Anda di halaman 1dari 9

Pelbagai Variasi dan Jenis Bahasa

Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasa pokok dalam studi sosiolinguistik karena
Chaer (2014) kridalaksana mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang
berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa
tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan.

A. Variasi Bahasa
Sebuah langue bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami oleh
semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam
masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia homogen, maka wujud bahasa
yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam.
Hartman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan kriteria (a) latar
belakang geografi dan sosisal penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok
pembicaraan. Preston dan shuy (1979) membagi variasi bahasa khususnya untuk
bahasa Inggris Amerika berdasarkan (a) penutur, (b) interaksi, (c) kode, dan (d)
realisasi. Halliday (1970, 1990) membedakan variasi bahasa berdasarkan (a)
pemakai yang disebut dialek dan (b) pemakaian, yangdisebut register. Sedangkan
Mc David (1969) membagi variasi bahasa ini berdasarkan (a) dimensi regional,
(b) dimensi sosial, dan (c) dimensi temporal. Namun Chaer (2014) membagi
variasi bahasa berdasarkan (a) penutur dan (b) penggunaanya.
1. Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa pertama yang kita lihat dari segi penutur adalah idiolek,
yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang pasti mempunyai
variasi bahasa atau idioleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan
dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan
sebagainya. Misalnya seorang perempuan bernama A dan B pasti memiliki warna
suara, gaya bahasa, dll, meskipun seorang perempuan tersebut dalam satu daerah
atau satu perkumpulan masyarakat pasti memiliki perbedaan meskipun sangat
kecil atau sedikit cirinya, tetepi masih tetap menunjukkan idioleknya.
Variasi bahasa kedua yang kita lihat dari segi penutur adalah dialek, yakni
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relative, yang berada
pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Meskipun setiap orang memiliki
idealek masing-masing namun pasti memiliki kesamaan ciri yang menandai
bahwa mereka berada pada satu dialek. Misalnya bahasa Jawa dialek Kediri
memiliki ciri yang berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Jawa dialek
Surabaya.
Variasi bahasa ketiga berdasarkan penutur adalah kronolek atau dialek
temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa
tertentu. Misalnya variasi bahasa Indonesia pada masa tahun sembilan puluhan,
dan variasi bahasa Indonesia yang digunakan pada masa kini, baik dari segi lafal,
ejaan, morfologi, maupun sintaksis, yang paling nampak dari segi leksikon karena
adanya perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Variasi bahasa keempat berdasarkan penutur adalah sosiolek atau dialek
sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,golongan dan kelas
sosial para penuturnya. Variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para
penuturnya seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan,
keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya.
a) Berdasarkan usia pasti terdapat variasi bahasa misalnya seseorang yang
berusia sepuluh tahun dengan seseorang yang berusia dua puluh tahun
pasti memiliki perbedaan dalam berbahasa bukan berkenaan dengan isinya
atau isi pembicaraan, melainkan perbedaan dari bidang morfologi,
sintaksis, dan juga kosakatanya.
b) Berdasarkan pendidikan dapat dilihat adanya variasi sosial, para penutur
yang memperoleh pendidikan tingga akan berbeda variasi bahasanya
dengan seseorang yang berpendidikan menengah, rendah, atau yang tidak
berpendidikan. Perbedaan dalam bidang kosakata, pelafalan, morfologi
dan juga sintaksisnya.
c) Berdasarkan seks (jenis kelamin) penutur terdapat adanya dua jenis variasi
bahasa. Misalnya perbincangan sekelompok mahasiswi dangan
perbicangan sekelompok mahasiswa pasti memiliki perbedaan, bahkan
terdapat juga variasi bahasa pada sekelompok waria dan kaum gay.
d) Berdasarkan pekerjaan, profesi, jabatan atau tugas para penutur dapat juga
menyebabkan adanya variasi sosial. Misalnya percakapan atau obrolan
para buruh atau tukang, kuli, pedagang, guru, dosen, dokter, dll. Perbedaan
bahasa mereka terutama karena lingkungan tugas mereka dan apa yang
mereka kerjakan mencerminkan kosakata yang mereka gunakan.
e) Berdasarkan tingkat kebangsawanan dapat memiliki perbedaan variasi
bahasa. Dalam bahasa jawa dapat disebut undak usuk dan sor singgih
dalam bahasa Bali yang menjadikan adanya variasi bahasa dalam tingkat
kebangsawanan.
f) Berdasarkan keadaan sosial ekonomi hal ini juga menyebabkan adanya
variasi bahasa. Pada zaman dahulu stastus sosial ekonomi sama dengan
atau berhubungan dengan tingkatan kebangsawaanan namun sekarang di
zaman modern ini seseorang yang memiliki status ekonomi tinggi belum
tentu memiliki keturunan kebangsawanan.

