Oleh :
2
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN BIOAKTIF
DARI KEONG PEPAYA (Melo sp.)
Skripsi
Oleh :
FAUZIAH NARYUNING TIAS
C34060032
Nrp : C34060032
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Tanggal Pengesahan:
4
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
5
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
karunia-Nya yang berlimpah, yang membuat penulis sanggup menyelesaikan
skripsi yang berjudul Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif dari
Keong Pepaya (Melo sp.). Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, terutama kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil dan Ibu Ir. Nurjanah MS selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan pencerahan
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Asadatun Abdullah S.Pi, M.Si, M.S.M selaku dosen penguji yang telah
memberikan pengarahan dan masukan sangat membangun bagi penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacob, Dipl, Biol selaku ketua komisi pendidikan
Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak memberikan pengarahan bagi
penulis.
5. Kedua orang tua tercinta dan kakakku tersayang, untuk dukungan yang
diberikan baik dukungan moral maupun materiil yang telah diberikan pada
penulis tanpa batas.
6. Om Herman, Tante Ani dan Aulia atas segala kebersamaan dan
kebersediaanya yang telah mengizinkan penulis melakukan preparasi bahan
baku dirumah.
7. Bu Ema, Mba Lastri, Mba Vie dan Mas Ipul yang telah banyak membantu
penulis dan memberikan bantuannya kepada penulis.
8. Seluruh staf THP yang telah banyak membantu penulis dalam pembuatan
skripsi ini.
9. Tim Antioksidan yang telah melakukan penelitian bersama dan selalu saling
membantu, terima kasih kepada Pipit, Dyan, Aul, Abang, Uu, Sabrong,
Azwin.
6
10. Kak Nazar yang sudah bersedia menunggu di laboratorium biotek 1 setiap
penulis melakukan maserasi, dan bersedia direpotkan dihari libur.
11. Dina, Nia, Dini dan Budi Irawan yang selalu mengingatkan dan memberikan
semangat kepada penulis agar cepat lulus.
12. Ginanjar Pratama yang telah banyak membatu dalam pengambilan sampel.
13. Uty, Cubay, Gae, Tika, Abang, Aul teman yang sangat menyenangkan dan
bersahabat.
14. Teman-teman yang sudah sangat membantu penulis dengan tawa dan
supportnya (Ica, Dede, Mba Anjie, Rida, Ratna, Mba Arince, Aciput, Cece,
Era, Memey, Patcet, Wahyu, Uji, Ijal, Bang Io, Bang Hendra, Idek, Jiro, Jeng
Idmar, Iben, Reja)
15. Teman-teman satu PA yang selalu saling support (Roma, Nanang, Anjar).
16. Idris, Joha, Buja yang dulu dianggap garis berbahaya dan memberikan
pertemanan yang sangat mengesankan.
17. Temen-temen THP 43 yang paling hebat atas segala dukungan, kerjasama,
kebersamaan dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.
18. THP 44 dan 45 (spesial untuk Hilma dan Boncel) atas keakraban dan
kebersamaanya.
19. Teman-teman penulis dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi perbaikan. Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini
dapat bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua
pihak yang memerlukan.
Penulis
v
RIWAYAT HIDUP
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Data uji proksimat ..................................................................... 52
2 Contoh perhitungan uji proksimat .............................................. 53
3 Data rendemen ekstrak kasar keong pepaya ............................... 54
4 Perhitungan pembuatan larutan stok .......................................... 55
5 Hasil persen inhibisi dan IC50 BHT ........................................... 56
6 Hasil uji aktivitas antioksidan .................................................... 56
7 Contoh perhitungan persen inhibisi dan IC50 .............................. 58
8 Gambar hasil uji fitokimia ......................................................... 59
xi
1
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik, rendemen
ekstrak kasar, aktivitas antioksidan, dan komponen bioaktif dari keong pepaya
(Melo sp.) dengan berbagai jenis pelarut.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keong laut masuk dalam Kelas Gastropoda laut. Tubuhnya dilindungi oleh
sebuah cangkang dan biasanya melingkar karena torsi, bentuk kepala jelas,
mempunyai tentakel, mata dan radula. Kaki lebar dan datar, bernafas dengan
sebuah atau sepasang insang, dioecious, larva trocopor, dan veliger
(Purwaningsih 2007).
Tubuh keong terdiri atas empat bagian utama yaitu kepala, kaki, isi perut,
dan mantel. Pada kepala terdapat sepasang mata, sepasang tentakel, sebuah mulut,
dan sebuah siphon. Mantel merupakan arsitek pembentuk struktur cangkang dan
pola luarnya. Di dalam kepala terdapat probosis yang di dalamnya terdapat radula.
Kaki berukuran besar dan berbentuk pipih yang berfungsi untuk merayap dan
melekat (Yulianda 1999). Cangkang dan anatomi gastropoda dapat dilihat pada
Gambar 2.
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang
secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan. Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu secara
endogen (sebagai respon normal proses biokimia internal maupun eksternal) dan
secara eksogen (berasal dari polusi, makanan, serta injeksi ataupun absorpsi
melalu injeksi. Senyawa ini terbentuk di dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-
macam faktor (Muchtadi 2001).
Radikal bebas bisa terbentuk, misalnya ketika komponen makanan diubah
menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme ini
sering kali terjadi kebocoran elektron. Kondisi inilah yang menyebabkan
mudahnya terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil, dan lain-
lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas, contohnya hidrogen
peroksida (H2O2), ozon. Kedua kelompok senyawa tersebut sering diistilahkan
sebagai senyawa oksigen reaktif (SOR) atau reactive oxygen species (ROS)
(Winarsi 2007).
