Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hasil pertanian di Indonesia semakin meningkat dengan menggunakan
pestisida, petani menjadi senang dengan melihat hasil tanam yang melimpah serta
tidak rusak diganggu dengan hama dan gulma. Penggunaan pestisida sudah sangat
meluas, berkaitan dengan dampak positifnya, yaitu meningkatnya produksi
pertanian dan menurunnya penyakit-penyakit yang penularannya melalui
perantaraan makanan (foodborne diseases) atau vektor (vector-borne diseases).
Penggunaan pestisida pertanian berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi
pengguna, konsumen, lingkungan serta dampak sosial ekonomi untuk itu harus
digunakan secara hati-hati dengan ditekankan pada penurunan populasi hama,
menghentikan serangan penyakit dan mengendalikan gulma. Penggunaan
pestisida pertanian sebaiknya memperhatikan tiga prinsip yaitu digunakan secara
legal dimana Penggunaan pestisida tidak boleh bertentangan dengan peraturan
atau perundangan yang berlaku di Indonesia. Digunakan secara benar dimana
penggunaan pestisida harus memperhatikan syarat-syarat teknis sesuai dengan
metode aplikasi yang digunakan. Pestisida yang digunakan mampu menampilkan
efikasi biologisnya (kemampuan pestisida untuk mengendalikan OPT sasaran)
yang optimal. Penggunaan secara bijak dimana pengendalian pestisida harus
sesuai dengan tujuan utamanya mengendalikan OPT (Yuantari, 2011).
Berbagai cara pengendalian telah dilakukan untuk mengatasi serangan
hama ini seperti menggunakan varietas tahan, pergiliran tanaman, tanam serentak,
dan penggunaan pestisida. Meskipun pemerintah telah menggalakkan pe-
ngendalian hama secara terpadu (PHT), tetapi insektisida sintetik tetap digunakan
yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu perlu pengendalian
cara lain yang ramah lingkungan yang salah satunya dengan menggunakan
insektisida nabati. Campuran beberapa senyawa aktif dari tumbuhan dapat
berdampak sinergis, antagonis dan netral. Untuk meningkatkan keefektifan
terhadap penggunaan insektisida, petani sering mencampur beberapa jenis
insektisida pada saat aplikasi (Sayuthi et al., 2014).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini yaitu :
a. Untuk mengetahui cara pembuatan pestisida alami dari ekstrak kencur
(Kaempferia galanga).
b. Untuk mengetahui pengaruh pestisida alami dari ekstrak kencur
(Kaempferia galanga) terhadap penyakit cendawan tanaman melati
(Jasminum sambac).

1.3 Manfaat Praktikum


Manfaat dari praktikum ini yaitu :
a. Dapat mengetahui cara pembuatan pestisida alami dari ekstrak kencur
(Kaempferia galanga).
b. Dapat mengetahui pengaruh pestisida alami dari ekstrak kencur
(Kaempferia galanga) terhadap penyakit cendawan tanaman melati
(Jasminum sambac).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pestisida


Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tumbuhan, mempunyai kandungan bahan aktif yang dapat mengendalikan
serangga hama. Sejarah telah mencatat bahwa pemanfaatan pestisida nabati
sebenarnya sudah dipraktikkan sejak tiga abad yang lalu. Secara evolusi,
tumbuhan telah mengembangkan dan memproduksi bahan kimia alami sebagai
alat pertahanan diri terhadap serangga pengganggu. Tumbuhan mengandung
bahan kimia dalam bentuk senyawa metabolit sekunder yang fungsinya dalam
proses metabolisme tumbuhan masih kurang jelas. Namun, kelompok senyawa ini
ternyata berperan penting dalam proses berinteraksi atau berkompetisi, termasuk
melindungi diri dari gangguan pesaingnya. Produk metabolit sekunder tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif pestisida nabati dan juga digunakan oleh
tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu.
Walaupun hanya sekitar 10 ribu jenis metabolit sekunder yang telah ter-
identifikasi, jumlah bahan kimia pada tumbuhan yang potensial sebagai pestisida
nabati diperkirakan mencapai 400 ribu jenis (Saenong, 2016).
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti
pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Secara luas pestisida dapat diartikan sebagai suatu
zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan,
menghambat tingkah laku, menghambat perkembangbiakan, menghambat
kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat mandul, sebagai
pengikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Sedangkan
menurut The United State Federal Environmental Pestiade Control Act, pestisida
adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau
mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma,
virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad
renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat ataupun
campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan (Yuantari, 2011).
2.2 Fungisida Nabati
Sampai saat ini pengendalian penyakit mulai dilakukan dengan cara
perlakuan benih menggunakan fungisida sintetik. Akan tetapi penggunaan
fungisida sintetik yang berlebihan justru menimbulkan permasalahan baru seperti,
resistensi patogen, pencemaran lingkungan, dan residu pada tanaman yang
berbahaya untuk kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian alternatif
yang efektif tetapi juga ramah lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian
tersebut adalah penggunaan fungisida nabati. Fungisida nabati adalah fungisida
yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Tanaman yang dapat
digunakan sebagai fungisida nabati antara lain kunyit, kencur, jahe, dan lengkuas.
Tumbuhan tersebut mengandung senyawa seperti minyak atsiri, sineol, dan
alkaloid, yang diduga dapat berperan sebagai fungisida nabati (Alfandri et al.,
2014).
Berbagai macam tumbuhan yang berpotensi sebagai fungisida nabati di
antaranya adalah tanaman rempah dan obat yang berasal dari golongan
Zingiberacea. Contohnya adalah tanaman jahe, kunyit, kencur dan lengkuas.
Tanaman-tanaman tersebut mengandung minyak atsiri yang di dalamnya terdapat
senyawa-senyawa seperti sinamelhida, fenol, eugenol, sitrat dan linalool yang
bersifat bakterisida dan fungisida dari golongan terpena. Oleh karena itu ekstrak
tanaman jahe, kunyit, kencur dan lengkuas dapat digunakan sebagai alternatif
untuk fungisida nabati sebagai ganti fungisida sintetis (Yendi et al., 2015).
Kencur (Kaempferia galanga) banyak digunakan sebagai ramuan obat
tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan. Bagian dari tanaman kencur yang
diperdagangkan adalah buah akar yang ada di dalam tanah yang disebut rimpang.
Rimpang kencur mengandung etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksistiren,
karen, borneol, dan parafin. Di antara kandungan kimia tersebut, etil p-metoksi
sinamat merupakan komponen utama dalam kencur (Saenong, 2016).

