menurut A. Munjin Nasih
berpendapat bahawa sebenarnya Seaculent (dari bahasa Latin) yang bermaksud
abad (Century), yang bermaksud sifat dunia atau berkanaan dengan kehidupan
dunia sekarang. Dalam bahasa Inggeris kata Seaculent bererti hal bersifat duniawi,
fana, temporal, tidak bersifat spiritual, abadi dan sakral serta kehidupan di luar
biara (Praja, 2003: 188; Nasution, 1998: 188; Abdullah, 2006: 94). Fahaman atau
aliran yang terdapat daripada ajaran berasaskan landasan dalam berfikir atau
sebagai acuan untuk melindungi suatu fahaman tema. Meskipun ajaran ini,
sekularisasi ilmu pengetahuan, iaitu prinsip esensial dalam mencari kemajuan
dengan alatan semata-mata. Selain itu, etika dan moralisasi berdasarkan kebenran
ilmiah tanpa ada ikatan agama dan meta-fizik, ditentukan oleh kriteria ilmiah yang
dipercayai dan bersifat validitas. Selanjutnya, masih mengakui batasan agama
tertentu dengan ketentuan agama tidak boleh disusun atur dengan urusan dunia
kecuali tentang urusan akhirat. Seterusnya, menekankan sikap toleransi keatas
semua golongan masyarakat tanpa mengenal perbezaan agama dan menyajung
tinggi rasio dan kecerdasan (Nihaya, 1999: 136; Anam, 2009). Secara dasarnya,
ilmu pengetahuan dalam sains sudah wujud sejak manusia (Adam) diciptakan
(Samrin, 2013). Ilmu pengetahuan ini mejadi sebati dalam diri manusia yang
tercatat dalam al-Quran, Allah SWT berfirman: َ“Dan Ia mengajarkan Nabi Adam,
akan segala nama benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannya kepada malaikat
lalu Ia berfirman: “Terangkanlah kepadaKu nama benda ini semuanya jika kamu
golongan yang benar.” Allah SWT mengajar Adam tentang nama benda yang
diciptakan sebelumnya. (Surah al-Baqarah, 2:31).

10
BAB III
3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
A. Tiga Generasi Terbaik Umat Manusia
Generasi terbaik umat ini adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Mereka adalah sebaik-baik manusia. Lantas disusul generasi berikutnya,
lalu generasi berikutnya. Tiga kurun ini merupakan kurun terbaik dari umat ini. Dari
Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫َخي َْر أ ُ َّمتِـي َقرْ نِي ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬
‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah


mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-
Bukhari, no. 3650).
Mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat dan paling
mengetahui dalam memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki
keshalihan yang tertinggi (as-salafu ash-shalih).Karenanya, sudah merupakan
kemestian bila menghendaki pemahaman dan pengamalan Islam yang benar
merujuk kepada mereka (as-salafu ash-shalih). Mereka adalah orang-orang yang
telah mendapat keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka pun ridha
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ٍ ‫ان َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬


‫ت َتجْ ِري‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ين َواأْل َ ْن‬ َ ُ‫ون اأْل َوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬ِ ‫َوالس‬
َ ‫َتحْ َت َها اأْل َ ْن َها ُر َخالِد‬
َ ِ‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل‬
‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara


orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.” (At-Taubah: 100).
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk mengikuti para sahabat.
Berjalan di atas jalan yang mereka tempuh. Berperilaku selaras apa yang telah
mereka perbuat. Menapaki manhaj (cara pandang hidup) sesuai manhaj mereka.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

11
َ ‫َوا َّت ِبعْ َس ِبي َل َمنْ أَ َن‬
َّ‫اب إِلَي‬

“Dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku.” (Luqman: 15).


Menukil ucapan Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam I’lam Al-Muwaqqi’in, terkait
ayat di atas disebutkan bahwa setiap sahabat adalah orang yang kembali kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, wajib mengikuti jalannya, perkataan-
perkataannya, dan keyakinan-keyakinan (i’tiqad) mereka. Dalil bahwa mereka
adalah orang-orang yang kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, (dikuatkan
lagi) dengan firman-Nya yang menunjukkan mereka adalah orang-orang yang telah
diberi Allah Subhanahu wa Ta’ala petunjuk. Firman-Nya:

ُ‫َو َي ْهدِي إِلَ ْي ِه َمنْ ُينِيب‬

“Dan (Allah) memberi petunjuk kepada (agama)-Nya, orang yang kembali (kepada-
Nya).” (Asy-Syura: 13) (Lihat Kun Salafiyan ‘alal Jaddah, Abdussalam bin Salim bin
Raja’ As-Suhaimi, hal. 14).
Maka, istilah as-salafu ash-shalih secara mutlak dilekatkan kepada tiga kurun yang
utama. Yaitu para sahabat, at-tabi’un, dan atba’u tabi’in (para pengikut tabi’in).
Siapapun yang mengikuti mereka dari aspek pemahaman, i’tiqad, perkataan
maupun amal, maka dia berada di atas manhaj as-salaf. Adanya ancaman yang
diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-orang yang memilih jalan-
jalan selain jalan yang ditempuh as-salafu ash-shalih, menunjukkan wajibnya
setiap muslim berpegang dengan manhaj as-salaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء ْـ‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن َل ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115).
Disebutkan oleh Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah bin Sulaiman Al-Jabiri
hafizhahullah, bahwa tidaklah orang yang berpemahaman khalaf (lawan dari salaf),
termasuk orang-orang yang tergabung dalam jamaah-jamaah dakwah sekarang ini,
kecuali dia akan membenci (dakwah) as-salafiyah. Karena, as-salafiyah tidak
semata pada hal yang terkait penisbahan (pengakuan).

