Anda di halaman 1dari 14

MANHAJ PENETAPAN FATWA HUKUM EKONOMI SYARIAH

DI INDONESIA
Rahman Helmi
Mahasiswa Program S.3 Prodi Ilmu Syariah UIN Antasari Banjarmasin.
e-Mail: muraaf@gmail.com

Abstract: Nowadays, legal issues related to sharia economy are continuing


to increase along with the development of banking industry and Islamic
finance. Yet, the number of authoritative quotation is very limited, and it
has even stopped. In such situation, the muftis must make an ijtihad and
give a fatwa regarding to sharia economic law. Fatwa from the National
Sharia Board-Council of Indonesian Ulama (MUI DSN) has become
unseparable part in the development of sharia banking industry in
Indonesia. Many DSN-MUI's fatwas are based on Islamic law solutions. At
least, there are four fiqh solutions used as the basis for establishing the
fatwas. They are al-taysir al-manhaji, tafriq al-halal 'an al-haram, i'a al -
nazar, and tahqi al-mana.
Keywords: ijtihad, manhaj, DSN's fatwa, Islamic Law Solutions

Abstrak: Persoalan-persoalan hukum yang muncul terkait ekonomi syariah


itu terus bertambah seiring dengan perkembangan industri perbankan dan
keuangan syariah belakangan ini. Sementara itu, jumlah nas sangat terbatas
bahkan sudah terhenti. Dalam situasi seperti itu, maka para ulama harus
melakukan ijtiha>d dan memberikan fatwa mengenai hukum ekonomi
syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN
MUI) telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam perkembangan industri
keuangan syariah di Indonesia. Fatwa-fatwa DSN-MUI banyak yang
mempergunakan solusi hukum Islam sebagai landasannya. Setidaknya ada
empat solusi fikih yang dijadikan landasan dalam menetapkan fatwa DSN
MUI, yaitu al-taysi>r al-manhaji, tafri>q al-h}ala>l ‘an al-h}ara>m, i’a>dah al-
naz}ar, dan tah}qi>q al-mana>t}.

Kata kunci: ijtiha>d, manhaj, fatwa DSN, solusi hukum Islam,

Latarbelakang bahwa berbagai ketentuan hukum Islam


Ada sebagian orang berpikir tidak bisa diubah (immutable).1
bahwa sistem ekonomi syariah akan Pemikiran demikian muncul hanya
melahirkan stagnasi (jumud) dan karena ketidaktahuan sumber acuan
sekaligus membawa kepada pandangan Islam dan karakteristiknya. Dalam

1
Wael B. Hallaq, Ancaman Paradigma
Negara-Negara (Islam, Politik, dan Problem
Moral Modern), trans. Akh. Minhaji (2013).
302 SYARIAH: Jurnal Hukum dan Pemikiran Volume 18, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 301-314

Islam, yang tidak mungkin berubah 1990-an, pandangan sinis terhadap


hanyalah kaidah-kaidah dasar syariah pihak-pihak yang gigih
dan berbagai pondasi dasar. Dalam hal memperjuangkan sistem ekonomi
yang bersifat kondisional, misalnya syariah masih nyaring terdengar.
menyangkut hal teknis, Islam memang Namun seiring berjalannya waktu,
tetap mengacu dan merujuk sumber perjuangan untuk pengakuan sistem
asalnya sekaligus melibatkan peran ekonomi syariah sebagai sistem
akal. Peran ini yang kemudian disebut ekonomi alternatif mulai diterima.
dalam terminologi fikih sebagai Sistem ekonomi syariah
ijtiha>d.2 melahirkan sub-sub sistem, seperti
Pilihan menjadikan sistem sistem keuangan syariah. Sistem
ekonomi syariah sebagai pengganti keuangan syariah bukan sekedar
sistem ekonomi yang sudah ada transaksi komersial, tetapi harus sudah
tidaklah mudah. Pada mulanya pihak- sampai kepada lembaga keuangan
pihak yang meyakini dan untuk dapat mengimbangi tuntutan
memperjuangkan sistem ekonomi zaman. Bentuk sistem keuangan atau
syariah sebagai sistem ekonomi lembaga keuangan yang sesuai dengan
alternatif yang berkeadilan dianggap prinsip syariah adalah terbebas dari
sebeah mata. Keyakinan bahwa sistem unsur-unsur riba, maysir, gharar, haram
ekonomi syariah dapat menutupi dan zalim3.
kelemahan dan kekurangan sistem Perkembangan industri
ekonomi kapitalis atau sosialis perbankan dan keuangan syariah
dianggap sebagai keyakinan yang belakangan ini mengalami kemajuan
berlebihan dan bahkan dianggap yang pesat, seperti: perbankan syariah,
sebagai sebuah pernyataan bombastis- asuransi syariah, pegadaian syariah,
idealistis. Kondisi seperti ini memang pasar modal syariah dengan
merupakan fakta sejarah yang terjadi di instrumennya saham syariah, obligasi
negara-negara Islam, tidak terkecuali di syariah (sukuk), dan reksa dana syariah,
Indonesia. Sampai dengan awal tahun dan baitul mal wat-tamwil (BMT).