2.2 Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat memperlambat atau
mencegah proses oksidasi. Antioksidan dapat menghambat laju oksidasi bila
bereaksi dengan radikal bebas (Hudson 1990 diacu dalam Praptiwi et al. 2006).
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau
reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat
7
reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif,
akibatnya kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi 2007).
Antioksidan berfungsi menetralisasi radikal bebas, sehingga atom dan
elektron yang tidak berpasangan mendapatkan pasangan elektron dan menjadi
stabil. Keberadaan antioksidan dapat melindungi tubuh dari berbagai macam
penyakit degeneratif dan kanker. Antioksidan juga membantu menekan proses
penuaan dini (Tapan 2005).
2.2.1 Sumber antioksidan
Antioksidan berdasarkan sumbernya dapat dibagi menjadi dua, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia)
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami) (Adawiyah et al.
2001). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari: (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari suatu atau dua komponen makanan; (b) senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan; (c)
senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan pada
makanan sebagai bahan tambahan makanan (Pratt 1992 diacu dalam
Adawiyah et al. 2001). Bahan pangan sumber antioksidan alami dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Bahan pangan sumber antioksidan alami
Antioksidan Bahan Pangan
Vitamin A Mentega, margarin, buah-buahan berwarna kuning,
dan Karotenoid sayuran hijau
Vitamin E Biji bunga matahari, biji-bijian yang mengandung kadar
minyak tinggi, kacang-kacangan, susu
Vitamin C Buah-buahan (jeruk), sayur-sayuran (sebagian rusak
(asam askorbat) dalam pemasakan), kentang
Vitamin B2 Susu, produk hasil olahan susu, daging, ikan, telur,
(riboflavin) serealia utuh, kacang-kacangan
Seng (Zn) Bahan pangan hewani: daging, udang, ikan, susu
Tembaga (Cu) Hati, udang, biji-bijian, serealia (kadar dalam makanan
tergantung pada konsentrasi Cu dalam tanah)
Selenium (Se) Serealia, daging, ikan (kadar dalam makanan tergantung
pada konsentrasi Cu dalam tanah)
Protein Ovalbumin dalam telur, gliadin dalam gandum
Sumber: Belleville-Nabet (1996) diacu dalam Muchtadi (2001)
isoflavon, flavon, katekin, flavonon), turunan asam sinamat, tokoferol, dan asam
organik polifungsi. Saat ini tokoferol sudah diproduksi secara sintetik untuk
tujuan komersil (Pratt dan Hudson 1990).
2.2.2 Mekanisme kerja antioksidan
Antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi
berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi. Hal ini dapat disebabkan
oleh empat macam mekanisme reaksi, yaitu: 1) pelepasan hidrogen dari
antioksidan; 2) pelepasan elektron dari antioksidan; 3) addisi lemak ke dalam
cincin atomatik pada antioksidan; dan 4) pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan (Ketaren 1986).
Antioksidan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan
mekanisme kerjanya, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan
primer disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai
antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat pada
senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah
menjadi senyawa yang lebih stabil (Winarsi 2007). Antioksidan primer bekerja
dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas yang telah terbentuk
menjadi molekul yang kurang reaktif (Belleville-Nabet 1996 diacu dalam
Winarsi 2007).
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non-
enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini disebut pertahanan preventif. Sistem
pertahanan ini, pembentukan senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara
pengkelatan metal, atau dirusak pembetukannya. Antioksidan sekunder bekerja
dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan
cara menangkapnya, akibatnya radikal bebas tidak akan bereaksi dengan
komponen seluler. Antioksidan sekunder ini dapat berupa komponen non nutrisi,
dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah-buahan (Winarsi 2007). Antioksidan
sekunder juga berfungsi memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai
mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autoksidasi dengan pengubahan
radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon 1990).
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan
9
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang
terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya single dan double
strand, baik gugus non-basa maupun basa (Winarsi 2007).
2.2.3 Uji aktivitas antioksidan
Metode yang umum digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan
adalah metode serapan radikal bebas DPPH (Diphenylpicrylhydrazyl) karena
merupakan metode yang sederhana, mudah, dan menggunakan sampel dalam
jumlah sedikit dengan waktu yang singkat (Hanani et al. 2005). DPPH adalah
radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi
elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif
sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses ini dapat ditunjukkan dengan adanya
warna ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi
(Molyneux 2004).
Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui donasi
atom hidrogen dan menyebabkan peluruhan warna DPPH dari ungu menjadi
kuning yang diukur dengan panjang gelombang 517 nm. Senyawa dapat dikatakan
memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan
atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi,
ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu menjadi kuning pucat.
Pengukuran aktivitas antioksidan ini dengan metode DPPH menggunakan prinsip
spektrofotometri (Molyneux 2004). Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil
reaksi dengan antioksidan dapat dilihat pada Gambar 3.
pelarut terhadap jumlah sampel (Darusman et al. 1995). Jenis dan mutu pelarut
yang digunakan menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang
digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya. Keberhasilan ekstraksi
tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang diperoleh
maksimal jika ekstraksi dilakukan berulang-ulang dengan jumlah pelarut yang
sedikit-sedikit. Efisiensi ekstraksi dapat ditingkatkan dengan menggunakan luas
kontak yang besar (Khopkaar 2003).
