Anda di halaman 1dari 4

TUGAS BAHASA INDONESIA

KELOMPOK:
1. ADELIA PUTRI ROMDANI
2. ANISA YULIANTI
3. ANGGI INDRAYANI
4. BINTANG FEBRINA
KELAS: 8.10

BMKG Ungkap Kronologi Sebenarnya Tsunami Banten (Tsunami Selat Sunda),


Gunung Anak Krakatau?
Selasa, 1 Januari 2019 09:04

ACT
KONDISI TREKINI - Pantauan kondisi terkini Pantai Kalianda, Lampung Selatan pasca tsunami
Banten via udara, Minggu (23/12/2018). 
BANJARMASINPOST.CO.ID - BMKG ungkap kronologi sebenarnya Tsunami Banten
dan Tsunami Lampung (Tsunami Selat Sunda). Apakah terkait Gunung Anak Krakatau?
Ya, BMKG mengungkap kronologi tsunami Banten dan Tsunami Lampung di Selat Sunda yang
menerjang pada Senin (31/12/2018).
Berikut ini kronologi sebenarnya tsunami Selat Sunda (Tsunami Banten dan Lampung) yang dilansir
Tribunnews dari website BMKG.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengungkapkan secara detai
proses terjadinya tsunami yang menerjang wilayah banten dan Lampung.
Menurutnya, pada Jumat (12/12/2018) Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) mendeteksi adanya aktivitas
erupsi Gunung Anak Krakatau.
Tinggi kolom abu yang teramati mencapai 400 m diatas puncak dan 738 m diatas permukaan laut.
Kolom abu yang berwarna hitam tebal tersebut mengarah ke Utara, saat itu Gunung Anak
Krakatauberaa pada status level II (waspada).
"BMKG telah memberikan peringatan dini gelombang tinggi yang berlaku 22 Desember 2018 pukul
07.00 WIB hingga tanggal 25 Desember 2018 pukul 07.00 WIB di wilayah perairan Selat Sunda
dengan ketinggian 1.5 - 2.5 meter," ujar Rahmat.
Pada Sabtu (22/12/2018) pukul 20.56 WIB terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau yang mememicu
longsor lereng Gunung Anak Krakatau seluas 64 Ha.
Pukul 21.03 tercatat di sensor seismograph BMKG Cigeulis Pandeglang (CGJ) dan sensor di wilayah
Banten serta Lampung.
Namun sistem prosesing gempa BMKG tidak memproses secara otomatis karena signal getaran
bukan berasal dari signal gempa bumi tektonik.
"Sistem Peringatan dini tsunami yang dimiliki oleh BMKG saat ini hanya untuk tsunami yang
disebabkan gempa bumi tektonik.
Sedangkan tsunami yang melanda Selat Sunda adalah akibat aktivitas vulkanik sehingga ketika ada
aktivitas vulkanik di Gunung Anak Kraktau, sistem peringatan dini tsunami tidak mampu memproses
secara otomatis adanya aktivitas vulkanik sehingga tidak memberikan WARNING tsunami," tambah
Rahmat.

Kronologi Tsunami Selat Sunda menurut BMKG (BMKG)


Setelah itu BMKG tidak melanjutkan monitoring aktivitas Gunung Krakatau dan gunung api lainnya.
Namun yang melakukan monitoringadalah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan
Geologi, dan Kementrian ESDM.
Pukul 21.30 WIB petugas Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG mendapat laporan kepanikan
masyarakat di wilayah Banten dan Lampung karena air laut pasang yang tidak normal.
Saat itu juga BMKG langsung mengecek Marigram Tide Gauge Badan Informasi Geospasial (BIG).
Dari hasil pengecekan tersebut, terindikasi adanya perubahan permukaan air laut di beberapa wilayah
seperti di Pantai Jambu, Bulakan, Kec Cinangka, dan Kab Serang dengan ketinggian air mencapai
0.9 m, pada pukul 21.27 WIB.
Di Pelabuhan Ciwandan, Kec Ciwandan Banten tercatat pukul 21.33 WIB dengan ketinggian air 0.35
m.
Di Kota Agung Kec, Kota Agung, Lampung tercatat pada pukul 21.35 WIB dengan ketinggian air
mencapai 0.36 m.
Sedangkan di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, ketinggian air mencapi 0.28 m pada pukul
21.53 WIB.
Melihat dari hasil catatan Marigram Tide Gauge Badan Informasi Geospasial (BIG) tersebut,
diyakini bahwa ini merupakan gelombang tsunami.
Selanjutnya pada pukul 22.30 WIB, BMKG mengeluarkan press release telah terjadi tsunami yang
melanda Banten dan Lampung tidak dipicu oleh Gempa bumi tektonik.