2.3 Bahaya Pestisida


Pembangunan pertanian tidak terlepas dari penggunaan pestisida terutama
pada tanaman holtikultura, karena tanaman ini sangat rawan terhadap hama.
Intensifikasi penggunaan pestisida yang semakin meningkat, tentunya diikuti
dengan meningkatnya keracunan bagi tenaga kerja pertanian, khususnya bagi
mereka yang bertugas sebagai tenaga penyemprot hama. Saat ini tindakan
pengamanan terhadap akibat samping dari penggunaan racun akut maupun kronis
dirasakan kurang memadai karena keracunan yang kadang-kadang menimbulkan
kematian itu paling banyak terjadi pada daerah pedesaan di Indonesia, yang
umumnya menimpa petani maupun keluarga petani. Menurut perkiraan
oraganisasi kesehatan sedunia (WHO) dan program lingkungan persatuan bangsa-
bangsa atau UNEF, 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang
bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan pestisida terjadi pada
pekerja yang bekerja di sektor pertanian (Sukmawati et al., 2004).
Penggunaan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan
banyak dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu meningkatnya
risiko keguguran, kemandulan dan pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi cacat
lahir. Paparan pestisida pada anak, dapat menurunkan stamina tubuh, menurunkan
tingkat kecerdasan dan konsentrasinya. Racun kimia yang terbuat dari klorine
dapat menyebabkan kanker payudara. Dari itu, sejak tahun 1976 sampai dengan
tahun 2000, pemerintah telah melarang penggunaan dan peredaran pestisida
sebanyak 119 formulasi pestisida dengan 67 jenis bahan aktif. Residu pestisida ini
bisa terdapat dalam buah dan sayuran segar pada saat proses produksi di lahan
atau pasca panen (Irfan, 2016).
Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan
dan kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan pembatasan dari
penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan
oleh residu pestisida. Seorang yang terpapar pestisida dapat memperlihatkan lebih
dari satu gejala penyakit. Beberapa gejala timbul langsung setelah seseorang
terpapar, sementara gejala lainnya tidak terlihat sampai beberapa jam, beberapa
hari, atau bahkan beberapa tahun kemudian. Beberapa orang dapat terpapar
pestisida tanpa disadari. Pekerja pencucian pakaian, petugas kebersihan pemungut
dan daur ulang sampah, serta orang lainnya yang kontak langsung dengan
pestisida juga terancam bahaya keracunan seperti halnya para buruh tani. Mereka
harus menyadari akan adanya pestisida di lingkungan mereka dan mereka harus
melakukan tindakan pencegahan sama seperti para buruh tani. Keracunan
pestisida tidak hanya dapat terjadi karena paparan langsung oleh pestisida
(menghirup, terkena percikan atau menyentuh sisa pestisida), yang umumnya
sudah diketahui oleh banyak orang. Tetapi keracunan bisa terjadi pula, lantaran
manusia mengkonsumsi bahan-bahan makanan yang mengandung residu pestisida
dalam jumlah yang cukup tinggi, melibihi suatu batas maksimal. Residu pestisida
yang terdapat dalam hasil-hasil tanaman berasal dari pestisida yang langsung
diaplikasikan pada tanaman ( untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman ) (Arif,
2015).
Banyak bahan kimia yang berbeda digunakan untuk melindungi makanan
dan lingkungan kita dari pembusukan oleh berbagai hama seperti tikus, gulma,
serangga dan jamur. Hal ini yang memiiki nilai ekonomi yang positif yang sangat
besar dengan meningkatkan hasil dalam rantai makanan. Meskipun memiliki
manfaat yang besar bagi masyarakat, sifat alami dari penggunaannya berarti
bahawa pestisdida sangat beracun bagi manusia dan tindakan yang harus diambil
untuk mencegah paparan yang tidak disengaja (Watson, 2000).
Semua pestisida adalah bahan kimia yang sangat beracun dan berdampak
buruk bagi organisme, tumbuhan, atau hewan apapun. Sementara itu mereka
berkontribusi untuk kesejahteraan manusia dengan menekan hama dan
melindungimakanan dan kesehatandari hama yang menginfeksi tanaman dan
menyimpan makanan pada satu sisi dan disisi lain ada faktor penyakit, dengan
papapran mereka melalui berbagai cara yang menyebabkan efek toksik. Sebagian
besar konsumen terkena pestisida melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi
dengan residu pestisida beracun (Shukla et al., 1998).

2.4 Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Pestisida


Supaya hidup sehat dan ramah lingkungan sebaiknya menggunakan bahan-
bahan alami untuk mengusir atau menghalau musuh-musuh alami yang
menyerang tanaman, tanpa harus mematikannya, sehingga siklus ekosistem masih
tetap terjaga. Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan.
Keunggulan pestisida nabati adalah murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani,
relatif aman terhadap lingkungan tidak menyebabkan keracunan pada tanaman,
sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama, kompatibel digabung dengan cara
pengendalian yang lain, menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas
residu pestisida kimia. Sementara, kelemahannya adalah daya kerjanya relatif
lambat, tidak membunuh jasad sasaran secara langsung, tidak tahan terhadap sinar
matahari, kurang praktis, tidak tahan disimpan, kadang-kadang harus
diaplikasikan atau disemprotkan berulang-ulang (Hasanah et al., 2012).
Pentingnya pengembangan pestisida nabati memiliki beberapa kelebihan
antara lain ramah lingkungan, murah dan mudah didapat, tidak meracuni tanaman,
tidak menimbulkan resistensi hama, mengandung unsur hara yang diperlukan
tanaman, kompatibel digabung dengan pengendalian lain dan menghasilkan
produk pertanian yang bebas residu pestisida. Walaupun demikian, pestisida
nabati juga memiliki beberapa kelemahan yaitu daya kerjanya relatif lambat, tidak
membunuh hama target secara langsung, tidak tahan terhadap sinar matahari,
kurang praktis, tidak tahan lama disimpan dan kadang-kadang harus disemprot
berulang-ulang. Penelitian ini merupakan awal dari pembuatan produk pestisida
nabati dan diharapkan kehadirannya dalam proses budidaya tanaman yang ramah
lingkungan dan kesehatan mendapat respon positif (Irfan, 2016).
Kelemahan pestisida sintesis seperti yang telah dikemukakan membuat
para ilmuan khawatir pestisida sintesis tidak lagi mampu menanggulangi masalah
hama dan penyakit tanaman, tetapi justru mendatangkan malapetaka bagi umat
manusia. Karana itu, berbagai penelitian, dari yang sederhana hingga yang rumit
seperti rekayasa genetika mulai dikembangkan untuk mencari sumber-sumber
yang lebih amna untuk manusia dan lingkungan. Sumber-sumber tersebut tersedia
di alam dalam jumlah yang sangat besar. Prestisida alami yang berasal dari bahan-
yang terdapat di alam tersebut diekstraksi, diproses, atau dibuat menjadi
konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya. Berbeda dengan pestisida
sintesis yang umumnya bersumber dari bahan dasar minyak bumi yang diubah
struktur kimianya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu sesuai dengan keinginan.
Kecenderungan pemakaian pestisida alami lebih disebabkan perhatian yang besar
terhadap pencemaran lingkungan dan bahaya keracunan. Pemakaian pestisida
sering tidak bijaksana, dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang
ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang
rendah sudah tidak mampu lagi mengendalikan hama (Novizan, 2002).
BAB 3
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 26 Februari 2019, pada pukul
14.00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah handspray, ember,
camera digital, alat tulis, penggaris besi, botol aqua 1,5 L. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah deterjen, air, minyak tanah, tanaman yang berpenyakit bunga
melati (Jasminum sambac), dan ekstrak kencur (Kaempferia galanga).

3.3 Prosedur
Ditumbuk kencur (Kaempferia galanga) sebanyak 2 kg sampai halus.
Kencur yang sudah ditumbuk halus tadi direndam di air sebanyak5 liter, lalu
ditambahkan 3o gram detergen, dan dua sendok makan minyak tanah, kemudian
didiamkan semalaman. Larutan hasil perendaman disaring dengan kain halus dan
dimasukkan ke dalam hand spray dan siap dipergunakan dengan cara
disemprotkan ke tanaman. Kemudian dilakukan pengamatan dan sambil
disemprotkan ke tanaman selama satu bulan. Kemudian dihitung total jumlah
daun, diamati jumlah daun yang berpenyakit, jumlah daun normal dan diukur
tinggi tanaman.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Hari ke-0

No Sampel Foto Keterangan


1. Citrus sp. - Tinggi batang: 5,5cm
- Tinggi tanaman: 58
cm
- Jlh. daun rusak: 87
- Jlh. daun normal: 45
- Warna: hijau
- Penyakit: ada bercak
kuning kecoklatan dan
berlubang
- Panjang daun: 7,8 cm
- Lebar daun: 4,5 cm

Berdasarkan tabel data diatas, pada hari pengamatan ke-0 dilakukan perlakuan
penyemprotan pada tanaman dengan tinggi batang 5,5 cm, tinggi tanaman total 58
cm, jumlah daun total 132, jumlah daun normal 45, jumlah daun rusak 87,
panjang daun 7,8 cm, lebar daun 4,5 cm, warna daun hijau, dan penyakit pada
tanaman tersebut yaitu ada bercak kuning kecoklatan dan berlubang.
Menurut HS dkk (2008) menyatakan bahwa jeruk merupakan salah satu
komoditas buah-buahan yang menguntungkan dan berpotensi untuk
dikembangkan di Indonesia pada saat ini dan pada saat mendatang. Terlebih lagi
tanaman jeruk dapat dipanen pada tahun kedua dengan nilai keuntungan usaha
tani yang bervariasi sesuai dengan lokasi dan jenis jeruk yang diusahakan. Dalam
budidaya tanaman jeruk, berbagai hambatan sering dijumpai seperti faktor
lingkungan dan tanah yang kurang mendukung bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman jeruk, serangan hama, dan infeksi patogen. Saat ini di Sulawesi
Tenggara, salah satu permasalahan penting pada budidaya tanaman jeruk adalah
banyaknya tanaman jeruk petani yang terinfeksi oleh patogen yang menyebabkan
penyakit busuk batang diplodia. Penyakit busuk batang diplodia adalah penyakit
yang paling ditakuti oleh petani jeruk.
4.2 Pengamatan Hari ke-3

No Sampel Foto Keterangan


1. Citrus sp. - Tinggi batang: 6 cm
- Tinggi tanaman: 61
cm
- Jlh. daun rusak: 87
- Jlh. daun normal: 45
- Warna: hijau
- Penyakit: ada bercak
kuning kecoklatan dan
berlubang
- Panjang daun: 7,8 cm
- Lebar daun: 4,5 cm

Dari data di atas dapat dilihat pada hari pengamatan ke-1 dilakukan perlakuan
penyemprotan dengan tinggi batang dan tinggi tanaman yang bertambah, yaitu
tinggi batang 6 cm, tinggi tanaman 61 cm, jumlah daun total 132, jumlah daun
normal 45, jumlah daun rusak 87, panjang daun 7,8 cm, lebar daun 4,5 cm, warna
daun hijau, dan penyakit yaitu ada bercak kuning kecoklatan dan berlubang.
Menurut HS dkk (2008) menyatakan bahwa serangan diplodia basah
mengakibatkan tanaman mengeluarkan blendok berwarna kuning emas dari
batang atau cabang tanaman. Kulit tanaman yang terserang dapat mengering dan
mengelupas, apabila penyakit terus berkembang pada kulit terjadi luka-luka tidak
teratur dan dapat mengembang melingkari batang atau cabang sehingga
menyebabkan kematian cabang atau tanaman. Gejala lain ditandai dengan kulit
batang atau cabang tanaman terserang mengering dan terdapat celahcelah kecil
pada permukaan kulit, sedangkan menurut Dwiatmini menyatakan bahwa
penyakit diplodia kering menyebabkan kulit batang atau cabang tanaman yang
terserang akan mengering dan terdapat celah-celah kecil pada permukaan kulit.
Pada bagian celah-celah kulit terlihat adanya massa spora jamur berwarna putih
atau hitam, selanjutnya kulit yang terserang akan mengering dan mengelupas.
Serangan pada batang utama akan lebih berbahaya dibanding serangan pada
cabang atau ranting. Serangan yang melingkar pada batang utama mengakibatkan
bagian tanaman diatas akan kering atau mati dan berwarna hitam.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
a. Cara pembuatan pestisida alami yaitu ditumbuk 50 buah biji jarak dan
dipanaskan selama 10 menit dalam air 2 liter, tambahkan 2 sendok makan
minyak tanah dan 50 g deterjen lalu diaduk, disaring larutan hasil
perendaman, tambahkan air kembali 10 liter. Kemudian dimasukkan ke dalam
hand spray dan siap dipergunakan dengan cara di semprotkan ke tanaman.
Kemudian dilakukan pengamatan dan sambil disemprotkan ke tanaman
selama beberapa kali. Kemudian diamati jumlah daun yang rusak, jumlah
daun normal, warna daun, penyakit pada tanaman dan dihitung tinggi batang,
tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun.
b. Tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida alami antara lain
adalah: Aglaia (Aglaia odorata), Babadotan (Ageratum conyzoides),
Bengkuang (Pachyrrhyzus erosus), Bitung (Barringtonia acutangula),
Jeringau (Acorus calamus), Saga (Abrus precatorius), Serai (Andropogon
nardus), Sirsak (Annona muricata), Srikaya (Annona squamosa), Gadung
racun (Dioscorea hispida), Mimba (Azadirachta indica), Tembakau
(Nicotiana tabacum), Jarak (Ricinus communis), Kecubung (Datura patula),
Sirih (Piper betle) dan lain sebagainya.
c. Dari data yang di dapat, dapat diketahui seberapa besar kemampuan biji jarak
sebagai pestisida alami, yaitu ekstrak biji jarak belum mampu mengurangi
jumlah daun rusak atau terinfeksi.

5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah:
a. Sebaiknya pada praktikum selanjutnya jumlah sampel biji jarak yang
dijadikan pestisida alami ditambah, agar kemampuan ekstrak biji jarak untuk
mengendalikan hama semakin maksimal.
b. Sebaiknya pada praktikum selanjutnya pembuatan pestisida dilakukan sesuai
dengan prosedur agar hasil yang didapat lebih bagus.
c. Sebaiknya pada praktikum selanjutnya sampel yang akan digunakan lebih
bervariasi lagi, agar kita tahu seberapa banyak jenis tumbuhan yang dapat
dijadikan sebagai pestisida alami.
DAFTAR PUSTAKA

Alfandri D, Prasetyo J, Mariono T, 2014. Pengaruh Ekstrak Kunyit, Kencur Jahe


dan Lengkuas terhadap Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung Manis (Zea
mays sacchrata). Agrotek Tropika 2(2): 16-18.
Arif A, 2015. Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Penggunaan Pestisida
Lingkungan. JK FIK UINAM 3(4) :135-139.
Ariyanti R, Yenie E, Elistia S, 2017. Pembuatan Pestisida Nabati dengan Cara
Ekstraksi Daun Pepaya dan Belimbing Wuluh. Jom FTEKNIK 4(02): 19-
20.
Djojosumarto, 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
Selatan. Halaman 1-4.
Hasanah M, Tangkas IM, Sakung J, 2012. Daya Insektisida Alami Kombinasi
Perasan Umbi Gadung (Dioscorea bispida Dennst) dan Ekstrak Tembakau
(Nicotiana tabacum L). Akad Kim 1(4) :166-169.
Irfan M, 2016. Uji Pestisida Nabati terhadap Hama dan Penyakit Tanaman.
Agroteknologi 6(2) : 39-41.
Mustikarini F, Retnaningsih, Simanjuntak M, 2014. Kepuasan dan Loyalitas
Petani Padi terhadap Pestisida. Ilmiah kelembagaan dan konseling 7(2) :
93-98.
Novizan, 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.
Agromedia Pustaka. Jakarta. Halaman 4-5.
Octavia D, Andriani S, Qirom MA, Azwar F, 2008. Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol Taman Nasional
Baluran. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5(4) 355-356.
Saenong MS, 2016. Tumbuhan Indonesia Potensial sebagai Insektisida Nabati
untuk Mengendalikan Hama Kumbang Bubuk Jagung (Sitophilus sp.).
Jurnal Litbang Pertanian 35(3): 55-56.
Sayuthi M, Hasnah dan Jannah, S. 2014. Ekstrak Daun Pepaya dan Biji Jarak
Kepyar Berpotensi sebagai Insektisida terhadap Hama Crocidolomia
pavonana pada Tanaman Brokoli. Biologi Edukasi 6 (2): 78.
Shukla OP, Omkar, Kulshrestha, 1998. Pesticides, Man, and Biosphere. APH
Publishing Corporation. New Delhi. Page 34.
Sukmawati A, Maharani A, 2004. Hubungan Antara Perilaku dalam Pengelolahan
Pestisida dengan Aktifitas Enzim Cholinesterase Darah pada Petani Cabe
di Daerah Santana Mekar Kecamatan Cisayong Kecamatan Tasikmalaya.
Ekologi Kesehatan 3(2): 80.
Watson DH, 2000. Pesticide, Veterinary and Other Residues in Food. CRC Press.
North Amerika. Page 159.
Yendi TP, Efri, Prasetyo J, 2015. Pengaruh Ekstrak Beberapa Tanaman Famili
Zingiberaceae terhadap Penyakit Antraknosa pada buah Pisang. Agrotek
Tropika 3(2) :231-235.
Yuantari CMG, 2011. Dampak Pestisida Organoklorin terhadap Kesehatan
Manusia dan Lingkungan serta Penanggulangannya. Bioedukasi 1(2): 186-
187.
LAMPIRAN

1. Foto Alat

Ember Alat Tulis

Penggaris Botol Sprayer


2. Foto Bahan

Citrus sp. Detergen

Air Minyak Tanah

3. Foto Kerja

Menghitung Tinggi Batang Menghitung Lebar Daun


Mengamati Daun Yang Rusak Mencatat Hasilnya

4. Foto Hasil

Tanaman Citrus sp. yang


telah diberi Pestisida

Anda mungkin juga menyukai