12
Tetapi as-salafiyah memurnikan keikhlasan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
memurnikan mutaba’ah (ikutan) terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Manusia itu terbagi dalam dua kelompok (salah satunya) yaitu hizbu Ar-Rahman,
mereka adalah orang-orang Islam yang keimanan mereka terpelihara, tidak
menjadikan mereka keluar secara sempurna dari agama. Jadi, hizbu Ar-Rahman
adalah orang-orang yang tidak sesat dan menyesatkan serta tidak mengabaikan al-
huda (petunjuk) dan al-haq (kebenaran) di setiap tempat dan zaman. (Ushul wa
Qawa’id fi al-Manhaj As-Salafi, hal. 12-13).
Demikianlah kehidupan seorang alim. Keberadaannya senantiasa memberi
manfaat kepada umat. Dia menebar ilmu, menebar cahaya di tengah keterpurukan
manusia. Dia laksana rembulan purnama di tengah bertaburnya bintang gemilang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi perumpamaan keutamaan antara
seorang alim dengan seorang abid (ahli ibadah). Dari Abud Darda’ radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
،‫ إِنَّ اأْل َ ْن ِب َيا َء لَـ ْم ي َُورِّ ُثوا ِد ْي َنارً ا َوالَ دِرْ َهمًا‬،‫ إِنَّ ْال ُعلَ َما َء َو َر َث ُة اأْل َ ْن ِب َيا َء‬،ِ‫َو َفضْ ُل ْال َعال ِِم َعلَى ْال َع ِاب ِد َك َفضْ ِل ْال َق َم ِر َعلَى َسائ ِِر ْال َك َوا ِكب‬
‫إِ َّن َما َورَّ ُثوا ْالع ِْل َم َف َمنْ أَ َخ َذهُ أَ َخ َذ ِب َح ٍّظ َواف ٍِر‬

“Dan keutamaan seorang alim dibanding seorang ahli ibadah, bagai rembulan atas
seluruh bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para
nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu.
Barangsiapa mampu mengambilnya, berarti dia telah mengambil keberuntungan
yang banyak.” (Sunan At-Tirmidzi, no. 2682, Sunan Abi Dawud no. 3641, Asy-
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menshahihkan hadits ini),
Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi yang
diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
terlebih dahulu terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.Allah telah
memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dalam
firman-Nya:“Kamu adalah umat terbaik yang membangun untuk manusia,
memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah ..” (QS. Ali Imran: 110).

13
Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik, beliau
sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda:“Sebaik-baik manusia
adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang yang
mengiringinya (yakni tabi'in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni
menciptakan tabi'ut tabi'in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya)
Generasi Terbaik Umat Islam
Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut:
1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang yang bertemu dan melihat Rasulullah
secara langsung serta membantu perjuangan beliau. Menurut Imam Ahmad,
siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik
sebulan, sepekan, sehari atau bahkan hanya sewaktu-waktu maka ia dikatakan
sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan lama apa pun
ia menyertai Rasulullah.Para sahabat merupakan orang-orang yang
mewariskan ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat
yang terbaik adalah para Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang
terisi oleh Rasulullah yang mendapatkan jaminan surga.
2. Tabi'in
Tabi'in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah
atau setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu
serta melihat para sahabat. Tabi'in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah.Salah seorang terbaik dari
generasi Tabi'in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah mendatangi rumah
Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi tidak berhasil
bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah mengajar secara langsung
melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di
langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk
mencari Uwais dan meminta permintaan untuk di doakan, karena ia merupakan
orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah.Adapun diantara orang-orang
yang tergolong menciptakan tabi'in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz, Urwah
bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan
Al Bashri dan yang lainnya.

14
3. Tabi'ut Tabi'in
Tabi'ut tabi'in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat
atau setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu
dengan generasi tabi'in. tabi'ut tabi'in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para tabi'in.Diantara orang-orang yang termasuk dalam
generasi ini adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-
Tsauri, Al Auza'i, Al Laits bin Saad dan yang lainnya.Merekalah generasi
terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat Muslim yang datang
belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab yang telah
mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti generasi terbaik umat ini.

Pengertian Sahabat
Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
dalam keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun sebelum mati
dia pernah murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang dimaksud dengan
berjumpa dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya,
berjalan bersama, terjadi pertemuan walau tanpa bicara, dan termasuk dalam
pengertian inipula apabila salah satunya (Nabi atau orang tersebut) pernah melihat
yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut
sahabat (lihat Taisir Mushthalah Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151).

Dalil-dalil Al Kitab tentang keutamaan para Sahabat


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan Allah beserta
orang-orang yang bersamanya adalah bersikap keras kepada orang-orang kafir
dan saling menyayangi sesama mereka. Engkau lihat mereka itu ruku’ dan sujud
senantiasa mengharapkan karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.” (QS. Al Fath).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari kalangan
Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta
mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi
menolong agama Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.

15
Sedangkan orang-orang yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman
sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka
(Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang
mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka
sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan.” (QS. Al Hasyr : 8-
9).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-
orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di
bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati
mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas
mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terlebih dulu
(berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka
pun ridha mepada Allah. dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At Taubah : 100).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari dimana Allah tidak akan
menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka
bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. At Tahrim :) (lihat Al
Is’aad, hal. 77-78)
Dalil-dalil dari As Sunnah tentang keutamaan para Sahabat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela


seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya
ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud
maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang
hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq
‘alaih). Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku
(sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian
orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bintang-bintang itu adalah
amanat bagi langit. Apabila bintang-bintang itu telah musnah maka tibalah kiamat
yang dijanjikan akan menimpa langit.

16
Sedangkan aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila aku telah pergi maka
tibalah apa yang dijanjikan Allah akan terjadi kepada para sahabatku. Sedangkan
para sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga apabila para sahabatku
telah pergi maka akan datanglah sesuatu (perselisihan dan perpecahan, red) yang
sudah dijanjikan Allah akan terjadi kepada umatku ini.” (HR. Muslim).
Imam Ibnush Shalah rahimahullah berkata di dalam kitab Mukaddimah-nya,
“Sesungguhnya umat ini telah sepakat untuk menilai adil (terpercaya dan taat)
kepada seluruh para sahabat, begitu pula terhadap orang-orang yang terlibat
dalam fitnah yang ada di antara mereka. hal ini sudah ditetapkan berdasarkan
konsensus/kesepakatan para ulama yang pendapat-pendapat mereka diakui dalam
hal ijma’.”

Imam Al Qurthubi mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, “Semua sahabat


adalah adil, mereka adalah para wali Allah ta’ala serta orang-orang suci pilihan-
Nya, orang terbaik yang diistimewakan oleh-Nya di antara seluruh manusia
ciptaan-Nya sesudah tingkatan para Nabi dan Rasul-Nya. Inilah madzhab Ahlus
Sunnah dan dipegang teguh oleh Al Jama’ah dari kalangan para imam pemimpin
umat ini. Memang ada segolongan kecil orang yang tidak layak untuk diperhatikan
yang menganggap bahwa posisi para sahabat sama saja dengan posisi orang-
orang selain mereka.” (lihat Al Is’aad, hal. 78)

