Anda di halaman 1dari 23

Laporan Praktik Klinik Komunikasi Keperawatan II

LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

“HIPERTERMI”

Nama : Popi Asmayanti


NIM : 14220190
Kelas : D12019
Kelompok : 3 (Tiga)
Dosen Pembimbing : Ns. Wa Ode Sri Asnaniar, .S.kep, M.Kes.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................
C. TUJUAN............................................................................................................
1. Tujuan Umum............................................................................................
2. Tujuan Khusus...........................................................................................
D. MANFAAT........................................................................................................

1. Manfaat Teoritis ........................................................................................


2. Manfaat Aplikatif.......................................................................................
3. Manfaat Metodologi...................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................
A. TINJAUAN UMUM..........................................................................................
1. Komunikasi Terapeutik.............................................................................
2. Teknik Komunikasi Terapeutik...............................................................
3. Tahapan Komunikasi Terapeutik............................................................
4. Hambatan Komunikasi Terapeutik.........................................................
5. Cara Mengatasi Hambatan.......................................................................
BAB III LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................
BAB IV STRATEGI PELAKSANAAN......................................................................
BAB V PENUTUP.........................................................................................................
A. KESIMPULAN.................................................................................................
B. SARAN...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi.Sehingga
sekarang ilmu komunikasi berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah
komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia
masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional
dalam program program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui pemahaman
yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah
yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Kenyataaanya memang
komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali
perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu pasien,
sesama teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya. Maka komunikasi sangatlah penting
sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik.

Seorang perawat penting sekali untuk menguasai kemampuan komunikasi terapeutik.


Komunikasi terapeutik jika dikuasai dengan baik oleh seorang perawat, maka ia akan lebih
mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien. Tak hanya hal itu saja, dengan
kemampuan komunikasi terapeutik yang baik maka perawat dapat mengatasi masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra
perawat.

Komunikasi yang baik dari seorang perawat, khususnya komunikasi terapeutik,


dapat memberikan kepercayaan diri pasien. Dalam hal ini ditekankan bahwa seorang perawat
harus mampu berbicara banyak serta bisa menunjukkan kesan low profile pada pasiennya.
Diharapkan seorang perawat mampu bekerja sama dengan pasien dalam memberikan asuhan
keperawatan misalnya dengan bertanya “ada yang bisa saya bantu ?” atau “bagaimana
tidurnya semalam pak ?” tentunya sambil meraba bagian tubuh pasien yang sakit. Tutur kata
yang lembut dan sikap yang bersahaja tidak dibuat-buat dari seorang perawat dapat
membantu pasien dalam proses penyembuhan penyakitnya.

Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kesan lahiriyah perawat mampu berbicara
banyak. Maksudnya mulai dari profil tubuh/wajah terutama senyum yang tulus dari perawat,
kerapian berbusana, sikap yang familiar, dan yang lebih penting lagi adalah cara berbicara
(komunikasi) sehingga terkesan low profile atau bertempramen bijak kesemuanya ini
mencirikan seorang perawat yang berkepribadian

B. RUMUSAN MASALAH
1. Membuat laporan pendahuluan komunikasi terapeutik
2. Membuat strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik ‘’pemberian obat pada pasien
anak yang mengalami demam (hipertermi)
3. Membuat video tindakan keperawatan sesuai tahapan komunikasi terapeutik
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
a. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran.
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
c. Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi komunikasi terapeutik pada pasien anak
b. Menganalisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien anak

D. MANFAAT
1. Manfaat teoritis
a. Mengetahui setiap persoalan yang timbul pada jasa pelayanan keperawatan
khususnya komunikasi terapeutik perawat seberapa jauh memuaskan pasien
b. Memberikan informasi tentang pentingnya komunikasi terapeutik sebagai
salah satu upaya yang harus dilaksanakan dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kepada pasien atau masyarakat.

2. Manfaat aplikatif
Dengan meningkatnya komunikasi yang dilakukan oleh perawat maka pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan pasien merasa puas.
3. Manfaat metedologi
Sebagai bahan pengembangan gagasan dan ide keperawatan, tentang metode
komunikasi terapeutik, untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi Terapuetik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain Northouse (1998) . Stuart G.W
(1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal
antara  perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar  bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional
klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah
hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

Adapun Tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai pelaksanaan komunikasi


terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban pikiran
dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada apabila pasien
percaya pada hal hal yang diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan yang efektif,
mempererat interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara
profesional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah
klien.Komunikasi terapeutik juga mempunyai tujuan untuk memotivasi dan
mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan adaptif.