Dari munculnya permasalahan pribadi hal tersebut di buat atau dikemukakan oleh
variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, kolokial, jargon, argot, dan
ken.
a) Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau bergengsi
daripada variasi sosial lainnya, karena variasi bahasa ini khusus digunakan
oleh para bangsawan pada zaman dulu bahasa yang digunakan yaitu
bahasa bagongan. Pada zaman sekarang dialek Jakarta cenderung sebagai
bahasa yang paling bergengsi, kebanyakan seseorang akan merasa bangga
bila bisa berbicara dalam dialek Jakarta.
b) Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi dan
dipandang rendah seperti dalam bahasa Jawa seperti “krama ndesa”.
c) Vulgar adalah variasi sosial yang dipakai oleh seseorang yang kurang
terpelajar atau kalangan mereka yang tidak berpendidikan. Variasi sosial
ini muncul pada zaman Romawi sampai zaman pertengahan bahasa-bahasa
di Eropa, memang vulgar ini digunakan oleh seseorang yang kurang
berpendidikan karena pada waktu itu para golongan intelek menggunakan
bahasa Latin dalam segala kegiatan mereka.
d) Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya
variasi ini digunakan oleh golongan tertentu yang sangat terbatas dan tidak
boleh diketahui oleh kalangan diluar kelompok itu. Contohnya pada
seseorang intel dalam mengenali teman atau kelompoknya pasti ia
menggunakan bahasa-bahasa yang sudah disepakati bersama dalam satu
kelompok jika bahasa-bahasa tersebut diketahui oleh seseorang yang
diluar kelompok tersebut maka sekelompok intel tersebut akan segera
merubah bahasa-bahasa rahasia tersebut, contoh lainya terdapat dua
kekasih yang tidak ingin hubungannya diketahui oleh siapapun akhirnya
mereka menggunakan panggilan sayang yang tidak diketahui oleh orang
lain, jika panggilan sayang mereka diketahui oleh orang lain maka kedua
kekasih tersebut pasti akan segera mengganti panggilan sayang agar orang
lain tidak mencurigai atau mengetahuinya kalau mereka adalah sepasang
kekasih.
e) Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-
hari. Kolokial ini merupakan bahasa percakapan bukan bahasa tulis.
Namun dalam perkembangan banyak juga ungkapan-ungkapan kolokial ini
sering juga digunakan dalam bahasa tulis. Variasi sosial ini cenderung
menyingkat kata seperti dok (dokter), prof (profesor), dan let (letnan).
f) Jargon adalah variasi sosial yang digunakan oleh kelompok-kelompok
sosial tertentu yang tidak bersifat rahasia. Namun ungkapan yang
digunakan sering kali tidak dapat dipahami masyarakat umum atau
masyarakat diluar kelompokya. Contoh dalam kelompok penyanyi
terdapat ungkapan-ungkapan seperti vals, vibra, falsetto, head voice, intro,
koda, dll.
g) Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-
profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argot adalah pada
kosakata contohnya dalam dunia kejahatan seperti barang artinya
‘mangsa’, kacamata artinya ‘polisi’, daun artinya ‘uang’, gemuk artinya
‘mangsa besar’, dan tape artinya ‘mangsa yang empuk’.
h) Ken (Inggris = cant) adalah variasi sosial yang bernada “memelas”, dibuat
merengek-rengek, penuh denan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh
pengemis seperti “Seikhlasnya saja”, “Beri saya uang untuk makan, dari
kemarin belum makan”.
1. Variasi dari Segi Keformalan
Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi menjadi 5 macam gaya:

1. Ragam Beku
Variasi bahasa yang paling formal, digunakan dalam situasi-situasi khidmad, dan upacara resmi.
Contoh: dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, akte
notaris, dan surat-surat keputusan. Dalam bentuk tertulis ragam bentuk ini kita dapati dalam
dokumen-dokumen bersejarah, seperti UUD, dan naskah-naskah perjanjian jual beli. Perhatikan
contoh berikut yang diangkat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh karena itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.”

