Anda di halaman 1dari 16

1

EPISTEMOLOGI
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah)

Falsafah al - Ulum

Dosen Pengampu:

Dr. H. Jamal Fakhri, M. Ag

Dr. Haris Fadilah, M. Pd.

Disusun Oleh:

Muhammad Aridan : 2088104007

Prima Yoga Dinata : 2088104013

PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
T.A 2020/2021
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak
pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari
kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban.
Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu belum memuaskan manusia. Ia
harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud
disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah
yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah
menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin
menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan
teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau
menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi
melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap
permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat dinamis, tidak kaku, artinya ia
tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu
manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penyusun merumuskan beberapa rumusan
masalah diantaranya:
a. Apa pengertian epistemologi?
b. Apa arti dari pengetahuan?
c. Bagaimana terjadinya pengetahuan?
d. Apa saja jenis – jenis pengetahuan?
e. Apa saja sumber pengetahuan?
3

C. TUJUAN
Didasarkan rumusan masalah diatas penyusun akan memaparkan beberapa
tujuan diantaranya:
a. Untuk mengetahui pengertian epistemology;
b. Untuk mengetahui arti pengetahuan;
c. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya pengetahuan;
d. Untuk mengetahui jenis – jenis pengetahuan;
e. Untuk mengetahui sumber pengetahuan.
4

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Epistemologi
Secara linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata
“Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, ilmu, uraian,
atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang
dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge.1
Menurut Conny Semiawan dkk., epistemologi adalah cabang filsafat yang
menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan.
Epistemologi memfokuskan pada makna pengetahuan yang dihubungkan dengan
konsep, sumber dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya. 2
Selanjutnya, Dagobert D. Runes dalam bukunya “Dictionary of Philosophy”,
mengatakan epistemologi sebagai cabang filsafat yang menyelidiki tentang keaslian
pengertian, struktur, mode, dan validitas pengetahuan. Pendapat lain juga
dikemukakan oleh D.W. Hamlyn, yang menurutnya epistemologi merupakan cabang
dari filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian-pengandaiannya, serta secara umum hal itu dapat indalkan bahwa orang
memiliki pengetahuan.3
Maka, dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa epistemologi
adalah cabang dari filsafat yang berkaitan dengan hakikat, sumber, jenis, ruang
lingkup maupun validitas pengetahuan dan sebagainya.
Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan,
Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab
pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan
manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen
untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna

1
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 53.
2
Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 102.
3
Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 74.
5

pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat
membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.

2. Arti Pengetahuan
Secara etimologi, pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Sedangkan secara terminologi, definisi pengetahuan ada beberapa definisi:
1) Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan
itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
2) Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung
dari kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki
yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan
aktif.
3) Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu,
termasuk didalamnya ilmu, seni dan agama. Pengetahuan ini merupakan
khasanah kekayaan mental yang secara langsung dan tak langsung memperkaya
kehidupan kita.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu,
atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan
dapat berwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula
objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal, atau yang bersangkutan dengan
masalah kejiwaan.
Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik
mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah
informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme
tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan
pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat
6

cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan


ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan
lebih cenderung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka.

3. Terjadinya Pengetahuan
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yanag sangat urgen untuk
dibahas di dalam Epistemologi, sebab orang akan berbeda pandangan terhadap
terjadinya pengetahuan. Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan
menurut John Hospers dalam bukunya “An Introduction to Philosophical Analysis”
mengemukakan ada enam hal, diantaranya:
1) Pengalaman Indera (Sense Experience)
Orang sering merasa penginderaan merupakan alat yang paling vital dalam
memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang
berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan
indera. Kekhilafan akan terjadi apabila ada ketidak normalan antara alat-alat itu. Ibn
Sina mengutip ungkapan filosof terkenal Aristoteles menyatakan bahwa barang siapa
yang kehilangan indra-indranya maka dia tidak mempunyai makrifat dan
pengetahuan. Dengan demikian bahwa indra merupakan sumber dan alat makrifat
dan pengetahuan ialah hal yang sama sekali tidak disangsikan. Hal ini bertolak
belakang dengan perspektif Plato yang berkeyakinan bahwa sumber pengetahuan
hanyalah akal dan rasionalitas, indra-indra lahiriah dan objek-objek fisik sama sekali
tidak bernilai dalam konteks pengetahuan. Dia menyatakan bahwa hal-hal fisikal
hanya bernuansa lahiriah dan tidak menyentuh hakikat sesuatu. Benda-benda materi
adalah realitas-realitas yang pasti sirna, punah, tidak hakiki, dan tidak abadi.
2) Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berfikir dengan menggabungkan dua pemikiran
atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Salah satu tokoh
dari paham ini adalah Plato, seorang filosof Yunani yang dilahirkan di Athena. Plato
berpendapat bahwa untuk memperoleh pengetahuan itu pada hakikatnya adalah
dengan mengingat kembali.
7

3) Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya
memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam
pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh dari otoritas ini biasanya tanpa diuji
lagi, karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibaan tertentu.
4) Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia berupa proses kejiwaan
tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang
berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat
dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa
adanya pengetahuan lebih dahulu. Menurut Mohamad Taufiq dalam sebuah
tulisannya mengatakan bahwa intuisi adalah daya atau kemampauan untuk
mengetahui atau memahami sesuatu tanmpa ada dipelajari terlebih dahulu dan
berasal dari hati.
5) Wahyu (Revelation)
Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu merupakan
sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah buatan manusia tetapi
buatan Tuhan Yang Maha Esa. Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan
kepada nabi-Nya untuk kepentingan ummatnya. Kita mempunyai pengetahuan
melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu.
Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita
mengenal sesuatu melalui kepercayaan kita
6) Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh
melalui kepercayaan. Adapun keyakinan itu sangat statis, kecuali ada bukti-bukti
yang akurat dan cocok untuk kepercayaannya. 4

4
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,(Jakarta: Bumi Aksara, 2009 ), hlm. 57.
8

4. Jenis-jenis Pengetahuan
Menurut Plato, jenis pengetahuan itu dibagi menurut tingkatan-tingkatan
pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai
berikut:
1) Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini
isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta
kenikmatan manusia. Pengetahuan dalam tingkatan ini misalnya seseorang yang
mengkhayal bahwa dirinya pada saat tertentu mempunyai rumah yang mewah, besar
dan indah, serta dilengkapi dengan kendaraan dan lain-lain sehingga khayalannya itu
terbawa mimpi. Di dalam mimpinya, ia betul-betul merasa mempunyai dan
menempati rumah itu. Apabila seseorang dalam keadaan sadar dan menganggap
bahwa khayal dan mimpinya betul-betul berupa fakta yang ada dalam dunia
kenyataan.

2) Pengetahuan Pistis (Substansial)


Pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal
yang dapat diindrai langsung. Objek pengetahuan pistis biasanya disebut zooya
karena isi pengetahuan semacam ini mendekati suatu keyakinan (kepastian yang
bersifat sangat pribadi atau kepastian subjektif) dan pengetahuan ini mengandung
nilai kebenaran apabila mempunyai syarat-syarat yang cukup bagi suatu tindakan
mengetahui, misalnya mempunyai pendengaran yang baik, penglihatan yang normal,
serta indra yang normal.

3) Pengetahuan Dianoya (matematik)


Pengetahuan ini ialah tingkatan yang ada didalamnya sesuatu tidak hanya terletak
pada bagaimana cara berfikirnya. Contoh yang dituturkan oleh plato tentang
pengetahuan ini ialah para ahli matematika atau geometri, dimana objeknya adalah
matematik yakni sesuatu yang harus diselidiki dengan akal budi dengan melalui
gambar-gambar, diagram kemudian ditarik hipotesis. Hipotesis ini diolah terus
hingga sampai pada kepastian. Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk
pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan
9

dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas, isi, jumlah, berat yang semata-
mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah oleh akal pikir karenanya
pengetahuan ini disebut pengetahuan pikir.

4) Pengetahuan Noesis (filsafat)


Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan
pengetahuan pikir, tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan gambar, diagram
melainkan dengan pikiran yang sungguh-sungguh abstrak. Tujuannya adalah untuk
mencapai prinsip-prinsip utama yang isinya hal-hal yang berupa kebaikan,
kebenaran, dan keadilan.5

Kemudian menurut Burhanuddin Salam, pengetahuan yang dimiliki manusia


itu ada empat yaitu:
1) Pengetahuan Biasa
Adalah pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense,
dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana
ia menerima secara baik.
2) Pengetahuan Ilmu
Adalah ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang
sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam. Ilmu dapat
merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking), tujuannya
untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia factual. Pengetahuan
yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen,
klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran
logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat
kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta.
3) Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan manusia itu ada tiga, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat
dan pengetahuan mistik. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang berdasarkan
logika. Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan
spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman

5
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
hlm. 60-61.
10

kajian tentang sesuatu. kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit,
filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan
pengetahuan yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan
cenderung tertutup menjadi longgar kembali.
4) Pengetahuan Agama
Adalah pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya.
Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Pengetahuan mengandung beebrapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara
berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan
cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering juga disebut dengan
hubungan horizontal.6

5. Sumber Pengetahuan
Sumber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagaia asal. Sebagai
contoh sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu.7 Dengan
demikian, sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang
diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, maka pengetahuan dan ilmu
pengetahuan tidak dibedakan, karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat
sumber ilmu pengetahuan.
Dr. Mulyadi Kartanegara mendefinisikan sumber pengetahuan adalah alat atau
sesuatu darimana manusia bisa memperoleh informasi tentang objek ilmu yang
berbeda-beda sifat dasarnya.8 Karena sumber pengetahuan adalah alat, maka Ia
menyebut indera, akal dan hati sebagai sumber pengetahuan.9
Amsal Bakhtiar berpendapat tidak jauh berbeda. Menurutnya sumber
pengetahuan merupakan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan istilah
yang berbeda ia menyebutkan empat macam sumber pengetahuan, yaitu: emperisme,

6
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hlm. 5.
7
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. II, hlm.867.
8
Mulyadi Kertanegara, Integrasi Ilmu:Sebuah Rekonstruksi Holistic, (Jakarta; UIN Jakarta
Press, 2005). hlm. 101.
9
Ibid., hlm. 101-102.
11

rasionalisme, intuisi dan wahyu.10 Begitu juga dengan Jujun Surya Sumantri, ia
menyebutkan empat sumber pengetahuan tersebut.11
Dengan demikian, sumber pengetahuan terdiri dari empirisme (indera),
rasionalisme (akal), intuisionisme (intuisi), dan wahyu.

1) Empirisme
John Locke (1632-1704), mengemukakan teori tabula rasa yang menyatakan
bahwa pada awalnya manusia tidak tahu apa-apa. Seperti kertas putih yang belum
ternoda. Pengalaman inderawinya mengisi catatan harian jiwanya hingga menjadi
pengetahuan yang sederhana sampai begitu kompleks dan menjadi pengetahuan yang
cukup berarti.
Selain John Locke, ada juga David Hume (1711-1776) yang mengatakan
bahwa manusia sejak lahirnya belum membawa pengetahuan apa-apa. Manusia
mendapatkan pengetahuan melalui pengamatannya yang memberikan dua hal, kesan
(impression) dan pengertian atau ide (idea). Kesan adalah pengamatan langsung yang
diterima dari pengalaman. Seperti merasakan sakitnya tangan yang terbakar.
Sedangkan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang dihasilkan dengan
merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari
pengalaman.12
Gejala alam, menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan
panca indera dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan mengenai suatu
kejadian.seperti langit yang mendung yang biasanya diikuti oleh hujan, logam yang
dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori ini akal hanya berfungsi sebagai
pengelola konsep gagasan inderawi dengan menyusun konsep tersebut atau
membagi-baginya. Akal juga sebagai tempat penampungan yang secara pasif
menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan
hubungan urutan-urutan peristiwa tersebut.13
Dengan kata lain, empirisme menjadikan pengalaman inderawi sebagai sumber
pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang

10
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 98-108.
11
Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta; Pustaka Sinar
Harapan, 1999), cet. 12, hlm. 50-54.
12
Amsal Bakhtiar op.cit hlm. 100.
13
Ibid., hlm. 101.
12

benar. Walaupun demikian, ternyata indera mempunyai beberapa kelemahan, antara


lain; pertama, keterbatasan indera. Seperti kasus semakin jauh objek semakin kecil ia
penampakannya. Kasus tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil,
atau kecil. Kedua, indera menipu. Penipuan indera terdapat pada orang yang sakit.
Misalnya. Penderita malaria merasakan gula yang manis, terasa pahit dan udara yang
panas dirasakan dingin. Ketiga, objek yang menipu, seperti pada ilusi dan
fatamorgana. Keempat, objek dan indera yang menipu. Penglihatan kita kepada
kerbau, atau gajah. Jika kita memandang keduanya dari depan, yang kita lihat adalah
kepalanya, sedangkan ekornya tidak kelihatan dan kedua binatang itu sendiri tidak
bisa menunjukkan seluruh tubuhnya.14 Kelemahan-kelemahan pengalaman indera
sebagai sumber pengetahuan, maka lahirlah sumber kedua, yaitu Rasionalisme.

2) Rasionalisme
Rene Descartes (1596-1650), dipandang sebagai bapak rasionalisme.
Rasionalisme tidak menganggap pengalaman indera (empiris) sebagai sumber
pengetahuan, tetapi akal (rasio). Kelemahan-kelemahan pada pengalaman empiris
dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari
penggunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, tetapi indera hanyalah sebagai
perangsang agar akal berfikir dan menemukan kebenaran/pengetahuan.
Akal mengatur data-data yang dikirim oleh indera, mengolahnya dan
menyusunnya hingga menjadi pengetahuan yang benar. Dalam penyusunan ini akal
menggunakan konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai
wujud dalam alam nyata dan bersifat universal dan merupakan abstraksi dari benda-
benda konkret. Selain menghasilkan pengetahuan dari bahan-bahan yang dikirim
indera, akal juga mampu menghasilkan pengetahuan tanpa melalui indera, yaitu
pengetahuan yang bersifat abstrak. Seperti pengetahuan tentang hukum/ aturan yang
menanam jeruk selalu berbuah jeruk. Hukum ini ada dan logis tetapi tidak empiris.
Meski rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman inderanya,
rasionalisme dengan akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada
akal. Akal tidak dapat mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang
dihadapinya. Pengetahuan akal adalah pengetahuan parsial, sebab akal hanya dapat

14
Ibid., hlm. 102.
13

memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan akal hanya memahami bagian-
bagian tertentu dari objek tersebut.
Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan
sehingga melahirkan teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte (1798-
1857) dan Immanuel Kant (1724-1804), Ia telah melahirkan metode ilmiah yang
menjadi dasar kegiatan ilmiah dan telah menyumbangkan jasanya kepada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut paham ini indera sangat
penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi indera harus dipertajam dengan
eksperimen yang menggunakan ukuran pasti. Misalnya panas diukur dengan derajat
panas, berat diukur dengan timbangan dan jauh dengan meteran.
3) Intuisionisme (Intuisi)
Kritik paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme di lontarkan oleh
Hendry Bergson (1859-1941). Menurutnya bukan hanya indera yang terbatas,
akalpun mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indera dan akal
hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya pada objek
tersebut. Dengan memahami keterbatasan indera, akal serta objeknya, Bergson
mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang dinamakannya intuisi.
Kemampuan inilah yang dapat memahami suatu objek secara utuh, tetap dan
menyeluruh. Untuk memperoleh intuisi yang tinggi, manusia pun harus berusaha
melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu objek.
Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak
dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan
simbolis.15 Intuisi dan analisa bisa bekerja sama dan saling membantu dalam
menemukan kebenaran. Namun intuisi sendiri tidak dapat digunakan sebagai dasar
untuk menyusun pengetahuan.16
Salah satu contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu?
Pengertian adil akan berbeda tergantung akal manusia yang memahami. Adil bisa
muncul dari si terhukum, keluarga terhukum, hakim dan dari jaksa. Adil mempunyai

15
Louis O. Kattsoft, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wicana, 1996), hlm.146.
16
Jujun S Suryasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta; Pustaka Sinar
Harapan, 1999), hlm. 53.
14

banyak definisi. Disinilah intuisi berperan. Menurut aliran ini intuisilah yang dapat
mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.

4) Wahyu (Agama)
Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang dikalangan agamawan.
Wahyu adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat
perantara para nabi yang memperoleh pengetahuan tanpa mengusahakannnya.
Pengetahuan ini terjadi karena kehendak Tuhan.17 Hanya para nabilah yang
mendapat wahyu.
Wahyu Allah berisikan pengetahuan baik yang mengenai kehidupan manusia
itu sendiri, alam semesta dan juga pengetahuan transendental, seperti latar belakang
dan tujuan penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan di akhitar nanti.
Pengetahuan wahyu lebih banyak menekankan pada kepercayaan yang merupakan
sifat dasar dari agama.

17
Amsal Bakhtiar op.cit hlm. 110,
15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, berikut merupakan bebererapa kesimpulan yang dapat
diambil:
1. Epistemologi adalah cabang dari filsafat yang berkaitan dengan hakikat,
sumber, jenis, ruang lingkup maupun validitas pengetahuan dan sebagainya.
2. Pengetahuan dalam bahasa Inggris yaitu knowledge, merupakan apa yang
diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari
kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik
atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu.
3. Terjadinya Pengetahuan menurut John Hospers, yaitu: Pengalaman Indera
(Sense Experience), Nalar (Reason), Otoritas (Authority), Intuisi (Intuition)
Wahyu (Revelation), dan Keyakinan (Faith).
4. Jenis-jenis pengetahuan yaitu: Pengetahuan Eikasia (Khayalan). Pengetahuan
Pistis (Substansial), Pengetahuan Dianoya (matematik), Pengetahuan Noesis
(filsafat).
5. Sumber pengetahuan terdiri dari empirisme (indera), rasionalisme (akal),
intuisionisme (intuisi), dan wahyu.
16

DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Press.


Burhanuddin Salam. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.
Jujun S Suryasumantri. 1999. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Popular.
Jakarta; Pustaka Sinar Harapan.
Louis O. Kattsoft. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wicana.
Mulyadi Kertanegara. Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistic. Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2005.
Ngainun Naim. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: TERAS
Surajiyo. 2013. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Surajiyo. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
. 2009. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. 1991.

Anda mungkin juga menyukai