2. Teknik komunikasi terapeutik


a. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada
tahap orientasi yaitu:
1) Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif
(nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan,
bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D
dalam Suryani, 2005).
2) Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan
jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu
mendorong klien mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan
jawaban yang singkat.
3) Inapropriate quantity question
Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah
pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak
pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan
kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam Suryani, 2005).
4) Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada
klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa).
b. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald,
D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi
seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien
dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak
memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai
waktu untuk mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).
c. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat
mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting
(pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening (Suryani,
2005).
d. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien
yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan
informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan
pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan
perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian
terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
e. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan,
dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi
pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati,
minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
f. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian
tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari
pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah usahakan untuk tidak
memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting (Suryani,
2005).

g. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien
sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan
kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart &
Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk
berfikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat
menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna
pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).

h. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau
pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri
dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat
memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien
serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani,
2005).
i. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu
klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali
komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
1. Memfokuskan pada topik yang relevan
2. Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi
3. Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya
4. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan
atau koreksi terhadap informasi sebelumnya

j. Mengubah Cara Pandang


Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk
memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah
dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat
bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau
memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan
tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya
menyatakan : “sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”.
Reframing akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi
positif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk
membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya.

k. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih
dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya
masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk
mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.

l. Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi
(sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau
melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien.

m. Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah
untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen
dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk
memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.

n. Humor

Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence


Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan
suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat
meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah
dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
1. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin
bisa menurunkan kecemasan klien.
2. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
3. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.

o. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis
yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald,
D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata
ataupun melalui isyarat nonverbal.

3. Tahapan komunikasi terapeutik


Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G. W, 2009 menjelaskan
bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu
tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja
dan tahap terminasi.

a.  Tahap Persiapan/Pra-interaksi


Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat
mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan
perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini
dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan
yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik
dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya
dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 20011 dalam Suryani, 2009). Hal
ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang
diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan
mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 2007
dalam Suryani, 2009) sehingga tidak mampu melakukan active listening
(mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1) Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi
kecemasan.
2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
3) Mengumpulkan data tentang klien.
4) Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

b.  Tahap Perkenalan/Orientasi


Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan.
Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang
telah lalu (Stuart. G. W, 2009).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1) Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
2) Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-
sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang
telah disepakati bersama.
3) Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
4) Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
5) Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.

c. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,
G. W, 2009). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi
terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons
ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam
tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan
percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu
perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B. & Judith, P, 2011
dalam Suryani, 2010). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka
klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah
disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.

d. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap
terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G. W,
2009). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien,
setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu
yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan
terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses
keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi
objektif). Brammer dan McDonald (2009) menyatakan bahwa meminta klien
untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang
sangat berguna pada tahap ini.
2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat.
3.  Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut
yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau
dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam
tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

4. Hambatan komunikasi terapeutik


Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri
dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini
timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya.
Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat
maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai
hambatan komunikasi terapeutik itu.
a) Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas
yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran
verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah
aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien
untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens
biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaian masalah.
b) Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di
masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam
intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang
maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
c) Kontertransferens.
Kontertransferens Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh
klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat
terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau
ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari
tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan
reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.

5. Cara mengatasi hambatan komunikasi terapeutik


Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan
perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan
tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan
adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat
bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses
terapeutik.
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah utama
Hipertermi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Hipertermi

Hipertermia adalah kondisi ketika suhu tubuh terlalu tinggi. Hipertermia biasanya
disebabkan oleh kegagalan sistem regulasi suhu tubuh untuk mendinginkan tubuh.
Suhu tubuh yang terlalu tinggi akan menyebabkan munculnya beragam gangguan,
mulai dari kram otot hingga gangguan pada otak dan sistem saraf.  

Suhu tubuh yang normal berada pada rentang 36–37,50C. Hipertermia didefinisikan
sebagai peningkatan suhu tubuh di atas 38,50C. Kondisi ini terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk menyeimbangkan suhu tubuh.

2. Penyebab Hipertermia

Pada umumnya, hipertermia disebabkan oleh paparan suhu panas yang berlebihan
dari luar tubuh serta kegagalan sistem regulasi suhu tubuh untuk mendinginkan
tubuh.

Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hipertemia adalah:

a.Peningkatan suhu yang ada di lingkungan

b. Peningkatan produksi panas dari dalam tubuh, misalnya akibat aktivitas


berlebihan,
c. krisis tiroid, atau keracunan obat, seperti obat antikolinegik, obat MDMA
(methylenedioxymethamphetamine), dan obat simpatomimetik

d. Ketidakmampuan tubuh untuk membuang panas, misalnya karena tidak


mampu memproduksi keringat

3. Faktor risiko hipertermia

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami


hipertermia, di antaranya:

a. Bekerja di luar rumah dengan paparan sinar matahari atau panas yang
berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama
b. Mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang masuk, diare, atau
penggunaan obat seperti diuretik
c. Mengalami gangguan pengeluaran keringat, baik akibat kelainan kulit atau
kelenjar keringat
d. Masih bayi atau orang yang sudah lanjut usia
e. Menderita penyakit tertentu, seperti tirotoksikosis

