Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan suatu senyawa kimia yang sangat mudah tercemar karena sifatnya
sebagai pelarut universal sangat mudah melarutkan zat-zat lain. Pencemaran atau polusi
adalah suatu perubahan kondisi dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk karena
masuknya bahan pencemar atau polutan. Pengendalian dan pencegahan terjadinya
pencemaran dapat dilakukan dengan cara menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk
baku mutu air pada sumber air dan baku mutu limbah cair.

Air limbah (waste water) atau air buangan adalah adalah sisa air yang dibuang yang
berasal dari kegiatan rumah tangga, industri, maupun tempat umum yang pada
umumnya mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia. Air limbah, sesuai dengan sumber asalnya, mempunyai komposisi yang
bervariasi Air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu dan dibuang secara terus
menerus akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan lingkungan. Bahan yang
sering ditemukan pada air limbah salah satunya adalah bahan organik. Limbah organik
tersebut pada umumnya dihasilkan oleh industri kimia yang menggunakan senyawa
organik sebagai pereaksi pada reaksi kimia selama proses produksi. Jenis industri lain
yang juga menghasilkan limbah cair organik ialah industri kulit, fermentasi, tekstil,
farmasi, kosmetik, pewarna organik, lem dan bahan perekat, sabun, deterjen sintesis,
pestisida, serta herbisida

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan salah satu parameter indikator pencemar
didalam air yang disebabkan oleh limbah organik. Limbah organik tersebut dapat
berasal dari limbah rumah tangga maupun limbah industri (industrial waste) seperti
industri makanan dan susu. COD juga dapat terbentuk dari proses ilmiah seperti
pembusukan tanaman, akan tetapi hal ini dapat dimurnikan secara alami. Pada
praktikum ini dilakukan analisis COD dengan metode refluks tertutup (closed reflux).
Oleh karena itu, praktikum Kimia Lingkungan tentang Chemical Oxygen Demand
(COD) dilakukan untuk mengetahui nilai COD pada air limbah tekstil dan hal yang
mempengaruhi nilai COD tersebut. Selain itu praktikum ini juga dilakukan untuk
mengetahui nilai COD air sampel dibandingkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia nomor 16 tahun 2019. Praktikum ini juga dilakukan untuk
mengetahui fungsi penambahan AgSO4 kedalam air sampel dan fungsi pemyaringan
dalam praktikum.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui nilai COD air limbah tekstil dan hal yang mempengaruhi nilai COD
tersebut.
2. Mengetahui nilai COD air limbah tekstil dibandingkan dengan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 16 tahun 2019.
3. Mengetahui fungsi penambahan larutan AgSO4 kedalam air sampel dan fungsi
penyaringan dalam praktikum.

1.3 Prinsip Praktikum

Praktikum Kimia Lingkungan tentang Chemical Oxygen Demand (COD) dilakukan


untuk mengetahui nilai COD air sampel yaitu air limbah tekstil. Metode yang digunakan
untuk mengetahui nila COD tersebut ialah meode refluks tertutup (closed reflux). Air
sampel dipanaskan selama dua jam hingga zat organik teroksidasi oleh kalium dikromat
(K2Cr2O7) dengan konsentrasi 0,1 N. Pada air sampel ditambahkan pula AgSO 4 sebagai
katalis untuk mempercepat reaksi. Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi
kemudian ditera melalui titrasi dengan larutan FAS. Melalui titrasi tersebut dapat pula
diketahui jumlah kalium dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik
sehingga dapat dihitung nilai COD dengan satuan mg/l.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

Air limbah adalah air yang telah digunakan manusia dalam berbagai aktivitasnya. Air
limbah tersebut dapat berasal dari aktivitas rumah tangga, perkantoran, pertokoan,
fasilitas umum, industri, maupun dari tempat-tempat lain. Air limbah yang tidak diolah
terlebih dahulu dan dibuang secara terus menerus akan memberikan dampak negatif
terhadap kesehatan lingkungan. Pencemaran oleh industri diperkirakan berkontribusi
menyumbangkan 25% - 50% limbah organik pada badan air (Supriyatno, 2000).

Air limbah merupakan bahan buangan yang berwujud cair yang mengandung bahan
kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Air limbah sebelum dilepas ke
pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu dengan perencaanaan
pengolahan yang baik agar tidak menyebabkan pencemaran pada air permukaan, tidak
menimbulkan kerusakan pada flora dan fauna dan tidak mengakibatkan kontaminasi
terhadap sumber air. Pembuangan air limbah yang bersumber dari rumah tangga atau
industri ke badan air dapat mneyebabkan pencemaran lingkungan apabila kualitas air
limbah tidak memenuhi baku mutu limbah (Khaliq, 2015).

Menurut Khaliq (2015), air buangan dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
a. Air kotor, merupakan air buangan yang berasal dari kloset dan air buangan yang
megandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat plambing lainnya.
b. Air bekas, merupakan air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya
seperti bak mandi (bath tub), bak cuci tangan, bak dapur, dan sebagainya.
c. Air hujan, air hujan dari atap, halaman, dan sebagainya.
d. Air buangan khusus, merupakan air yang mengandung gas, racun, atau bahan-bahan
berbahaya seperti yang berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat
pengobatan, rumah sakit, rumah pemotongan hewan, atau air yang mengandung
radioaktif yang dibuang dari Pusat Listrik Tenaga Nuklir, atau laboratorium
penelitian yang menggunakan bahan radioaktif. Air buangan yang mengandung
banyak lemak dari restoran menjadi masalah dan dimasukkan dalam kelompok ini
karena banyak mengandung heksan.

2.2 Senyawa Organik dalam Air

Elemen utama bahan organik adakah C (karbon). Bahan-bahan organik dapat berasal
dari alam atau buatan manusia. Bahan organik alam umumnya berasal dari tumbuhan
dan hewan. Bahan kimia yang terkandung dalam air adalah sebagai kontaminan, baik
berasal dari alam maupun buatan. Perlu dilakukan pengolahan air atau limbah cair untuk
meminimalkan kontaminan tersebut baik menggunakan pendekatan biologi, fisika, atau
proses pengolahan secara kimia untuk mengurangi kadar kontaminasi agar sesuai
dengan baku mutu (Machdar,2018).

Industri menghasilkan berbagai macam tipe limbah cair dengan kandungan polutan
yang bervariasi, salah satunya ialah limbah organik. Limbah organik tersebut pada
umumnya dihasilkan oleh industri kimia yang menggunakan senyawa organik sebagai
pereaksi pada reaksi kimia selama proses produksi. Jenis industri lain yang juga
menghasilkan limbah cair organik ialah industri kulit, fermentasi, tekstil, farmasi,
kosmetik, pewarna organik, lem dan bahan perekat, sabun, deterjen sintesis, pestisida,
serta herbisida (Himma,2018).

Menurut Machdar (2018), senyawa organik didalam air dibagi kedalam lima kelompok
berdasarkan struktur kimianya, yaitu :
a. Hidrokarbon
Kelompok senyawa organik ini hanya mengandung unsur karbon dan hidrogen
seperti etana, etilena, benzena, dan toluena.
b. Halogen
Senyawa organik ini terdiri dari unsur halogen (F, Cl, Br, I) sebagai atom utama
seperti kloroform (CH3Cl), diklorometana (CH2Cl2), dan karbon tetraklorida (CCl4).
c. Asam Karboksilat dan Ester
Senyawa-senyawa organik yang dibangun dari kelompok karboksilat (suatu ikatan
karbon dan oksigen yang mempunyai ikatan ganda) dan yang lain dengan dua
kelompok fungsional menempel pada oksigen seperti aseton (CH3COCH3),
formaldehida (CH2O), dan etil eter (CH3CH2COH2CH3).
d. Senyawa Organik Lainnya
Kontaminan bahan-bahan organik alami lainnya adalah protein, lipid, dan pigmen
tumbuhan. Protein tersusun dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan
nitrogen dengan penyusun utamanya adalah asam amino. Lipid terdiri dari lemak
(fat), lilin (wax), minyak, dan hidrokarbon yang tidak larut dalam air tetapi larut
dalam beberapa pelarut organik. Karbohidrat terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan
oksigen termasuk dalam kelompok ini adalah selulosa, hemiselulosa, tepung, dan
lignin. Pigmen tumbuhan terdiri dari klorofil, haemin, dan karoten.
e. Bahan Kimia Organik Sintesis didalam Air
Bahan-bahan kimia organik sintesis dihasilkan dari industri kimia, minyak, dan
pertanian. Pestisida dan agrichemical termasuk hidrokarbon klorinat dan
organofosfat, herbisisda, surfaktan (bahan aktif permukaan), bahan yang digunakan
pada bahan pencuci, emulsi, dan hidrokarbon halogen seperti trihalometan atau
haloform.

