Anda di halaman 1dari 16

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN SEKSUALITAS

Disusun Oleh:

Lataniya Auliya Risky (1914301051)

Evitha Adhe Rahma Efendi (1914301079)

Agil Cahya Batara (1914301098)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES TANJUNGKARANG JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun topik yang dibahas dalam
makalah ini mengenai Asuhan Keperawatan Seksualitas pada mata kuliah Psikososial dan
Budaya dalam Keperawatan.

Kami berharap makalah ini dapat membantu pembaca untuk menambah wawasan dan
memenuhi penilaian dalam tugas yang diberikan kepada kami dalam mata kuliah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, kami
memohon maaf. Kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat kami harapkan agar
kedepannya kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penulisan makalah ini tidak terulang
lagi.

Bandar Lampung, 17 September 2020

Kelompok 10

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................... 1

Kata Pengantar........................................................................................................... ……... 2

Daftar Isi................................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................................


4
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................
4
1.3. Tujuan.................................................................................................................
4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Gender ....................................................................................................


5
2.2 Konsep Seksualitas............................................................................................ 6
2.2.1 Pengertian………………………………………………………… 6
2.2.2 Teori Sigmund freud.......................................................................... 7
2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Seksualitas..............10
2.3 Asuhan Keperawatan Seksualitas……………………………………………… 11

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 15
3.2. Saran................................................................................................................... 15

3
Daftar Pustaka........................................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Teori Hierarki yang dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan
perlindungan, kebutuhan akan rasa cinta, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri
(Asmadi, 2008). Dari kelima kebutuhan mendasar tersebut memiliki keterikatan satu dengan
yang lainnya sehingga semua kebutuhan dasar tersebut harus terpenuhi dengan semestinya.
Seksual menjadi salah satu kebutuhan dasar yang harus terpenuhi dan apabila kebutuhan
seksual ini tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi suatu penyimpangan seksual.

Kebutuhan seks bagi manusia sudah ada sejak lahir. Kebutuhan seksual adalah
kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan dua orang individu secara pribadi yang
saling menghargai memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi hubungan timbal balik
antara kedua individu tersebut. Seks merupakan suatu kebutuhan yang juga menuntut adanya
pemenuhan yang dalam hal penyalurannya manusia mengeksprsikan dorongan seksual ke
dalam bentuk perilaku seksual yang sangat bervariasi.

Agar terciptanya asuhan yang efektif kepada klien, perawat harus mengetahui tentang
konsep seksualitas dan gender. Maka untuk itu makalah ini dibuat.

Rumusan Masalah

Apakah yang dimaksud gender?

Apakah yang dimaksud seksualitas?

Bagaimana Asuhan keperawatan pasien dengan masalah seksualitas?

Tujuan

4
Memahami pengertian gender secara komprehensif

Memahami pengertian seksualitas secara komprehensif

Memahami cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien seksualitas

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gender

Menurut World Health Organization (WHO), gender adalah sifat perempuan dan laki-
laki, seperti norma, peran, dan hubungan antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksi
secara sosial. Gender dapat berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat
lainnya, serta dapat berubah sering waktu.

Dari pengertian gender di atas, gender adalah sesuatu yang terbentuk secara sosial dan
bukan dari bentuk tubuh laki-laki maupun perempuan. Gender cenderung merujuk pada
peran sosial dan budaya dari perempuan dan laki-laki dalam masyarakat tertentu.

Dalam konsep gender , terdapat istilah yang disebut dengan identitas gender dan
ekspresi gender. Identitas gender adalah cara pandang seseorang dalam melihat dirinya, entah
sebagai perempuan atau laki-laki. Sedangkan ekspresi gender adalah cara seseorang
mengekspresikan gendernya (manifestasi), melalui cara berpakaian, potongan rambut, suara,
hingga perilaku.

Gender umumnya dideskripsikan dengan feminim dan maskulin. Anda mungkin


diajarkan bahwa laki-laki harus perkasa, kuat, dan tidak boleh cengeng. Sementara itu,
perempuan cenderung diajarkan untuk bersifat lemah lembut dan keibuan. Sifat ini bisa
dipertukarkan, bahwa laki-laki boleh bersifat lembut, dan perempuan bersifat tegas.

