Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TENTANG ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI

DISUSUN OLEH

Andi tasya riandiani agus (201802002 )

Erika fridayani ( 201802006 )

Nuraeni (201802009 )

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


STIKES MUHAMMADIH SIDRAP
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional
yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kesehatan memiliki
peran ganda dalam pembangunan nasional, oleh karena di satu sisi kesehatan merupakan
tujuan dari pembangunan, sedang disisi yang lain kesehatan merupakan modal dasar dalam
pembangunan nasional (Depkes, 2006).
Pengertian sehat seperti yang tercantum dalam UU No 36 tahun 2009 adalah keadaan
sehat yang meliputi fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Definisi sehat menurut UU No 36/2009 itu
mirip dengan definisi sehat menurut WHO, yaitu kondisi sempurna baik fisik, mental dan sosial,
tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Untuk menilai derajat kesehatan suatu bangsa WHO dan berbagai lembaga Internasional
lainnya menetapkan beberapa alat ukur atau indikator, seperti morbiditas penyakit, mortalitas
kelompok rawan seperti bayi, balita dan ibu saat melahirkan. Alat ukur yang paling banyak
dipakai oleh negara-negara didunia adalah , usia harapan hidup (life expectancy), Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) . Angka-angka ini pula yang menjadi bagian
penting dalam membentuk indeks pembangunan manusia atau Human Development Index
(HDI), yang menggambarkan tingkat kemjuan suatu bangsa.
Indonesia sebagai sebuah negara besar dengan penduduk terbesar keempat setelah
India, China dan USA masih sangat tertinggal dalam pembangunan sektor kesehatan, seperti
dapat dilihat dari ranking HDI diantara negara di dunia, yaitu Malaysia (64), Thailand (103) dan
Singapura (26), sedangkan Indonesia berada pada ranking ke 121 dari 187 negara di dunia pada
tahun 2011. (BAPPENAS, 2011)
Untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB yang masih tinggi itu, maka Menteri
Kesehatan pada tahun 2011 mengeluarkan Kebijakan yang dikenal dengan Jaminan Persalinan
(Jampersal) yang berkaitaan dengan memberi kemudahan untuk mendapat akses ke pelayanan
kesehatan. Kebijakan Jampersal ini diperkuat dengan Permenkes No 2562 tahun 2011 tentang
Jaminan Persalinan (Jampersal).

Untuk mengawal pelaksanaan/implementasi kebijakan Jampersal itu dilapangan maka


Permenkes No. 2562/ MENKES/ PER/ XII/ 2011 merupakan petunjuk Teknis dari Kebijakan
Jaminan Persalinan. Dalam pertimbangannya Permenkes No. 2562/ 2011 itu ditegaskan bahwa:
1) Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak serta mempercepat pencapaian
tujuan MDG’s telah ditetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya
persalinannya ditanggung oleh Pemerintah melalui Program Jaminan Persalinan dan 2) Agar
program jaminan persalinan dapat berjalan efektif dan efesien diperlukan petunjuk teknis
pelaksanaan.
Walaupun kebijakan Jampersal itu diluncurkan dengan tujuan yang sangat jelas, yaitu
untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI), dan Angka kematian bayi (AKB), akan tetapi yang
terjadi justru sebaliknya, dimana AKI yang pada tahun 2007 adalah 228/100.000 kelahiran
hidup, ternyata dari data SDKI pada tahun 2012 menunjukan AKI naik secara menjadi progresif
menjadi 359/100.000 kelahiran hidup.
Kenyataan yang ada AKI tidak turun sesuai target yang telah ditetapkan, bahkan pada
survey-survey tahun 2012 justru AKI makin tinggi, sehingga banyak pertanyaan yang muncul
berkaitan tidak sesuainya harapan dengan fakta di lapangan, sehingga perlu dilakukan kajian
atau analisis evaluasi kebijakan publik, khusus tentang “Kebijakan Jampersal” dalam rangka
penurunan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Analisis evaluasi kebijakan Jampersal ini
bertujuan untuk diperolehnya informasi tentang evaluasi implementasi Jampersal di tingkat
Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil, yang meliputi antenatal care, pertolongan persalinan,
perawatan nifas dan perawatan neonatus serta evaluasi dukungan pemerintah daerah
kabupaten-kota dan stake holders lainnya.
B.Rumusan masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan kematian ibu dan bayi?
2.    Bagaimana tingkat kematian maternal dan perinatal?
3.    Apa penyebab kematian maternal dan perinatal?
4.    Bagaimana upaya memperbaiki kematian ibu dan bayi?
5.    Bagaimana strategi percepatan penurunan kematian bayi?

C.Tujuan
1.    Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian kematian ibu dan bayi
2.    Agar mahasiswa dapat mengetahui tingkat kematian maternal dan perinatal
3.    Agar mahasiswa dapat mengetahui penyebab kematian maternal dan perinatal
4.    Agar mahasiswa dapat mengetahui upaya memperbaiki kematian ibu dan bayi
5.    Agar mahasiswa dapat mengetahui strategi percepatan penurunan kematian bayi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi AKI dan AKB


Kematian maternal/AKI  merupakan kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan,
disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi
tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. (Sarwono,2002:22)
Kematian maternal didefinisikan sebagai setiap kematian ibu yang terjadi pada waktu
kehamilan, melahirkan, atau dua bulan setelah melahirkan atau penghentian kehamilan.
Kematian maternal juga didefinisikan sebagai proporsi kematian pada wanita usia
reproduktif atau proporsi kematian pada semua wanita di usia reproduktif yang disebabkan
oleh penyebab maternal.
Angka kematian Bayi (AKB) adalah angka probabilitas untuk meninggal di umur antara
lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup.
Angka kematian perinatal (perinatal mortality rate) ialah jumlah kematian perinatal
dikalikan 1000 dan kemudian di bagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun
yang sama. (Sarwono,2002:786).

B. Klasifikasi Kematian Maternal dan perinatal


a.Kematian maternal
            Di Negara maju angka kematian maternal berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan di Negara sedang berkembang berkisar antara 750-1000 per 100.000
kelahiran hidup. Tingkat kematian maternal di Indonesia diperkirakan sekitar 450 per 100.000
kelahiran hidup. (Sarwono,2002:23)
Estimasi AKI Maternal Indonesia pada tahun 2002-2003 sebesar 307 kematian per 100.000
kelahiran. Di tahun 2007 AKI turun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup). (Survei
Demografi dan Kesehatan).
2.2.2 Kematian Perinatal (AKB)
            Berdasarkan SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia) berturut-turut tahun 1997, 2002- 2003 dan 2007, AKB Indonesia adalah 46, 35 dan
34 per 1000 kelahiran hidup.

C. Etiologi Kematian Maternal dan Perinatal


b. Kematian Maternal
Faktor reproduksi meliputi :
a) Usia paling aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.
b) Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
c)  Kehamilan tidak di inginkan
d)  Komplikasi obstetric
e) Perdarahan pada abortus. Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan
trimester I umumnya disebabkan oleh abortus, dan hanya sebagian kecil saja karena
sebab-sebab lainnya.
f) Kehamilan ektopik. Penyakit radang panggul, penyakit hubungan seksual atau infeksi
pada paska abortus sering merupakan factor predisposisi pada kehamilan ektopik.
g) Perdarahan pada kehamilan trimester III. Penyebab utama perdarahan ini adalah
plasenta previe dan solusio plasenta.
h) Perdarahan post partum. Disebabkan oleh atonia uteri atau sisa plasenta sering
berlangsung sangat banyak dan cepat. renjat      an karena perdarahan banyak segera
akan disusul dengan kematian maternal, jika masalah ini tidak dapat di atasi secara
cepat dan tepat oleh tenaga yang terampil dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memadai.
i) Infeksi nifas. Terjadi pada pertolongan persalinan yang tidak mengindahkan syarat-
syarat asepsis-antisepsis, partus lama, ketuban pecah dini dan sebagainya.
j)  Gestosis. Primipara dan gravida pada usia 35 tahun merupakan kelompok resiko tinggi
untuk gestosis.
k) Distosia. Panggung kecil, persalinan pada usia sangat muda, kelainan presentasi janin,
letak lintang dapat menyebabkan timbulnya distosia.
l) Pengguguran kandungan. Pengguguran kandungan secara illegal, merupakan penyebab
kematian maternal yang penting. Sisa jaringan, serta tindakan yang tidak steril serta
tidak aman secara medis akan berakibat timbulnya perdarahan dan sepsis.

c. Factor-faktor pelayanan kesehatan


a) Kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal
b) Asuhan medic yang kurang baik
c) Kurangnya tenaga terlatih dan obat-obat penyelamat jiwa.
d. Penyebab Kematian Perinatal
1. Infeksi
2. Asfiksia neonatorum
3. Trauma kelahiran
4. Cacat bawaan/kelainan congenital
5. Penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas
6. Imaturitas, dll.
D. Pencegahan Memperbaiki AKI dan AKB
A. AKI
1. Pencegahan
Keluarga berencana. Jika para ibu yang tidak ingin hamil lagi dapat memperoleh
pelayanan kontrasepsi efektif sebagaimana yang diharapkan, maka akan berkuranglah
prevalensi abortus provokatus serta prevelensi wanita hamil pada usia lanjut dan paritas tinggi.
Dengan berkurangnya faktor resiko tinggi ini maka kematian maternal akan turun pula secara
bermakna. Oleh karena itu pelayanan keluarga berencana harus dapat mencapai sasaran
seluas-luasnya dimasyarakat, khususnya golongan resiko tinggi.
Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan rujukan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan
tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus resiko tinggi dapat menurunkan angka kematian
maternal. Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan usia, paritas, riwayat obstetrik buru, dan perdarahan selama kehamilan.
Mereka harus mampu memberi pengobatan pada penyakit-penyakit yang menyertai
kehamilan, misalnya anemia. Mereka juga harus mampu mengenal tanda-tanda dini infeksi,
partus lama, perdarahan berlebihan dan mengetahui bilamana saat yang tepat untuk merujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.
2. Perbaikan pelayanan gawat darurat
Walaupun upaya pencegahan dengan identifikasi faktor-faktor resiko telah dilakukan
sebagaiman diuraikan diatas, namun masih ada kemungkinan komplikasi berat terjadi sewaktu-
waktu. Dalam hal ini rujukan segera harus dilakukan, karena kematian dapat terjadi dalam
waktu singkat. Oleh karena itu petugas kesehatan di lini terdepan harus dibekali dengan
kemampuan melakukan tindakan-tindakan darurat secara cepat.
Perdarahan. Perdarahan post partum sering memerlukan tindakan cepat dari penolong
persalinan, misalnya pengeluaran plasenta secara manual, memberikan obat-obat oksitosin,
masase uterus, dan pemberian cairan pengganti cairan tranfusi darah.
Infeksi nifas. Kematian karena infeksi nifas dapat dikurangi dengan meningktkan
kebersihan selama persalinan. Kepada penolong persalinan senantiasa perlu diingatkan tentang
tindakan . asepsis pada pertolongan persalinan. Antibiotika perlu diberikan pada persalinan
lama dan ketuban pecah dini.
Gestosis. Petugas kesehatan harus mampu mengenal tanda-tanda awal gestasis seperti
edema,.hipertensi, hiperrefleksia, dan jika mungkin proteinuria. Jika gestosis memberat maka
diperlukan rujukan.
Distosia. Gravida dengan postur tubuh kecil atau terlalu pendek, primi atau
grandemultigravida, perlu di curigai akan kemungkinan terjadinya distosia oleh karena
disproporsi sefalopelvix. Pemanfaatan partograf untuk mendeteksi secara dini persalinan lama
terbukti dapat menurunkan angka kematian maternal.
Abortus provokatus. Kematian karena abortus provokatus seharusnya dapat di cegah,
antara lain dengan pelayanan kontrasepsi efektif sehingga kehamilan yang tidak diingkan dapat
dihindari. Pengobatan pada abortus incomplate adalah kuretase,yang seharusnya dapat
dilakukan di lini terdepan. Jika diragukan apakah sebelumnya telah dilakukan usaha abortus
provokatus, perlu diberikan antibiotik, walaupun belum ada tanda-tanda infeksi. Jika sudah
terjadi infeksi, perlu diberikan antibiotik lebih tinggi secara intravena.
3. Perbaikan jaringan pelayanan kesehatan
Pengadaan tenaga terlatih di pedesaan. Di indinesia sebagian besar persalinan masih
ditolong oleh dukun, khususnya yang berlangsung di desa desa. Para dukun ini harus
dimanfaatkan dan diajak bekerjasama antara lain dengan melatih merek dalam teknik asepsis
dan pengenalan dini tanda tanda bahaya serta kemampuan pertolongan pertama dan
mengetahui kemana rujukan yang harus dilakukan pada waktunya. Pada saat ini pemerintah
sedang mengupayakan pengadaan tenaga bidan untuk setiap desa, sehingga diperkirakan perlu
dididik sekitar 80.000orang bidan untuk memenuhi kebutuhan tersebut sampai pelita VI.
Peningkatan kemampuan puskesmas. Puskesmas yang merupakan fasilitas rujukan
pertama dari petugas lini terdepan perlu dilengkapi dengan dokter terlatih serta kelengkapan
yang diperlukan untuk mencegah kematian maternal. Puskesma seharusnya mampu mengatasi
perdarahan akut, tersedia antibiotik dan cairan yang cukup, dan mampu memberikan
pertolongan bedah obstetris sederhana.
Rumah sakit rujukan. Rumahsakit rujukan harus dilengkapi dengan fasilitas tranfusi
darah, listrik, air bersih, alat alat operasi, anastesi, antibiotik dan obat serta bahan lain, dan
tenaga terlatih.
B. AKB
a) Perbaikan keadaan social dan ekonomi.
b) Kerjasama yang erat antara ahli obstetri, ahli kesehatan anak, ahli kesehatan
masyarakat, dokter umum, dan perawat kesejahteraan ibu dan anak.
c) Pemeriksaan postmortem terhadap sebab-sebab kematian perinatal.
d) Pendaftaran kelahiran dan kematioan janin serta kematian bayi secara sempurna.
e)  Perbaikan kesehatan ibu dan pengawasan antenatal yang baik, antara lain memperbaiki
keadaan gizi ibu dan menemukan high risk mothers untuk dirawat dan diobati.
f) Ibu dengan high risk pregnancy hendaknya melahirkan di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas yang cukup.
g) Perbaikan teknik diagnosis gawat-janin.
h) Persediaan tempat perawatan yang khusus untuk berat-badan lahir rendah.
i) Perbaikan resusitasi bayi yang lahir dengan asfiksia dan perbaikan dalam teknik
perawatan bayi baru lahir terutama bayi premature.
j) Penyelidikan sebab-sebab intrauterine undernutrition.
k) Pencegahan infeksi secara sungguh-sungguh, dll.

C. Penanganan Percepatan Penurunan AKB


1) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas baik
ditingkat dasar maupun rujukan, terutama bagi bayi dan balita dengan menggunakan
intervensi yang telah terbukti menurunkan AKB:
a. Tatalaksana penanganan asfiksia (bayi lahir tidak bisa menangis spontan) dan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR).
b. Kunjungan neonatal secara berkala.
c. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
d. Pelayanan Emergensi.
2) Menggerakkan dan mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat
luas untuk hidup sehat.
3) Menggerakkan penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
4) Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan anak.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kematian maternal/AKI  merupakan kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan,
disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi
tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya.
Penyebab kematian maternal adalah karena faktor reproduksi, komplikasi
obstetric, factor-faktor pelayanan kesehatan. Penyebab kematian perinatal adalah
karena infeksi, asfiksia neonatorum, trauma kelahiran, cacat bawaan/kelainan kongenital, dll.
Upaya memperbaiki AKI adalah melalui pencegahan, perbaikan pelayanan gawat darurat,
perbaikan jaringan pelayanan kesehatan. Upaya memperbaiki AKB adalah melalui perbaikan
keadaan social dan ekonomi, kerjasama yang erat antara ahli obstetri, ahli kesehatan anak, ahli
kesehatan masyarakat, dokter umum, dan perawat kesejahteraan ibu dan anak,
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo,Sarwono.2002.IlmuKebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka


Manuaba,IdaBagus.2001.KapitaSelektaPenatalaksanaanRutinObstetriGinekologidanKB.Jakarta:
EGC
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/download/2849/2905

Anda mungkin juga menyukai