2
M. Faruq an-Nabhan, Sistem Ekonomi digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak
Islam: Pilihan Setelah Kegagalan Sistem pasti dan bersifat untung-untungan. Gharar,
Kapitalis dan Sosialis (Yogyakarta: UII Press, yakni transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak
2000), h. 19. dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau
3
Riba, yaitu penambahan pendapatan tidak diserahkan pada saat transaksi dilakukan,
secara tidak sah (batil), antara lain dalam kecuali diatur lain dalam syariah. Haram, yaitu
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan Zalim, yakni transaksi yang menimbulkan
(fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam ketidakadilan bagi pihak lainnya. (Lihat
yang mensyaratkan nasabah penerima fasilitas penjelasan Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008
mengembalikan dana yang diterima melebihi tentang Perbankan Syariah)
pokok pinjaman karena berjalannya waktu
(nasi’ah). Maisir, yakni transaksi yang
Rahman Helmi, Manhaj Penetapan Fatwa Hukum 303

Demikian pula di sektor riil, seperti: Sedangkan fikih adalah aturan hukum
hotel syariah, multilevel marketing yang secara keseluruhan merupakan
syariah, rumah sakit syariah, dsb. Hal hasil dari ijtihad ulama.5 Ijtiha>d sangat
yang harus disikapi dengan cermat dan diperlukan pada saat ini sebagai
teliti agar perkembangan ini tidak jawaban dari berbagai permasalahan
berakhir dengan stagnan, tentunya yang belum ada pada masa lalu. Ijtiha>d
pengembangan kualitas sumber daya diperlukan pula dalam pengembangan
insani yang merupakan salah satu hukum ekonomi syariah.
indikator penting dalam pertumbuhan Dalam kaidah fiqhiyyah, bahwa
ekonomi syariah. perubahan hukum dalam fikih dapat
Bahwa persoalan-persoalan dibenarkan, bahkan bisa menjadi suatu
hukum yang muncul terkait ekonomi keharusan jika kondisi sosiologis
syariah itu terus bertambah dan tidak masyarakat berubah. Sebuah kaidah
terbatas jumlahnya, sedangkan jumlah tentang perubahan hukum yang
nas itu terbatas dan sudah berhenti, dinisbatkan kepada Ibnu Qayyim al-
tidak turun lagi. Dalam situasi seperti Jauziyyah6 berbunyi:
itu, maka para ulama wajib membantu
kaum muslimin melalui ijtiha>d dan ‫اختِالَفُ َها بِتَ غَرَِّي األ َْم ِكنَ ِة‬
ْ ‫َح َك ِام َو‬
ْ ‫تَغَرَّيُ األ‬
‫الع َوائِ ِد‬ ِ ِ ِ ‫واأل َْزِمنَ ِة واأل‬
pemberian fatwa mengenai hukum
masalah-masalah baru tersebut. َ ‫َح َوال َوالنيرات َو‬ ْ َ َ
Membiarkan masyarakat untuk “Perubahan dan perbedaan hukum
menjawab sendiri persoalan hukum adalah disebabkan perbedaan tempat,
mereka, amatlah berbahaya.4 masa, kondisi, motivasi dan budaya”.
Dalam perspektif hukum Islam, Kaidah tersebut tidak hanya
terdapat dua esensi hukum, yaitu dikemukakan oleh Ibnu Qayyim,7
syariah dan fikih. Syariah merupakan namun juga oleh ulama yang lain
aturan hukum yang ditetapkan seperti kaidah yang berbunyi:
langsung oleh al-Qur’an dan Sunnah.

Ma'ruf Amin, Fatwa dalam Sistem


4
Qur’an, ahli ilmu Nahwu, ahli Usul, ahli ilmu
Hukum Islam (Jakarta: Elsas, 2008), h. 241. Kalam, sekaligus seorang Mujtahid. Murid
5
Disfa Lidian Handayani, "Hukum Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah dalam bidang
Ekonomi Syari'ah: Tantangan dan Peluang Ilmu Fikih. Beberapa karya besarnya antara
dalam Pengembangan Inovasi Instrumen lain; Tahdzib Sunan Abi Dawud, I’lam al-
Keuangan Syariah," Al-Manahij: Jurnal Kajian Muwaqqi’in an Rabbil ‘Alamin, Ighatsatul
Hukum Islam Vol. 9. No. 2(Desember 2015): h. Lahfan fi Hukmi Thalaqi al-Ghadlban,
335. Ighatsatul Lahfan fi Masha’id al-syaithan,
6
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (691-751H) Bada’i’ul Fawa’id, Amtsalul Qur’an dan
adalah seorang Imam Sunni, cendikiawan, dan Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina Wajhan.
7
ahli fikih yang hidup pada abad ke-13. Ia adalah Muhammad Ibnu Qayyim al-
ahli fikih madzhab Hanbali, disamping itu juga Jauziyyah, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-
beliau ahli tafsir, ahli hadits, menghafal al- ‘Alamin (Beirut: Dar al-Jail, t.t.), h. 3.
304 SYARIAH: Jurnal Hukum dan Pemikiran Volume 18, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 301-314