Peran gender dan stereotip gender juga bersifat sangat cair dan dapat berubah dari
waktu ke waktu.

Apa perbedaan seks dan gender?

5
Gender adalah karakteristik pria dan wanita yang terbentuk dalam masyarakat.
Sementara itu, seks atau jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara pria dan wanita.
Perbedaan biologis tersebut dapat dilihat dari alat kelamin serta perbedaan genetik.

Seseorang memiliki seks atau jenis kelamin sebagai perempuan, apabila ia memiliki
vagina dengan 46 kromosom XX. Sedangkan pria memiliki organ reproduksi berupa penis
dengan 46 kromosom XY.

Gender terbenduk dengan alami, dapat dilihat sejak seorang individu lahir. Sedangkan
gender dibentuk oleh sosial dan budaya.

Seks cenderung tidak bisa dipertukarkan, bahwa penis adalah milik laki-laki dan
vagina milik perempuan. Sementara itu, gender bisa dipertukarkan. Misalnya, perempuan
bisa bersifat maskulin dan laki-laki ada yang bersifat feminim.

Contoh stereotip gender yang berubah seiring perubahan zaman

Seperti yang diungkapkan di atas, gender merupakan konstruksi sosial dan dapat
berubah seiring waktu. Beberapa kasus perubahan stereotip gender, yaitu:

a. Penggunaan sepatu hak tinggi


Saat ini, Anda mungkin setuju bahwa sepatu hak tinggi merupakan sepatu yang
identik dengan perempuan. Namun ternyata, sepatu hak tinggi pada awalnya
dirancang untuk pria agar bisa digunakan saat berburu menunggang kuda.
Konstruksi sosial telah membentuk stereotip sepatu hak tinggi sebagai barang yang
feminim.
b. Warna pink
Warna pink atau merah jambu menjadi warna yang feminim dan dianggap hanya
pantas diperuntukkan bagi perempuan. Ini juga menjadi salah satu perubahan
stereotip gender, karena awalnya warna pink dianggap cocok untuk laki-laki.

2.2 Konsep Seksualitas

2.2.1 Pengertian

Seksualitas adalah bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana
mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang

6
dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat
gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman, nilai,
fantasi, emosi.

Seks adalah menjelaskan ciri jenis kelamin secara anatomi dan fisiologi pada laki-laki
dan perempuan atau hubungan fisik antar individu (aktivitas seksual genital). Setelah kita
memahami apa arti dari seksualitas dan seks, mari kita bahas tentang konsep seksualitas
dilihat  dari kajian psikologi.

Pada dasarnya, aspek seksualitas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek biologi,
psikologi, sosiologi, kultural dan spiritual. Sudah kita ketahui bahwa psikologi adalah ilmu
yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku
individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan.

Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menjalankan


fungsi sebagai makhluk seksual, identitas peran atau jenis, serta bagaimana dinamika aspek-
aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.

2.2.2 Teori Sigmund Freud

Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya
kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana
mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi
psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.

Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat


teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa.
Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam
proses menjadi dewasa.

Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat
menetap. Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun, meliputi
beberapa tahap yaitu tahap oral, tahap anal, tahap phalik, tahap laten, dan tahap genital.

1. Fase Oral

7
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan,
dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti
mencicipi dan mengisap. (Baca juga mengenai gangguan perilaku seksual pada remaja)
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk
memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui
stimulasi oral. Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi
kurang bergantung pada para pengasuh.

Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah
dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum,
merokok makan, atau menggigit kuku. (Baca juga mengenai cara mengatasi trauma akibat
pelecehan seksual)
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah
pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya.
Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian. (Baca juga
mengenai gangguan seksual dalam psikologi abnormal)
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana
orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan
untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-
anak merasa mampu dan produktif.

Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar
orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif. Namun, tidak
semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan selama
tahap ini.

Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk
kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif.
Jika orang tua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-yg
mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan.