Urutan keutamaan para Sahabat

Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Para sahabat itu memiliki


keutamaan yang bertingkat-tingkat. Yang paling utama di antara mereka adalah
khulafa rasyidin yang empat; Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali,
radhiyallahu’anhum al jamii’. Mereka adalah orang yang telah disabdakan oleh
Nabi ‘alaihi shalatu wa salam, “Wajib bagi kalian untuk mengikuti Sunnahku dan
Sunnah khulafa rasyidin yang berpetunjuk sesudahku, gigitlah ia dengan gigi
geraham kalian.” Kemudian sesudah mereka adalah sisa dari 10 orang yang diberi
kabar gembira pasti masuk surga selain mereka, yaitu : Abu ‘Ubaidah ‘Aamir bin Al
Jarrah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Zubeir bin Al Awwaam, Thalhah bin
Ubaidillah dan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhum. Kemudian diikuti oleh
Ahlul Badar, laluAhlu Bai’ati Ridhwan, Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi)
ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan).
17
Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah
menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan
kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18). Kemudian para sahabat yang
beriman dan turut berjihad sebelum terjadinya Al Fath. Mereka itu lebih utama
daripada sahabat-sahabat yang beriman dan turut berjihad setelah Al Fath. Allah
ta’ala berfirman yang artinya, “Tidaklah sama antara orang yang berinfak sebelum
Al Fath di antara kalian dan turut berperang. Mereka itu memiliki derajat yang lebih
tinggi daripada orang-orang yang berinfak sesudahnya dan turut berperang, dan
masing-masing Allah telah janjikan kebaikan (surga) untuk mereka.” (QS. Al
Hadid :10).
Keterjagaan para Sahabat
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “(Individu)
Para sahabat bukanlah orang-orang yang ma’shum dan terbebas dari dosa-dosa.
Karena mereka bisa saja terjatuh dalam maksiat, sebagaimana hal itu mungkin
terjadi pada orang selain mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang
paling layak untuk meraih ampunan karena sebab-sebab sebagai berikut :Mereka
berhasil merealisasikan iman dan amal shalihLebih dahulu memeluk Islam dan
lebih utama, dan terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menyatakan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi (sebaik-baik umat
manusia, red)Berbagai amal yang sangat agung yang tidak bisa dilakukan oleh
orang-orang selain mereka, seperti terlibat dalam perang Badar dan Bai’atur
RidhwanMereka telah bertaubat dari dosa-dosa, sedangkan taubat dapat
menghapus apa yang dilakukan sebelumnya.

18
BAB IV
PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
 Etimologi (secara bahasa):Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah
pokok yang menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah
‘orang-orang yang telah lampau’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka
yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95).
 Terminologi (secara istilah)
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan
terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi
4 perkataan :
a) Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.
b) Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para
Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
c) Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal:
276-277)).
d) Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama
ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga
kurunwaktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang berada
di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
«‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫اس َقرْ نِي‬
ِ ‫»خ ْي ُر ال َّن‬
َ
Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia
yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa
berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))
Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai
manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena
menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

19
Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih
a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim
َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬
ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ َغي َْر َس ِب‬
Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
ٍ ‫ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬
‫ت َتجْ ِري‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬
َ ‫ين َواأل ْن‬ َ ُ‫ون األوَّ ل‬
َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل َِك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬
َ ‫َتحْ َت َها األ ْن َها ُر َخالِد‬
Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-
Taubah : 100]
Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti jalan
selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-Nya bagi
siapa yang mengikuti jalan mereka.
b. Dalil Dari As-Sunnah
 Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam telah bersabda,
َ ‫ون َوالَ ي ُْؤ َت َم ُن‬
،‫ون‬ َ ‫ ُث َّم إِنَّ َبعْ دَ ُك ْم َق ْومًا َي ْش َهد‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
َ ‫ُون َوالَ يُسْ َت ْش َهد‬
َ ‫ َو َي ُخو ُن‬، ‫ُون‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫َخ ْي ُر أُ َّمتِي َقرْ نِي‬
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
ِ ‫ َو َي ْظ َه ُر ف‬،‫ون‬
ُ‫ِيه ُم ال ِّس َمن‬ َ ‫َو َي ْن ُذر‬
َ ُ‫ُون َوالَ َيف‬
“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup
pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,
kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului
sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim
(2533))
 Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73
golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

20
‫ ثنتان وسبعون‬،‫ وإن هذه الملة ستفترق على ثالث وسبعين‬،‫أال إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة‬
‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫في النار‬
Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini
(Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama’ah.”
c. Dari perkataan Salafush Shalih
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,“‫” ِا َّت ِبعُوا َواَل َت ْب َت ِدعُوا َف َق ْد ُكفِي ُت ْم‬
Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-
Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13)).
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,
َ ‫ك أَصْ َحابُ م َُح َّم ٍد‬
‫ َكا ُنوا‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ أُولَ ِئ‬،‫ َفإِنَّ ْال َحيَّ اَل ُت ْؤ َمنُ َعلَ ْي ِه ْالفِ ْت َن ُة‬، َ‫ان ِم ْن ُك ْم مُسْ َت ًّنا َف ْل َيسْ َتنَّ ِب َمنْ َق ْد َمات‬ َ ‫َمنْ َك‬
،‫ َفاعْ َرفُوا لَ ُه ْم َفضْ لَ ُه ْم‬،ِ‫ار ُه ُم هَّللا ُ لِصُحْ َب ِة َن ِب ِّي ِه َوإِ َقا َم ِـة دِي ِنه‬ َ ‫اخ َت‬ْ ‫ َق ْو ٌم‬،‫ َوأَعْ َم َق َها عِ ْلمًا َوأَ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬،‫ أَبَرَّ َها قُلُوبًا‬،ِ‫ض َل َه ِذ ِه اأْل ُ َّمة‬
َ ‫أَ ْف‬
‫ َفإِ َّن ُه ْم َكا ُنوا َعلَى ْال َه ْديِ ْالمُسْ َتق ِِيم‬،‫ َو َت َم َّس ُكوا ِب َما اسْ َت َطعْ ُت ْم مِنْ أَ ْخاَل ق ِِه ْم َودِين ِِه ْم‬،‫ار ِه ْم‬ ِ ‫وا َّت ِبعُو ُه ْم فِي آ َث‬.َ
Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh
orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih
hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para
Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di
atas jalan yang lurus” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97)).
Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,
“‫ فما كان غير ذلك فليس بعلم‬،‫”العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka”
(Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29)).
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti
manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri
di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah.
21
KEWAJIBAN ITTIBA’ (MENGIKUTI JEJAK) SALAFUSH SHALIH DAN MENETAPKAN
MANHAJNYA Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Mengikuti manhaj (jalan)
Salafush Shalih (yaitu para Sahabat) adalah kewajiban bagi setiap individu Muslim.
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut:
a) Dalil-dalil dari Al-Qur-an Allah berfirman :
ٍ ‫َفإِنْ آ َم ُنوا ِبم ِْث ِل َما آ َم ْن ُت ْم ِب ِه َف َق ِد اهْ َتدَ ْوا ۖ َوإِنْ َت َولَّ ْوا َفإِ َّن َما ُه ْم فِي شِ َق‬
‫اق ۖ َف َس َي ْكفِي َك ُه ُم هَّللا ُ ۚ َوه َُو ال َّسمِي ُع ْال َعلِي ُم‬
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh
mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka
berada dalam permusuhan (denganmu). Maka Allah akan memeliharamu dari mereka.
Dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” [Al-Baqarah: 137] Al-Imam
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (wafat th. 751 H) berkata: “Melalui ayat ini
Allah menjadikan iman para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
timbangan (tolok ukur) untuk membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara
kebenaran dan kebathilan. Apabila Ahlul Kitab beriman sebagaimana berimannya para
Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sungguh mereka mendapat hidayah
(petunjuk) yang mutlak dan sempurna. Jika mereka (Ahlul Kitab) berpaling (tidak
beriman) sebagaimana berimannya para Sahabat, maka mereka jatuh ke dalam
perpecahan, perselisihan, dan kesesatan yang sangat jauh …” Kemudian beliau
rahimahullah melanjutkan: “Memohon hidayah dan iman adalah sebesar-besar
kewajiban, menjauhkan perselisihan dan kesesatan adalah wajib; jadi mengikuti
(manhaj) Sahabat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kewajiban yang paling
wajib (utama).”
َ ُ‫“ َوأَنَّ ٰ َه َذا صِ َراطِ ي مُسْ َتقِيمًا َفا َّت ِبعُوهُ ۖ َواَل َت َّت ِبعُوا ال ُّس ُب َل َف َت َفرَّ َق ِب ُك ْم َعنْ َس ِبيلِ ِه ۚ ٰ َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم ِب ِه َل َعلَّ ُك ْم َت َّتق‬Dan bahwa
[1] ‫ون‬
(yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; janganlah
kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu
dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepada-mu agar kamu
bertaqwa.” [Al-An’aam: 153] Ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud
Radhiyallahu anhu bahwa jalan itu hanya satu, sedangkan jalan selainnya adalah jalan
orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan jalannya ahli bid’ah. Hal ini sesuai
dengan apa yang telah dijelaskan oleh Imam Mujahid ketika menafsirkan ayat ini. Jalan
yang satu ini adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.