ِ ‫الَي ْن ِكر تَغَرَّي األَح َك ِام بِتَ غَرَِّي األ َْزم‬


‫ان‬ ulama yang dimaksud adalah MUI
َ ْ ُ ُ ُ (penjelasan pasal 5 ayat 2).
“Tidak diingkari perubahan hukum Selanjutya, pemerintah
disebabkan perubahan masa”. menerbitkant UU No. 10 Tahun 1998
Tulisan ini bertujuan Tentang Perubahan atas Undang-
menganalisis perkembangan berbagai undang No. 7 Tahun 1992 tentang
ijtiha>d dalam bidang ekonomi syariah Perbankan, yang secara jelas di
di Indonesia saat ini. Bagaimana dalamnya mengakomodasi dual
manhaj penetapan fatwa tentang banking system di Indonesia, yaitu
ekonomi syariah di Indonesia. perbankan konvensional dan perbankan
Penetapan fatwa-fatwa tentang syariah.
kebolehan atau keharaman instrumen Terakhir pada tahun 2008 terbit
keuangan yang merupakan ijtihad yang UU No. 21 Tahun 2008 Tentang
menjadi acuan dasar dalam pembuatan Perbankan Syariah yang memiliki
hukum positif di Indonesia. nuansa mensyariahkan bank syariah,
hal tersebut terlihat dari ketentuan
Perkembangan Lembaga Keuangan tentang jenis dan kegiatan usaha,
Syariah di Indonesia pelaksanaan prinsip syariah, komite
Bank syariah pertama didirikan perbankan syariah dan komisaris
tahun 1991 merupakan tindak lanjut syariah, serta dewan pengawas syariah.
dari hasil lokakarya MUI pada tahun Hubungan baik yang terjalin
sebelumnya. Satu tahun setelah antara Bank Indonesia dan Dewan
berdirinya bank syariah pertama Syariah Nasional-Majelis Ulama
tersebut lahir Undang-Undang Nomor 7 Indonesia (DSN-MUI) telah
Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menghasilkan banyak Peraturan Bank
memuat aturan tentang telah Indonesia (PBI) yang mengadopsi dan
dimungkinkannya kegiatan usaha mengharmonisasi fatwa-fatwa DSN-
perbankan dengan menggunakan MUI. Sehingga dapat dikatakan bahwa
prinsip syariah yang disebut dengan penyerapan fatwa ke dalam peraturan
istilah bagi hasil. resmi negara telah berlangsung dengan
Pada tahun yang sama, baik di sektor perbankan. Hal yang
Pemerintah menerbitkan Peraturan sama juga terjadi di sektor lain; seperti
Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 sektor asuransi, pembiayaan, dan pasar
tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi modal.
Hasil. Dalam PP Nomor 72 Tahun 1992 Pada tahun 2003, MUI merilis
pasal 1 tersebut, ditetapkan bahwa bank fatwa tentang keharaman bunga bank,
berdasarkan prinsip bagi hasil wajib karena dinilai sama dengan riba. Efek
memiliki Dewan Pengawas Syariah, berantai setelah dikeluarkannya fatwa
(ayat 1) yang dibentuk atas dasar tersebut segera terasakan setelahnya.
konsultasi dengan ulama (ayat 2), dan Hal ini bisa dilihat dari ditetapkannya
Rahman Helmi, Manhaj Penetapan Fatwa Hukum 305

bagian khusus di lembaga regulator modal syariah, dan lembaga bisnis


yang menangani masalah ekonomi syariah lainnya. Hal itu semakin
syariah, baik di Bank Indonesia melalui dikukuhkan dengan lahirnya UU
Direktorat Perbankan Syariah yang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat
khusus menangani perbankan syariah, Berharga Syariah Negara (SBSN) dan
maupun di Departemen Keuangan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
melalui Direktorat Pembiayaan Perbankan Syariah.
Syariah, Bapepam-LK, Biro Asuransi Hal ini semakin menunjukkan ada
Syariah, Bursa Efek Indonesia (BEI), hubungan yang kuat sekali antara fatwa
yang kesemuanya saat ini yang dikeluarkan oleh DSN-MUI
disatuatapkan di dalam Otoritas Jasa dengan terbentuknya peraturan
Keuangan (OJK). perundang-undangan dan dinamika
Fatwa tersebut juga mempunyai tumbuh kembang sektor ekonomi
pengaruh kuat terhadap semakin syariah di Indonesia.
berkembangnya industri keuangan dan
bisnis syariah. Hal itu bisa dibuktikan Manhaj Penetapan Fatwa Dewan
melalui fakta statistik yang ada. Pada Syariah Nasional
rentang tahun 1990 sampai dengan Menurut KH. Ma’ruf Amin8,
1998 hanya ada satu bank syariah. Pada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
rentang tahun 1998 sampai dengan (2015-2020), salah satu syarat untuk
tahun 2002 lahir lima bank syariah. berijtihad atau menetapkan fatwa
Sedangkan setelah fatwa keharaman adalah harus memenuhi metodologi
bunga bank dikeluarkan pada tahun atau manhaj. Menetapkan fatwa tanpa
2003, semakin banyak muncul bank manhaj, dilarang oleh agama.
syariah, baik yang berupa Unit Usaha Kelompok yang menetapkan fatwa
Syariah ataupun Bank Umum Syariah. hanya didasarkan kepada kebutuhan (li
Hal yang serupa juga terjadi di sektor al-h}a>jah), atau kemaslahatan (li al-
non-bank; banyak lahir asuransi mas}lah}ah), atau pemahaman tentang
syariah, multi-finance syariah, pasar intisari ajaran agama (maqa>s}id al-

8
K.H. Ma’ruf Amin adalah seorang salah satu penghargaan atas peran dan karya
ulama besar yang dimiliki bangsa ini. Beliau besarnya bagi bangsa dan negara. K.H. Ma’ruf
dilahirkan di Tangerang Banten, pada tanggal Amin memperoleh gelar Doktor Kehormatan
11 Maret 1943. Beliau memulai pendidikannya dalam bidang Ilmu Hukum Ekonomi Syariah
di Sekolah Rakyat sekaligus Madrasah dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada
Ibtidaiyyah di Tangerang yang diselesaikan tanggal 5 Mei 2012. K.H. Ma’ruf Amin ini
pada tahun 1955. Kemudian, beliau meneruskan termasuk salah satu cicit dari ulama besar,
pendidikannya di Pesantren Tebuireng Syaikh Nawawi al-Bantani. Beberapa karier
Jombang Jawa Timur sampai 1961. Pendidikan beliau adalah Ra'is 'Aam PBNU (2015-2020)
formal beliau terakhir adalah Fakultas dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
Ushuluddin Universitas Ibnu Chaldun Bogor (2015-2020). Lihat
yang dituntaskannya pada tahun 1967. Sebagai https://id.wikipedia.org/wiki/Maruf_Amin
306 SYARIAH: Jurnal Hukum dan Pemikiran Volume 18, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 301-314

syari>’ah), tanpa berpegang kepada al- h}ara>m, i’a>dah al-naz}ar, dan tah}qi>q al-
nus}u>s} al-syar’iyyah, termasuk mana>t}.11
kelompok yang kebablasan (ifra>t}i). a. Al-taysi>r al-manhaji
Sebaliknya kelompok yang rigid Al-taysi>r al-manhaji dapat
memegangi teks keagamaan (al-nus}u>s} diartikan memilih pendapat yang
al-syari’iyyah) tanpa memperhatikan ringan namun tetap sesuai aturan.
kemaslahatan (al-maslah}ah) dan intisari Meskipun mengambil pendapat yang
ajaran agama (maqa>s}id al-syari’ah), lebih meringankan namun tetap dalam
sehingga banyak permasalahan baru koridor manhaj yang ada. Artinya,
yang tidak dijawab, termasuk kategori fatwa DSN-MUI akan memberikan
bersikap gegabah (tafri>t}i).9 jalan keluar dengan memberikan solusi
Manhaj Fatwa Dewan Syariah terbaik selama tidak bertentangan
Nasional (DSN) secara prosedural ialah dengan syariah. Namun demikian,
terlebih dahulu mencari jawaban atas penggunaan metode tersebut tidak
masalah yang dihadapi dengan boleh dilakukan secara berlebihan. Hal
mengeceknya dalam al-Qur’an dan itu tidak dibenarkan karena
Sunnah. Jika jawaban itu ternyata ada menimbulkan sikap meremehkan.
di sana, maka persoalan itu terjawab Metode al-taysi>r al-manhaji
sudah dan selesai. Jika tidak ada, dimaksudkan agar menghindarkan
barulah mencari kalau-kalau sudah ada fatwa disahkan tanpa mengikuti
ijma>’ ulama tentang hal itu. Kemudian pedoman. Tidak jarang suatu masalah
jika tidak ada juga dalam ijma>’, barulah dijawab dengan fatwa yang
mencari jawabannya dengan melakukan meringankan namun hanya
qiya>s. Prosedur empat langkah ini telah mempertimbangkan aspek
disepakati para ulama.10 Jika terjadi kemaslahatan saja dan tidak
kebuntuan pada langkah keempat mengindahkan aspek kesesuaian
(qiyas), maka KH. Ma’ruf Amin metodologis. Dalam pandangan KH.
mengusulkan ditempuhnya langkah Ma’ruf Amin, hal itu tidak boleh
Solusi Hukum Islam (makharij dilakukan karena berpotensi terperosok
fiqhiyah) sebagai landasannya. pada mencari-cari hal-hal yang ringan
Setidaknya ada 4 (empat) solusi fikih saja yang dilarang dalam syariah
yang dijadikan landasan dalam Islamiyah.
menetapkan fatwa DSN-MUI, yaitu: al- Prinsip dasar penerapan metode
taysi>r al-manhaji, tafri>q al-h}ala>l ‘an al- al-taysi>r al-manhaji dalam fatwa DSN-

9
Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan Perundang-
Islam, h. 246. undangan RI)," in Orasi Ilmiah Pengukuhan
10
Ibid., h. 253. Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Muamalat
11
Ma'ruf Amin, "Solusi Hukum Islam Syariah (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim,
(Makharij Fiqhiyyah) Sebagai Pendorong Arus 24 Mei 2017), h. 7.
Baru Ekonomi Syariah di Indonesia (Kontribusi
Rahman Helmi, Manhaj Penetapan Fatwa Hukum 307

MUI adalah “menggunakan pendapat


yang lebih ra>jih dan lebih maslahat jika
memungkinkan; jika tidak, maka yang “Yang dianggap (penting) dalam akad
digunakan adalah pendapat yang lebih adalah maksud dan makna bukan lafal
maslahat (saja)”.12 dan bentuk perkataannya”.13
Langkah operasionalnya adalah Sedangkan yang kedua menggunakan
mencari solusi fikih yang secara dalil kaidah:
lebih kuat dan sekaligus lebih
membawa kemaslahatan. Namun
apabila hal itu tidak bisa (atau sulit)
“patokan (untuk menentukan
dilakukan, maka yang didahulukan
keabsahan) akad adalah kata-kata dan
adalah pertimbangan kemaslahatan,
susunannya, bukan tujuan dan
sedangkan kekuatan dalil dijadikan
maknanya”
pertimbangan setelahnya. Karena itu,
Oleh DSN-MUI pandangan yang
tidak menutup kemungkinan dalam
terlihat antagonis tersebut dua-duanya
fatwa DSN-MUI didasarkan pada
diadopsi dan dipakai dalam
pendapat ulama yang dulu dianggap
menetapkan fatwa DSN- MUI,
sebagai pendapat lemah, namun karena
tergantung mana yang paling punya
situasi dan kondisi saat ini pendapat
relevansi dengan aspek kemaslahatan.
tersebut dianggap lebih membawa
Contoh untuk pengadopsian pandangan
kemaslahatan. Contohnya adalah
pertama adalah fatwa tentang akad
penerapan kaidah penetapan hukum
wadi>’ah (digunakan untuk kegiatan
ekonomi syariah yang selama ini
penghimpunan dana berupa tabungan
dikenal ada dua pandangan, yakni
dan giro); akad wadi>’ah adalah bentuk
pandangan substantif yang menjadikan
formalnya (al-alfa>z} wa al-maba>ni)
tujuan/hasil akhir dan isi (al-maqa>s}id
sedangkan substansinya (al-maqa>s}id wa
wa al-ma’a>ni) sebagai ugeran dalam
al-ma’a>ni) merupakan akad qard};
menentukan hukum; dan pandangan
karena akad wadi>’ah yang terdapat izin
legal-formal yang menggunakan kata/
dari pemilik untuk menggunakan
kalimat dan bentuk (al-alfa>z} wa al-
barang titipan oleh penerima titipan,
maba>ni) sebagai ugeran dalam
dan barang titipan dapat diganti oleh
menentukan hukum. Yang pertama
barang lain (yang senilai/serupa)
menggunakan kaidah:
sejatinya merupakan akad qard}.

12
Ibid., h. 8. 2016), h. 400. Lihat 'Ali Ahmad al-Nazwi, al-
13
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah Qawa'id al-Fiqhiyyah (Damsyiq: Dar al Qalam,
Prinsip dan Implementasinya pada Sektor 2000), h. 64.
Keuangan Syariah (Jakarta: Rajawali Press,
308 SYARIAH: Jurnal Hukum dan Pemikiran Volume 18, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 301-314

Sedangkan contoh penerapan bahwa saling berjanji mirip dengan


pandangan kedua dalam fatwa DSN- akad (al-muwa>’adatu tusybih al-‘aqd).
MUI adalah fatwa terkait mengikatnya Namun sejatinya kedua hal tersebut
(mulzim) saling berjanji (al- berbeda, saling berjanji bukanlah akad
muwa>`’adah) dan hubungannya dengan (wa laisa al-muwa>’adatu ‘aqdan).
mulzim-nya perjanjian (al-‘aqd) Apabila saling berjanji dianggap sama
sebagaimana dalam fatwa DSN-MUI hukumnya dengan akad, maka transaksi
Nomor 28/DSN-MUI/ III/2002 tentang lindung nilai terlarang karena termasuk
Jual-Beli Uang (al-S}arf), fatwa DSN- jual-beli utang dengan utang (bay’u al-
MUI Nomor: 85/DSN-MUI/XII/2012 dain bi al-dain). Namun kalau saling
tentang Janji (Wa‘ad) dalam Transaksi berjanji dihukumi bukan akad
Keuangan dan Bisnis Syariah, dan (sebagaimana disebutkan dalam fatwa
fatwa DSN-MUI Nomor 96/DSN- DSN-MUI), maka transaksi tersebut
MUI/IV/2015 tentang Transaksi dibolehkan, karena terhindar dari jual-
Lindung Nilai Syariah (al-Taha>wwut} beli utang dengan utang.
al-Islami/Islamic Hedging). Fatwa b. Tafri>q al-h}ala>l ‘an al-h}ara>m
tersebut menyatakan bahwa lindung Metode berikutnya adalah terkait
nilai secara syariah boleh dilakukan dengan pemisahan antara harta halal
dengan syarat dilakukan atas dasar dan non-halal (at-tafri>q bain al-h}ala>l ‘an
kebutuhan nyata (tidak untuk untung- al-h}ara>m). Umumnya, orang
untungan/spekulasi/garar) dan memahami bahwa percampuran antara
dilakukan melalui mekanisme forward yang halal dan yang haram, maka
agreement (saling berjanji) untuk dimenangkan yang haram, sesuai
melakukan pertukaran mata uang di kaidah berikut:
masa yang akan datang. 14 ‫الََر ُام‬
ْ ‫ب‬ ِ ْ ‫إِ َذا اِ ْجتَ َم َع‬
َ ‫الََال ُل َوا ْلََر ُام غُل‬
Akad dan muwa>’`adah (saling
“Apabila bercampur antara yang halal
berjanji) dari sisi bentuknya memiliki
dan yang haram, maka percampuran
kesamaan, yaitu pihak yang
tersebut dihukumi haram”.
melakukannya sama (dilakukan oleh
DSN-MUI memandang kaidah
dua pihak atau lebih), dan dari sisi
tersebut tidak tepat diterapkan dalam
sifatnya juga memiliki kesamaan, yaitu
bidang ekonomi. Kaidah tersebut lebih
mengikat (mulzim) untuk dilakukan.
tepat digunakan dalam bidang pangan,
Akan tetapi perbedaan antara keduanya
khususnya benda atau barang yang cair.
bersifat mendasar; yaitu dalam
Halal-haram dalam bidang pangan
muwa>’adah belum muncul hak dan
terkait dengan bahannya (‘ain),
kewajiban, sedangkan dalam akad
sehingga jika terjadi percampuran maka
sudah muncul. Oleh karena itu, disebut
akan terjadi persinggungan dan

14
al-Nazwi, al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, h.
171.
Rahman Helmi, Manhaj Penetapan Fatwa Hukum 309

‫رق بِِه‬ ِ ِ ‫واَلر ِذي عزلَه إ ْن علِم‬


َ َ‫ َوإِرال ت‬،‫صاحبَهُ َسلر َمهُ إلَْيه‬
َ ‫صد‬
persenyawaan yang sulit dipisahkan.
َ َ َ ُ ََ َ
Dalam kondisi seperti itu maka tepat
ُ‫َعْنه‬
16
menggunakan kaidah “apabila
bercampur antara yang halal dan yang Jika uang yang halal tercampur dengan
haram, maka percampuran tersebut uang yang haram dan tidak dapat
dihukumi haram”. dibedakan, maka jalan keluarnya adalah
Namun berbeda halnya apabila memisahkan bagian yang haram serta
pemisahan antara yang halal dari yang menggunakan sisanya. Sedangkan
haram dapat dilakukan, misalnya dalam bagian haram yang dikeluarkan, jika ia
kasus percampuran antara harta yang tahu pemiliknya maka ia harus
halal dan yang tidak halal, maka kaidah menyerahkannya atau bila tidak maka
tersebut tidak cocok diterapkan, dan harus disedekahkan.
yang lebih tepat adalah menggunakan Senada dengan hal tersebut Ibnu
kaidah pemisahan yang halal dari yang Taimiyyah dalam kitab Fata>wa> al-
haram (tafri>q bain al-h}ala>l ‘an al- Kubra> li Ibn Taimiyyah menyatakan:
h}ara>m). Maksudnya bahwa harta atau ‫الََرِام َوالْبَاقِ ْي‬
ْ ‫ِج قَ ْد ُر‬
َ ‫ُخر‬ ْ ‫ط ِِبَالِِه ا ْلََال ُل َو‬
ْ ‫الََر ُام أ‬ ْ ‫َم ِن‬
َ َ‫اختَل‬
uang dalam perspektif fikih bukanlah
ُ‫َح َال ٌل لَه‬
17
benda haram karena zatnya (‘ain) tapi
haram karena cara memperolehnya Jika seorang hartanya tercampur antara
yang tidak sesuai syariah (li gairih), unsur yang halal dan yang haram maka
sehingga dapat untuk dipisahkan mana unsur haram harus dikeluarkan
yang diperoleh dengan cara halal dan nominalnya, dan sisanya halal baginya.
mana yang non halal. Dana yang halal Pertimbangan penggunaan
dapat diakui sebagai penghasilan sah, metode tafri>q al-h}ala>l ‘an al-h}aram
sedangkan dana non-halal harus pada fatwa DSN-MUI adalah bahwa
dipisahkan dan dialokasikan untuk dalam konteks Indonesia kegiatan
kepentingan umum.15 ekonomi syariah belum bisa dilepaskan
Dasar kaidah ini dapat dirujuk sepenuhnya dari sistem ekonomi
pada as-Suyu>t}i dalam kitab Al-Asyba>h konvensional yang ribawi. Institusi
wa al-Naz}a>'ir: ekonomi syariah masih berhubungan
:ُ‫ َوََلْ يَتَ َميرز فَطَ ِري ُقه‬.‫ط ِد ْرَه ٌم َح َال ٌل بِ َد َر ِاه َم َحَرٍام‬
َ َ‫اختَل‬
ْ ‫لَ ْو‬ dengan institusi ekonomi konvensional
yang ribawi dari aspek permodalan,
،‫ف ِِف الْبَاقِي‬ ُ ‫صر‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ْ ‫أَ ْن ي ع ِزَل قَ ْدر‬
َ َ‫ َويَت‬.‫الََرام بنيرة الْق ْس َمة‬ َ َْ pengembangan produk, maupun

15
Ma'ruf Amin, Era Baru Ekonomi Islam 17
Ibn Taimiyah, "Al-Fatawa al-Kubra li
Indoneia: Dari FIkih ke Praktek Ekonomi Islam Ibn Taimiyah," (Dar al-Kutub al-Alamiyah,
(Jakarta: Elsas, 2011), h. 48-52. 1987/1408), h. 74. Lihat pula 'Ali Ahmad al-
16
'Abdurrahman bin Abi Bakr Jalaluddin Nadawi, Mausu'ah al-Qawa'id wa al-Dawabit
al-Suyuti, al-Asybah wa al-Naza'ir (Dar al- al-Fiqhiyyah fi al-Fiqh al-Islami, Jilid I (Riyad:
Kutub al-Amaliah 1990/1411), h. 107. Markaz al-Buhus Dar al-Ta'sil, 1999), h. 344.
310 SYARIAH: Jurnal Hukum dan Pemikiran Volume 18, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 301-314

keuntungan yang diperoleh. Pendirian menguji kembali pendapat yang


bank syariah atau unit usaha syariah mu’tamad dengan mempertimbangkan
(UUS) oleh bank konvensional adalah pendapat hukum yang selama ini
contoh yang nyata terjadi. Metode ini dipandang lemah (marju>h} bahkan
merupakan jawaban atas komentar mahju>r), karena adanya ‘illat hukum
banyak pihak tentang berdirinya bank- yang baru dan/atau pendapat tersebut
bank syariah, terutama UUS yang lebih membawa kemaslahatan;
dibentuk atau didirikan oleh bank-bank kemudian pendapat tersebut dijadikan
konvensional. Di antara umat Islam, pedoman (mu’tamad) dalam
ada yang meragukan kehalalan produk menetapkan hukum.
unit usaha syariah karena modal Metode ini merupakan jalan
pembentukan berasal dari bank tengah atau moderat di antara
konvensional yang termasuk pemikiran pakar hukum ekonomi
perusahaan ribawi. Metode ini syariah yang terlalu longgar
diaplikasikan dengan cara (mutasahhil) dalam menerapkan
mengidentifikasi seluruh uang yang prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah,
menjadi milik bank konvensional sehingga ekonomi Islam terjebak pada
sehingga diketahui mana yang labeling. Sebaliknya dengan teori ini
merupakan bunga dan mana yang pengembangan ekonomi Islam tidak
merupakan modal atau pendapatan terlalu ketat dan terikat dalam kaidah-
yang diperoleh dari jasa-jasa yang tidak kaidah dan pemikiran fiqh klasik yang
didasarkan pada bunga. Pendapatan mungkin sulit diaplikasikan kembali
bank yang berasal dari bunga disisihkan pada era sekarang (mutasyaddid). Dasar
terlebih dahulu, maka sisanya dapat metode ini adalah kaidah:
atau boleh dijadikan modal pendirian
‫ْم يَ ُد ْوُر َم َع ِعلرتِ ِه ُو ُج ْوًدا َو َع َد ًما‬
ُ ‫الُك‬
bank syariah atau UUS karena diyakini
halal.
c. I’a>dah al-naz}ar
“Hukum itu beredar pada ‘illat-nya,
Metode berikutnya dalam upaya
baik adanya hukum maupun tidak
penerapan solusi fikih adalah i‘a>dah al-
adanya”.
naz}ar (telaah ulang). Telaah ulang
Secara operasional, acuan
terhadap pendapat ulama terdahulu bisa
perubahan hukum menurut kaidah usul
dilakukan dalam hal pendapat ulama
fikih di atas adalah menurut ada atau
terdahulu dianggap tidak cocok lagi
tidak adanya ‘illat hukumnya. ‘Illat
untuk dipedomani karena faktor sulit
adalah suatu sifat pada suatu hal yang
diimplementasikan.18 Telaah ulang
hukumnya ditetapkan oleh nas (al-as}lu)
salah satu caranya dilakukan dengan
yang atasnya ditegakkan hukum. Jika

18
Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum
Islam, h. 261-62. .
Rahman Helmi, Manhaj Penetapan Fatwa Hukum 311

ada ‘illat maka disitu ada hukum, dan melarangnya. Berdasarkan hal itulah
sebaliknya, jika tidak adanya ‘illat bahwa Letter of Credit (L/C) yang
maka tidak ada hukum. mana penjamin menerima upah
Contoh penerapannya adalah dibolehkan dalam fatwa DSN MUI
fatwa terkait posisi wakil dalam akad Tahun 2009. Hukum “boleh” ini
sewa-menyewa; wakil boleh menyewa didasarkan pada karakteristik
benda yang dipercayakan kepadanya muamalah L/C tersebut yang berkisar
untuk disewakan. Pendapat ini pada akad waka>lah, hawa>lah dan d}ama>n
dijadikan pegangan oleh DSN-MUI (kafa>lah). Waka>lah dengan imbalan
meskipun bertentangan dengan (fee) tidak haram; demikian juga tidak
pendapat mayoritas ulama setelah haram hawa>lah dengan imbalan.
melakukan telaah ulang (i‘a>dah al- Adapun d}ama>n (kafa>lah) dengan
naz}ar) terhadap ‘illah hukum yang imbalan disandarkan pada imbalan atas
dikemukan Jumhur ulama. Jumhur jasa ja>h (dignity, kewibawaan) yang
ulama berpendapat bahwa larangan menurut mazhab Syafi’i, hukumnya
bagi wakil menyewa benda yang boleh walaupun menurut beberapa
diserahkan kepadanya untuk disewakan ulama mengharamkan dan ada pula
kepada orang lain karena adanya yang menetapkan makruh hukumnya.
tuhmah (diduga kuat ada kebohongan) Fatwa DSN-MUI menyandarkan
dari wakil sehingga dapat merugikan pendapat ulama Syafi’iyah yang
pemilik. Namun bila dilakukan telaah membolehkan d}ama>n (kafa>lah) dengan
ulang terhadap ‘illah hukum tersebut, imbalan pada ju’a>lah. Dalam khazanah
maka ‘illah hukum tersebut akan hilang fikih klasik, pengenaan imbalan atas
bila pemilik memberikan tarif yang akad kafa>lah (kafa>lah bi al-ujrah) hanya
jelas terhadap benda yang akan dibolehkan oleh Imam Ishaq bin
disewakan kepada wakilnya, lalu wakil Rahawaih; sedangkan mayoritas ulama
menyepakati tarif tersebut dan fikih tidak membolehkannya. Akan
kemudian ia menyewa sendiri harta tetapi, setelah dilakukan telaah ulang
benda tersebut.19 (i’a>dah al-naz}ar) atas ‘illah hukum
Contoh berikutnya adalah kedua pendapat yang saling
transaksi kafa>lah bil ujrah bertentangan tersebut, serta
(pertanggungan dengan upah) dengan mempertimbangkan kemashlahatan
menyandarkan kepada pendapat yang diperlukan oleh masyarakat pada
sebagian kecil ulama yang berbeda saat ini, pendapat Imam Ishaq bin
dengan jumhur ulama yang Rahawaih yang membolehkan kafa>lah

19
Amin, Era Baru Ekonomi Islam
Indoneia: Dari FIkih ke Praktek Ekonomi Islam,
h. 33-34.
312 SYARIAH: Jurnal Hukum dan Pemikiran Volume 18, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 301-314

bi al-ujrah itu dapat diangkat menjadi untuk menghindarkan terjadinya riba


pendapat (qaul) yang dapat dijadikan nasa’ (riba karena pertukaran barang
pegangan (mu’tamad, ra>jih}).20 Dengan ribawi sejenis yang dilakukan tidak
demikian, maka salah satu masalah secara tunai). Dalam Fatwa DSN-MUI
dalam ekonomi syariah modern dapat No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual
terjawab. Beli Emas Secara Tidak Tunai,
d. Tah}qi>q al-mana>t} dibolehkan emas dijadikan objek jual
Metode berikutnya adalah tah}qi>q beli tidak tunai, baik secara angsuran
al-mana>t} (analisis penentuan alasan (taqsi>t}) maupun tangguh (ta’ji>l) selama
hukum/’illat), yakni analisis untuk emas tidak menjadi alat tukar yang
mengetahui adanya alasan hukum resmi (uang). Keputusan ini antara lain
(‘illah) lain dalam satu kasus, selain didasarkan atas alasan bahwa saat ini
‘illah yang diketahui sebelumnya, baik masyarakat dunia tidak lagi menjadikan
melalui nas, ijma>’, ataupun istinba>t}. emas sebagai alat tukar (uang), tetapi
Dalam kaitan ini, KH Ma’ruf Amin memperlakukannya sebagai barang
mengatakan bahwa tidak diberikannya (sil’ah), oleh karena itu larangan
bagian zakat oleh Umar bin Khattab menjual belikan emas secara tidak tunai
kepada kelompok Muallafatu berdasarkan hadis Nabi tidak berlaku
Qulu>buhum dan tidak lagi karena ‘illah hukum larangan telah
dilaksanakaannya hukuman potong berubah.
tangan atas pencuri pada masa paceklik Semua hal yang disebutkan di
atau kelaparan adalah contoh-contoh atas dilakukan karena ada kaidah bahwa
hasil penerapan tah}qi>q al-mana>t. KH. hukum asal dalam ekonomi syariah
Ma’ruf Amin mengakui bahwa metode adalah boleh, kecuali terdapat dalil
tah}qi>q al-mana>t telah banyak dikenal yang mengharamkannya
oleh para ulama terdahulu; karena itu, ‫يل َعلَى‬ِ ‫ر‬ ِ ِ ِ ْ ‫ْاأل‬
ajakannya adalah untuk
ُ ‫َص ُل ِف ْاألَ ْشيَاء ْاْل ََب َحةُ َح رَّت يَ ُدل الدرل‬
22 ِ ِ
merevitalisasikannya sehingga hukum ‫رحري‬ ْ ‫الت‬
Islam menjadi lebih dinamis.21 Sehingga membuka lebar pintu untuk
Contoh penerapannya adalah melakukan terobosan dan inovasi-
Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN- inovasi dalam perumusan hukum Islam
MUI/V/2010 tentang Murabahah Emas. terkait ekonomi syariah.
Fungsi emas dalam sejarah Islam adalah
sebagai alat tukar/uang. Oleh karena Kesimpulan
itu, jika emas akan diperjualbelikan Dari segi isinya, fatwa-fatwa
maka harus dilakukan secara tunai DSN-MUI telah memberikan peluang

20
Ibid., h. 34-35. 22
al-Suyuti, al-Asybah wa al-Naza'ir, h.
21
Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum 60.
Islam, h. 254.
Rahman Helmi, Manhaj Penetapan Fatwa Hukum 313

besar bagi berkembangnya ekonomi


Syariah di Indonesia. Dengan empat
metode yang telah diuraikan di atas,
yaitu: al-taysi>r al-manhaji, tafri>q al-
h}alal ‘an al-h}aram, i’a>dah al-naz}ar, dan
tah}qi>q al-mana>t} disertai dengan
pertimbangan sejumlah prinsip dalam
bermuamalah dalam Islam seperti asal
hukum semua muamalat itu adalah
boleh kecuali ada nas yang
mengharamkannya maka DSN-MUI
memberikan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah dalam
bentuk fatwa.
Hasil dari diterbitkannya fatwa-
fatwa DSN-MUI ini, telah membuat
jalan lebar bagi para pelaku ekonomi
syariah Indonesia untuk
mengembangkan usaha mereka
berpartisipasi dalam peningkatan
kesejahteraan dan keadilan ekonomi
masyarakat Indonesia, sambil
memberikan ketenangan batin karena
rambu-rambu syariah yang telah
dipasangnya dengan jelas.
314 SYARIAH: Jurnal Hukum dan Pemikiran Volume 18, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 301-314

DAFTAR PUSTAKA Sosialis. Yogyakarta: UII Press,


2000.
al-Jauziyyah, Muhammad Ibnu Hallaq, Wael B. Ancaman Paradigma
Qayyim. I’lam al-Muwaqqi’in Negara-Negara (Islam, Politik,
‘an Rabb al-‘Alamin. Beirut: dan Problem Moral Modern).
Dar al-Jail, t.t. Translated by Akh.
al-Nadawi, 'Ali Ahmad. Mausu'ah al- Minhaji2013.
Qawa'id wa al-Dawabit al- Handayani, Disfa Lidian. "Hukum
Fiqhiyyah fi al-Fiqh al-Islami, Ekonomi Syari'ah: Tantangan
Jilid I. Riyad: Markaz al-Buhus dan Peluang dalam
Dar al-Ta'sil, 1999. Pengembangan Inovasi
al-Nazwi, 'Ali Ahmad. al-Qawa'id al- Instrumen Keuangan Syariah."
Fiqhiyyah. Damsyiq: Dar al Al-Manahij: Jurnal Kajian
Qalam, 2000. Hukum Islam Vol. 9. No. 2
al-Suyuti, 'Abdurrahman bin Abi Bakr (Desember 2015).
Jalaluddin. al-Asybah wa al- Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah
Naza'ir: Dar al-Kutub al- Prinsip dan Implementasinya
Amaliah 1990/1411. pada Sektor Keuangan Syariah.
Amin, Ma'ruf. Era Baru Ekonomi Islam Jakarta: Rajawali Press, 2016.
Indoneia: Dari FIkih ke Praktek Taimiyah, Ibn. "Al-Fatawa al-Kubra li
Ekonomi Islam. Jakarta: Elsas, Ibn Taimiyah." Dar al-Kutub al-
2011. Alamiyah, 1987/1408.
Amin, Ma'ruf. Fatwa dalam Sistem
Hukum Islam. Jakarta: Elsas,
2008.
Amin, Ma'ruf. "Solusi Hukum Islam
(Makharij Fiqhiyyah) Sebagai
Pendorong Arus Baru Ekonomi
Syariah di Indonesia
(Kontribusi Fatwa DSN-MUI
dalam Peraturan Perundang-
undangan RI)." In Orasi Ilmiah
Pengukuhan Guru Besar Bidang
Ilmu Ekonomi Muamalat
Syariah. Malang: UIN Maulana
Malik Ibrahim, 24 Mei 2017.
an-Nabhan, M. Faruq. Sistem Ekonomi
Islam: Pilihan Setelah
Kegagalan Sistem Kapitalis dan

Anda mungkin juga menyukai