2.2 Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah
jumlah oksigen (mgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada
dalam sampel air dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent). COD diartikan pula sebagai jumlah oksigen yang diperlukan untuk
menguraikan seluruh bahan organik dalam air. Nilai COD merupakan ukuran dari
pencemanaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui
proses biologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Aji, 2017).

Nilai COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan
organik yang terdapat dalam air limbah, konsentrasi bahan organik yang rendah tidak
selalu dapat direduksi dengan metode pengolahan yang konvensional. Perairan dengan
nilai COD tinggi tidak baik untuk kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD
pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada
perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai
60.000 mg/l. Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan
organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat
yaitu kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam suasana asam. K2Cr2O7 digunakan akan
mengoksidasi sekitar 95% - 100% bahan organik (Effendi,2003).

2.3 Metode Pengukuran COD

Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks karena menggunakan peralatan khusus
refluks, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi. Peralatan refluks digunakan
untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Prinsip pengukuran
COD ialah penambahan sejumlah tertentu kalium dikromat (K 2Cr2O7) sebagai oksidator
pada sampel (dengan volume yang diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan
katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Kelebihan kalium
dikromat kemudian ditera dengan cara titrasi sehingga kalium dikromat yang terpakai
untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat
ditentukan. Kelebihan senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat
teroksidasi juga ikut dalam reaksi sehingga dalam kasus tertentu nilai COD mungkin
sedikit over estimate untuk gambaran kandungan bahan organik (Atima, 2015).

Metode refluks adalah metode ekstraksi komponen dengan cara mendidihkan campuran
antara contoh dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu. Uap yang terbentuk
diembunkan agar kembali kedalam labu reaksi. Metode refluks pada umumnya
digunakan untuk ekstraksi bahan-bahn yang sulit dipisahkan. Jika dilakukan pemanasan
biasa pada kondisi ini maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai
selesai. Analisis COD dapat dilakukan dengan menggunakan metode refluks terbuka
dan refluks tertutup. Metode refluks tertutup lebih ekonomis dalam penggunaan reagen
tetapi membutuhkan homegenisasi sampel yang mengandung padatan tersuspensi untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Pada refluks terbuka, sampel
dianalisis dengan menggunakan peralatan terbuka sedangkan pada refluks tertutup,
proses analisa sampel dilakukan dengan peralatan tertutup (Sirait, 2007).
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu :


1. Seperangkat Alat Refluks
2. Buret
3. Labu Erlenmeyer
4. Pipet Gondok 10 ml
5. Pipet Ukur 10 ml
6. Gelas Kimia 100 ml
7. Pipet Tetes
8. Spatula Besi
9. Kertas Saring
10. Tabung Reaksi
11. Electric Stove
12. Corong Kaca

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu :


1. Larutan Asam Sulfat Perak
2. Larutan K2Cr2O7 0,1 N
3. Larutan Indikator Feroin
4. Larutan FAS 0,1 N
5. Serbuk HgSO4
6. Akuades
7. Larutan H2SO4
8. Air Sampel Limbah Tekstil