2.5.4 Saponin
Saponin adalah glikosida dan sterol yang telah terdeteksi pada lebih dari
90 suku tumbuhan. Saponin juga merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam
tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan terhadap sumber sapogenin yang
mudah diperoleh dan dapat diubah dalam laboratorium menjadi sterol hewan yang
berkhasiat penting (Harborne 1987).
Saponin sebagian besar bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada
yang bereaksi dengan asam (sukar larut dalam air), sebagian besar ada yang
bereaksi dengan basa. Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan
kolesterol. Saponin dapat bersifat toksik terhadap ikan dan binatang berdarah
dingin lainnya. Saponin yang beracun disebut sapotoksin. Saponin dapat
menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya pada epitel hidung,
bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan
efek diuretika (Sirait 2007).
2.5.5 Fenol hidrokuinon
Fenol mencakup sejumlah senyawa yang umumnya mempunyai sebuah
cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol larut dalam
air, karena paling sering bergabung dengan gula glukosida dan biasanya terdapat
dalam rongga sel. Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar
(Suradikusumah 1989).
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon. Kuinon terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon dapat dibagi
menjadi empat kelompok untuk tujuan identifikasi yaitu, benzokuinon,
naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Harborne 1987).
2.5.6 Karbohidrat
Karbohidrat biasa digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan
makromolekulnya menjadi monosakarida sederhana (glukosa, fruktosa)
turunannya; oligosakarida, yang terbentuk dengan kondensasi dua satuan
monosakarida atau lebih (sukrosa), dan polisakarida, yang terdiri atas satuan
15
kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida
dengan cara sama untuk membentuk suatu tripeptida, tetrapeptida dan
pentapeptida. Asam amino yang bergabung dengan cara demikian dalam jumlah
banyak dihasilkan struktur yang dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang
yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisa sebagian dari rantai polipeptida
yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino
(Lehninger 1982).
2.5.9 Asam amino
Asam amino merupakan rantai panjang penyusun protein yang terikat satu
sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein,
karena terdapat pada semua protein namun tidak terdapat pada karbohidrat dan
lemak. Asam amino terdiri atas karbon yang terikat pada satu gugus karboksil
(-COOH), satu gugus amino (-NH2), satu atom hidrogen (-H) dan satu gugus
rantai cabang (-R). Asam amino dibedakan berdasarkan rantai cabang gugus
R-nya (Almatsier 2006).
Sifat fisika asam amino ditentukan oleh struktur ion dwikutub. Kelompok
asam amino lebih mudah larut dalam air daripada pelarut organik. Asam amino
membentuk garam dengan asam atau basa karena bersifat amfoter
(Robinson 1995). Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH.
Pada pH yang rendah misalnya pada pH 1,0 gugus karboksilnya tidak terdisosiasi,
sedang gugus aminonya menjadi ion. Pada pH yang tinggi misalnya pada pH 11,0
karboksilnya terdisosiasi sedang gugusan aminonya tidak terdisosiasi
(Winarno 1997).
17
3 METODOLOGI
b. Uji Proksimat
Analisis proksimat yang dilakukan terhadap keong pepaya pada keong
kering baik pada daging maupun jeroan. Daging dan jeroan keong pepaya tersebut
dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari, kemudian dihaluskan dengan
dipotong-potong tipis untuk daging dan dihancurkan dengan blender untuk jeroan.
Analisis proksimat yang dilakukan adalah:
1) Kadar air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah cawan
porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Cawan
tersebut diletakkan dalam desikator (kurang lebih 40 menit) hingga dingin
kemudian ditimbang hingga beratnya konstan, kemudian daging dan jeroan keong
pepaya ditimbang sebanyak 1-2 gram yang dimasukkan ke dalam cawan. Cawan
tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 150 oC selama 8 jam. Cawan
tersebut diletakkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar air
ditentukan dengan rumus:
dalam tanur pada suhu 600 oC selama 2 jam. Cawan abu didinginkan selama 30
menit kemudian ditimbang beratnya. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
3) Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 (BSN 2000)
Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan
dididihkan selama 5 menit. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas
saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida
(dengan peraksi AgNO3). Kertas saring Whatman kemudian dikeringkan dalam
oven. Abu yang telah kering kemudian diabukan kembali dalam tanur dengan
menggunakan wadah cawan porselen. Cawan porselen tersebut kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga beratnya tetap (BSN 2000).
Kadar abu tidak larut asam ditentukan dengan rumus:
Sampel kering
Residu Ekstrak
kloroform
Ekstrak metanol
Residu
Ekstrak kasar keong pepaya yang diperoleh dari ektraksi bertingkat dengan
kloroform, etil asetat, metanol akan dilarutkan dengan pelarut metanol p.a dengan
konsentrasi 200, 400, 600, 800 ppm. Antioksidan sintetik BHT digunakan sebagai
pembanding dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 ppm. Larutan DPPH yang akan
digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan
konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam
kondisi suhu rendah dan terlindung dari cahaya matahari. Sebanyak 4,5 ml larutan
uji atau pembanding direaksikan dengan 0,5 ml larutan DPPH 1 mM dalam
tabung reaksi. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit,
kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS
Hitachi U-2800 pada panjang gelombang 517 nm, aktivitas antioksidan dari
masing-masing sampel dan antioksidan pembanding BHT dinyatakan dengan
persen inhibisi, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
a) Uji Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji
dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan
pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer
terbentuk endapan putih kekuningan, terbentuk endapan coklat dengan pereaksi
Wagner dan terbentuk endapan merah hingga jingga dengan pereaksi
Dragendorff.
b) Uji Steroid/triterpenoid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi.