4. Gejala Hipertermia

Gejala hipertermia berbeda-beda, tergantung pada kondisi dan jenis hipertermia


yang dialami. Meskipun demikian, ada beberapa gejala umum hipertermia yang
mirip satu sama lain terlepas dari penyebabnya, yaitu:

 Suhu tubuh lebih dari 38,5oC


 Rasa gerah, haus, dan lelah
 Pusing
 Lemah
 Mual
 Sakit kepala

5. Pengobatan Hipertermia
Penanganan utama pada hipertermia adalah dengan mendinginkan suhu tubuh saat
muncul gejala. Jika Anda mengalami hipertermia, langkah pendinginan tubuh
yang dapat Anda lakukan antara lain:

a. Beristirahat dari aktivitas yang sedang dilakukan, bila perlu Anda dapat
beristirahat sambil berbaring
b. Berteduh agar terhindar dari sengatan panas, bila perlu berteduh di ruangan yang
sejuk dan memiliki aliran udara yang baik
c. Minum air putih atau minuman elektrolit, namun hindari mengonsumsi
minuman terlalu dingin karena dapat menimbulkan kram perut
d. Mengompres kepala, leher, muka, dan bagian tubuh yang mengalami kram
menggunakan air dingin
e. Melonggarkan pakaian yang ketat, termasuk kaus kaki dan sepatu

Selama menjalani pertolongan pertama, usahakan untuk tetap memantau suhu


tubuh menggunakan termometer. Jika suhu tubuh tidak kunjung turun setelah
mendapatkan pertolongan, atau jika gejala hipertermia tidak kunjung reda, segera
kunjungi dokter.

Dokter akan melakukan pengobatan untuk mengatasi hipertemia dan


mencegah komplikasi akibat hipertermia.

6. Pencegahan Hipertermia

Langkah terbaik untuk mencegah hipertermia adalah menghindari paparan


sinar matahari atau cuaca panas dalam jangka waktu cukup lama. Jika Anda harus
bekerja atau beraktivitas di tempat yang panas, berikut adalah langkah pencegahan
hipertermia yang bisa Anda lakukan:

a. Jangan menggunakan pakaian tebal, namun gunakan pakaian yang tipis namun
mampu melindungi area tubuh ketika berada di luar ruangan.
b. Gunakan topi dan tabir surya yang dapat melindungi kulit dari sengatan sinar
matahari.
c. Konsumsi air dalam jumlah yang banyak, setidaknya 2–4 gelas air setiap jam.
d. Hindari minuman mengandung kafein dan alkohol saat beraktivitas di tempat
yang panas karena mengakibatkan cairan tubuh makin berkurang

7. Pathway Hipertermi
Infeksi

Pirogen eksogen dan pirogen endrogen

Pirogen eksogen menstimulasi monosit,limfosit dan neutrofil

Sel darah putih mengeluarkan zat kimia yang dinamakanpirogen endogen

Hipotalamus anteriordirangsang oleh pirogen eksogen dan pirogen endrogen

Prostaglandin

terjadi mekanisme meanisme untuk meningkatkan panas antar lain menggigil, vasokontriksi
kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut

hipertermi

C. Pengkajian
Data subjektif:
- Klien mengatakan merasa tidak enak badan dan badan terasa panas
- Klien mengatakan tidak rasa nyaman

Data objektif:

- Ibu pasien mengatakan bahwa An. Zahra sering menangis, lemas, nafsu makan
- menurun, perubahan kebiasaan tidur. Setelah dilakukan pengecekan oleh perawat,
ditemukan suhu An. Y 39 ℃
D. Diagnosa keperawatan

Hipertermia

E. Tindakan keperawatan

Tujuan: Suhu tubuh dalam rentang normal 35,9 C – 37,5 C

Tindakan keperawatan:
Mengontrol panas:
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Monitor suhu basal secara kontinyu sesuai dengan kebutuhan
c. Monitor TD, Nadi dan RR d. Monitor warna dan suhu kulit
d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
e. Monitor intake dan output
f. Berikan anti piretik
g. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
h. Selimuti pasien
i. Berikan cairan intra vena
j. Kompres pasien pada lipat paha, aksila dan leher
k. Tingkatkan sirkulasi udara
l. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien anak N
An. Zahra berumur 9 tahun dan berjenis kelamin perempuan dirawat di rumah
sakit kota bau-bau. Ibu pasien mengatakan bahwa An. Zahra sering menangis,
lemas, nafsu makan menurun, perubahan kebiasaan tidur. Pasien juga mengeluh
badannya terasa panas dan sangat tidak nyaman. Setelah dilakukan pengecekan
oleh perawat, ditemukan suhu An. Z 39 ℃ .
2. Diagnosa keperawatan
Hipertermi
3. Tujuan khusus
Klien dapat merasakan peningkatkan rasa nyaman dan penurunan suhu tubuh
4. Tindakan keperawatan
m. Membina hubungan saling percaya
n. Memberikan obat penurun panas