Kalimat-kalimat yang dimulai dengan kata bahwa, maka, hatta, sesungguhnya menandai ragam
beku dari variasi bahasa tersebut. Susunan kalimat dalam ragam beku biasanya panjang-panjang,
bersifat kaku; kata-katanya lengkap,. Dengan demikian para penutur dan pendengar ragam beku
dituntut keseriusan dan perhatian penuh.

2. Ragam Resmi atau Formal

Variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat menyurat dinas,
ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dsb. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan
secara mantap sebagai suatu standar. Digunakan dalam situasi resmi, seperti: acara peminangan,
pembicaraan dengan seorang dekan di kantornya, atau diskusi dalam ruang kuliah.

3. Ragam Usaha atau Ragam Konsultatif

Variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan di sekolah, rapat-rapat atau
pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Wujud ragam usaha ini berada di
antara ragam formal dan ragam informal atau ragam santai.

Contoh: “Saudara boleh mengambil buku-buku ini yang Saudara sukai”

“Saudara boleh bilang sayang kepada orang yang Saudara sayangi sekarang”
4. Ragam Santai atau Ragam Kasual

Variasi yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga
atau teman karib pada waktu beristirahat, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Ragam
santai ini banyak menggunakan allegro (bentuk kata atau ujara yang dipendekkan).

Contoh: “Ambillah yang kamu sukai”

“Bilanglah sayang kepada orang yang kamu sayangi”

5. Ragam Akrab atau Ragam Intim

Variasi bahasa yang digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti;
antaranggota keluarga, atau antarteman yang sudah karib. Ditandai dengan penggunaan bahasa
yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas.

Contoh: “Kalau mau ambil aja”. “Kalau sayang ya bilanng aja”

4. Variasi dari Segi Sarana


Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam ha ini dapat
disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga dalam berbahasa dengan menggunakan
sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelpon atau bertelegraf. Adanya ragam ini
didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang
tidak sama.

 Ragam Bahasa Lisan, dalam menyampaikan informasi secara lisan, akan dibantu oleh
unusr-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistic berupa nada suara, gerak-gerik,
tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala fisik lainnya.
Contoh: saat menyuruh seseorang memindahkan kursi yang ada di hadapan kita, maka
secara lisan sambal menunjuk pandangan pada kursi itu cukup mengatakan “Tolong
pindahkan ini!”
 Ragam Bahasa Tulis, harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun
bisa dapat dipahami pembaca dengan baik.
Contoh: “tolong pindahkan kursi itu!”

Kesalahan atau kesalahpengertian dalam berbahasa lisan dapat segera diperbaiki atau diralat,
tetapi dalam berbahasa tulis kesalahan atau kesalahpengertian baru kemudian bisa diperbaiki.

B. JENIS BAHASA
Penjenisan secara sosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa atau bahasa-
bahasa itu yakni faktor sosiologis, politis, dan kultural.

I. Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis


Stewart (dalam Fishman (ed) 1968) menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa secara
Sosiologis:

1. Standardisasi atau Pembakuan


Adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu
akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian “bahasa yang benar”. Jadi,
standardisasi mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma
yang sudah dikodifikasikan atau yang tidak diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan dasar
dalam pengajaran bahasa. pengkodifikasian pada dasarnya adalah tugas para pakar dan mereka
yang dalam kehidupan sehari-hari secara professional berurusan dengan bahasa.

2. Otonomi atau Keotonomian


Sebuha sistem linguistik disebut memiliki keotonomian jika sitem linguistik itu memiliki
kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain (Fishman 1968:535). Contohnya:
bahasa Inggris dan bahasa Jawa keduanya memiliki keotonomian sendiri-sendiri.

3. Historisitas atau Kesejarahan

Sebuha sistem linguistik dianggap memiliki historisitas jika diketahui atau dipercaya sebagai
hasil perkembangan yang normal pada masa lalu (Fishman 1068:535).

Contoh: bahasa Jawa, bahasa Sunda memiliki unsur kesejarahan dan jelas kelompok etnik yang
mendukungnya.

4. Vitalitas atau Keterpakaian

Pemakaian sistem linguistik oleh masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi (Fishman
1968:536). Jadi, unsur vitalitas ini mempersoalkan apakah sistem linguistic tersebut memiliki
penutur asli yang masih menggunakan atau tidak.