8
Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya bahwa
kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
(Baca juga mengenai dampak psikologis akibat seks bebas)

3. Fase Phalic
Pada tahap phallic, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki
mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. (Baca juga
mengenai ciri ciri homoseksual)
Kompleks Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan
untuk menggantikan ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah
untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.

Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama
perasaan yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-
gadis bukan iri pengalaman penis. Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan
induk yang sama-seks sebagai alat vicariously memiliki orang tua lainnya.

Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa penis iri tidak pernah
sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku pada tahap ini.
Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan
merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami
perasaan rendah diri karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.

4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan
ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting
dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.

Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada
organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk
itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah
satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.

5. Fase Genital

9
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat
seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada
kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini.

Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang,
hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara
berbagai bidang kehidupan. Konsep seksualitas menjadi salah satu hal yang penting dan perlu
dipelajari. Karena  bagaimana pun seksualitas dilihat dari kajian psikologi mengandung
perilaku.

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Seksualitas

1) Pertimbangan Perkembangan

a. Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan


biologik kehidupan uang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu
b. Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi

2) Kebiasaan hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan

a. Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat
mencapai kepuasan seksual
b. Trauma atau stres dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakuakn
kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi
ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit.
c. Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif
berkontribusi pada kehidupan sosial yang membahagiakan.

3) Peran dan Hubungan

a. Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi


kualitas hubungan seksualnya
b. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa nyaman
seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang
dicintai dan dipercayainya
c. Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleh dengan siapa
individu tersebut berhubungan seksual.

10
4) Konsep Diri

Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap


seksualnya.

5) Budaya, Nilai dan Keyakinan

a. Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat


mempengaruhi individu
b. Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan eprilaku seksual
c. Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal lain
terkait dengan kegiatan seksual.

6) Agama

a. Pandangan agama tertentu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi


seksualitas seseorang
b. Berbagi bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar
c. Konsep tentang keperawatan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual
dianggap dosa, untuk agama tertentu.

2.3 AsuhanKeperawatan Seksualitas

A. Pengkajian Keperawatan

1. Riwayat seksual
Klien yang menerima perawatan   kehamilan, PMS, infertility, kontrasepsi.
Klien yang mengalami disfungsi seksual / problem (impoten, orgasmic
dysfuntion, dll)
Klien yang mempunyai penyakit-penyakit yang akan mempengaruhi fungsi
seksual (peny.jantung, DM, dll)
2. Pengkajian seksual mencakup :
Riwayat Kesehatan Seksual
 Pertanyaan yang berkaitan dengan seks untuk menentukan apakah klien
mempunyai masalah atau kekhawatiran seksual.
 Merasa malu atau tidak mengetahui bagaimana cara mengajukan pertanyaan
seksual secara langsung – pertanyaan isyarat

11
3.  Pengkajian fisik
Inspeksi dan palpasi
Beberapa riwayat kesehatan yang memerlukan pengkajian fisik misalnya
riwayat PMS, infertilitas, kehamilan, adanya sekret yang tidak normal dari
genital, perubahan warna pada genital, gangguan fungsi urinaria, dll.
4.  Identifikasi klien yang berisiko
Klien yang berisiko mengalami gangguan seksual misalnya :
Adanya gangguan struktur/fungsi tubuh akibat trauma, kehamilan, setelah
melahirkan, abnormalitas anatomi genital
5. Riwayat penganiayaan seksual, penyalahgunaan seksual
6.  Kondisi yang tidak menyenangkan seperti luka bakar, tanda lahir, skar
(masektomi) dan adanya ostomi pada tubuh
7. Terapi medikasi spesifik yang dapat menyebabkan masalah seksual, kurangnya
pengetahuan/salah informasi tentang fungsi dan ekspresi seksual
8.  Gangguan aktifitas fisik sementara maupun permanen, kehilangan pasangan
9. Konflik nilai-nilai antara kepercayaan pribadi dengan aturan religi

Pengkajian kesehatan seksual menurut Watts (1979)

1. Tingkat I
Fungsi/disfungsi seksual, dapat dilakukan perawat profesional
2. Tingkat II
Riwayat seksual , oleh perawat profesional + spesialis sex education
3. Tingkat III:
Riwayat masalah seksual dilakukan oleh sex therapist
4. Tingkat IV:
Riwayat psikiatrik dan psikoseksual dilaukan oleh spesialis sex therapist