Personel Basarnas Lampung berada di tengah lokasi terparah yang terdampak tsunami di Desa
Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Minggu, 23 Desember 2018. (Tribun
Lampung/Noval Andriansyah)
Setelah itu, pada Sabtu (22/12/2018) BMKG menyampaikan telah terjadi tsunami yang melanda
Banten dan Lampung dan bukan disebabkan oleh gempabumi tektonik.
Minggu (23/12/2018) Pukul 14.40 WIB, BMKG memastikan bahwa pusat getaran ada di gunung
anak krakatau, 115,46 BT- 6.10 LS, kedalaman 1 km, Getaran tersebut setara dengan kekuatan M.
3,4.
Hasil Survei Peneliti
Ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Muhari baru saja mengunggah hasil
survei pasca- tsunami Selat Sunda yang dilakukan pada 26 hingga 30 Desember 2018.
Survei yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu menemukan bahwa tinggi rayapan
tsunami pada Sabtu (22/12/2018) itu mencapai 13,4 meter.
Dihubungi , Senin (31/12/2018), Abdul menceritakan bagaimana angka itu didapatkan.
"Tinggi rayapan tsunami yang mencapai 13,4 m dihitung dengan menggunakan alat pengukur jarak
horizontal dan vertikal (automatic laser finder dan GPS) mulai dari bibir pantai sampai di titik
tertinggi bekas/jejak tsunami terlihat," kata Abdul melalui pesan singkat.

"Jejak tsunami ini bisa berupa batas genangan air, jejak sampah yang terbawa tsunami di dinding
tebing atau tanah," imbuhnya.
Selain tinggi rayapan tsunami, Abdul mengatakan ada beberapa data lain yang didapatkan dari survei
tersebut.
"Data tinggi rendaman tsunami (flow depth), tinggi rayapan tsunami (run-up) dan jarak landaan
tsunami ke darat (inundation distance)," tutur Abdul.
"Data ini sangat penting untuk menentukan karakteristik dari tsunami," sambungnya.
Masih dalam unggahannya, Abdul juga menjelaskan mengenai dampak yang terjadi di bagian selatan
Pandeglang. Dia menuliskan dampak parah yang terpusat di wilayah itu mengindikasikan konsentrasi
energi tsunami.
Fenomena ini berbeda dengan wilayah Anyer utara dan Cilegon. Dalam unggahan tersebut, Abdul
menggatakan bahwa keberadaan pulau-pulau kecil di sekitar Anak Krakatau mungkin mempengaruhi
penyebaran energi tsunami tersebut.
Selain itu, perbedaan tingkat tanah juga berpengaruh terhadap dampak tsunami. "Wilayah
Pandeglang bagian selatan mengalami dampak yang lebih besar karena struktur pantai berupa pantai
tertebing sehingga rayapan tsunami lebih tinggi," ujar Abdul.
"Sedangkan di Anyer-Carita ke arah utara daratan lebih landai sehingga tinggi rayapan tsunami lebih
rendah tapi masuk ke darat lebih jauh," tegasnya.

Sebuah mobil yang terseret ombak Tsunami Banten. Kesaksian warga mengungkap kronologi
terjadinya Tsunami Banten. (PLN)
Meski begitu, Abdul mengatakan bahwa masih belum diketahui mekanisme tsunami yang terjadi
Sabtu malam tersebut.
Para peneliti saat ini masih mencoba mencari tahu penyebab bencana yang terjadi dengan
mendokumentasikan dampaknya.

Anda mungkin juga menyukai