Anhrida asetat ditambahkan sebanyak 10 tetes kemudian ditambahkan asam sulfat
pekat 3 tetes ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif mengandung steroid
dan triterpenoid yaitu dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama
kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c) Uji Flavonoid
Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil
alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama)
dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel
mengandung flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning
atau jingga pada lapisan amil alkohol.
d) Uji Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
adanya saponin.
e) Uji Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3)
Sejumlah sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
5%. Hasil uji positif sampel mengandung Fenol hidrokuinon ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau atau hijau biru.
f) Uji Molisch
Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml
asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya
26
jeroan serta cangkangnya. Persentasi rendemen keong pepaya dapat dilihat pada
Gambar 5.
60 55,18
50
Rendemen (%)
40
30,58
30
20
11,06
10
0
Daging Jeroan Cangkang
Bagian Tubuh
Gambar 5 Diagram batang persentasi rendemen keong pepaya
dan sisanya 1-2% fosfat, bahan organik conchiolin dan air (Darma 1988 diacu
dalam Purwaningsih 2007). Tingginya kandungan kalsium karbonat pada
cangkang keong ini dapat dijadikan fortifikasi bahan pangan yang kaya akan
kalsium.
4.1.2 Kandungan gizi bahan baku
Zat gizi berperan dalam penyediaan energi, untuk proses metabolisme dan
proses pertumbuhan, sebagai zat pembangun dan zat pengatur, serta membentuk
jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang pernah ada (Winarno 1992).
Kandungan gizi bahan baku keong pepaya dilakukan dengan uji
proksimat. Uji proksimat ini dilakukan untuk memperoleh data kasar komposisi
kimia suatu bahan baku. Uji proksimat yang dilakukan yaitu dengan menguji
bagian daging dan jeroannya untuk mengetahui komposisi kimia keong pepaya
secara terpisah antara daging dan jeroan. Pengujian proksimat keong pepaya
dilakukan dengan menggunakan sampel kering. Komposisi kimia hasil uji
proksimat daging dan jeroan keong pepaya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji proksimat daging dan jeroan keong pepaya kering
Nilai
Komponen
Daging Jeroan
Kadar air (%) 28,54 24,85
Kadar abu (%) 7,40 9,20
Kadar abu tidak larut asam (%) 0,19 0,59
Kadar Lemak (%) 1,08 9,71
Kadar Protein (%) 61,58 52,84
Kadar Karbohidrat (%) 1,40 3,40
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan.
Kadar air berpengaruh terhadap keawetan suatu bahan. Apabila kadar air tinggi
maka bahan tersebut akan cepat mengalami penurunan mutu. Kandungan air dapat
mempengaruhi penampakan, karakteristik maupun daya awet suatu bahan yang
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang
sehingga mempercepat kebusukan (Winarno 1992). Kadar air keong pepaya
daging dan jeroan yaitu 28,54% dan 24,85%. Dari data ini dapat diketahui bahwa
kadar air pada daging keong pepaya lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air
pada jeroan. Perbedaan kadar air pada daging dan jeroan tidak terlalu
berpengaruh. Perbedaan ini dikarenakan pada saat proses pengeringan, kondisi
30
jeroan lebih kering dibandingkan dengan daging. Air bebas akan mudah menguap
pada saat proses pengeringan berlangsung. Air bebas yaitu air yang secara fisik
terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat
(Winarno 2008). Selain itu tingginya kadar air pada daging diduga karena
kemampuan suatu bahan untuk mengikat air disebut water holding capacity
(WHC) (Pearson dan Dutson 1999). Molekul air akan terikat melalui ikatan
hidrogen berenergi besar. Molekul air akan membentuk hidrat dengan molekul
yang mengandung atom O dan N seperti protein dan karbohidrat (Winarno 2008).
Daging keong pepaya memiliki protein yang tinggi yang diduga banyak mengikat
air. Kemampuan jeroan mengikat air lebih kecil karena jeroan mengandung lemak
yang tidak dapat bersatu dengan air, sehingga diduga air pada jeroan akan lebih
banyak menguap dibandingkan daging. Pada pengujian lintah laut utuh (mantel
dan jeroan) pada penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan bahwa kadar air
15,29%. Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa kadar air daging dan jeroan
keong pepaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lintah laut pada penelitian
Nurjanah (2009). Perbedaan kadar air ini dimungkinkan karena adanya perbedaan
lingkungan dalam proses pengeringannya.
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran zat organik. Kadar
abu merupakan unsur-unsur mineral yang terkandung dalam suatu bahan baku. Di
dalam tubuh mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur
(Winarno 1992). Hasil uji kadar abu dapat dilihat bahwa kadar abu pada daging
sebesar 7,40% sedangkan kadar abu pada jeroan 9,20%. Kadar abu pada jeroan
lebih besar yang menunjukkan bahwa mineral yang terkandung pada jeroan lebih
besar bila dibandingkan dengan daging keong pepaya. Abu pada jeroan lebih
tinggi disebabkan karena keong akan menyimpan sisa-sisa mineral yang tidak
terpakai di dalam organ dalamnya yaitu jeroan. Hal inilah yang menjadikan kadar
abu pada bagian jeroan lebih tinggi dibandingkan dengan daging keong pepaya.
Pada penelitian Nurjanah (2009) yaitu pengujian kadar abu pada lintah laut utuh
(mantel dan jeroan) menunjukkan kadar abu sebesar 11,74%. Dilihat dari data ini
maka dapat diketahui bahwa kadar abu pada keong pepaya lebih kecil jika
dibandingkan lintah laut. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh
adanya perbedaan habitat antara daerah pengambilan keong dan lintah laut. Selain
31
itu tingginya kadar abu pada lintah laut dapat dipengaruhi oleh abu tidak larut
asam yang mencapai 1,9%.
Abu tidak larut asam adalah beberapa senyawa tidak larut asam yang
sebagian adalah debu, pasir, tanah, dan silika. Kadar abu tidak larut asam yang
tinggi menunjukkan adanya kontaminasi debu, silika, dan pasir yang tidak dapat
larut asam pada suatu produk. Kadar abu tidak larut asam juga dapat digunakan
sebagai kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan
suatu produk (Basmal et al. 2003). Hasil uji kadar abu tidak larut asam pada
daging keong pepaya yaitu 0,19% sedangkan jeroan 0,59%. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu tidak larut asam pada jeroan jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan daging keong pepaya. Ambang batas keamanan dalam konsumsi yaitu 1%
(Basmal et al. 2003). Dari hasil uji proksimat menunjukkan bahwa keong pepaya
merupakan salah satu bahan baku yang aman dikonsumsi karena kadar abu tidak
larut asam berada dibawah 1%. Komponen abu tidak larut asam dalam bahan baku
dapat merusak kinerja organ ginjal jika dikonsumsi dalam jumlah besar
(Nurjanah 2009). Pada penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan bahwa kadar abu
tidak larut asam dari lintah laut utuh (mantel dan jeroan) yaitu 1,9%. Data ini jauh
berbeda dengan kadar abu tidak larut asam pada daging dan jeroan keong pepaya.
Hal ini dikarenakan sampel yang diuji pada penelitian Nurjanah (2009)
merupakan gabungan antara daging dan jeroan sehingga kadar abu tidak larut
asam yang dihasilkan jauh lebih tinggi.
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
karbohidrat dan protein (Winarno 1992). Hasil uji proksimat menunjukkan kadar
lemak daging dan jeroan keong pepaya yaitu 1,08% dan 9,71%. Hasil ini
menunjukkan bahwa kadar lemak pada jeroan jauh lebih tinggi bila dibandingkan
dengan daging keong pepaya. Hal ini disebabkan lemak pada tubuh umumnya
disimpan sebesar 45% di sekeliling organ pada rongga perut (Almatsier 2006).
Penyimpanan lemak pada tubuh yang tinggi inilah yang akan menyebabkan kadar
lemak pada jeroan sangat tinggi. Pada penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan
bahwa kadar lemak pada lintah laut utuh (mantel dan jeroan) sebesar 4,58%.
32
Perbedaan kadar lemak ini diduga karena pengaruh beberapa faktor yaitu umur,
ukuran, habitat, dan tingkat kematangan gonad.
Protein merupakan suatu zat yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar juga berfungsi sebagai zat pengatur dan
zat pembangun (Winarno 1992). Protein merupakan sumber asam-asam amino
yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki olek lemak dan
karbohidrat (Winarno 1992). Kadar protein daging keong pepaya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jeroan keong pepaya. Daging keong pepaya memiliki kadar
protein 61,58% sedangkan jeroang keong pepaya 52,84%. Pada penelitian
Nurjanah (2009) menunjukkan bahwa kadar protein lintah laut utuh (mantel dan
jeroan) kering sebesar 49,60%. Hasil ini disebabkan karena kandungan air yang
terkandung pada bahan baku rendah sehingga secara proporsional akan
meningkatkan kadar protein (Syarief dan Halid 1993). Tingginya nilai protein ini
dapat menjadikan keong pepaya sebagai makanan yang kaya akan protein.
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat
banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa,
pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul tinggi seperti pektin, pati,
selulosa, dan lignin (Winarno 1992). Nilai karbohidrat didapatkan dengan by
difference. Hasil perhitungan ini menunjukkan nilai karbohidrat daging keong
pepaya yaitu 1,40% sedangkan nilai karbohidrat jeroan keong pepaya yaitu
3,40%. Berdasarkan perhitungan ini karbohidrat pada jeroan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan dagingnya. Pada penelitian Nurjanah (2009) kadar
karbohidrat lintah laut utuh (mantel dan jeroan) sebesar 18,83%. Hal ini
menunjukkan bahwa keong pepaya memiliki kadar karbohidrat yang lebih rendah
dibandingkan dengan lintah laut. Variasi kadar karbohidrat diduga karena adanya
perbedaan habitat, dan ketersediaan bahan pangan.
kasar yang didapatkan dalam bentuk pasta. Ekstrak kasar daging dan jeroan keong
pepaya dapat dilihat pada Gambar 6.
14 12,53
11,83
12
Rendemen (%)
10
8
6
3,91
4
1,81
2 0,62 0,52
0
Kloroform Etil asetat Metanol
Jenis Pelarut
Perbedaan jenis pelarut memberikan hasil rendemen yang berbeda. Pelarut polar
dan semi polar yaitu kloroform dan etil asetat tidak terlalu berbeda rendemennya
sedangkan metanol jauh berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa komponen
bioaktif yang terdapat pada keong pepaya bersifat polar.
Kloroform merupakan pelarut non polar yang dapat mengekstrak lilin,
lemak, dan minyak yang mudah menguap. Etil asetat termasuk pelarut semi polar
yang dapat mengekstrak senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon, dan glikosida
(Harborne 1987). Hasil ekstrak kasar kloroform dan etil asetat menunjukkan
ekstrak daging lebih kecil rendemennya dibandingkan jeroan. Hal ini dikarenakan
ukuran bahan yang diekstrak lebih halus jeroan jika dibandingkan dengan daging.
Daging yang diekstrak merupakan potongan-potongan tipis saja sehingga hasil
rendemen jeroan lebih tinggi.
Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak rendemen daging lebih tinggi
jika dibandingkan dengan rendemen jeroan metanol. Hal ini dikarenakan metanol
merupakan pelarut polar yang mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener,
komponen fenolik, karotenoid, tannin, gula, asam amino, dan glikosida
(Harborne 1987). Pada daging keong pepaya lebih banyak mengandung protein
dibandingkan dengan jeroan sehingga rendemen daging lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jeroan keong pepaya.
Dilihat dari Gambar 7, rendemen ekstrak kasar dari daging dan jeroan
metanol keong pepaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan rendemen ekstrak
kasar daging dan jeroan kloroform dan etil asetat keong pepaya. Hal ini karena
metanol merupakan pelarut polar yang mampu mengekstrak senyawa alkaloid
kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tannin, gula, asam amino, dan glikosida.
(Harborne 1987). Selain itu metanol merupakan salah satu pelarut yang dapat
melarutkan hampir semua senyawa organik yang ada pada sampel, baik senyawa
polar maupun non polar (Andayani et al. 2008). Hal inilah yang menjadikan hasil
ekstraksi kasar metanol daging dan jeroan keong pepaya paling tinggi diantara
ekstrak kasar kloroform dan etil asetat.
400 ppm, 600 ppm, 800 ppm diperoleh melalui proses pengenceran larutan stok
ekstrak keong pepaya 1000 ppm. Antioksidan pembanding yang digunakan yaitu
BHT yang merupakan salah satu antioksidan sintetik dengan konsentrasi 2 ppm,
4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm melalui proses pengenceran larutan stok BHT 250 ppm.
Hasil uji aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar keong pepaya
IC50 IC50 rata-
Sampel % Inhibisi
(ppm) rata (ppm)
2 ppm 4 ppm 6 ppm 8 ppm
BHT 4,91
12,55 23,67 79,37 89,45
200 ppm 400 ppm 600 ppm 800 ppm
Kloroform 13,25 16,99 21,40 22,08 2543
2780
daging 15,06 17,10 20,84 22,08 3018
Kloroform 10,41 12,98 17,17 19,85 2646
2799
jeroan 5,51 7,79 12,17 14,90 2952
Etil asetat 8,27 15,21 18,63 18,82 2483
2760
daging 17,59 19,96 21,01 24,90 3036
Etil asetat 16,54 19,96 21,29 25,50 2568
2525
jeoan 7,79 10,55 15,78 18,44 2482
Metanol 7,32 9,98 14,83 17,68 2590
2308
daging 11,91 16,09 20,71 24,25 2025
Metanol 10,17 18,34 24,43 33,84 1234
1156
jeroan 15,24 24,03 31,97 38,63 1077
BHT
Gambar 8 Perubahan warna pada ekstrak kasar keong pepaya dan BHT
hubungan antara konsentrasi BHT dan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada
Gambar 9.
100
80
% Inhibisi
60
y = 14,32x - 20,34
40 R² = 0,909
20
0
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi (ppm)
15 y = 0,019x + 5,655
R² = 0,994
10
0
0 200 400 600 800 1000
Konsentrasi (ppm)
Gambar 10 Grafik hubungan antara ekstrak daging keong pepaya dengan rata-rata
persen inhibisinya Kloroform Etil asetat Metanol
40
40
35 y = 0,038x + 5,185
R² = 0,998
30
% Inhibisi 25 y = 0,016x + 8,815
R² = 0,999
20
15 y = 0,016x + 4,465
R² = 0,988
10
5
0
0 200 400 600 800 1000
Konsentrasi (ppm)
Gambar 11 Grafik hubungan antara ekstrak jeroan keong pepaya dengan rata-rata
persen inhibisinya Kloroform Etil asetat Metanol
pepaya. Hasil nilai aktivitas antioksidan yang ditandai dengan nilai IC 50 dapat
dilihat pada Gambar 12.
2000
1500
1156
1000
500
0
Kloroform Etil asetat Metanol
Jenis Pelarut
terkandung memiliki jumlah yang sangat kecil. Ekstrak kloroform bersifat non
polar, sedangkan yang digunakan untuk mengencerkan kloroform adalah metanol.
Ekstrak kloroform tidak terlarut semua sehingga aktivitas antioksidan menjadi
sangat kecil.
Suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai IC50
kurang dari 50 ppm, kuat IC50 antara 50-100 ppm, sedang jika nilai IC50 101-150
ppm, dan lemah jika nilai IC50 antara 150-200 ppm (Molyneux 2004).
Berdasarkan klasifikasi ini aktivitas antioksidan keong pepaya sangat lemah
karena memiliki nilai IC50 lebih dari 200 ppm yaitu berkisar antara 1156-2799
ppm.
Rendahnya aktivitas antioksidan ini dapat disebabkan oleh banyak hal.
Bisa saja aktivitas antioksidan pada ekstrak tersebut memang benar-benar rendah.
Pengujian aktivitas antioksidan ini masih merupakan ekstrak kasar sehingga
kemungkinan masih ada senyawa murni yang dikandung memiliki aktivitas
peredaman radikal bebas lebih kuat dibandingkan ekstraknya. Senyawa murni dari
ekstrak keong pepaya diduga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena
memiliki komponen bioaktif yang merupakan senyawa yang mengandung
aktivitas antioksidan, yaitu alkaloid, steroid dan memiliki protein tinggi. Protein
merupakan salah satu sumber antioksidan dari bahan pangan alami
(Belleville-Nabet 1996 diacu dalam Muchtadi 2001).
Uji fitokimia dilakukan pada ketiga ekstrak kasar. Pelarut yang bersifat
polar mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik,
karotenoid, tannin, gula, asam amino, dan glikosida. Pelarut non polar dapat
mengekstrak senyawa kimia seperti lilin, lemak, dan minyak yang mudah
menguap. Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid,
alkaloid, aglikon, dan glikosida (Harborne 1987). Hal ini lah yang mengharuskan
pengujian fitokimia dilakukan pada ketiga jenis ekstrak kasar.
Hasil uji fitokimia pada Tabel 6 menunjukkan bahwa ekstrak kasar keong
pepaya mengandung alkaloid, karbohidrat, steroid, dan asam amino. Steroid hanya
terdapat pada hasil ekstrak kasar dari etil asetat dan ekstrak kasar kloroform
sedangkan pada hasil ekstrak kasar metanol tidak terdapat steroid. Asam amino
ditunjukkan positif pada hasil ekstrak kasar metanol. Karbohidrat terdeteksi
positif pada semua jenis ekstrak kasar baik hasil ekstrak kasar kloroform, etil
asetat, dan metanol. Alkaloid juga terdeteksi positif pada semua jenis ektrak kasar.
Alkaloid merupakan golongan terbesar dari senyawa hasil metabolisme
sekunder pada tumbuhan. Alkaloid banyak ditemukan dalam berbagai bagian
45
tumbuhan seperti biji, daun, ranting, dan kulit kayu (Suradikusumah 1989). Pada
hasil penelitian uji fitokimia dapat diketahui bahwa semua ekstrak kasar keong
pepaya memiliki senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid. Alkaloid
merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik
(Harborne 1987). Alkaloid dapat terekstrak pada pelarut etil asetat yang bersifat
semi polar. Pelarut semi polar dapat mengektrak salah satu komponen bioaktif
yaitu alkaloid. Alkaloid juga terdeteksi pada ekstrak kasar metanol, hal ini karena
metanol bersifat polar yang mampu mengekstrak senyawa asam amino. Alkaloid
yang mengandung cincin heterosiklik biasanya disebut alkaloid sejati, sedangkan
yang tidak mengandung cincin heterolistik disebut protoalkaloid. Keduanya
diturunkan dari asam amino (Suradikusumah 1989). Alkaloid terdeteksi pada
keong pepaya karena keong pepaya kaya akan protein yang mengandung unsur C,
H, O dan N.
Steroid atau sterol adalah triterpen yang bentuk dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantren (Suradikusumah 1989). Pada ekstrak keong
pepaya baik daging maupun jeroan ditemukan adanya steroid tetapi hanya pada
ektrak etil asetat dan kloroform. Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa
fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon, dan glikosida (Harborne 1987). Triterpenoid
ini dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpena sebenarnya,
steroid, saponin, dan glikosida jantung (Sirait 2007). Steroid terdeteksi positif
pada ekstrak kloroform baik di daging dan jeroan. Terpenoid umumnya larut
dalam lemak, dan biasanya terpenoid dapat diekstraksi dengan minyak bumi, eter,
dan kloroform (Harborne 1987). Triterpenoid merupakan salah satu golongan dari
terpenoid. Hal inilah yang menyebabkan steroid hanya terdapat pada kloroform
dan etil asetat. Beberapa steroid, seperti fukosterol, diisolasi dari sumber daya
hayati laut bersifat non toksik dan mempunyai khasiat menurunkan kolesterol
dalam darah dan mendorong aktivitas antidiabetes (Bhakuni 2005 diacu dalam
Nurjanah 2009).
Karbohidrat ditunjukkan dengan dilakukan uji molish. Berdasarkan
pengujian molish dapat diketahui bahwa keong pepaya memiliki karbohidrat
dengan ditandai adanya warna ungu diantara dua lapisan. Karbohidrat merupakan
46
metabolit primer yang pasti ada pada setiap bahan baku walaupun dalam jumlah
yang sedikit. Karbohidrat mempunyai peranan penting yaitu berguna sebagai
storing energy seperti pati, dapat pula berguna sebagai transport of energy seperti
sukrosa, dan sebagai penyusun dinding sel seperti selulosa (Sirait 2007).
Uji ninhidrin merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya asam amino dari suatu bahan baku. Hasil uji ninhidrin menunjukkan
hasil ekstrak metanol keong pepaya positif terdapat asam amino. Hal ini dapat
diketahui bahwa keong pepaya merupakan bahan baku yang kaya akan protein.
Hal ini ditandai dengan adanya uji proksimat dengan presentase kadar protein
sebesar 61,58% pada daging dan 51,82% pada jeroan. Asam amino dapat
terekstrak dengan menggunakan pelarut polar (metanol). Hal inilah yang
menyebabkan asam amino terdeteksi positif pada ekstrak metanol tapi tidak
terdeteksi pada ekstrak kloroform dan ekstrak etil asetat. Asam amino terdeteksi
positif pada keong pepaya namun peptida pada uji biuret tidak terdeteksi positif.
Asam amino merupakan rantai panjang penyusun protein yang terikat satu sama
lain dalam ikatan peptida. Pada uji biuret tidak terdeteksi positif karena diduga
pada saat proses ekstraksi ataupun evaporator ikatan peptida terputus atau
mengalami hidrolisis sehingga pada uji biuret peptida terdeteksi negatif. Reaksi
pada ikatan peptida ini lebih cenderung berjalan ke arah hidrolisis daripada
sintesis (Winarno 2008).
47
5.1 Kesimpulan
Rendemen keong pepaya segar terdiri dari daging, jeroan serta
cangkangnya yang memiliki nilai sebesar 55,18%; 11,06%; dan 30,58%. Daging
keong pepaya memiliki kadar air 28,54%, kadar abu 7,40%, kadar abu tidak larut
asam 0,19%, kadar lemak 1,08%, kadar protein 61,58%, dan kadar karbohidrat
1,40%. Jeroan keong pepaya memiliki kadar air 24,85%, kadar abu 9,20%, kadar
abu tidak larut asam 0,59%, kadar lemak 9,71%, kadar protein 52,84%, dan kadar
karbohidrat 3,40%.
Hasil rendemen ekstraksi terbesar yaitu ekstraksi dengan menggunakan
pelarut metanol (polar) sedangkan rendemen terkecil yaitu menggunakan pelarut
etil asetat (semi polar). Aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada jeroan ekstrak
kasar metanol dengan nilai IC50 1156 ppm, sedangkan aktivitas terendah yaitu
jeroan yang berasal dari ekstrak kasar kloroform dengan nilai IC 50 2799 ppm.
Aktivitas antioksidan keong pepaya dari daging maupun jeroan memiliki aktivitas
yang sangat rendah.
Keong pepaya memiliki alkaloid, karbohidrat. Komponen bioaktif berupa
steroid hanya terdapat pada ekstrak kloroform dan ekstrak etil asetat. Komponen
bioaktif berupa asam amino hanya terdapat pada daging dan jeroan ekstrak kasar
metanol.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu adanya pengujian
lanjutan terhadap aktivitas antioksidan dengan melakukan pemurnian terhadap
ekstrak kasar keong pepaya dan juga menguji aktivitas antioksidan dengan
menggunakan metode lain seperti metode NBT (Nitroblue tetrazolium), tiosianat,
ferric reducing ability of plasma (FRAP), dan lain-lain. Pengujian terhadap
aktivitas antioksidan juga perlu dilakukan dengan menggunakan keong pepaya
dalam keadaan segar. Selain itu perlu dilakukan penentuan komposisi protein,
lemak serta mineral untuk lebih mengetahui komponen gizi yang terdapat pada
keong pepaya.
48
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier Y. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keenan. Jakarta: Gramedia.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Teh Kering dalam Kemasan, SNI 01-
3836-2000. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik. Cetakan ketiga. Pudjaatmaka
AH, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Organic chemistry,
third edition.
Grzimek B. 1974. Animal Life Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold
Company.
Nur MA, Adijuana HA. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. Bogor:
Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.
Nurjanah. 2009. Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan pantai
Pulau Boton sebagai antioksidan dan antikolesterol [seminar
pascasarjana]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pearson AM, Dutson TR. 1999. Fish Products Advances in Meat Research Series
Volume 9. Britain: An Aspen Publication.
Praptiwi, Dewi P, Harapini M. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal
bebas diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak metanol Knema
laurina. Majalah Farmasi Indonesia. 17(1): 32-36.
Pratt DE, Hudson BJF. 1990. Natural antioxidant not exploited commercially. BJF
Hudson, editor. Food Antioxidant. London: Elvesier Applied Science.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: Mrio Press.
Yulianda. 1999. Aspek biologi reproduksi siput gastropoda laut. Fakultas Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
51
52
b. Kadar abu
c. Kadar Lemak
Daging keong papaya =
d. Kadar Protein
Rendemen (%) =
=
55
Konsentrasi =
0,001 M =
Berat DPPH =
= 12,5 mg = 0,125 g
BHT sebanyak 0,125 g dilarutkan dalam metanol p,a hingga 50 ml,
Contoh perhitungan BHT 2 ppm
BHT 2 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 10 ml x 2 ppm = V2 x 250 ppm
= = 0,16 ml
= 50 mg = 0,05 g
Contoh perhitungan ekstrak 200 ppm
Ekstrak 200 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 10 ml x 200 ppm = V2 x 1000 ppm
=
56
BHT 2 ppm =
A B C
D E F G H I J K
F E D
I J G
B C A H K
E D
F I G
B C A J H K
C A F
B D E I
J H K
G
D E I
B C A J H K G
F
60
E
A F D
c G J I
B H K
Keterangan:
A : Wagner
B : Dragendroff
C : Meyer
D : Saponin
E : Flavonoid
F : Steroid
G : Fenol Hidroquinon
H : Biuret
I : Molicsh
J : Benedict
K : Ninhidrin
61
DAFTAR GLOSARY
Cephalic tentacle : Pada gastropoda mempunyai mata yang terletak pada dasar
atau pangkalan cephalic tentacle(4).
Larva trocopor : tipe umum larva avertebrata tertentu yang sangat kecil, tembus
pandang dan berenang bebas, misalnya pada tulbelaria laut,
moluska dan anelida(4).
Periostrakum : lapisan tipis yang terdiri atas bahan protein seperti zat tanduk
disebut conchiolin dan chonchin(4).
Radula : Bentuk seperti lidah atau kikir yang lentur, terletak di bagian
anterior saluran pencernaan pada semua moluska kecuali
Pelecypoda; mengandung suatu barisan dari deretan gigi yang
tersusun secara transversal(4).
Sumber
Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid 1.
Jakarta: Penebar Swadaya.