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada masalah kebutuhan seksual, antara lain :
1. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan (b.d )
- Ketakutan tentang kehamilan
- Efek antihipertensi
- Depresi terhadap kematian atau   perpisahan dengan pasangan

12
2. Disfungsi seksual b.d
- Cedera medulla spinalis
- Penyakit kronis
- Nyeri
- Ansietas mengenai penempatan di rumah perawatan atau panti
3. Gangguan citra tubuh b.d
- Efek masektomi atau kolostomi yang baru dilakukan
- Disfungsi seksual
- Perubahan pasca persalinan
4. Gangguan harga diri b.d
- cedera medulla spinalis
- penyakit kronis
- nyeri
- ansietas mengenai penempatan di rumah perawatan atau panti
Masalah seksual juga dapat menjadi etiologi diagnosa keperawatan yang lain
misalnya :
 Kurang pengetahuan (mengenai konsepsi, kontrasepsi, perubahan seksual
normal) b.d salah informasi dan mitos-mitos seksual
 Nyeri b.d tidak adekuatnya lubrikasi vagina atau efek pembedahan genital
Cemas b.d kehilangan fungsi seksual

C.    Perencanaan Keperawatan.
Ketrampilan Intervensi

1. Pendidikan kesehatan
2. Mendiskusikan masalah
3. Memberi dukungan
4. Meningkatkan gambaran diri dan harga diri
5. Merujuk klien

Tujuan yang akan dicapai terhadap masalah seksual yang dialami klien, mencakup :
 Mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan kesehatan seksual
 Meningkatkan pengetahuan seksualitas dan kesehatan seksual
 Mencegah terjadinya/menyebarnya PMS
 Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan

13
 Meningkatkan kepuasan terhadap tingkat fungsi seksual
 Memperbaiki konsep seksual diri
D.       Implementasi
 Promosi kesehatan seksual -- penyuluhan / pendidikan kesehatan.
 Perawat : keterampilan komunikasi yang baik, lingkungan&waktu yang mendukung
privasi dan kenyamanan klien.
 Topik tentang penyuluhan tergantung karakteristik&faktor yang berhubungan ---
pendidikan tentang perkembangan normal pada anak usia todler, kontrasepsi pada
klien usia subur, serta pendidikan tentang PMS pada klien yang memiliki pasangan
seks lebih dari satu.
 Rujukan mungkin diperlukan

E.       Evaluasi Keperawatan
 Evaluasi tujuan yang telah ditentukan dalam perencanaan. Jika tidak tercapai, perawat
seharusnya mengeksplorasi alasan-alasan tujuan tersebut tidak tercapai
--- Pengungkapan klien atau pasangan, klien dapat diminta mengungkapkan
kekuatiran, dan menunjukkan faktor risiko, isyarat perilaku seperti kontak mata, atau
postur yang menandakan kenyamanan atau kekuatiran.
 Klien, pasangan dan perawat mungkin harus mengubah harapan atau menetapkan
jangka waktu yang lebih sesuai untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
 Komunikasi terbuka dan harga diri yang positif --- penting

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Gender adalah sifat perempuan dan laki-laki, seperti norma, peran, dan hubungan
antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksi secara sosial. Gender dapat berbeda
antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya, serta dapat berubah sering
waktu.
Seksualitas adalah bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana
mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang
dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat
gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman, nilai,
fantasi, emosi.

Ashuan keperawatan Seksualitas terdiri dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi


dan evaluasi yang spesifik mengenai seksualitas.

Saran
Mahasiswa harus memahami konsep seksualitas dan gender serta asuhannya dalam bidang
keperawatan guna meningkatkan kualitas kesehatan khususnya dalam lingkup seksualitas.

15
Daftar Pustaka

Staff.ui.ac.id/aspekseksualitas
Kurnia, fikri. Seksual dalam kebutuhan dasar manusia. Universitas Muhamadiyah
Purwokerto. 2019

16

Anda mungkin juga menyukai