22
Jalan ini adalah ash-Shirath al-Mustaqiim yang wajib atas setiap Muslim
menempuhnya dan jalan inilah yang akan mengantarkan kepada Allah Azza wa Jalla.
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa jalan yang mengantarkan seseorang kepada Allah
hanya SATU, Tidak ada seorang pun yang dapat sampai kepada Allah kecuali melalui
jalan yang satu ini.
[2] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‫يل‬ ٰ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن َل ُه ْاله‬
ِ ‫ُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬
‫صــيرً ا‬ ‫صــلِ ِه َج َه َّن َم ۖ َو َســا َء ْـ‬
ِ ‫ت َم‬ َ ‫ِين ُن َولِّ ِه َمــا َت‬
ْ ‫ــولَّ ٰى َو ُن‬ ْ ‫“ ْالم‬Dan barangsiapa yang menentang Rasul
َ ‫ُــؤ ِمن‬
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan
Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.” [An-Nisaa’: 115] Ayat ini menunjukkan bahwa menyalahi jalannya kaum
Mukminin sebagai sebab seseorang terjatuh ke dalam jalan-jalan kesesatan dan
diancam dengan masuk Neraka Jahannam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa
mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebesar-besar prinsip dalam
Islam yang mempunyai konsekuensi wajibnya umat Islam untuk mengikuti jalannya
kaum Mukminin sedangkan jalannya kaum Mukminin pada ayat ini adalah keyakinan,
perkataan dan perbuatan para Sahabat Radhiyallahu anhum. Karena, ketika turunnya
wahyu tidak ada orang yang beriman kecuali para Sahabat, seperti firman Allah
َ ‫آ َم َن الرَّ سُو ُل ِب َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي ِه مِنْ َر ِّب ِه َو ْالم ُْؤ ِم ُن‬
Subhanahu wa Ta’ala: ‫ون‬
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur-an yang diturunkan kepada-nya dari Rabb-nya,
demikian pula orang-orang yang beriman.” [Al-Baqarah: 285] Orang-orang Mukmin
ketika itu hanyalah para Sahabat Radhiyallahu anhum, tidak ada yang lain. Ayat di atas
menunjukkan bahwasanya mengikuti jalan para Sahabat dalam memahami syari’at
adalah wajib dan menyalahinya adalah kesesatan.
b) Dalil-Dalil Dari As-Sunnah ‘Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu anhu berkata :
:‫ ُث َّم َقــا َل‬،ِ‫ط ْو ًطـ ا َعنْ َي ِم ْي ِنـ ِه َو ِشـ َمالِه‬ ِ ‫ َه َذا َس ِب ْي ُل‬:‫ ُث َّم َقا َل‬،ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخ ًّطا ِب َي ِده‬
ُ ‫ َو َخ َّط ُخ‬،‫هللا مُسْ َتقِ ْيمًا‬ ِ ‫َخ َّط لَ َنا َرس ُْو ُل‬
َ ‫هللا‬
‫صـ َراطِ ي م ُْسـ َتقِيمًا َفــا َّت ِبعُوهُ ۖ َواَل‬ ِ ‫ َوأَنَّ ٰ َـه َذا‬:‫ـرأَ َق ْولَـ ُه َت َعــالَى‬ َ ‫ ُث َّم َقـ‬،ِ‫ْس ِم ْن َها َس ِب ْي ٌل إِالَّ َعلَ ْي ِه َش ْي َطانٌ َي ْدع ُْو إِلَ ْيـ ه‬
َ ‫ه ِذ ِه ُس ُب ٌل ] ُم َت َفرِّ َق ٌة[ لَي‬
َ ُ‫َت َّت ِبعُوا ال ُّس ُب َل َف َت َفرَّ قَ ِب ُك ْم َعنْ َس ِبيلِ ِه ۚ ٰ َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم ِب ِه لَ َعلَّ ُك ْم َت َّتق‬
‫ون‬
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya kemudian
bersabda: ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya,
kemudian bersabda: ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tidak satupun
dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat syaithan yang menyeru kepadanya.’
Selanjutnya beliau membaca firman Allah Azza wa Jalla:

23
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia,
janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-berai-
kan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar
kamu bertaqwa.’” [Al-An’aam: 153][6] Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia
berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ َو َي ِم ْي ُن ُه َش َها َد َت ُه‬،ُ‫ ُث َّم َي ِج ُئ َق ْو ٌم َتسْ ِب ُق َش َها َدةُ أَ َح ِد ِه ْم َي ِم ْي َنه‬،‫ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم‬،‫اس َقرْ نِيْ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم‬
ِ ‫خ ْي ُر ال َّن‬.
َ
‘’Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian
yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya. Setelah itu akan datang suatu kaum
yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya
mendahului persaksiannya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang akan terjadinya perpecahan
dan perselisihan pada ummatnya, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan jalan keluar untuk selamat dunia dan akhirat, yaitu dengan mengikuti
Sunnahnya dan Sunnah para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Hal ini menunjukkan
tentang wajibnya mengikuti Sunnahnya (Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
dan Sunnah para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Kemudian dalam hadits yang lain,
ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan
terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ِ ‫ ِث ْن َت‬:‫ث َو َس ْب ِعي َْن‬
‫ان َو َس ـ ْبع ُْو َن‬ ً َّ‫ْن َو َس ْب ِعي َْن ِمل‬
ٍ َ‫ َوإِنَّ َه ِذ ِه ْال ِملَّ َة َس َت ْف َت ِر ُق َعلَى َثال‬،‫ـة‬ ِ ‫أَالَ إِنَّ َمنْ َق ْبلَ ُك ْم مِنْ أَهْ ِل ْال ِك َتا‬
ِ ‫ب ِا ْف َت َرقُ ْوا َعلَى ِث ْن َتي‬
‫ِي ْال َج َما َع ُة‬ َ ‫ َوه‬،ِ‫ َو َوا ِح َدةٌ فِي ْال َج َّنة‬،‫ار‬
ِ ‫فِي ال َّن‬.
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah berpecah
belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini (Islam)
akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan
tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu al-
Jama’ah.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
ْ‫ َما أَ َنا َعلَ ْي ِه َوأَصْ َح ِابي‬:‫ار إِالَّ ِملَّ ًة َوا ِح َد ًة‬
ِ ‫ ُكلُّ ُه ْم فِي ال َّن‬.
“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan
para Sahabatku berjalan di atasnya.”
Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73
golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang telah
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum. 24
Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut
pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat). Hadits di atas menunjukkan bahwa
setiap orang yang mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya
adalah termasuk ke dalam al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat). Sedangkan
yang menyelisihi (tidak mengikuti) para Sahabat, maka mereka adalah golongan yang
binasa dan akan mendapat ancaman dengan masuk ke dalam Neraka.
Dalil-Dalil Dari Penjelasan Para Ulama ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu
berkata:
‫ضالَلَ ٌة‬
َ ‫ ِا َّت ِبع ُْوا َوالَ َت ْب َت ِدع ُْوا َف َق ْد ُكفِ ْي ُت ْم َو ُك ُّل ِب ْد َع ٍة‬.
“Hendaklah kalian mengikuti dan janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh kalian
telah dicukupi dengan Islam ini, dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Kembali ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu mengatakan:
،‫ َوأَعْ َم َق َهـا عِ ْلمًـا‬،ً‫ َفـإِ َّن ُه ْم َكـا ُن ْوا أَبَـرَّ َهـ ِذ ِه ْاأل ُ َّم ِة قُلُ ْوبـا‬، ‫صلَّى هللاُ َعلَيْـ ِه َو َسـلَّ َم‬
َ ‫هللا‬ ِ ‫ب َرس ُْو ِل‬ ِ ‫ان ِم ْن ُك ْم ُم َتأَسِّيا ً َف ْل َي َتأَسَّ ِبأَصْ َحا‬َ ‫َمنْ َك‬
‫ َوا َّت ِب ُعـ ْـو ُه ْم فِي‬،‫ضـلَ ُه ْم‬
ْ ‫ َفــاعْ ِرفُ ْوا َل ُه ْم َف‬،ِ‫إل َقا َمـ ِة ِد ْي ِنـه‬
ِ ‫ِصـحْ َب ِة َن ِب ِّي ِه َ ِو‬ َ ‫ َقـ ْـو ٌم ا ِْخ َتـ‬،ً‫ َوأَحْ َس َن َها َحاال‬،‫ َوأَ ْق َو َم َها َه ْديًا‬،‫َوأَ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬
ُ ‫ـار ُه ُم هللاُ ل‬
‫ َفــإِ َّن ُه ْم َكــا ُن ْوا َعلَى ْال ُهـدَى ْالم ُْسـ َتقِي ِْم‬،‫ار ِه ْم‬ ِ ‫آ َث‬. “Barangsiapa di antara kalian yang ingin meneladani,
hendaklah meneladani para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena
sesungguhnya mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya,
paling sedikit bebannya, dan paling lurus petunjuknya, serta paling baik keadaannya.
Suatu kaum yang Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya, untuk
menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah atsar-
atsarnya, karena mereka berada di jalan yang lurus.”
Imam al-Auza’i (wafat tahun 157 H) rahimahullah mengatakan:
َ ِ‫ َواسْ لُكْ َس ِب ْي َل َسلَف‬،ُ‫ َو ُكفَّ َعمَّا ُك ُّف ْوا َع ْنه‬،‫ َوقُ ْل ِب َما َقالُو ْا‬،‫ف ْال َق ْو ُم‬
َ ‫ َفإِ َّن ُه َي َس ُع‬،‫ك الصَّال ِِح‬
‫ك‬ ُ ‫ َوقِفْ َحي‬،ِ‫ك َعلَى ال ُّس َّنة‬
َ ‫ْث َو َق‬ َ ‫اِصْ ِبرْ َن ْف َس‬
‫ َما َوسِ َع ُه ْـم‬.
“Bersabarlah dirimu di atas Sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para Sahabat tegak
di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-
apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan Salafush Shalih karena ia
akan mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka.”
c) Perhatian Para Ulama Terhadap ‘Aqidah Salafush Shalih. Sesungguhnya para
ulama mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap ‘aqidah Salafush Shalih.
Mereka menulis kitab-kitab yang banyak sekali untuk menjelaskan dan
menerangkan ‘aqidah Salaf ini, serta membantah orang-orang yang menentang
dan menyalahi ‘aqidah ini dari berbagai macam firqah dan golongan yang sesat.
25
Karena sesungguhnya ‘aqidah dan manhaj Salaf ini dikenal dengan riwayat
bersambung yang sampai kepada imam-imam Ahlus Sunnah dan ditulis dengan
penjelasan yang benar dan akurat. Adapun untuk mengetahui ‘aqidah dan manhaj
Salaf ini, maka kita bisa melihat: Pertama, penyebutan lafazh-lafazh tentang
‘aqidah dan manhaj Salaf yang diriwayatkan oleh para Imam Ahlul Hadits dengan
sanad-sanad yang shahih. Kedua, yang meriwayatkan ‘aqidah dan manhaj Salaf
adalah seluruh ulama kaum Muslimin dari berbagai macam disiplin ilmu: Ahlul
Ushul, Ahlul Fiqh, Ahlul Hadits, Ahlut Tafsir, dan yang lainnya. Sehingga ‘aqidah
dan manhaj Salaf ini diriwayatkan oleh para ulama dari berbagai disiplin ilmu
secara mutawatir. Penulisan dan pembukuan masalah ‘aqidah dan manhaj Salaf
(seiring) bersamaan dengan penulisan dan pembukuan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pentingnya ‘aqidah Salaf ini di antara ‘aqidah-‘aqidah
yang lainnya, yaitu antara lain:
1. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini, seorang Muslim akan meng-agungkan Al-Qur-
an dan As-Sunnah, adapun ‘aqidah yang lain karena mashdarnya (sumbernya)
hawa nafsu, maka mereka akan mempermainkan dalil, sedang dalil dan tafsirnya
mengikuti hawa nafsu.
2. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini akan mengikat seorang Muslim dengan generasi
yang pertama, yaitu para Sahabat Radhiyallahu anhum yang mereka itu adalah
sebaik-baik manusia dan ummat.
3. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini, kaum Muslimin dan da’i-da’inya akan bersatu,
sehingga dapat mencapai kemuliaan serta menjadi sebaik-baik ummat. Hal ini
karena ‘aqidah Salaf ini berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut
pemahaman para Sahabat. Adapun ‘aqidah selain ‘aqidah Salaf ini, maka
dengannya tidak akan tercapai persatuan bahkan yang akan terjadi adalah
perpecahan dan kehancuran. Imam Malik rahimahullah berkata:
‫لَنْ يُصْ ل َِح آخ َِر َه ِذ ِه ْاأل ُ َّم ِة إِالَّ َما أَصْ لَ َح أَ َّولَ َها‬.
“Tidak akan dapat memperbaiki ummat ini melainkan dengan apa yang telah
membuat baik generasi pertama ummat ini (Sahabat)”
4. ‘Aqidah Salaf ini jelas, mudah dan jauh dari ta’wil, ta’thil dan tasybih.Oleh karena
itu, dengan kemudahan ini setiap Muslim akan mengagungkan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan akan merasa tenang dengan qadha’ dan qadar Allah Subhanahu wa
Ta’ala.

26
5. ‘Aqidah Salaf ini adalah aqidah yang selamat, karena Salafus Shalih lebih
selamat, lebih tahu dan lebih bijaksana (aslam, a’lam, ahkam). Dengan ‘aqidah
Salaf ini akan membawa kepada keselamatan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu
berpegang pada ‘aqidah Salaf ini hukumnya wajib.
Yang Dimaksud dengan Salafush Shalih, yaitu:

a. Etimologi (secara bahasa):Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok
yang menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-
orang yang telah lampau’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah
terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95)
b. Terminologi (secara istilah)
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan
terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4
perkataan :
Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Sahabat
Nabi saja.Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para
Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka adalah para
Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal: 276-277)). Dan
pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah
berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang berada di tiga
kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬


‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫اس َقرْ نِي‬
ِ ‫»خ ْي ُر ال َّن‬
َ

Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia


yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa
berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533)).

27
Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih

a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim


َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬
ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ َغي َْر َس ِب‬

Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115].
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

‫ت َتجْ ِري‬ ٍ ‫ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬
َ ‫ين َواأل ْن‬ َ ُ‫ون األوَّ ل‬
َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل َِك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬
َ ‫َتحْ َت َها األ ْن َها ُر َخا ِلد‬

Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-
Taubah : 100].
Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti jalan
selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-Nya bagi
siapa yang mengikuti jalan mereka.
b. Dalil Dari As-Sunnah
1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
telah bersabda,
،‫ون‬َ ‫ون َوالَ ي ُْؤ َت َم ُن‬ َ ‫ ُث َّم إِنَّ َبعْ دَ ُك ْم َق ْومًا َي ْش َهد‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
َ ‫ُون َوالَ يُسْ َت ْش َهد‬
َ ‫ َو َي ُخو ُن‬، ‫ُون‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫َخ ْي ُر أُ َّمتِي َقرْ نِي‬
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
ِ ‫ َو َي ْظ َه ُر ف‬،‫ون‬
ُ‫ِيه ُم ال ِّس َمن‬ َ ‫َو َي ْن ُذر‬
َ ُ‫ُون َوالَ َيف‬

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup
pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,
kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului
sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim
(2533))

28
2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan),
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‫ ثنتان وسبعون‬،‫ وإن هذه الملة ستفترق على ثالث وسبعين‬،‫أال إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة‬
‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫في النار‬

Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini
(Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama’ah.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
‫ما أنا عليه وأصحابي‬
Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku
dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-
Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)].
Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73
golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang telah
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).

3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda,
َ ‫ِين ْال َم ْه ِدي‬
‫ َوإِيَّا ُك ْم‬،ِ‫ِّين ُعضُّوا َعلَ ْي َها ِبال َّن َوا ِجذ‬ َ ‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّنتِي َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِء الرَّ اشِ د‬،‫اخ ِتاَل ًفا َكثِيرً ا‬
ْ ‫َفإِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َف َس َي َرى‬
‫ضاَل َل ٌة‬ ُ ِ ‫»ومُحْ َد َثا‬
َ ‫ُور َفإِنَّ ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬ ِ ‫ت اأْل م‬ َ
Artinya:“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan
sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk
sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham,
dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena
sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”
[Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)].
29
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup
sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.

c. Dari perkataan Salafush Shalih

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

‫” ِا َّت ِبعُوا َواَل َت ْب َت ِدعُوا َف َق ْد ُكفِي ُت ْم‬

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-
Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,