Dasar Penjenisan Jenis Contoh


Bahasa

Standardisas Otonom Historita Vitalita


i i s s

+ + + + Standar Inggris
+ + + - Klasik Latin

+ + - - Artifisial Vo
Lapuk

- + + + Vernakule Beberapa
r bahasa
daerah di
Indonesi
a

- - + + Dialek Beberapa
dialek
bahasa
Jawa

- - - + Kreol *

- - - - Pijin *

II. Jenis Bahasa berdasarkan Sikap Politik


Bahasa berdasarkan sikap politis atau sosial politis dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan.
Terjadinya pembedaan ini didadarkan pada keoentingan kenegaraan yang berbeda-beda
di setiap negara sehingga akan menghasilkan sikap politis yang berbeda pula. Pembedaan
ini terletak pada fungsi sistem linguistik atau bahasa dalam sebuah negara. Ada
kemungkinan keempat jenis bahasa yang telah disebutkan mengacu kepada satu sistem
linguistik yang sama seperti Bahasa Indonesia yang ada di indonesia,dan ada
kemungkinan pada sistem linguistik yang berbeda seperti yang terjadi di Singapura,
Filipina, dan di India.

1. Bahasa Kebangsaan
Bahasa Kebangsaan adalah bahasa yang dimana sistem linguistik
itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu
identitas kenasionalaan bangsa tersebut. Contohnya Bahasa Indonesia di
Indoneisa, Bahasa Philipino di Filipina, dan Bahasa Malaysia di Malaysia.
Pengangkatan suatu bahasa menjadi bahasa kebangsaan di negara
yang memiliki masyarakat multilingual terkadang mengalami penolakan
di masyarakat. Penolakan ini terjadi akibat langua franca.
2. Bahasa Negara
Bahasa negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi
dalam undang undang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat
komunikasi resmi kenegaraan. Yangbartinya segala urusan yang
menyangkutkan kepentingan negara harus menggunakan sistem linguistik
tersebut.
3. Bahasa Resmi
Bahasa resmi adalah bahasa atau sebuah sistem linguistik yang
ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan, seperti se,inar,
konferensi, rapat, dan sebagainya. Artinya semua perta dalam sebuah
pertemuan dapat menggunakan bahasa yang telah disepakati sebagai
bahasa resmi. Contohnya pada sidang internasional PBB yang
menggunakan bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa spanyol, Bahasa
Cina, dan bahasa arab.
4. Bahasa Persatuan
Yang dimaksud dengan bahasa persatuan adalah pengangkatan satu sistem
linguistik oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan dimana bangsa
yang berjuang itu merupakan masyarakat yang multilingual dengan
maksud untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu
kesatuan bangsa.
III. Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
1. Bahasa Ibu
Bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari
secara alamiah dari ibu atau keluarga yang merawat seorang anak. Bahasa ibu
tidak selalu bahasa yang dikuasai dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari
oleh seoseorang. Contohnya pada saat ini dikota-kota besar seperti Surabaya
walaupun mayoritas masyarakat menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi tetapi pada saat berkomunikasi dengan anak mereka yang
masih kecil akan menggunakan bahasa Indonesia. Maka bahasa ibu dari anak
tersebut adlah bahasa Indonesia karena yang diajakan oleh keluarganya adalah
bahasa Indonesia.
Bahasa ibu juga lazim disebut dengan bahasa pertama atau B1 karena
bahasa itulah yang pertamakali dipelajari. Jikalau kemudian seorang anak
mempelajari bahasa lain yang bukan bahasa ibunya, maka bahasa lain tersebut
akan menjadi bahasa kedua atau B2 beitu pula seterusnya.

2. Bahasa Asing.
Yang disebut bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi
anak serta penanaman bahasa asing selalu bersifat politis, yaitu bahasa yang
digunakan oleh bangsa lain.
IV. Lingua Franca
Yang dimaksud Lingua Franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan
sebagai alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa
ibu yang berbeda. Pemilihan satu sistem linguistik menjadi lingua franca adalah
berdasarkan kesaling pahaman di antara sesama mereka.

Daftar Pustaka
Chaer, A. dan Leonie Agustina. 2014. Sosiolinguistik Perkenalan Awal, Jakarta : PT
Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai