Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

TRAUMA KEPALA

Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma


pada kulit kepala, tengkorak atau otak.
Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk
mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan
kesadaran.
Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu
setelah injury yaitu :
1. Segera setelah injury.
2. Dalam waktu 2 jam setelah injury
3. rata-rata 3 minggu setelah injury.
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah
injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau
perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi
dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh
kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat
perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status
neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis
guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang
terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh
berbagai kegagalan sistem tubuh.

1
Faktor 2 yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek
adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia
klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan
bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang
terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea,
peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma
kepala pada setiap tahun. Angka kematian di AS akibat
trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada
umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas atau terjatuh.

Jenis Trauma Kepala :


1. Robekan kulit kepala.
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari
trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak
mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki
kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala
dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan
kepala ini adalah infeksi.

2. Fraktur tulang tengkorak.

2
Fraktur tulang tengkoran sering terjadi pada trauma
kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang
tengkorak :
a. Garis patahan atau tekanan.
b. Sederhana, remuk atau compound.
c. Terbuka atau tertutup.
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada
keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam
lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang
tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan,
moentum, trauma langsung atau tidak.
Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar
tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF.
Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea
(CSF keluar dari mata).
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan
keluarnya CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan
test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya
positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada
kecenderungan akan positif karena darah juga
mengadung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu cairan
ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada
CSF maka akan terlihat darah berada dibagian tengah

3
dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna kuning
mengelilingi darah (Holo/Ring Sign).
Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak
adalah infeksi intracranial dan hematoma sebagai akibat
adanya kerusakan menigen dan jaringan otak. Apabila
terjadi fraktur frontal atau orbital dimana cairan CSF
disekitar periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar
tengkorak dapat meyebabkan ecchymosis pada tonjolan
mastoid pada tulang temporal (Battle’s Sign), perdarahan
konjunctiva atau edema periorbital.

Commotio serebral :
Concussion/commotio serebral adalah keadaan dimana
berhentinya sementara fungsi otak, dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran darah
keotak. Kondisi ini biasanya tidak terjadi kerusakan dari
struktur otak dan merupakan keadaan ringan oleh karena
itu disebut Minor Head Trauma. Keadaan phatofisiologi
secara nyata tidak diketahui. Diyakini bahwa kehilangan
kesadaran sebagai akibat saat adanya
stres/tekanan/rangsang pada reticular activating system
pada midbrain menyebabkan disfungsi elektrofisiologi

4
sementara. Gangguan kesadaran terjadi hanya beberapa
detik atau beberapa jam.
Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang
dan henti nafas, pucat, bradikardia, dan hipotensi yang
mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran.
Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu nyeri
kepala, mengantuk,bingung, pusing, dan gangguan
penglihatan seperti diplopia atau kekaburan penglihatan.

Contusio serebral
Contusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan
otak. Terjadi perdarahan vena, kedua whitw matter dan
gray matter mengalami kerusakan. Terjadi penurunan pH,
dengan berkumpulnya asam laktat dan menurunnya
konsumsi oksigen yang dapat menggangu fungsi sel.
Kontusio sering terjadi pada tulang tengkorak yang
menonjol. Edema serebral dapat terjadi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan ICP. Edema
serebral puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam
setelah injury.
Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya
kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran.
Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat

5
kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan
memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang
mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat
pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila
terjadi edema serebral.

Diffuse axonal injury.


Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi
injury dengan kecepatan tinggi, biasanya berhubungan
dengan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga terjadi
terputusnya axon dalam white matter secara meluas.
Kehilangan kesadaran berlangsung segera. Prognosis
jelek, dan banyak klien meninggal dunia, dan bila hidup
dengan keadaan persistent vegetative.

Injury Batang Otak


Walaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh
darah pada sekitar midbrain akan mengalami perdarahan
yang hebat pada midbrain. Klien dengan injury batang
otak akan mengalami coma yang dalam, tidak ada reaksi
pupil, gangguan respon okulomotorik, dan abnormal pola
nafas.