َ ‫ك أَصْ َحابُ م َُح َّم ٍد‬


‫ َكا ُنوا‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ أُولَ ِئ‬،‫ـ َفإِنَّ ْال َحيَّ اَل ُت ْؤ َمنُ َعلَ ْي ِه ْالفِ ْت َن ُة‬، َ‫ان ِم ْن ُك ْم مُسْ َت ًّنا َف ْل َيسْ َتنَّ ِب َمنْ َق ْد َمات‬َ ‫َمنْ َك‬
،‫ َفاعْ َرفُوا لَ ُه ْم َفضْ لَ ُه ْم‬،ِ‫ار ُه ُم هَّللا ُ لِصُحْ َب ِة َن ِب ِّي ِه َوإِ َقا َم ِـة دِي ِنه‬ ْ ‫ َق ْو ٌم‬،‫ َوأَعْ َم َق َها عِ ْلمًا َوأَ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬،‫ أَبَرَّ َها قُلُوبًا‬،ِ‫ض َل َه ِذ ِه اأْل ُ َّمة‬
َ ‫اخ َت‬ َ ‫أَ ْف‬
‫ َفإِ َّن ُه ْم َكا ُنوا َعلَى ْال َه ْديِ ْالمُسْ َتق ِِيم‬،‫ َو َت َم َّس ُكوا ِب َما اسْ َت َطعْ ُت ْم مِنْ أَ ْخاَل ق ِِه ْم َودِين ِِه ْم‬،‫ار ِه ْم‬
ِ ‫وا َّت ِبعُو ُه ْم فِي آ َث‬.َ

Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh
orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih
hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para
Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di
atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))

Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

‫ فما كان غير ذلك فليس بعلم‬،‫”العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.”
(Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

30
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti
manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri
di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa
Rabbal ‘Alamin.

Referensi: Mu’taqad Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah Fi Tauhidil Asma’ Was Sifat karya
Syaikh Muhammad bin Khalifah At-Tamimi, dengan beberapa perubahan redaksi.

31
BAB V
AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA PENEGAKAN
HUKUM DALAM ISLAM
Ajaran Islam untuk berbagi ini tercantum dalam QS Ali Imran ayat 92.
۟ ُ‫ُّون ۚ َو َما ُتنفِق‬
‫وا مِن َشىْ ٍء َفإِنَّ ٱهَّلل َ ِبهِۦ َعلِي ٌم‬ ۟ ُ‫وا ْٱل ِبرَّ َح َّت ٰى ُتنفِق‬
َ ‫وا ِممَّا ُت ِحب‬ ۟ ُ‫لَن َت َنال‬

Artinya: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan


sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu
sungguh, Allah Maha Mengetahui."
pada setiap tindakandan perbuatan yang dilakukan (Qs. An-Nisaa (4):
58):Sesungguhnya Allah memerintahkanmu menyampaikan pesan kepada yang
berhak menerimanya, dan (memerintahkan kamu) apa bila ditentukan hukum di antara
manusia konflik kamu definisi dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan
perawatan yang sebaik-baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan
Maha Melihat.
Dalam Al-Qur'an Surat an-Nisaa ayat 135 juga dijumpal perintah kepada orang-orang
yang beriman untuk menjadi penegak keadilan, yaitu:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar keadilan,
menjadi saksi karena Allah terhadap dirimu sendiri atau Ibu, Bapak dan kaum
kerabatmu. Jika ia, kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemasalahatanya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dan
kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau dengan saksi, maka
sebenarnya Allah Maha Mengetahui Segalanya apa yang kamu lakukan.

Perintah untuk adil atau menegakkan keadilan dalam menerapkan hukum tidak
memandang keadilan agama, yang ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat asSyuura (42)
ayat 15, yakni:

ُ ْ‫ب ۖ َوأُمِر‬
‫ت أِل َعْ ِد َل َب ْي َن ُك ُم ۖ هَّللا ُ َر ُّب َنا َو َر ُّب ُك ْم ۖ لَ َنا‬ ٍ ‫ت ِب َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ مِنْ ِك َتا‬ُ ‫َفل ٰ َِذل َِك َف ْاد ُع ۖ َواسْ َتقِ ْم َك َما أُمِرْ تَ ۖ َواَل َت َّت ِبعْ أَهْ َوا َء ُه ْم ۖ َوقُ ْل آ َم ْن‬
‫أَعْ َمالُ َنا َولَ ُك ْم أَعْ َمالُ ُك ْم ۖ اَل حُجَّ َة َب ْي َن َنا َو َب ْي َن ُك ُم ۖ هَّللا ُ َيجْ َم ُع َب ْي َن َنا ۖ َوإِلَ ْي ِه ْالمَصِ ي ُر‬

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah kontrol yang
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:

“Aku beriman kepada semua kitab yaig diturunkan Allah dan aku diperintahkan untuk
menjalankan adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal
kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu Allah kumpulkan antara kita dan
kepada-Nyalah kebali (kita). 32
Sesuatu yang benar-benar adil atau menegakkan keadilan, sehingga Tuhan Yang
Maha Kuasa kepada orang-orang yang beriman jangan karena kebencian terhadap
suatu kaum sehingga mempengaruhi dalam budaya yang adil, yang ditegaskan dalam
A1-Qur'an Surat al-Maidah (5) ayat 8, yakni:

‫ش َهدَ ا َء ِب ْالقِسْ طِ ۖ َواَل َيجْ ِر َم َّن ُك ْم َش َنآنُ َق ْو ٍم َعلَ ٰى أَاَّل َتعْ ِدلُوا ۚ اعْ ِدلُوا ه َُو أَ ْق َربُ لِل َّت ْق َو ٰى ۖ َوا َّتقُوا‬
ُ ِ ‫ِين هَّلِل‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫ِين آ َم ُنوا ُكو ُنوا َقوَّ ام‬
َ ُ‫هَّللا َ ۚ إِنَّ هَّللا َ َخ ِبي ٌر ِب َما َتعْ َمل‬
‫ون‬

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk tidak adil.
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Dan takwalah kepada Allah,
sebenarnya Allah maha lihat apa yang kamu kerjakan.
Murtadha Muthahhari mengemukakan bahwa konsep adil dikenal dalam empat hal;
Pertama, adil keseimbangan dalam arti suatu masyarakat yang ingin tetap bertahan
dan mapan, maka masyarakat tersebut harus berada dalam keadaan seimbang, di
mana segala sesuatu yang ada di dalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan
bukan dengan kadar yang sama. Keseimbangan sosial mengharuskan kita melihat
neraca keseimbangan dengan pandangan yang relatif melalui penentuan
keseimbangan yang relevan dengan menerapkan potensi yang semestinya terhadap
keseimbangan tersebut. Al-Qur'an Surat ar-Rahman 55: 7 informasi bahwa: “Allah
meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan)”.
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa, yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah
keadaan alam yang diciptakan dengan seimbang. Alam diciptakan dan segala sesuatu
dan setiap materi dengan kadar yang semestinya dan jarak-jarak yang diukur dengan
cara yang sangat cermat. Kedua, adil adalah persamaan penafian terhadap perbedaan
apa pun. Keadilan yang naik kelas ketika hak memiliki sama, sebab keadilan
mewajibkan persamaan seperti itu, dan mengharuskannya. Ketiga, adil
adalahmemelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang
berhak menerimanya. Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus dihormati
di dalam hukum manusia dan setiap individu diperintahkan untuk menegakkannya.
Keempat,adil adalah pertambahan hak atas berlanjutnya eksistensi.
Manakala kaidah-kaidah prosedural diabaikan atau diaplikasikan secara tidak tepat,
maka ketidakadilan prosedural muncul.