3.2 Cara Kerja

1. Diambil 10 ml air sampel limbah tekstil dan dimasukkan kedalam gelas kimia.
2. Diletakkan kertas saring diatas alat pompa vakum lalu dibasahi sedikit dengan
akuades.
3. Dituangkan air sampel yang berada didalam gelas kimia kedalam pompa vakum.
4. Diambil 1 ml air sampel yang telah disaring kedalam gelas ukur lalu ditambahkan
99 ml akuades.
5. Diambil 2,5 ml air sampel yang telah ditambahkan akuades kedalam tabung reaksi.
6. Ditambahkan 1,5 ml K2Cr2O7.
7. Ditambahkan 3,5 ml asam sulfat perak.
8. Dipanaskan larutan selama dua jam dengan electric stove kemudian didinginkan.
9. Dipindahkan larutan kedalam labu erlenmeyer dan ditambahkan indikator feroin 2
tetes lalu dititirasi dengan larutan FAS 0,1 N.
10. Dicatat hasil yang didapat.
11. Diulangi langkah yang sama dengan akuades sebagai blanko.
3.3 Bagan Alir

Modul 7
Chemical Oxygen Demand (COD)

Diambil 10 ml air sampel limbah tekstil dan


dimasukkan kedalam gelas kimia.

Diletakkan kertas saring diatas alat pompa


vakum lalu dibasahi sedikit dengan akuades.

Dituangkan air sampel yang berada didalam


gelas kimia kedalam pompa vakum.

Diambil 1 ml air sampel yang telah disaring kedalam gelas


ukur lalu ditambahkan 99 ml akuades.

Diambil 2,5 ml air sampel yang telah ditambahkan


akuades kedalam tabung reaksi.

Ditambahkan 1,5 ml K2Cr2O7 dan 3,5 ml asam


sulfat perak.

Dipanaskan larutan selama dua jam dengan


electric stove kemudian didinginkan

Dipindahkan larutan kedalam labu erlenmeyer dan


ditambahkan indikator feroin 2 tetes lalu dititirasi
dengan larutan FAS 0,1 N

Diulangi langkah yang sama dengan akuades


sebagai blanko.

Gambar 3.1 Bagan Alir


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan COD


No Perlakuan Pengamatan
1. Disaring air sampel dengan kertas saring Air tersaring pada pompa vakum
pada pompa vakum.
2. Diambil 1 ml air sampel yang telah -
disaring kedalam gelas ukur.
3. Diitambahkan 99 ml akuades. Akuades dan air sampel tercampur
dengan volume 100 ml
4. Diambil 2,5 ml air sampel yang telah -
ditambahkan akuades kedalam tabung
reaksi.
5. Ditambahkan 1,5 ml K2Cr2O7. Larutan berubah warna menjadi oranye.
6. Ditambahkan 3,5 ml asam sulfat perak. Larutan berubah warna menjadi oranye
kekuningan.
7. Dipanaskan selama 2 jam dengan electric Suhu larutan meningkat.
stove.
8. Didinginkan selama 10 menit dengan Suhu larutan menurun.
desikator.
9. Ditambahkan 2 tetes indikator feroin. Larutan berubah warna menjadi hijau.
10. Dimasukkan larutan FAS 0,1 N kedalam -
buret sebanyak 50 ml.
11. Dititrasi larutan dengan larutan FAS. Larutan berubah warna menjadi merah
kecoklatan dengan volume larutan FAS 3
ml.
12. Diulangi langkah yang sama dengan Didapatkan volume titrasi sebesar 3,1 ml.
akuades sebagai blanko.