6
Komplikasi :
Epidural hematoma.
Sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang
terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak.
Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang
bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan
linear fracture yang memutuskan arteri yang lebih besar,
sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural
hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena
dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematoma
terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di
bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam
ruang epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka
hematoma akan cepat terjadi. Gejalanya adalah
penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah.
Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP
berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih
mudah.

Subdural Hematoma.
Terjadi perdarahan antara dura mater dan lapisan
arachnoid pada lapisan meningen yang membungkus
otak. Subdural hematoma biasanya sebagai akibat

7
adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena
yang mengalir pada permukaan otak masuk kedalam
sinus sagital merupakan sumber terjadinya subdural
hematoma. Oleh karena subdural hematoma
berhubungan dengan kerusakan vena, sehingga
hematoma terjadi secara perlahan-lahan. Tetapi bila
disebabkan oleh kerusakan arteri maka kejadiannya
secara cepat. Subdural hematoma dapat terjadi secara
akut, subakut, atau kronik.
Setelah terjadi perdarahan vena, subdural hematoma
nampak membesar. Hematoma menunjukkan tanda2
dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda lain yaitu bila
terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi
peningkatan ICP menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran dan nyeri kepala. Pupil dilatasi. Subakut
biasanya terjadi dalam waktu 2 – 14 hari setelah injury.
Kronik subdural hematoma terjadi beberapa minggu atau
bulan setelah injury. Somnolence, confusio, lethargy,
kehilangan memory merupakan masalah kesehatan yang
berhubungan dengan subdural hematoma.

Intracerebral Hematoma.

8
Terjadinya pendarahan dalamn parenkim yang terjadi
rata-rata 16 % dari head injury. Biasanya terjadi pada
lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan ruptur
pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury.
Akibat robekan intaserebral hematoma atau intrasebellar
hematoma akan terjadi subarachnoid hemorrhage.

Collaborative Care.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor
hemodinamik dan mendeteksi edema serebral.
Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi oksigen
dan CO2.
Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk
mempertahankan metabolisma serebral. CO2 sangat
beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang
dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan
ICP. Jumlah sel darah, glukosa serum dan elektrolit
diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi
atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah
serebral dan metabolisma.
CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio
atau adanya diffuse axonal injury. Pemeriksaan lain

9
adalah MRI, EEG, dan lumbal functie untuk mengkaji
kemungkinan adanya perdarahan.
Sehubungan dengan contusio, klien perlu diobservasi 1 –
2 jam di bagian emergensi. Kehilangan tingkat kesadaran
terjadi lebih dari 2 menit, harus tinggal rawat di rumah
sakit untuk dilakukan observasi.
Klien yangmengalami DAI atau cuntusio sebaiknya tinggal
rawat di rumah sakit dan dilakukan observasi ketat.
Monitor tekanan ICP, monitor terapi guna menurunkan
edema otak dan mempertahankan perfusi otak.
Pemberian kortikosteroid seperti hydrocortisone atau
dexamethasone dapat diberikan untuk menurunkan
inflamasi. Pemberian osmotik diuresis seperti mannitol
digunakan untuk menurunkan edema serebral.
Klien dengan trauma kepala yang berat diperlukan untuk
mempertahankan fungsi tubuh normal dan mencegah
kecacatan yang nmenetap. Dapat juga diberikan infus,
enteral atau parenteral feeding, pengaturan posisi dan
ROM exercise untuk mensegah konraktur dan
mempertahankan mobilitas.

Asuhan keperawatan :

10
Pengkajian riwayat terjadinya injury akan membantu guna
memahami trauma craniocerebral. Mengetahui jika klien
kehilangan kesadaran akan membantu perawat untuk
merencanakan tindakan keperawatan.
Asuhan keperawatan pada klien pada phase akut
biasanya difukuskan pada mempertahankan pengaliran
udara dan pola nafas. Asuhan keperawatan ditujukan
untuk mengkaji secara terus menerus dan memonitoring
fungsi neurologis pengaruhnya terhadap berbagai sistem
tubuh.
Banyak diagnosa keperawatan yang berhubungan
dengan dengan hematoma intracranial atau sebagai
akibat peningkatan ICP.