33
Keadilan substantif merupakan aspek internal dan suatu hukum di mana semua
perbuatan yang wajib pasti adil (karena firman Tuhan) dan yang haram pasti tidak adil
(karena wahyu tidak mungkin membebani orangorang yang beriman suatu kezaliman).
Aplikasi keadilan prosedural dalam Islam dikemukakan oleh Ali bin Abu Thalibpada
saat perkara di hadapan hakim Syuraih dengan menegur hakim tersebut sebagai
berikut:
1. Hendaklah samakan (para pihak) masuk mereka ke dalam majelis, jangan ada yang
didahulukan.
2. Hendaklah sama duduk mereka di hadapan hakim.
3. Hendaklah hakim menghadapi mereka dengan sikap yang sama.
4. Hendaklah keterangan-keterangan mereka didengarkan dan perhatikan.
5. Ketika menjatuhkan hukumlah.
Hukum Islam dan Fungsinya
Di dalam ajaran agama islam terdapat hukum atau aturan yang harus dipatuhi oleh
setiap umat karena sumbernya berasal dari Al-Qur'an dan Hadist.
Hukum islam (syara‘i) terdiri atas lima komponen yaitu :
1. Wajib ; Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh pemeluk agama islam
yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan
apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Misal: Sholat fardu, Puasa Bulan
Ramadhan, dll.
2.Sunnah; Sunnah adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan
mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakan tidak berdosa. Misal; Sholat Dhuha,
Tahjjud, dll.
3.Haram; Haram adalah suatu perkara yang mana tidak boleh sama sekali dilakukan
oleh umat muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat
dosa dan siksa di neraka kelak. Misal; Membunuh, Durhaka kepada Ortu, dll
4.Makruh; Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan
tetapi jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari
Allah SWT. Misal: Merokok, Lalai, dll
5.Mubah; Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim mukallaf
tidak akan mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Misal: Makan dan Minum,
Melamum, dll.

34
Fungsi hukum Islam
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam
adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan
ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
Adapun Yang diatur dalam hukum Islam bukan hanya hubungan manusia dengan
Tuhan, tetapi juga hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda, dan antara manusia dengan
lingkungan hidupnya
Pembagian Syariat Islam
a) I’TIQODIYAH, hukum atau peraturan yang berkaitan dengan dasar-dasar
keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar iman
kita. Sebagai contoh, peraturan yang berhubungan dengan esensi dan Sifat Allah
Yang Mahakuasa.
b) ‘AMALIYAH;
 Ilmu moral, yaitu aturan-aturan yang berkaitan dengan pendidikan dan
peningkatan jiwa. Sebagai contoh, semua aturan yang mengarah pada
perlindungan keutamaan dan mencegah kejahatan, keburukan, sama seperti
kita harus berbuat benar, harus memenuhi janji, dapat dipercaya, dan dilarang
berbohong dan pengkhianatan.
 Ilmu Fiqh, yaitu peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan
dan hubungan manusia satu sama lain. Ilmu fiqh berisi dua bagian: pertama,
ritual menjelaskan hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan
ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah
seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.

35
DAFTAR PUSTAKA
AA. Qadri, Sebuah Potret Teori dan Praktek Keadilan Dalam Sejarah Pemerintahan
Muslim, 1987, Yogyakarta: PLP2M, hIm. 1

Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia Jakarta, Gema Insani Press, 1994.

Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan,


1989), h. 16-21, 54-56.

Ahmad, Zawawi. 1996. Sains Dalam Pendidikan Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka.

Al-Bayhaqi, Ahmad. 2003. Sha‘b al-Iman. ‘Abd al-‘Ali ‘Abd al-Hamid Hamid (Ed.). Jld.
1-14. Riyad: Maktabah al-Rushd li al-Nashr wa al-Tauzi‘.

Al-Ghazali, Muhammad.1967. Ihya’ ‘Ulum al-Din. Qaherah: Muassasah al-Halabi wa


Syirkah li al-Nasyr wa al-Tawzi’.

Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,
2001), h. 28-39.

Anam, Nurul. 2009. Desekularistik-Implentatif sebagai Paradigma Baru Masa Depan


Pendidikan UIN. Surakarta: STAIN.

Azhar, Alias. 2017b. “Sains Islam vs Sains Barat: Analisis Amalan dan Perbandingan”.
Vol. 21, 25-41.

Dahlan Idhamy, Karakteristik Hukum Islam, Jakarta, Media Sarana Press, 1987.

Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum,
Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001.

Fachruddin, & Fachruddin, Irfan 1996. Pilihan Sabda Rasul (Hadis Pilihan). Jakarta:
Bumi Aksara.

Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta :


Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004.

Hamka, Tafsir Al-azhar Jus V, 1983, Jakarta: Putaka Panji Mas, hlm. 125.

http://www.Asysyariah.com, Penulis : Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin, judul:


Rembulan di Langit Zaman.

https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html

http://www.Asysyariah.com, Penulis : Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin, judul:


Rembulan di Langit Zaman 36
Ina Fauzia. 2015. Prinsip dan Ajaran Islam dalam Ilmu Pengetahuan. Tarikh akses
pada, 2016, di laman http://inafauzia95.blogspot.my/2015/ 05/prinsip-dan-ajaran-islam-
dalam-ipteks.htm

Ismail, Ab. Aziz. 2008. Beberapa Aspek Sains dan Teknologi dalam Islam. UiTM, Shah
Alam: Penerbitan Universiti (UPENA).

Jasmi, Kamarul Azmi. 2013a. Bo otani, Zoologi dan Tenaga dari Perspektif al-Quran.
Skudai, Johor Bahru: Universiti Teknologi Malaysia Press.

Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: al-Hidayah, 1981), h. 9-
11.

Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit Pustaka,


1983), h. 39-101.

Madjid Khadduri, Teologi Keadilan (Perspektf Islam), 1999, Surabaya: Risalah Gusti,
hlm.119-201.

Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam, 1995,Bandung:


Mizan, hlm 53-58.

Sayyid Quthb, Keadilan Sosial Dalam Islam, 1994: Bandung: Pustaka, hlm. 25.

Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-77.

Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.

37

Anda mungkin juga menyukai