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Kadar COD


Sampel Volume (ml) FAS (ml) COD (mg/l)
Blanko 2,5 3,1 3200
Contoh 2,5 3
4.2 Reaksi

4.2.1 Reaksi Kalium Dikromat Mengoksidasi dalam COD (Keadaan yang Asam
dan Mendidih)

CHO + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr23+

4.2.2 Reaksi Sisa Kalium Dikromat Dititrasi dengan Larutan FAS

6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O

4.3 Perhitungan

Dik : A (V larutan FAS untuk titrasi blanko) = 3,1 ml


B (V larutan FAS untuk titrasi cuplikan) = 3 ml
N FAS = 0,1 N
V pengenceran = 100 ml
V Contoh Uji = 2,5 ml
Dit : COD
(A-B) x N x 8000 x V pengenceran
Jawab : COD =
V Contoh Uji
(3,1 - 3) x 0,1 x 8000 x 100
= 2,5

8000
=
2,5
= 3200 mg/l
4.4 Pembahasan

Chemical Oygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam
sampel air menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Pada reaksi ini hampir semua
zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam. Nilai
COD merupakan ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut dalam air. Bahan organik tertentu yang terdapat dalam air limbah kebal terhadap
degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun walaupun dalam
konsentrasi rendah. Bahan tersebut akan didegradasi melalui proses oksidasi, jumlah
oksigen yang dibutuhkan dalam oksidasi tersebut ialah COD. Kadar COD dalam air
limbah berkurang seiring berkurangnya konsentrasi bahan organik.

Refluks adalah salah satu metode kimia untuk mensintesis senyawa organik maupun
anorganik yang pada umumnya mudah menguap atau volatil. Reaksi kimia terkadang
dapat berlangsung pada suhu kamar atau pada titik didih pelarut yang digunakan. Alat
yang dapat digunakan untuk reaksi-reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi salah
satunya ialah alat refluks. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut
akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Refluks tertutup (closed reflux)
dilakukan dengan menggunakan alat tertutup dengan tujuan agar reagen yang mudah
menguap tidak keluar dari peralatan ketika dipanaskan sehingga hasil analisa menjadi
lebih akurat. Metode ini menggunakan proses pemanasan pada titik didih pelarut selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Indikator feroin ditambahkan kedalam larutan sampel sebelum dititrasi dengan larutan
FAS 0,1 N. Penambahan indikator feroin berfungsi sebagai penentu titik akhir titrasi
melalui perubahan warna. Pada praktikum ini indikator feroin bereaksi dengan sisa
K2Cr2O7 dalam titrat sehingga terjadi perubahan warna larutan dari hijau menjadi merah
kecoklatan. Perubahan warna tersebut menandakan telah terlewatinya titik
kesetimbangan larutan titrat sehingga titrasi harus dihentikan. Indikator ini bekerja pada
rentang pH 4–7 sehingga sangat cocok digunakan dalam penentuan nilai Chemical
Oxygen Demand (COD).
Pada praktikum ini digunakan beberapa alat dan bahan dengan fungsinya masing-
masing. Fungsi buret ialah untuk menampung dan meneteskan larutan FAS 0,1 N pada
proses titrasi. Labu erlenmeyer berfungsi sebagai wadah titrat yaitu air sampel limbah
tekstil yang telah dioksidasi oleh K2Cr2O7. Pipet ukur 10 ml digunakan untuk mengambil
larutan sebanyak 10 ml atau kurang dari 10 ml. Pipet gondok 10 ml digunakan untuk
mengambil 10 ml larutan. Gelas kimia berfugsi sebagai wadah air sampel saat
penyaringan. Pipet tetes digunakan untuk mengambil beberapa tetes larutan seperti
indikator feroin. Kertas saring berfungsi untuk menyaring air sampel. Tabung reaksi
berfungsi sebagai wadah untuk mereaksikan dan memanaskan air sampel. Electric stove
berfungsi untuk memanaskan air sampel. Corong kaca berfungsi sebagai alat untuk
membantu memindahkan atau menuangkan larutan. Larutan asam sulfat perak berfugsi
sebagai katalisator untuk mempercepat berjalannya reaksi. Larutan K2Cr2O7 berfungsi
sebagai oksidator untuk mengoksidasi senyawa organik. Indikator feroin berfungsi
untuk menandakan titik akhir titrasi dengan perubahan warna. Larutan FAS berfungsi
sebagai titran atau peniter. Akuades berfungsi untuk mengencerkan air sampel. Larutan
H2SO4 berfungsi untuk memberikan suasana asam pada larutan agar dapat bereaksi
dengan baik.

Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui nilai COD pada air sampel. Air sampel
disaring terlebih dahulu dan diambil sebanyak 1 ml kemudian diencerkan dengan 10 ml
akuades. Penyaringan tersebut dilakukan untuk menghilangkan padatan tersuspensi
pada air sampel sehingga tidak mengganggu reaksi oksidasi serta proses titrasi dan nilai
COD yang didapat lebih akurat. Air sampel yang telah diencerkan diambil sebanyak 2,5
ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan 1,5 ml
K2Cr2O7 dan 3,5 ml AgSO4. AgSO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat
berjalannya reaksi oksidasi tanpa ikut serta dalam reaksi tersebut. Larutan tersebut
kemudian dipanaskan menggunakan electric stove selama dua jam dan didinginkan
didalam desikator selama 10 menit. Larutan sampel kemudian dititrasi dengan larutan
FAS 0,1 N. Pada titrasi tersebut digunakan larutan FAS 0,1 N sebanyak 3 ml. Dilakukan
pula langkah yang sama dengan menggunakan aquades sebagai blanko, dimana larutan
FAS 0,1 N yang digunakan dalam titrasi ialah sebanyak 3,1 ml. Berdasarkan data
tersebut maka dapat diketahui nilai COD air sampel limbah tekstil ialah 3200 mg/l.
Nilai COD pada limbah tekstil tersebut dipengaruhi oleh zat warna tekstil yang
merupakan senyawa organik non biodegradable dan dibuat dari senyawa azo atau gugus
benzena.

Nilai COD yang didapat berdasarkan praktikum ini dibandingkan dengan nilai COD
yang didapat oleh kelompok sepuluh. Kelompok sepuluh menggunakan air sampel
limbah tekstil. Pada titrasi 2,5 ml air sampel digunakan 2,9 ml larutan FAS 0,1 ml,
sedangkan pada titrasi blanko digunakan 3,1 ml larutan FAS 0,1 ml. Berdasarkan data
tersebut dapat diketahui nilai COD sebesar 6400 mg/l. Nilai COD yang didapat oleh
kelompok sembilan memiliki perbedaan yang besar dengan nilai COD yang didapat
oleh kelompok sepuluh walaupun air sampel yang digunakan sama-sama merupakan air
limbah tekstil. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena penentuan titik akhir titrasi yang
berbeda sehingga mempengaruhi volume larutan FAS yang digunakan. Hal tersebut
dapat mempengaruhi hasil perhitungan nilai COD.

Kualitas air limbah tekstil diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia nomor 16 tahun 2019 tentang Baku Mutu Air Limbah. Berdasarkan peraturan
tersebut nilai COD maksimum air limbah tekstil ialah 150 mg/l. Pada praktikum ini
nilai COD air limbah tekstil yang digunakan ialah 3200 mg/l. Berdasarkan data tersebut
dapat diketahui bahwa nilai COD air limbah tekstil yang digunakan melewati batas
maksimum dengan selisih yang sangat besar sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih
lanjut agar dapat dibuang ke badan air tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :


1. Penentuan nilai COD air sampel limbah tekstil pada praktikum ini dilakukan dengan
mencampurkan 2,5 ml air sampel limbah tekstil dengan 1,5 ml K 2Cr2O7 0,1 N dan 3,5
ml AgSO4. Larutan tersebut kemudian dipanaskan selama dua jam dan dititrasi
dengan larutan FAS 0,1 N untuk mengetahui K 2Cr2O7 berlebih sehingga diketahui
pula K2Cr2O7 yang tereduksi. Pada titrasi tersebut digunakan 3 ml larutan FAS 0,1 N.
Langkah yang sama dilakukan pula dengan akuades sebagai blanko, pada titrasi
blanko tersebut digunakan 3,1 ml larutan FAS 0,1 N. Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui bahwa nilai COD air sampel limbah tekstil adalah 3200 mg/l. nilai COD
pada air limbah tekstil ini dipengaruhi oleh zat warna tekstil yang terlarut
didalamnya merupakan senyawa organik non biodegradable yang dibuat dari
senyawa azo atau gugus benzena.
2. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 16
tahun 2019 tentang Baku Mutu Air Limbah nilai COD air limbah tekstil maksimum
ialah 150 mg/l. Pada praktikum ini nilai COD air limbah tekstil ialah 3200 mg/l.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa air limbah tekstil yang
digunakan sangat tercemar oleh bahan organik karena nilai COD melebihi batas
maksimum dengan selisih yang sangat besar. Pengolahan lebih lanjut pada air limbah
tekstil tersebut diperlukan agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan saat
dibuang ke badan air.
3. Pada praktikum ini dilakukan penambahan perak sulfat (AgSO4) kedalam air sampel
limbah tekstil. AgSO4 pada praktikum ini berfungsi sebagai katalisator pada proses
reaksi. Katalisator merupakan suatu zat yang berfungsi untuk mempercepat laju
reaksi kimia tanpa merubah senyawa-senyawa yang bereaksi. Pada praktikum ini
reaksi yang dipercepat oleh katalisator AgSO 4 adalah reaksi oksidasi zat organic
dengan K2Cr2O7. Pada praktikum ini dilakukan pula penyaringan air limbah tekstil
sebelum dilakukan proses oksidasi. Penyaringan tersebut berfungsi untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dalam air limbah tekstil agar tidak mengganggu
reaksi oksidasi dan titrasi sehingga nilai COD yang dihasilkan lebih akurat.

5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum selanjutnya digunakan alat COD meter untuk mengetahui
nilai COD pada air limbah. Hal ini dilakukan karena lebih praktis dan mudah untuk
dilakukan dengan waktu yang lebih singkat serta tingkat keakuratan yang lebih tinggi.
Selain itu dapat pula dilakukan analisa COD dengan jenis limbah yang lain seperti
limbah rumah sakit dan limbah rumah potong hewan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aji, Awaluddin Setya., 2017, Studi Karakteristik dan Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik di Kabupaten Magelang, Unimma Press, Magelang.

2. Atima., 2015, BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu
Air Limbah, Jurnal Biology Science dan Education Vol.4 No.1, Institut Agama Islam
Negeri, Ambon, diakses pada tanggal 28 April 2020 pukul 13.18 WITA.

3. Effendi, Hefni., 2003, Telaah Kualitas Air, EGC, Jakarta.

4. Himma, Nurul F., 2018, Perlakuan Fisiko-Kimia Limbah Cair Industri, UB Press,
Malang.

5. Khaliq, Abdul., 2015, Analisis Sistem Pengolahan Air Limbah Pada Kelurahan
Kelayan Luar Kawasan IPAL Pekapuran Raya PD PAL Kota Banjarmasin, Jurnal
Poros Teknik Vol. 7 No. 1, Politeknik Negeri, Banjarmasin, diakses pada tanggal 28
April 2020 pukul 10.47 WITA.

6. Machdar, Izarul., 2018, Pengantar Pengendalian Pencemaran : Pencemaran Air,


Pencemaran Udara, dan Kebisingan, Deepublish, Sleman.

7. Sirait, Midian., 2007, Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, ITB, Bandung.

8. Supriyatno, Budi., 2000, Pengelolaan Air Limbah yang Berwawasan Lingkungan


Suatu Strategi dan Langkah Penanganannya, Jurnal Teknologi Lingkungan Vol.1
No.1, BPPT, Jakarta, diakses pada tanggal 28 April 2020 pukul 12.03 WITA.

Anda mungkin juga menyukai