Diagnosa keperawatan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
Coma atau perdarahan masuk kedalam jalan nafas.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan jalan nafas tetap efektif,
ditandai :
1. Jalan nafas bagian atas bebas dari sekresi.
2. Pernafasan teratur (16-22)
3. bunyi perbafasan jelas pada kedua dasar paru.

11
4. Gerakan dada simetris.
5. Tidak ada dispnea, agitasi, confusio.
6. AGD normal ( PO2 diatas 90 mmHg dan PCO2 antara
30 – 35 mmHg..

Implementasi :
1. Pertahankan jalan udara bebas.
2. Pertahankan jalan nafas tetap bebas.
3. Lakukan suction oropharynx dan trachea setiap 1 –2 jam.
4. Kaji RR setiap 1 –2 jam.
5. Cek bunyi nafas dan gerakan dada.
6. Monitor AGD.
7. Posisi baring semi prone/posisi lateral.
8. Berikan oksigen humidified.
9. Bantu atau pertahankan endotracheal tube, tracheostomy,
dan mechanical ventilation (bila diperlukan).

Diagnosa keperawatan :
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipotensi/intracranial hemorrhage/hematoma/atau injury lain.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan perfusi jaringan serebral yang
adekuat, ditandai dengan :

12
1. LOC stabil atau meningkat.
2. GCS nilai 9 atau lebih.
3. Temperatur kurang dari 38.5C.
4. refleks pupil terhadap cahaya baik.
5. Respon motorik stabil atau peningkatan(gerakan
lengan dan tungkai).
6. ICP kurang dari 15 mmHg.
7. tekanan sistolik diatas 90 mmHg.

Implementasi :
1. Kaji LOC.
2. Kaji lebarnya pupil setiap 1 – 4 jam.
3. Kaji gerakan ekstraokuler setiap 1 – 4 jam.
4. Cata respon verbal, gerakan tungkai, dorsiflexion dan
plantar flexion setiap 1 – 4 jam.
5. Jika klien tidak sadar, catat gerekan spntan atau upaya
menghindari nyeri setiap 1 – 4 jam.
6. Laporkan jika ada kelainan/kemunduran yang terjadi.
7. Monitor temperatur setiap setiap 2 jam, pertahankan
temperatur batas normal denganpemberian obat
antiperetika.
8. Monitor kondisi kardiovaskular dan pernafasan.
9. Cata vital sign setiap 1 – 4 jam.

13
10. Pertahankan posisi kepala 30 derajat dan pertahankan
posisi kepala secara netral dengan memasang bantal
pasir.
11. Monitor input dan output urin.
12. Lakukan massage setiap 2- 4 jam untuk mencegah
adanya tekanan pada tonjolan tulang.
13. Robah posisi setiap 2 jam.

14
DAFTAR KEPUSTKAAN

Alexander (1995). Care of the patient in Surgery. (10 th


ed.), St Louis ; Mosby. P : 855 – 930.
Doenges, Moorehouse & Geisser (1993). Nursing Care
Plans ; Guidelines for planning and dokumenting
patient care. (3rd ed) philadelphia ; F.A.Davis
Company. p : 271 – 290.

Lemone & burke. (1996). Medical-Surgical Nursing ;


critical thinking in client care. California : Addison-
Wesley. p : 1720 - 1728

Lewis, Heitkemper & Dirkssen (2000). Medical –Surgical


Mursing ; Assessment and management ofg
clinical problems. St.louis : Mosby. P : 1720 –
171624 – 1630.

Luckman (1996). Core principles and practice of medical-


surgical nursing. Philadelphia : W.B.Sauders
Company. p ; 341 – 354

15
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
TRAUMA KEPALA
(HEAD INJURY)

Disampaikan pada perkuliahan Akper Depkes


makassar
Kelas Khusus Puskesmas Tana Toraja
Oktober 2001

16
Oleh ;

Drs. Julianus Ake,SKp, M.kep.

17

Anda mungkin juga menyukai