B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

Fase Pra Orientasi

Pada fase ini perawat popy mempersiapkan diri baik secara fisik dan mental untuk
bertemu dengan klien, selain itu perawat popy menperbanyak informasi perawatan
terkait cara menurunkan demam pada anak melalui media informasi untuk
memudahkan menjelaskan kepada klien maupun keluarga pasien, tidak lupa juga ners
popy mempersiapkan alat peraga agar klien mudah memahami, serta alat dan bahan
yang dibutuhkan oleh klien dalam mecapai perawatan diri yang di inginkan.

Fase Orientasi
1. Salam terapeutik
’’ assalamualaikum, selamat pagi bu...selamat pagi adek...’’

’’perkenalkan saya suster popy, yang akan merawat anak ibu dengan nama anak Z

Hari ini dari jam 07:00sampai dengan 14:00 (sambil berjabat tangan)’’

2.evaluasi/validasi
‘’bagaimana keadaan anak ibu pagi ini, apakah anak Z, masih mengalami demam
Bu?’’
‘’gimana tidurnya adek semalam bu, apakah tidurnya nyenyak atau tdk bu?’’
‘’obat sirup penurun panasnya sudah diminum atau belum bu?susah atau si adek
tidak mau meminumnya bu?’’
8. Kontrak:

Topik: pemberian obat oral

‘’baiklah bu, karena obat penurun panasnya belum diminum dan anak Z susah
minum obatnya bagaimana kalau saya bantu meminumkan obatnya?’’

Waktu: jam 08:00-08:10 WIB (10 menit)

Tempat : Diruang anak

Fase kerja

‘’Sebelum saya memberikan obat kepada anak ibu, apakah ada yang ibu tanyakan
kepada saya?’’

‘’baiklah bu, kalau tidak ada yang ibu tanyakan kepada saya , mari kita bersama
memberikan obat kepada anak ibu.’’

‘’saya sudah siapkan obat penurun panas dalam tempat obat ini, sendok obat, air
minum,sedotan dan tissuenya.’’

‘’baiklah ibu, mari saya bantu ibu memberikan obat kepada anak ibu, ayo adik
sekarang dipangku sama ibu ya, tangannya boleh dipegang sama ibu juga dan
posisi kepalanya agak tinggi, nah sekarang dipasang dulu tissue dibawah dagunya
dulu ya dik, waah adik z hebat...obatnya uda ditelan semua dan tidak
dimuntahkan, sekarang adik minum air putihnya yaa...’’

‘’ibu..pemberian obatnya telah selesai, pemberian obatnya bisa diulang lagi bila
dimuntahkan semua, setelah saya jelaskan dan praktekan apakah ada yang mau
ibu tanyakan?’’

Fase terminasi

a. Evaluasi pasien
1. Evaluasi subyektif
‘’Bagaimana adik Z pahit tidak obatnya?’’
2. Evaluasi objektif
‘’ibu tadi kita sudah bersama-samamemberikan obat melalui mulut, coba
ibu ulangi lagi apa yang harus dilakukan saat memberikan obat melalui
mulut seperti tadi?’’
‘’bagus bu..alhamdulilah ibu sudah tau caranya’’
b. Tindak lanjut
‘’ibu, tadikan saya dan ibu sudah memberikan obat melalui mulut, apa yang
sudah kita praktekkan tadi tolong di ingat-ingat ya bu, untuk bisa diterapkan
dirumah juga jika anak susah untuk minum obat’’

Kontrak yang akan datang


‘’baiklah ibu, karena anak ibu sudah minum obat, saya permisi dulu. Nanti
jam 14:00 saya akan kembali memberikan obat diruangan ini lagi’’
‘’ nanti kita ketemu lagi ya dek’’

BAB V

PENUTUP

A.   KESIMPULAN

1. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan


kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi
keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan
juga kepuasan bagi perawat.
2. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang
sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
 

B.   SARAN

1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang
mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/01/tahapan-komunikasi-terapeutik.html

Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Potter & Perry (2005). undamental keperawatan, Edisi 5 . Jakarta : EGC

Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-komunikasi.html

http://www.scribd.com/doc/45819001/Pengertian-Komunikasi-Terapeutik#download

https://denadenanda.blogspot.com/2014/10/makalah-komunikasi-terapeutik.html
file:///C:/Users/37%20Computer/Downloads/Documents/AGUNG%20RIYANTO%20NIM.
%20A31600936.pdf

Anda mungkin juga menyukai