Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemerintah Republik Indonesia dalam mewujudkan pembangunan nasional terus
berupaya meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pembangunan sarana dan prasarana tersebut antara lain adalah berbagai macam
bangunan, gedung, jalan, jembatan serta masih banyak lagi.
Namun kerap kali dijumpai masalah dalam proses konstruksi tersebut mulai
dari sisi perencanaan yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan, perencanaan yang
tidak mengikuti bahan baku juga standar perencanaan tidak sesuai dari peraturan
yang berlaku, pelaksanaan kosntruksi yang tidak sesuai dengan perencanaan, salah
satunya dalam proses konstruksi jembatan. Dalam proses perencanaan maupun
konstruksi jembatan perlu banyak yang diperhatikan guna menghindari keruntuhan
akibat kegagalan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jembatan, yang akan akan
di bahas lebih lanjut pada makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa saja bagian pada konstruksi jembatan yang sering mengalami kegagalan
perencanaan dan pelaksanaan konstruksi?
2) Apa saja penyebab terjadinya kegagalan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi
jembatan?
3) Apa dampak terjadinya kegagalan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi
jembatan?

1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui saja bagian pada konstruksi jembatan yang sering mengalami
kegagalan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi?
2) Untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan perencanaan dan pelaksanaan
konstruksi jembatan?
3) Untuk mengetahui terjadinya kegagalan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi
jembatan?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Struktur Jembatan

Jembatan merupakan suatu konstruksi yang dibuat untuk memudahkan akses


transportasi yang melewati sungai, rel kereta api, ataupun jalan raya. Menurut Ir. H.J.
Struyk dalam bukunya “Jembatan”, jembatan merupakan suatu konstruksi yang
gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada pada kontur yang
lebih

Berikut merupakan klasifikasi jembatan menurut material superstruktur, terdiri dari


:

1) Jembatan baja, menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur


baja: deck, girder, rangka batang, penahan dan penggantung kabel.
2) Jembatan beton, Jembatan yang beton bertulang dan beton prategang.
3) Jembatan kayu, Jembatan dengan bahan kayu untuk bentang yang relatif
pendek.
4) Jembatan metal alloy, Jembatan yang menggunakan bahan metal alloy seperti
alluminium alloy dan stainless steel.
5) Jembatan komposit, Jembatan dengan bahan komposit komposit fiber dan
plastik.
6) Jembatan batu, Jembatan yang terbuat dari bahan batu; di masa lampau batu
merupakan bahan yang umum digunakan untuk jembatan pelengkung.

2.2 Bagian-Bagian pada Konstruksi Jembatan

2.2.1 Bangunan Atas Jembatan


Bangunan atas terletak pada bagian atas konstruksi yang menopang beban-beban
akibat lalu lintas kendaraan, orang, barang ataupun berat sendiri dari konstruksi yang
selanjutnya disalurkan kepada bangunan bawah jembatan. Bagian-bagian yang termasuk
bangunan atas jembatan adalah:

1) Tiang Sandaran, digunakan untuk memberi rasa aman bagi kendaraan dan orang yang
akan melewati jembatan tersebut.
2) Lantai Trotoar/Trotoar adalah lantai tepi dari plat jembatan yang berfungsi
menahan beban-beban yang terjadi akibat tiang sandaran,
3) Lantai Kendaraan/Plat lantai adalah bagian tengah dari plat jembatan yang
berfungsi sebagai perlintasan kendaraan.
4) Balok Diafragma merupakan pengaku dari gelegar-gelegar memanjang dan tidak
memikul beban plat lantai dan diperhitungkan seperti balok biasa.
5) Balok Memanjang / gelagar (girder) merupakan balok utama yang memikul
beban dari lantai kendaraan maupun beban kendaraan yang melewati jembatan
tersebut

2.2.2 Bangunan Bawah Jembatan

A. Abutment Jembatan, berfungsi untuk menerima beban-beban yang diberikan


bengunan atas kemudian menyalurkan kepondasi.
B. Landasan/Perletakan, berfungsi menyalurkan gaya-gaya reaksi dari bangunan atas
ke bangunan bawah.
B. Pilar jembatan (Pier), Terletak di tengah jembatan yang memiliki fungsi yaitu
mentransfer gaya beban jembatan ke pondasi.

C. Pondasi, Berfungsi dari pondasi adalah untuk menahan beban-beban bangunan


yang berada diatasnya dan meneruskannya ketanah dasar, baik kearah vertikal
maupun kearah horizontal.

2.3. Prinsip-Prinsip Perencanaan Jembatan

Suatu.jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah rnemenuhi
kriteria desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan, sesuai dengan
pokok-pokok perencanaan :

a) Kekuatan dan Stabilitas Struktur,


Unsur-unsur tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban
ULS (Ultimate Limit State) - keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan
keseluruhan harus berada stabil pada pembebanan tersebut..
b) Kenyamanan dan Keamanan,
Bangunan bawah dan pondasi jembatan harus berada tetap dalam keadaan
layan pada beban SLS (Serviceability Limit State). Hal ini berarti bahwa
struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian
sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk
penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur kelayanan.
c) Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan),
Pemilihan rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan
dapat menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan
biaya, sehingga harus dihindari sedapat mungkin.
d) Ekonomis
e) Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan
f) Keawetan dan kelayanan jangka panjang,
Bahan struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan
rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan
dalam lingkungan laut agresif garam yang dekat pantai.
g) Estetika,
Struktur jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan
untuk dilihat.

2.4. Kegagalan Bangunan dan kegagalan konstruksi Jembatan

Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara
keseluruhan maupun sebagian, dari segi teknis, manfaat, keselamatan kerja dan
keselamatan umum sebagai kesalahan penyedia jasa atau pengguna jasa setelah
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Sedangkan kegagalan konstruksi merupakan
keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun
keseluruhan .”(Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000).

Adapun tinjauan kasus kegagalan pada bagian bangunan jembatan :

1) Bangunan Bawah

a. Pondasi langsung, kegagalan pada pondasi langsung secara fisik dapat terjadi
apabila struktur tersebut mengalami :

 Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada
elevasi rencana
 Miring, berarti posisi pondasi langsung tersebut tidak sesuai dengan posisi
vertikal rencana
 Puntir, berarti terjadinya suatu amblas yang disertai posisi miring yang
tidak beraturan

b. Pondasi tiang pancang beton / baja, kegagalan pondasi tiang pancang beton
atau baja secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami :

 Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada
elevasi rencana
 Patah, yaitu kondisi dimana tidak ada kesatuan antara tiang dan poor
bangunan bawah yang mengakibatkan tiang pancang tidak berfungsi atau
tiang pancang beton mengalami retak struktural

2) Bangunan Atas

a. Retak Struktural

Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya dan


kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping akan
secara langsung mengurangi kekuatan struktur juga akan memberikan peluang
udara dan air yang akan mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya
juga mengurangi kekuatan struktur. Besarnya kedalaman maksimum retak yang
diizinkan adalah proporsional dengan tebal struktur itu sendiri.

b. Lendutan

Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi kekuatan


struktur juga mempunyai dampak psikologis bagi si pengendara. Besarnya
lendutan maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan
bentang jembatan yang bersangkutan.

c. Getaran / Goyangan
Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat angin maupun
pergerakan lalu lintas disamping sehingga masih memenuhi persyaratan baik dari
segi stabilitas struktur maupun dari kenyamanan si pengendara. Besarnya
amplitudo getaran maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan
bentang jembatan yang bersangkutan.

d. Kerusakan Lantai Kendaraan


Kerusakan lantai kendaraan berupa retak, terkelupas dan atau pecah akan
berpengaruh secara langsung terhadap riding quality lantai kendaraan yang
menyebabkan kenyamanan si pengendara akan berkurang. Maka luas kerusakan
dibatasi tidak boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu persentase luas
yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau.

e. Tumpuan (Bearing)

Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan mempengaruhi sistemn


pendukungan tumpuan terhadap beban yang pada akhirnya sistem distribusi
beban berubah. Oleh sebab itu tingkat kerusakan tumpuan ini harus dibatasi
sehingga tidak sampai merubah sistemn pembebanan original. Besarnya
tingkat kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari jenis tumpuan
itu sendiri.

f. Expansion Joint

Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau terkelupasnya joint


sealantnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan struktur. Namun akan
sangat berbahaya jika lubang yang terjadi cukup besar yang dapat
mengakibatkan bahaya bagi kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini harus sedemikian rupa
sehingga tidak membahayakan kepada pengendara kendaraan.

2.4.1. Penyebab kegagalan perencanaan dan pelaksanaan Konstruksi


Jembatan

A. Kegagalan Perencana

Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh:

1) Tidak mengikuti TOR (Term of Reference)


2) Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang
berlaku
3) Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik
4) Kesalahan atau Kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data
perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi
5) Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup
dan akurat
6) Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban
rencana) dalam perencanaan
7) Terjadi kesalahan perhitungan aritmatik
8) Kesalahan gambar rencana.

B. Kegagalan Pengawas

Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :

1) Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar,


2) Tidak mengikuti TOR (Term of Reference)
3) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
4) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh
metode konstruksi yang benar,
5) Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung perhitungan teknis

C. Kegagalan Pelaksana

Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :

1) Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak,


2) Salah mengartikan spesifikasi,
3) Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar,
4) Tidak menggunakan material yang benar,
5) Salah membuat metode kerja,
6) Salah membuat gambar kerja,
7) Pemalsuan data profesi,
8) Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.

D. Kegagalan Pengguna Bangunan

Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :


1) Penggunaan bangunan yang melebihi kapasitas rencana,
2) Penggunaan bangunan diluar dari peruntukan rencana,
3) Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program pemeliharaan yang
sudah ditetapkan,
4) Penggunaan bangunan yang sudah habis umur rencananya.

2.5 Contoh Kegagalan Struktur Jembatan yang pernah terjadi

1. Kegagalan konstruksi jembatan Dompak I Provinsi Riau

Gambar 2.1 Jembatan Dompak I mengalami keruntuhan pada struktur atas

Kegagalan konstruksi Jembatan 1 Dompak, Tanjungpinang berdasarkan hasil


peninjauan Tim Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Riau, menemukan
terjadinya kelalaian manusia, yakni terjadinya kesalahan konstruksi pada saat peletakan
dan pemasangan besi prategang. Kesalahan konstruksi banyak yang tidak mengikuti
aturan manajemen konstruksi maupun spesifikasi, seperti penggunaan besi baja pada plat
jembatan yang tidak sesuai dengan spek, balok prategang yang digunakan di P7
seharusnya digunakan untuk balok tepi tetapi dipasang ditengah dan mengakibatkan baja
tulangan menjadi patah di dalam karena tidak kuat untuk menahan tarikan. Akibat
rubuhnya jembatan I tersebut pihaknya mengalami kerugian lebih Rp20 miliar
Dari kegagalan konstruksi di atas dapat diketahui penyebab terjadi kesalahan karena
dari pelaksana terjadi salah metode pekerjaan yang tidak sesuai dengan perencanaan,
yakni pada bagian besi prategang yang mengakibatkan pihak perencana mengalami
kerugian yang besar.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari makalah ini, yaitu :
1. Banyak bagian/item pada konstruksi jembatan yang perlu diperhatikan
guna menghindari kegagalan struktur
2. Kegagalan perencanaan dan konstruksi jembatan dapat di sebabkan oleh
kegagalan perencana, kegagalan pengawas, kegagalan pelaksana, dan
kegagalan pengguna.
3. Kegagalan struktur pada bagian bangunan khususnya pada konstruksi
jembatan dapat berakibat fatal yaitu keruntuhan struktur jembatan yang
membahayakan nyawa pengguna. Karena itu perencanaan, pelaksanaan
hingga pemeliharaan konstruksi jembatan perlu dilakukan dengan baik
sesuai dengan peraturan dan perencanaan yang berlaku.

3.2. Saran
1. Perlunya sering dilakukan briefing antara pengawas dan pelaksana agar
kegagalan struktur dapat terhindar

Anda mungkin juga menyukai